Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dengan
sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus. Abortus inkomplit
sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis.1
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sulit untuk diketahui secara pasti karena banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Selain itu angka kejadian abortus bervariasi menurut
ketekunan dalam identifikasi kasus. Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan
sebesar 17,75%. Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di
papua yakni 7,72%. Diperkirakan total kejadian abortus spontan di Indonesia
mencapai 2,3 Juta per tahun. Diperkirakan terjadi 37 aborsi untuk setiap 1000
perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) di Indonesia.4,5
Lebih dari 80% aborsi spontan terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Lima puluh persen kejadian abortus pada trimester pertama diakibatkan oleh
abnormalitas kromosom, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua
dan 5-10% pada trimester ketiga. Terdapat pula perbedaan antara jumlah janin lakilaki dan perempuan pada abortus awal, dimana ratio laki-laki : perempuan 1:5.3
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari 20
tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada wanita
diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya adalah dari
12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang belum melebihi
3
umur 3 bulan.4,6,7
Angka kejadian abortus inkomplit tidak diketahui secara pasti. Kejadian
abortus berkisar antara 15-20% dari semua kehamilan dengan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit.
Data dari Afrika Selatan menunjukan bahwa 44.686 perempuan dirawat di rumah
sakit pemerintah dengan abortus inkomplit setiap tahunnya. 15% dari semua pasien
tersebut datang dengan morbiditas berat sementara 19% datang dengan morbiditas
sedang.8
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi yang
terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun
pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, terkadang janin masih hidup dalam uterus
sebelum ekspulsi. Terjadinya abortus secara spontan dapat dipengaruhi oleh berbagai
etiologi yang saling terkait. Secara umum, etiologi terjadinya abortus spontan dapat
dibagi menjadi tiga yakni janin, maternal, dan paternal.3
gonorhoeae,
Streptococcus
agalactina,
virus
Herpes
Simplex,
c. Pengaruh Endokrin
Peningkatan kejadian abortus dapat dikaitkan dengan kondisi hipotiroidisme,
diabetes mellitus, dan defisiensi progesteron. Hipotiroidisme sering disebakan oleh
adanya antibodi antitiroid. Kejadian abortus spontan terjadi 2 kali lipat lebih seing
pada perempuan dengan antibodi tiroid yang terdeteksi 17% dibandingkan dengan
perempuan tanpa antibodi tiroid. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika kadar gula
dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan
kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defesiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil
konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa abortus spontan. 3,10
d. Nutrisi
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea
serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi
nutrien yang ditimbulkan akibat hyperemesis gravidarum jarang diikuti dengan
abortus spontan. Sebagaian besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang
f. Faktor-Faktor Immunologis
Abortus diperkirakan terjadi akibat gagalnya sebuah proses supresi sistem
imun. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibodi anti
cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis, abortus serta
destruksi plasenta. 10
h. Laparotomi
Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya
abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ
panggul, maka kemungkinan terjadinya abortus semakin besar.7
j. Kelainan Uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan uterus kongenital dan kelainan
uterus
yang
didapat.
Paparan
diethylstilbestrol
(DES)
pada
janin
dapat
k. Inkompetensi serviks
Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya
terjadi pada trimester kedua. Inkompetensi serviks merupakan dilatasi asimptomatik
dari ostium servikalis internus. Keadaan ini akan mengakibatkan dilatasi kanalis
serviks selama trimester kedua persalinan. Tidak adanya bantalan yang menunjang
fetus akan mengakibatkan terjadinya ruptur dan prolaps, yang sering diikuti dengan
ekspulsi fetus dan plasenta. 3
2.4 Patogenesis
Aortus inkomplit dapat terjadi secara spontan, maupun sebagai komplikasi
dari abortus provokatus, atau dari abortus imminens yang tidak ditangani dengan
baik. Proses terjadinya abortus berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang
kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang mengalami
perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau seluruhnya dari
tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari perlekatannya merupakan
benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum untuk berkontraksi. Rangsangan
yang terjadi semakin lama semakin bertambah kuat dan terjadilah his yang memeras
isi rahim keluar. 1,3,10
Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu
pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh karena
villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi
koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga ada
bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus inkomplit. yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus yang tertahan
didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan pengeluaran darah yang
lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan
lengkap.1,3,10
2.6 Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis
dilakukan untuk
memperoleh riwayat
lengkap termasuk
10
11
Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri yang
sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak.
Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai dengan
keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga
mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina. Bimanual
palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum
memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Pastikan
intensitas pendarahan pemeriksaan bekuan darah atau bagian-bagian daging.
Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan
jenis tindakan yang sesuai4.
Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan teraba
jaringan di dalamnya. Periksa adanya nyeri goyang porsio untuk menentukan
adanya kehamilan ektopik. Pastikan adanya pembukaan serviks, jika ada
pembukaan mencerminkan suatu abortus insipiens atau abortus inkomplit. Jika
tertutup merupakan suatu abortus imminens.
Periksa ukuran uterus, konsistensi, ketegangan dan adanya nyeri tekan adneksa
ataupun massa. Jika dirasakan adanya suatu massa, palpasi harus dilakukan
dengan hati-hati dan mantap untuk menghidari terjadinya ruptur pada kehamilan
ektopik ataupun kista ovarium.
Jika terdapat cairan abnormal dari vagina atau serviks, perlu dibuat preparat
basah dan kultur serviks untuk organisme gonorrhea dan clamydia.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi,
tanda anemia, Pemeriksaan PP test perlu dilakukan untuk memastikan tanda
kehamilan.
Pemeriksaan
radiologi
berupa
USG
penting
dilakukan
untuk
12
imminens akan menunjukan gambaran gestasional sac yang normal dan embrio yang
viable. Pada abortus inkomplit gestasional sac akan terlihat kempes dan ireguler,
terdapat materi echogenic yang menunjukan sisa plasenta pada kavitas uteri.
Sementara pada abortus komplit, endometrium terlihat berdekatan dengan tidak
terlihat adanya produk konsepsi.9
13
tanda-klinis pada umumnya muncul pada usia kehamilan 20 minggu, antara lain 1)
besarnya uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (50% kasus menunjukkan
ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan), 2) perdarahan pervaginam
berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan yang banyak, 3) tidak
ditemukan ballottement dan detak jantung janin, serta 4) sering disertai dengan
hiperemesis gravidarum, toksemia, dan tirotoksikosis.2
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksaan abortus inkomplit harus diawali dengan evaluasi terhadap
keadaan umum pasien serta gangguan hemodinamik yang terjadi. Bila terjadi
perdarahan yang hebat, sebaiknya segera dilakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi,
sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat dihentikan.1
Selanjutnya penatalaksaan abortus dapat dilakukan dengan tindakan pembedahan
maupun medikamentosa melalui beberapa teknik. Tanpa penyakit sistemik pada ibu,
tindakan penatalaksanaan abortus tidak mengharuskan pasien untuk dirawat inap.
Teknik pembedahan meliputi dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan
isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi, dilatasi
dan ekstraksi, induksi haid, atau laparotomi.
Pada teknik dilatasi dan kuretase serviks dibuka terlebih dahulu (didilatasi) dan
kemudian sisa jaringan dikeluarkan dengan cara mengerok keluar secara mekanis
(kuretase tajam), dengan menghisap (kuretase hisap), atau kombinasi keduanya.
Dilatasi serviks dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat kuretase maupun
aspirasi, serta mengurangi resiko terjadinya laserasi serviks dan perforasi uterus.
(Guideline). Namun pada kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan karena tidak sulit untuk memasukkan kanul melalui
ostium uteri internum. Beberapa ahli hanya mengerjakan teknik ini pada keadaan
tertentu, seperti pada usia kehamilan trimester satu akhir (12-14 minggu), remaja dan
dewasa muda, nulipara, serta adanya jaringan parut pada serviks.13
Kemungkinan terjadinya penyulit dalam menggunakan teknik ini meningkat
setelah trimester pertama, sehingga baik kuretase tajam maupun hisap sebaiknya
14
15
Kontraindikasi
untuk
penatalaksanaan abortus secara medis antara lain adanya alergi spesifik terhadap obat,
adanya alat kontrasepsi dalam rahim, anemia berat, koagulopati atau pemakaian
antikoagulan, dan penyakit medis signifikan, misalnya penyakit hati, kardiovaskular,
dan penyakit kejang yang tidak terkontrol.1
2.9 Prognosis
Abortus inkomplit yang dievakuasi dini tanpa infeksi memberikan prognosis
yang baik terhadap ibu. Pada wanita dengan riwayat pernah mengalami abortus
sebanyak satu kali, maka kemungkinan untuk mengalami abortus kembali pada
kehamilan selanjutnya adalah sekitar 15%. Sedangkan jika ia pernah mengalami
abortus sebanyak dua atau tiga kali, maka kemungkinannya meningkat, yaitu
berturut-turut sekitar 25% dan 30-45%.1
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh abortusnya sendiri maupun
akibat dari tindakan penanganan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan infeksi
akibat retensi sisa hasil konsepsi yang lama di dalam kavum uteri. Tindakan kuretase
pada abortus inkomplit juga dapat menimbulkan komplikasi antara lain:14
16
17
BAB III
LAPORAN KASUS
: REN
Umur
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Hindu
Suku/Bangsa
: Bali/Indonesia
Alamat
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Status Perkawinan
: Menikah
Tanggal MRS
Tanggal Pemeriksaan
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan pervaginam.
disangkal.
Riwayat Menstruasi
Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28-30 hari, lamanya 4-5
hari tiap kali menstruasi. Nyeri saat menstruasi terkadang dirasakan oleh
penderita. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) pasien adalah 02 Juni 2014.
Riwayat perkawinan
Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 19 tahun.
Riwayat persalinan
1. 1997, perempuan, 3000 gr, spontan , non nakes , 17 tahun.
2. 1999, perempuan, 3100 gr, spontan, puskesmas, 15 tahun.
3. 2004, laki-laki, 3000 gr, spontan, non nakes, 10 tahun.
4. Kehamilan ini
Riwayat KB
Pasien menggunakan KB jenis implant dan berhenti sejak 3 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit
Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat penyakit sistemik seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes
melitus baik pada pasien dan keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Konsumsi alkohol, rokok, dan obatobatan dikatakan tidak ada oleh pasien.
19
Kesadaran
: E4V5M6(CM)
Nadi
: 78 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Suhu tubuh
: 36,7 C
Tinggi badan
: 154cm
Berat badan
: 50 kg
2. Status General
Kepala
THT
: Kesan tenang
Thorax
: Jantung
Pulmo
Abdomen
: ~ Status Ginekologi
Ekstremitas
: edema - - hangat
-
3. Status Ginekologi
Abdomen
: Tinggi fundus uteri 2 jari atas simfisis, nyeri tekan tidak ada,
tanda cairan bebas tidak ada, massa tidak ada
Inspeksi V/V : Flx (+), fl (-), p (+), terlihat jaringan (+), livide (+)
VT
: Flx (+), fl (-), p (+), teraba jaringan (+), slinger pain (-),
CUAF b/c~12-14 minggu, APCD dalam batas normal.
: 9,6 (4,10-11,0)
MCH
: 33,3 (26.0-34,0)
HGB
: 14,1 (11,5-18)
MCV
: 92,7 (80,0-100)
HCT
: 39,2 (37,0-54,0)
MCHC
: 36,0 (31,0-36,0)
PLT
: 224 (150-400)
PP Test
: (+)
BT/CT
: 200/800
20
3.5 Diagnosis
Abortus inkomplit (G4P3003 12-14 minggu)
3.6 Penatalaksanaan
Pdx
:-
Tx
Mx
KIE : pasien dan keluarga tentang hasil diagnosis, komplikasi, prognosis, dan
rencana tindakan.
: Status present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur aksila
: 36,8 C
Status General
Kepala
THT
: Kesan tenang
Thorax
: Jantung
Pulmo
hangat
21
Status Ginekologi
Abdomen : distensi (-), BU (+) N
Vagina
: Status present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Respirasi
: 18 x/menit
Temperatur aksila
: 36,8 C
Status General
Kepala
THT
: Kesan tenang
Thorax
: Jantung
Pulmo
22
Abdomen
: ~ status ginekologi
Ekstremitas
: edema
hangat
+
+
+
+
Status Ginekologi
Abdomen : distensi (-), BU (+) N
Vagina
3.8 Prognosis
Dubius ad bonam
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
25
risiko yang berat pada pasien yang mungkin menyebabkan terjadinya abortus
berulang serta tidak ditemukannya komplikasi pasca tindakan kuretase.
26
BAB V
SIMPULAN
Pada kasus didapatkan pasien berusia 37 tahun yang sedang hamil muda dengan
usia kehamilan 13-14 minggu datang dengan keluhan perdarahan pervaginam disertai
keluarnya jaringan berwarna putih. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah
dilakukan, pasien didiagnosis dengan abortus inkomplit. Abortus inkomplit adalah
berakhirnya kehamilan sebelum viabel disertai dengan pengeluaran sebagian hasil
konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal dalam uterus pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Pada prinsipnya penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan
penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa
apakah terdapat tanda-tanda syok atau tidak. Untuk mengurangi resiko perdarahan
dan kompliksi lain yang mungkin timbul, dilakukan pengeluaran sisa jaringan dengan
kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti golongan uterotonika,
antibiotika dan analgetik. Pada pasien ini telah dilakukan penanganan berupa kuretase
tanpa anestesia umum dengan perlindungan drip oksitosin. Dua jam pasca tindakan,
kembali dilakukan evaluasi terhadap keadaan umum dan tanda-tanda vaital pasien. Di
samping itu, pasien juga disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu minggu
kemudian untuk mengetahui perkembangan pasien.
Sedangkan untuk kehamilan berikutnya, pasien disarankan untuk melakukan
asuhan antenatal yang lebih rutin, serta apabila tersedia pemeriksaan penunjang yang
memadai, faktor penyebab abortus pada pasien ini harus ditelusuri sehingga dapat
mencegah kejadian abortus berulang pada kehamilan berikutnya. Prognosis abortus
inkompletus biasanya mengarah ke baik, apabila tindakan kuretase berhasil
mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko perdarahan menjadi sangat
minimal, setelah observasi 2 jam pasca kuretase tidak didapatkan keluhan dan
keadaan umum pasien stabil.
27