Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HERPES ZOSTER
NAMA PEMBIMBING :
dr. ANDI FAUZIAH, Sp.KK
DISUSUN OLEH
INDAH TRI HANDAYANI
(1102009139)
KATA PENGANTAR
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat nyeri dan disebabkan
oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes
yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh
suatu tahapan tidak aktif. Kemudian suatu saat virus ini menjadi aktif kembali.(1)
Herpes zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam saraf yang
ditandai dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang terbatas pada satu
sisi tubuh, sering kali dalam satu garis.(1-3)
Kurang-lebih 20 persen orang yang pernah cacar air lambat laun akan berkembang
menjadi herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini kemungkinan akan terjadi pada orang dengan
sistem kekebalan yang lemah, termasuk orang dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50
tahun.(3)
Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf, termasuk dalam penyakit infeksi virus yang
manifestasinya terbatas pada area kulit yang diinervasi oleh satu ganglion sensoris. Kekambuhan
herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri yang parah pada daerah
predileksi seperti di dada, punggung, atau hidung dan mata.(4)
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.Ini dapat
menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada wajah, leher dan juga kepala, dalam dan sekitar
telinga, atau pada ujung hidung. Penyakit ini hampir selalu terjadi hanya pada satu sisi tubuh.
Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan dengan saraf yang
meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan. Kemudian lepuh pecah dan berlubang. Jika
lepuh digaruk, infeksi kulit dapat terjadi. Ini membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan
mungkin menimbulkan bekas.(3)
Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri yang
parah dapat bertahan berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut neuralgia
pasca herpes / neuralgia post herpetika atau disingkat NPH.(2-6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.DEFINISI
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster
laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk
dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan
Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu
yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami
reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau
Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000,
semakin meningkat pada usia lebih tua.(2-4, 6, 7)
2.2. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI(2, 3)
Penyebab :
Virus varisela zoster, kelompok virus herpes termasuk virus sedang berukuran 140 200
m dan berinti DNA.
Umur :
Lebih sering pada dewasa, pada usia > 50 thn, dan kadang kadang pada anak anak
namun jarang terjadi .
Imunitas :
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko
20 sampai 100 kali lebih besar untuk terinfeksi herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama. Terutama pada kelainan limfoproliferatif dan
kemoterapi, trauma local pada ganglia sensorik, dan HIV.
Jenis kelamin :
Pria dan wanita sama banyaknya
Musim / iklim :
Tidak tergantung iklim dan musim
2.3. PATOGENESIS(1)
Herpes Zoster
Gangguan motorik
Eritema
infeksi sekunder
nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang
timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan
motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah
yang terkena
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik. Sindrom
Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga
terdapat gangguan pengecapan.
Lesi kulit
TIPE
Papul ( 24 jam ) bula vesikel (48 jam ) pustul ( 96 jam ) krusta ( 7 10 hari ).
Lesi baru berlanjut untuk muncul sampai dengan 1 minggu, Lesi nekrotik dan gangrene
terkadang muncul.
WARNA
Edema Eritematous didasari dengan lapisan vesikel yang jernih dan terkadang hemoragic.
Jika disertai ulkus dan sikatrik maka terdapat infeksi sekunder.
LOKASI
Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II
Efloresensi/sifat-sifatnya : Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai
bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada
dermatom yang sesuai dengan Ietak saraf yang terinfeksi virus.
2.6. DIAGNOSIS(8)
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis. Lima
Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya :
1. gejala prodromal berupa nyeri,
2. distribusi yang khas dermatomal,
3. vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,
4. beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus
sensorik,
5. tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes
simpleks zosteriformis),
6. nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.
2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG(3),(8)
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren,
dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan bila
lesi pada area sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau herpes
simpleks. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna
pada lesi krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus
yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.
syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai
inhibitor hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls
nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.
Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus
sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi cabang kedua dan
ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan vesikel pada ujung dan tepi
hidung (Hutchinsons sign), maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat. Vesikel pada
margo palpebra juga harus diperhatikan.
10
KESIMPULAN
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster
laten dari saraf pusat dorsal atau kranial.(1-3) Faktor resiko Herpes zoster lebih sering
terjadi pada dewasa, pada usia > 50 thn, kadang kadang pada anak anak namun
jarang terjadi, dan disfungsi imun selular.(3) Predileksi Herpes zoster terdapat pada
thoraks dan saraf trigeminal.(2) Diagnosis pada penyakit ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis. Pada gambaran klinis ditemukan adanya eritema yang
berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa.
Penanganan perlu memperhatikan factor predisposisi dan komplikasi yang ada.(1-9)
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
adhi djuanda hM, aisah S. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. P hr, editor. jakarta: badan
penerbit FKUI; 2010.
2.
Siregar. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. jakarta: EGC; 2005.
3.
fitzpatrick thomas jar, polano K M, wolf klaus. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology
common and serious disease. 2 ed. United State Of America: Mcgraw - Hill; 1994.
4.
Gnann JW WR. Herpes Zoster. N Engl J Med. 2002:347.
5.
Straus SE OM, Schmader KE. varicella and herpes zoster. 7 ed. Dermatol F, editor: Gen. Med.
6.
Sweeney C J GDH. Ramsay Hunt Syndrome. Journal of Neurology, Neurosurgery, adn Psychiatry.
2000.
7.
Brown Graham R BT. Lecture Notes Dermatologi: Erlangga; 2005.
8.
Dworkin RH jR, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al. Recomendations for the
management of herpes zoster 2007.
9.
Baehr M FM. Duus' topical diagnosis in neurology. New york: Thieme; 2005.
12