Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MYELITIS
Oleh:
dr. Huldani
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan
1.4
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Myelitis
2.2
Klasifikasi Myelitis
2.2.1
Menurut Onset
2.2.2
Menurut NINDS
2.2.3
BAB II
A.
Definisi
B.
Epidemiologi
C.
Etiologi
D.
Patofisiologi
E.
11
F.
13
G.
Penatalaksanaan ATM
17
2.2.3.2 Poliomyelitis
20
A.
Definisi Poliomielitis
20
B.
Epidemiologi Poliomielitis
20
C.
Klasifikasi Poliomielitis
21
D.
Etiologi Poliomielitis
24
BAB III
E.
Patofisiologi Poliomielitis
25
BAB IV
F.
Manifestasi Klinis
26
BAB V
G.
28
Algoritma
30
Tabel Komparasi
32
Rangkuman/Resume
34
Kesimpulan
40
42
PENUTUP
43
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR GAMBAR
BAB II Gambar 1. Gambaran MRI pada kasus ATM
Gambar 2. Patogenesis poliomielitis
BAB III ALGORITMA
15
26
30
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR TABEL
BAB II Tabel 1. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyebab ATM 16
BAB IV TABEL KOMPARASI
32
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan definisi, klasifikasi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dari myelitis.
1.4. Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa
kedokteran dan praktisi kesehatan agar dapat menegakkan diagnosis secara dini dan
memberikan penanganan yang tepat sehingga dapat mencegah progresivitas pada kasus
myelitis.
BAB II
ISI
maupun
myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut sebagai
myelitis transverse akut. Sebagai hasilnya, makna Acute Transverse Myelitis sering
tumpang tindih dengan Myelitis Transverse (2).
Menurut Varina (2012), Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah sekumpulan
kelainan neurologi yang disebabkan oleh proses inflamasi pada saraf tulang belakang dan
berakibat hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat lesi (3).
B. Epidemiologi
Insiden ATM dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1-8 juta
orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru ATM per tahun yang didiagnosis di
Amerika Serikat. Sebanyak 34000 orang dewasa dan anak-anak menderita gejala sisa
ATM berupa cacat sekunder. Sekitar 20 % dari ATM terjadi pada anak-anak (3).
ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak baik pada semua jenis
kelamin maupun ras. ATM memiliki puncak insidensi yang berbeda yaitu umur : 10-19
dan 30-39 tahun. Ini menunjukkan tidak ada faktor predileksi seperti : ras, familial atau
jenis kelamin pada kasus ATM. Sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai
probabilty yang sama untuk menderita ATM. Insiden meningkat menjadi 24,6 juta kasus
per tahun jika didapatkan penyebab demielinasi yang berhubungan dengan myelitis,
terutama multiple sclerosis (5,11).
ATM mungkin timbul dari berbagai penyebab, tetapi paling sering terjadi sebagai
fenomena autoimun setelah infeksi atau vaksinasi (jumlah 60% kasus pada anak-anak)
atau karena infeksi langsung, penyakit dasar seperti autoimun sistemik, atau diperoleh
penyakit demielinasi seperti multiple sclerosis atau spektrum dari gangguan yang
C. Etiologi
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri,
jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus ( HIV ), varicella zoster,
cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non - infeksi atau
melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah vaksinasi. ATM
dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa
vaksinasi seperti chikenpox dan rabies (1).
Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit
autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogrens syndrome), sindrom
paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak
jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik"
(4).
D. Patofisiologi
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab ATM.
Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi sebagai
hasil akibat terpapar dengan antigen viral (3).
Pada kasus ATM post infeksi, mekanisme sistem immun baik pada viral atau
infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf spinal.
Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan saraf spinal.
Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan bahwa suatu
reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler mimikri dari viral dapat
menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan antigennya
sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari complement-mediated
atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi
juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan saraf tulang belakang (3,11).
Pada penyakit autoimun,
sarcoidosis (11).
metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat membawa
sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi
kekurangan oksigen atau iskemik. Sel dan serabut saraf mulai mengalami perburukan
secara
(limfosit/leukosit) di
substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia, pada
akson akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari
mikroglia. Traktus traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang
sakit dapat memperlihatkan kelainan kelainan degeneratif (3).
sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari menyebabkan
ketidaknyamanan atau nyeri ( disebut allodinia ). Beberapa penderita juga mengalami
pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin.
Gejala motorik pada ATM : Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan
yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan ATM terlihat
bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka karena
terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan. Beberapa
minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara
menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi
paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia (
kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah) (1,5).
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi
urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering
terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita
mengalami masalah dengan sistem respiratori (1,5).
Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian atau komplit dan secara umum dimulai
dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada
perkembangan dalam tiga bulan. ATM biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang
rekuren (5).
cerebrospinal (CSF) untuk menentukan adanya peradangan. Analisis isi seluler CSF akan
menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan, yang nantinya
dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan (2,5).
Selain neuroimaging dari spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes serologi
sering membantu dalam mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti penyakit
rematologi (misalnya, penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik ), gangguan
metabolisme. Tes laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan
mikoplasma, dan VDRL terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak
menghalangi kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut dalam menentukan etiologinya seperti
infeksi sifilis, HIV, campak, rubella dan lainnya, karena infeksi atau imunisasi juga dapat
memicu serangan myelitis (2,5).
G. Penatalaksanaan ATM
Ada beberapa literature merujuk pada penatalaksanaan ATM :
Rujukan
1) The new
England
Journal of
Medicine
Terapi
Imunoterapi awal
Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut
myelitis adalah menghambat progresif dan permulaan
resolusi lesi inflamasi sumsum tulang dan mempercepat
pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan
standard lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami
pemulihan sebagian atau lengkap.
(NEJM) 2010 .
(5)
Plasma exchange
Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi
pasien yang tidak berespon pada pemberian kortikosteroid.
Hati-hati terhadap pemberian plasma exchange karena dapat
menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang.
Penanganan gejala dan komplikasi ATM
Bantuan pernapasan dan orofaringeal
Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan
melibatkan sumsum tulang belakang bagian atas dan batang
otak stem, sehingga penilaian ulang secara regular fungsi
pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama proses
perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik
diperlukan untuk beberapa pasien.
Kelemahan motorik dan Komplikasi Imobilisasi
Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis
terhadap trombosis vena disarankan untuk semua pasien
dengan immoblitas. Kolaborasi dengan tim kedokteran fisik
harus
dipertimbangkan
sehingga
multidisiplin
neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini.
Kelainan tonus otot
Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia
pada fase akut (selama syok spinal ), tapi ini biasanya diikuti
oleh munculnya peningkatan resistensi terhadap gerakan
(tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak sadar
(spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung
manfaat baclofen, Tizanidine, dan benzodiazepin untuk
pengobatan pasien dengan spastik yang berhubungan dengan
gangguan otak dan saraf tulang belakang.
Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis
dan dapat disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri
neuropatik), faktor ortopedi (misalnya, nyeri karena
B. Epidemiologi Poliomielitis
Penyakit poliomyelitis tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satusatunya reservoir penyakit ini. Di negara mempunyai 4 musim, penyakit ini lebih sering
terjadi di musim panas, sedangkan di negara tropis musim tidak berpengaruh. Sebelum
tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadis, di mana epidemi yang pertama
sekali dilaporkan dari Scandinavia dan Eropa Barat lalu Amerika Serikat (14).
Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an epidemi poliomyelitis secara
teratur ditemukan di AS dengan 15.000-21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Pada
tahun 1920, 90 % kasus polio terjadi pada anak < 5 tahun, sedangkan di awal tahun
1950an, kejadian tertinggi adalah pada usia 5-9 tahun, bahkan belakangan ini lebih dari
sepertiga kasus terjadi pada usia > 15 tahun (14).
Hingga saat ini kasus poliomyelitis jarang di negara barat, polio masih endemik di
Asia selatan dan Afrika, terutama Pakistan, dan Nigeria. WHO memperkirakan ada 10-20
miliar penderita di seluruh dunia. Pada tahun 1997 ada 254000 orang yang tinggal di
Amerika Serikat yang menderita paralisis akibat polio. Amerika mendeklarasikan bebas
polio tahun 1994 dan Eropa bebas polio pada tahun 2002 (16).
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik,disebabkan oleh
komplikasi berupa kegagalan nafas, sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya
kematian. Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%), hanya 510% yang memberikan gejala
poliomyelitis (14,15).
C. Klasifikasi Poliomielitis
Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: (14,15,17)
1. Poliomielitis asimtomatis : setelah masa inkubasi 6-20 hari, tidak terdapat gejala
karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis abortif : timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari.
Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif ,
hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau
masuk kedalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk
hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik : dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis bulbar.
Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk
anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun
strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari
200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh
pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio
menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan
fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang
tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang
seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan
memengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan
berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan
syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang
berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf
pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini
disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan
abdomen (perut), disebut quadriplegia.
Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak
ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan
dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol
pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan
pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur
pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai
fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal
ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika
otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi
kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paruparu. Yang terkena bagian atas nervus cranial (N.III N.VII) dan biasanya dapat
sembuh. Lalu bagian bawah (N.IX N.XIII ) sehingga terjadi pasase ludah di faring
terganggu sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus dan dapat menyebabkan
penyumbatan saluran nafas sehingga penderita memerlukan ventilator.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 2-5% pada anak dan 15-30 %
pada dewasa (tergantung usia penderita).
D. Etiologi Poliomielitis
Penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus dan
termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap Ph asam
tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu,
penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui
peralatan makan, bahkan melalui ludah (15,17).
Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:
Tipe I Brunhilde
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas (14).
Penularan virus terjadi melalui (17) :
1.
2.
3.
a)
Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stress emosi dan fisik dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh).
e)
Defisiensi imun
E. Patofisiologi Poliomielitis
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam
tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh
darah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan mengalir ke
sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis)
(15).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi
penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang
biasanya terkena poliomyelitis ialah medula spinalis terutama kornu anterior, batang otak
pada
nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis yang
mengandung pusat vital, serebelum terutama inti-inti vermis, otak tengah midbrain
terutama gray matter substansi nigra dan kadang-kadang nukleus rubra (15).
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis poliomielitis terdiri dari : (14)
a) Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian ini
sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang
standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di
tinja atau meningginya titer antibodi.
b) Poliomyelitis abortif
Kejadiannya diperkirakan 4-8 % dari jumlah penduduk pada suatu epidemi. Timbul
mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas dan jarang
melebihi 39,5 oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise, dan nyeri
perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan.
c) Poliomyelitis non paralitik
Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinis hampir sama dengan
poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal,
tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mual
dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung
dan tungkai, dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain
adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk
kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat
tidur.
d) Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan
kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini dapat
menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan
kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan
simetris.
Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain (14) :
- Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher, abdomen,
tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah.
- Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
- Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk
bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun,
tremor dan kadang kejang.
Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan
analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan neuro-muskulosketal untuk mengetahui adanya kelainan.
-
Non paralitik
Sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik 15-30 menit setiap 2-4 jam. Fisioterapi
dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang
timbul tapi dapat mengurangi deformitas yang ada.
Paralitik
Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis pernapasan,
dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat
dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan.
Prognosis
Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan
bagian tubuh yang terkena.
karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas (14).
BAB III
ALGORITMA
Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010: 363;6.
Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010: 363;6.
BAB IV
Tabel Komparasi
Pembanding
SAP
(sensory action potential)
MCV
(motor conduction velocity)
CMAP
(componed motor action
potential)
Denervasi
MRI
ATM
N/
Poliomyelitis
normal
beberapa kasus
/normal
/-
+
Normal, tulang belakang
membengak,
hiperintensif-difus pada
anterior horn cells
+
Hiperintensif
pada anterior
horn cells
33
SKEMA
Definisi (Hal.4)
ATM (Hal. 7)
Myelitis (hal 4)
Klasifikasi
Penyakit (Hal. 5 )
Algoritma diagnosis
(Hal. 30)
Tatalaksana ATM (Hal. 17 )
Tatalaksana Poliomyelitis (Hal.
28)
Tabel Komparasi (Hal.
32)
34
BAB V
Rangkuman/ Resume
Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati)
yang disebabkan proses inflmasi. Serangan inflamasi pada medulla spinalis
dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung
serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem
saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan
tubuh. Beberapa literatur sering menyebutnya sebagai myelitis transverse
atau myelitis transverse akut .
Insiden myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan
sebanyak 1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per
tahun yang didiagnosis di Amerika Serikat.
Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan
virus, penyakit autoimun sistemik, beberapa sclerosis, SLE, Sjogren
sindrome, pasca trauma, neoplasma, iskemik atau perdarahan saraf tulang
belakang dan jarang penyebab iatrogenik. Pada kasus dimana penyebab dari
myelitis tidak dapat diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik.
Adapun beberapa jenis dari myelitis : 1. Poliomyelitis : penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus ke gray matter medulla spinalis dengan gejala
kelemahan atau kelumpuhan otot, 2. Transverse myelitis : proses inflamasi
di medulla spinalis disebabkan oleh demyelinasi aksonal meliputi kedua sisi
tulang belakang.
Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah kelainan neurologi yang
disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan
satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis
34
juga
sumsum
tulang
belakang
meskipun
tidak
jarang
tidak
35
atau
sentuhan
ringan
dengan
jari
menyebabkan
36
tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM
biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren.
ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Anamnesis berupa
keluhan, riwayat medis, tinjauan sistem medis, sosial serta riwayat
perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat memberikan
petunjuk kasus ATM terhadap kemungkinan infeksi atau penyebab
paraneoplastik, serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau
penyakit autoimun.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan
pungsi lumbal. MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi
struktural dan lumbal pungsi untuk mengetahui penyebab inflamasi. Tes
laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme
dan
progesifitas
sehingga
lini
pertama
diberikan
dan
Afrika,
terutama
Pakistan,
dan
Nigeria.
Amerika
mendeklarasikan bebas polio tahun 1994 dan Eropa bebas polio pada tahun
2002.
Mortalitas
tinggi
terutama
pada
poliomyelitis
tipe
38
Kesimpulan
Insiden myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak
1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per tahun yang
didiagnosis di Amerika Serikat.
Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan virus,
penyakit autoimun sistemik, beberapa sclerosis, SLE, Sjogren sindrome,
pasca trauma, neoplasma, iskemik atau perdarahan saraf tulang belakang
dan jarang penyebab iatrogenik. Pada kasus dimana penyebab dari myelitis
tidak dapat diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik.
ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak anak. ATM memiliki
puncak insidensi yang berbeda yaitu umur : 10-19 dan 30-39 tahun. Ini
menunjukkan tidak ada faktor predileksi seperti : ras, familial atau jenis
kelamin pada kasus ATM.
40
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus ,
bakteri, jamur, maupun parasit, penyakit autoimmune sistemik (SLE,
multiple sklerosis, Sjogrens syndrome), sindrom paraneoplastik, penyakit
vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak jarang tidak
ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik".
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab
ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi
inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral.
ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari)
atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum yang
muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom.
41
Poliomielitis abortif, 3.
Penyebab polio adalah virus polio. Penularan virus terjadi melalui secara
langsung dari orang ke orang, tinja penderita, percikan ludah penderita.
poliomyelitis.
Penatalalaksaan
bersifat
simptomatis
dan
42
BAB VI
PENUTUP
Saran
Myelitis merupakan masalah kesehatan penting, dimana salah satunya
poliomyelitis masih terjadi Indonesia walaupn bukan endemi di Indonesia. Oleh
karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dari praktisi kesehatan
terutama yang berada di lini terdepan untuk mengenali, menyaring, dan
mendiagnosis secara tetap kasus yang ditemukan di masyarakat agar penanganan
tepat dan cepat dapat segera dilaksanakan. Masih diperlukan pembahasan lebih
lanjut dan mendalam mengenai berbagai penyakit lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
43
4.
5.
6.
7.
8.
Douglas Kerr. The history of TM : The Origins Of The Name And The
Identification Of The Disease. The transverse myelitis association. 2013.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Our Progress Against
Polio. 2013.
17.
44
Transverse Myelitis.
45