International Journal of Geosciences, 2013, 4, 792-796

http://dx.doi.org/10.4236/ijg.2013.44073 Published Online June 2013 (http://www.scirp.org/journal/ijg)

High Resolution in Seismic Refraction

Tomography for Environmental Study
Resolusi Tinggi dalam Tomografi Seismik
Refraksi untuk Studi Lingkungan
Andy A. Bery
Geophysics Section, School of Physics, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia
Email: andersonbery@yahoo.com.my
Received March 27, 2013; revised April 29, 2013; accepted May 28, 2013
Copyright 2013 Andy A. Bery. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution
License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is
properly cited.

ABSTRACT
Intisari
Seismic refraction tomography (SRT) involves more complex mathematic algorithms to fit
more flexible model. In the field procedure SRT in generally needs more shot points than
standard seismic refraction survey to obtain high resolution profile. In this seismic
refraction study, we have used 9 shot-points for inline and 10 shot-points for offset in
purpose to obtaine high resolution of seismic refraction tomography. During a recent
geophysical test site, the subsurface material was mapped along survey line using seismic
refraction method. Analyses of the site investigation data revealed that the studied site was
made up of two layers of the subsurface. The upper layer has velocity values with range of
500 m/s to 1500 m/s which can be classified as unconsolidated surface deposits and
mixtures of unsaturated sands and gravels. Meanwhile the lower layer has velocity values
with range of 2000 m/s to 5500 m/s which is classified as compacted fines soil due to
high pressure of the overburden. Analysis of seismic refraction data demonstrated that
refraction tomography software systems are able to reveal subsurface material which
represented by their seismic velocity value. Furthermore, the velocity model obtained in
this study is agreed with its synthetic modelling result as initial model. This validity and
reasonable results was able to assist in interpretation of the seismic refraction method for
the environmental study.
Tomografi Seismik Refraksi (TSR) lebih banyak melibatkan algoritma matematik
kompleks untuk mencocokkan model yang lebih fleksibel. Di lapangan prosedur TSR pada
umumnya membutuhkan lebih banyak titik tembakan dari survei seismik refraksi standar
untuk mendapatkan suatu profil resolusi tinggi. Dalam studi seismik refraksi ini, kita telah
menggunakan 9 titik tembak untuk inline dan 10 titik tembak untuk offset tujuannya untuk
memperoleh resolusi tinggi dari tomografi seismik refraksi. Selama lokasi penyelidikan

geofisika terakhir, material bawah permukaan dipetakan sepanjang garis survei dengan
menggunakan metode seismik refraksi. Analisa mengenai data penyelidikan lokasi
mengungkapkan bahwa lokasi yang dipelajari terdiri dari dua lapisan bawah permukaan.
Lapisan atas memiliki nilai kecepatan dengan kisaran 500 m/s sampai 1500 m/s yang dapat
diklasifikasikan sebagai deposito permukaan yang rapuh dan campuran pasir tak jenuh dan
kerikil. Sementara lapisan bawah memiliki nilai kecepatan dengan kisaran 2.000 m/s ke
5500 m/s yang diklasifikasikan sebagai padatan tanah halus akibat tekanan tinggi dari
lapisan penutup. Analisis data seismik refraksi menunjukkan bahwa sistem perangkat lunak
mampu mengungkapkan bawah permukaan material yang diwakili oleh nilai kecepatan
seismiknya. Selain itu, model kecepatan yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan
dengan hasil pemodelan sintetik seperti model awal. Hasil yang tepat dan beralasan ini
dapat membantu dalam interpretasi metode seismik refraksi untuk studi lingkungan.
Keywords: Seismic Refraction Tomography; Seismic Velocity; Synthetic
Modelling; Validity; Environmental
Kata kunci : Tomografi Seismik Refraksi; Kecepatan Seismik; Pemodelan
Sintetik; Ketepatan; Lingkungan.
1.

Introductin
Pendahuluan

The seismic refraction surveying was the first major geophysical method to be applied
in the search for oil bearing structures. Today, however, oil exploration relies almost
exclusively on some variety of modern reflection seismographs. Recent progress in
exploration geophysics has stemmed from the computer-assisted processing and
enhancement of the data interpretation. Seismic refraction surveys are still used
occasionally in oil exploration, particularly where they can assist in resolving complicated
problems in structural geology. Although the application of seismic refraction method in
the oil industry has diminished over the years, the method has found increasing use for site
investigation for civil engineering. It is a valuable investigation tool well-suited for
shallow surveys, particularly when used in conjunction with the exploratory drill.
Survei seismik refraksi menjadi metode geofisika utama yang pertama untuk
diterapkan dalam pencarian struktur perangkap minyak. Saat ini, bagaimanapun,
eksplorasi minyak hampir semata-mata bergantung pada beberapa variasi dari refleksi
seismograf yang moderen. Kemajuan terbaru dalam eksplorasi geofisika telah berasal dari
pengolahan dengan bantuan komputer dan peningkatan interpretasi data. Survei seismik
refraksi masih digunakan sesekali dalam eksplorasi minyak, terutama di mana survei
seismik refraksi dapat membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang rumit dalam
struktur geologi. Meskipun aplikasi metode seismik refraksi dalam industri minyak telah
berkurang dari tahun ke tahun, metode ini telah ditemukan meningkatkan penggunaan
untuk penyelidikan lokasi untuk teknik sipil. Ini merupakan suatu alat penyelidikan yang
berharga sesuai untuk survei dangkal, terutama sekali ketika digunakan bersama dengan
eksplorasi yang berhubungan dengan pengeboran.

The relatively recent advent of seismic refraction tomography techniques has

provided a significant new geophysical tool. Several initial studies by [1-5] indicate that
refraction tomography performs well in many situations where traditional refraction
techniques fail, such as velocity structures with both lateral and vertical velocity gradients.
Recently, seismic refraction method has been use in environmental and engineering study.
[6] presents an approach of combination of electrical resistivity and seismic refraction
analysis proved that these integrated study of the physical environmental data provided a
reasonable compromise between measurement time and image resolution.
Beberapa penelitian awal berdasarkan [1-5] menunjukkan bahwa refraksi tomografi
berkinerja baik dalam banyak situasi bila refraksi keteknikan tradisional gagal, seperti
kecepatan struktur dengan gradien kecepatan lateral dan kecepatan vertikal. Baru-baru
ini metode seismik refraksi digunakan dalam studi lingkungan dan rekayasa. Secara relatif
kedatangan terbaru dari seismik refraksi untuk tomografi keteknikan telah memberikan
suatu alat geofisika baru yang signifikan. [6] Ada suatu pendekatan kombinasi tahanan
listrik dan analisa seismik refraksi membuktikan bahwa studi terintegrasi mengenai data
fisika lingkungan disajikan suatu kesesuaian antara waktu pengukuran dan resolusi
gambar.
Seismic refraction tomography is a geophysical method of interpreting seismic fraction
data, which uses a gridded, inversion technique to determine the velocity of individual 2dimension blocks (pixels) within a profile as opposed to modelling velocities as layers. As
a result, refraction tomography can, in some cases more accurately model and provide
better resolution of complex velocity structure of the subsurface.
Tomografi seismik refraksi adalah metode geofisika yang menafsirkan data fraksi
seismik, yang menggunakan suatu grid, teknik inversi untuk menentukan kecepatan
individu blok 2-dimensi (piksel) dalam suatu profil bisa dikatakan bertentangan dengan
pemodelan kecepatan sebagai lapisan. Akibatnya, daya refraksi tomografi bisa, dalam
beberapa kasus model lebih akurat dan memberikan resolusi yang lebih baik dari
kecepatan yang kompleks pada struktur bawah permukaan.
One limitation of seismic refraction is the inability to concern the existence of certain
layers, referred to as hidden layers or blind zones. This is due to insufficient velocity
contrast of layer thickness [7]. Another limitation of seismic refraction is incorrect depth
calculation to certain layers where velocity reversals exist, i.e., where layer velocities do
not increase with progressive depth [7]. A discussion of the strength, weaknesses and cost
effectiveness of seismic refraction surveys is presented in [8].
Salah satu keterbatasan daya seismik refraksi adalah ketidakmampuan untuk urusan
keberadaan lapisan tertentu, disebut sebagai lapisan tersembunyi atau zona buta. Ini adalah
dalam kaitan dengan kontras kecepatan ketebalan lapisan tidak cukup [7]. Keterbatasan
lain dari seismik refraksi adalah kesalahan perhitungan kedalaman untuk lapisan tertentu di
mana ada pembalikan kecepatan, yaitu, dimana kecepatan lapisan tidak meningkat dengan

kedalaman yang makin mendalam[7]. Sebuah pembahasan tentang kekuatan, kelemahan

dan harga keefektifan pada survei seismik refraksi disajikan dalam [8].
This paper presents two examples of processing techniques for characterization of
subsurface using seismic refraction. Motivation to have high resolution seismic refraction
tomography, we used 9 numbers of inline shot-point and 10 numbers of offset shot-point
with 2 meter geophone interval for this environmental study.
Makalah ini menyajikan dua contoh teknik-teknik pengolahan untuk karakterisasi
bawah permukaan dengan menggunakan seismik refraksi. Alasan untuk memiliki resolusi
tinggi tomografi seismik refraksi, kami menggunakan 9 titik tembakan untuk inline dan 10
titik tembak untuk offset dengan interval geofon 2 meter untuk studi lingkungan ini.

2.

Materials and Methods

Materi dan metode

Seismic refraction is a geophysical principle governed by Snells Law. If a layer, in which

the waves have a velocity V1, is underlain by another layer with velocity V2, then Snells
law can be given in Equation (1).
Seismik refraksi adalah suatu prinsip geofisika yang diatur oleh Hukum Snells. Jika suatu
lapisan, dimana gelombang mempunyai suatu kecepatan V1, yang mendasari lapisan yang
lain dengan kecepatan V2, Sehingga Hukum Snells dapat diberikan dalam persamaan (1).

where, i is incident angle and r is refraction angle. The compressional wave that travels
directly from the source to a receiver (geophones) is a body wave travelling very close to
the surface. The velocity of the wave (V) is the distance from the source to the receiver (X)
divided by the time (t) it takes to travel directly to the receiver (Equation (2)).
dimana i adalah sudut datang dan r adalah sudut bias. Kompresi gelombang itu tiba secara
langsung dari sumber ke sebuah penerima (geofon) adalah penjalaran suatu gelombang
body yang sangat dekat dengan permukaan. Kecepatan gelombang (V) adalah jarak dari
sumber ke penerima (X) dibagi oleh waktu (t) kecepatan gelombang menjalar secara
langsung ke penerima (Persamaan (2))

The equation for the straight line represents the direct arrival on the graph travel-time
(Figure 1). Therefore, Equation (2) changes to Equation (3).
Persamaan untuk garis lurus menggambarkan tibanya secara langsung pada grafik waktu
penjalaran (travel-time) (Gambar 1). Oleh karena itu persamaan (2) berubah ke persamaan
(3)

Seismic data were recorded using a 24 channels ABEM Terraloc MK8 seismograph
with 24 geophones of 14 Hz, 2 seismic cables, a roll of trigger cable, a striker plate and 16
lb seismic hammer to generate seismic source. In this study, we have deployed geophones
with 2 m interval with 9 inline shot-points and 10 offset shot-points. SeisOptim software
used in this study is based upon a Monte Carlo-based optimization scheme described by
[10]. For forward model, a finite-difference solution of eikonal equation [11] computes
first-arrival travel times through the velocity model. Inversion is accom-plished via a
generalized simulated annealing global optimization algorithm. [10] demonstrates that the
simulated annealing inversion algorithm is independent of the initial model. By default, a
constant velocity is assigned to the model by SeisOptim to begin the optimization.
Alternatively, the user can input results from a previous run as an initial model or fully
specify an initial velocity model.
Data seismik direkam menggunakan suatu ABEM Terraloc MK8 Seismograf 24
Saluran dengan menggunakan 24 geofon pada 14 Hz, 2 kabel seismik, satu rol kabel
pemicu, sebuah plat striker dan 16 Ib palu seismik untuk menghasilkan sumber seismik.
Dalam penelitian ini, kita telah menyebar geofon dengan interval 2 m dengan 9 titik
tembakan inline dan 10 titik tembakan offset. Perangkat lunak SeisOptim digunakan dalam
penelitian ini didasarkan pada skema otimasi berbasis Monte Carlo dijelaskan berdasarkan
[10]. Untuk model kedepan, solusi terbatas-perbedaan persamaan eikonal [11] menghitung
pertama tibanya waktu penjalaran melalui model kecepatan. Inversi adalah penyelesaian
melalui penyamarataan algoritma simulasi annealing optimasi global. [10] menunjukkan
bahwa inversi algoritma simulasi annealing terlepas dari model awal. Oleh kesahaln,
kecepatan konstan ditunjuk untuk model menggunakan SeisOptim untuk memulai
optimasi. Sebagai kemungkinan lain, pengguna dapat masukan hasil dari sebelumnya
berjalan sebagai model awal atau sepenuhnya menentukan model kecepatan awal.
The synthetic model of the velocity model of the test site was carried out in this study
is the result of forward modelling the seismic response of an input earth model, which in
term of 2D variation in physical properties. This paper presents are modelling synthetic
method which uses a gridded, inversion technique to determine the velocity of individual
2-dimension blocks (pixels) within a profile as opposed to modelling velocities as layers.
Figure 2 shows the synthetic model of the velocity model or the test site. This approach is
used to examine the seismic response of the geological section.

Model sintetik untuk model kecepatan pada lokasi percobaan dilakukan dalam
penelitian ini adalah hasil dari pemodelan kedepan respon seismik untuk masukan model
bumi, yang dalam hal 2D variasi dalam sifat fisik. Makalah ini menyajikan pemodelan
metode sintetis yang menggunakan grid, teknik inversi untuk menentukan kecepatan blok
2-dimensi individual (pixel) dalam profil sebagai lawan model kecepatan sebagai lapisan.
Gambar 2 menunjukkan model sintetik dari model kecepatan.

Figure 1. A schematic diagram of compressional wave and travel time curves (After :[19])
Gambar 1. Diagram skematik untuk kurva kompresi gelombang dan penjalaran gelombang
(Setelah :[19])

Figure 2. The synthetic velocity model for the test site

Gambar 2. Model kecepatan sintetik dari lokasi penyelidikan

3.

Tomography Results and Discussion

Hasil Tomografi dan Pembahasan

The seismic refraction test described above was processed by the analysis systems and
P-wave velocity tomogram was produced. In order to provide uniformity to the results,
tomograms from analysis system was exported to the Surfer graphical software and the
data was plotted with a consistent set of special and velocity scales. By way of example,
Figure 3 presents the optimum velocity tomograms for the end-to-end survey line. For
each set of travel time data, multiple runs of the analysis system were conducted to
exercise the model.
Penelitian seismik refraksi yang dijelaskan di atas adalah proses dari sistem analisis
dan kecepatan gelombang P tomogrfi yang dihasilkan. Dalam rangka memberikan hasil
yang seragaman, grafik tomografi dari sistem analisis diekspor ke perangkat lunak Surfer
dan data diplot dengan set yang tetap untuk skala khusus dan skala kecepatan. Dari contoh,
Gambar 3 menyajikan tomografi kecepatan optimum untuk jalur survei end-to-end. Untuk
setiap set data waktu tempuh, multiple berjalan dari sistem analisis dilakukan untuk
menjalankan model.

Figure 3. The Velocity tomography model for the test site.

Gambar 3. Model kecepatan tomografi untuk lokasi penelitian
In this study, we show that the synthetic velocity mo- del is nearly matched to the final
result of velocity tomo- graphy model for the test site. Base on interpretation for the
velocity tomography model (Figure 3), there is two main velocity layers which can be
classified as layer one or upper layer and the lower layer. The upper layer has velocity
values with range of 500 m/s to 1500 m/s which can be classified as unconsolidated
surface deposits and mixtures of unsaturated sands and gravels. Meanwhile, the lower layer
has velocity values with range of 2000 m/s to 5500 m/s which is classified as compacted
fines soil due to high pressure of the overburden.
Dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa kecepatan sintetis model hampir
cocok dengan hasil akhir dari kecepatan model tomografi untuk lokasi penyelidikan.
Berdasarkan interpretasi untuk kecepatan model tomografi (Gambar 3), ada dua lapisan
kecepatan utama yang dapat diklasifikasikan sebagai lapisan satu atau lapisan atas dan
lapisan bawah. Lapisan atas memiliki nilai kecepatan dengan kisaran 500 m / s sampai

1500 m / s yang dapat diklasifikasikan sebagai deposito permukaan tidak terkonsolidasi

dan campuran pasir tak jenuh dan kerikil. Sementara itu, lapisan bawah memiliki nilai
kecepatan dengan kisaran 2000 m / s ke 5500 m / s yang diklasifikasikan sebagai padatan
tanah halus akibat tekanan tinggi dari lapisan penutup.
In this study we also compared the velocity analysis using two commerciallyavailable refraction tomography software systems to produce seismic refraction results.
The second analysis scheme used in this study is FIRST- PIX V4.21 was used to pick the
first arrival time and GREMIX15 software for velocity analysis and depth calculation
using the Generalize Reciprocal Method (GRM). GRM calculates refractor depths for each
geophone location using overlapping refraction arrival times from both forward and
reverse shots, warranting multiple shots along seismic profile. Multiple numbers of shotpoints along the seismic profile will permit interpretation of changing interface depths and
layer velocities. The result obtains using this analysis scheme is compared with the SeisOpt
software in order to verified and have reasonable interpretation for the test site. The
comparison of these two tomography velocity analysis shows that there is a good
correlation which the upper layer by GREMIX15 (Fig- ure 4(b)) has velocity range within
the upper layer by SeisOpt (Figure 4(a)). However, the lower layer slightly miss where
GREMIX15 velocity analysis (Figure 4(b)) gives velocity range of 1300 m/s to 3000 m/s.
Whereas, the lower layer given by SeisOpt velocity analysis (Figure 4(a)) gives velocity
range of 2000 m/s to 5500 m/s.
Dalam penelitian ini kami juga membandingkan analisis kecepatan menggunakan
dua sistem perangkat lunak tomografi refraksi komersial yang tersedia untuk menghasilkan
hasil seismik refraksi. Kedua skema analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
FIRST-PIX V4.21 digunakan untuk memilih waktu tiba pertama dan Software GREMIX15
untuk analisis kecepatan dan kedalaman perhitungannya menggunakan Metode Reciprocal
Generalisasi (GRM). GRM menghitung kedalaman refraktor untuk setiap geofon lokasi
yang menggunakan refraksi tumpang tindih waktu tiba dari kedua tembakan maju dan
mundur, memerlukan tembakan sepanjang profil seismic. Beberapa nomor dari shot-point
sepanjang profil seeismik akan memungkinkan intepetasi perubahan ke dalam dan lapisan
kecepatan. Hasil diperoleh menggunakan skema analisis ini dibandingkan dengan
perangkat lunak SeisOpt dalam rangka membuktikan dan mempunyai penafsiran layak
untuk lokasi pengkajian. Perbandingan kedua Analisa kecepatan tomografi menunjukkan
bahwa ada baik korelasi di lapisan atas oleh GREMIX15 (Gambar4 (b)) memiliki kisaran
kecepatan dalam lapisan atas oleh SeisOpt (Gambar 4 (a)). Bagaimanapun, lapisan yang
yang lebih rendah sedikit tidak cocok dimana GREMIX15 analisa kecepatan ( Gambar
4(b)) memberi kisaran kecepatan 1300 m/s sampai 3000 m/s. Sedangkan, lapisan yang
yang lebih rendah yang diberikan oleh SeisOpt analisa kecepatan ( Gambar 4(a)) memberi
kisaran kecepatan 2000 m/s sampai 5500 m/s.
The SeisOpt velocity models in particularly display some strange features within the
lower half. These features typically occur in regions of low ray path coverage. Meanwhile
the GREMIX15 velocities model unable to display the contouring such as SeisOpt velocity

scheme. However, GREMIX15 velocity scheme able to give the reasonable result as
SeisOpt software.
Model kecepatan SeisOpt khususnya menampilkan beberapa fitur aneh pada bagian
bawah. Fitur ini biasanya terjadi pada daerah cakupan jalur sinar rendah. Sementara itu
kecepatan Model GREMIX15 mampu menampilkan kontur seperti SeisOpt skema
kecepatan. Namun, GREMIX 15 skema kecepatan mampu memberikan hasil yang
memuaskan sebagai perangkat lunak SeisOpt.

Figure 4(a). The SeisOpt velocity model result

Gambar 4(a). Hasil Kecepatan model dengan SeisOpt

Figure 4(b). The GREMIX15 velocity model result

Gambar 4(b). Hasil Kecepatan model dengan GREMIX15
Following refraction data collection and analysis, invasive ground proving
information was collected at the site to provide partial verification of the refraction test
result interpretations. Soil characterizations were conducted at the test site in purpose of
gain further informa- tion of the subsurface and assist in our interpretation. In this study,
the moisture content, W (%) and grain size analysis (gravel, sand, clay and silt) were
determined in order to obtain the soil characterization of the test site. Figure 5 below
shows that the variation of their values in percentage. Base on the result, it shows that they
are having the same pattern for all three tested specimen. The upper layer of the test site is
made up of same material.
Setelah data refraksi di kumpulkan dan dianalisis, informasi dasar untuk

membuktikan invasif dikumpulkan di lokasi untuk memberikan verifikasi sebagian dari

hasil interpretasi refraksi. Karakterisasi Tanah dilakukan di lokasi penelitian dengan tujuan
informasi lebih lanjut dari bawah permukaan dan membantu dalam penafsiran kita. Dalam
studi ini, kadar air, W (%) dan analisis ukuran butir (kerikil, pasir, tanah liat dan lumpur) )
ditentukan untuk mendapatkan karakterisasi tanah dari lokasi penelitian. Gambar 5 di
bawah ini menunjukkan bahwa variasi nilai-nilainya (Variasi nilai kadar air, kerikil, pasir,
tanah liat dan lumpur dalam persentase untuk ketiga spesimen tanah yang diteliti) dalam
persentase. Berdasarkan pada hasil, karakteristik tanah menunjukkan bahwa (Variasi nilai
kadar air, kerikil, pasir, tanah liat dan lumpur dalam persentase untuk ketiga spesimen
tanah yang diteliti) memiliki pola yang sama untuk ketiga spesimen yang diteliti. Lapisan
atas dari lokasi penelitian terdiri dari material yang sama.

Figure 5. The variation of moisture content, gravel, sand, clay and silt values in precentage
for all three tested soil specimen.
Gambar 5. Variasi nilai kadar air, kerikil, pasir, tanah liat dan lumpur dalam persentase
untuk ketiga spesimen tanah yang diteliti.
4. Conclusion

Kesimpulan
Seismic refraction is a useful geophysical tool for subsurface environmental study.
Initial studies by [12] and [13] indicate that seismic refraction and engineering site
investigation performs well in many situations for environmental study. In this paper, the
velocity structure and their depth can be estimated from the velocity analyses of seismic
refraction data. Seismic refraction equipment is also portable and relatively inexpensive.
Seismic refraction is also nondestructive method for environmental survey. Seismic
refraction tomography is method of interpreting seismic refraction data, is well suited for
subsurface investigation of areas dominated by complex shallow structure, velocity
gradients and variable topography. Nonetheless of the technique used to interpret the
seismic data, multiple numbers of shot-points along the survey line were able to provide
greater data coverage and potentially more accurate velocity models. This paper presents
two examples of processing techniques for characterization of subsurface using seismic
refraction. It is prudent to perform both reciprocal as well as topographic analyses as the
different velocity models can complement one another and when in agreement, it able to

increase confidence level in the seismic refraction interpretation.

Seismik refraksi adalah alat geofisika yang bermanfaat untuk studi lingkungan
bawah permukaan. Kajian-kajian awal oleh [12] dan [13] menunjukkan bahwa seismik
refraksi dan teknik lokasi investigasi berkinerja baik dalam banyak situasi untuk studi
lingkungan. Dalam tulisan ini, struktur kecepatan dan kedalaman bawah permukaan dapat
diperkirakan dari analisis kecepatan data seismik Refraksi. Peralatan seismik refraksi juga
portabel dan relatif murah. Seismik refraksi juga merupakan metode yang tidak merusak
untuk survei lingkungan. tomography Seismik Refraksi adalah metode
untuk
menafsirkan data seismik refraksi, cocok untuk penyelidikan daerah-daerah yang
didominasi oleh struktur dangkal yang kompleks, kecepatan gradien dan variabel
topografi permukaan. Namun teknik yang digunakan untuk menafsirkan data seismik,
beberapa nomor dari Shot-points sepanjang garis survei yang mampu menyediakan
cakupan data yang lebih besar dan model kecepatan berpotensi lebih akurat. Tulisan ini
menyajikan dua contoh teknik pengolahan untuk karakterisasi bawah permukaan dengan
menggunakan seismik refraksi. Ini baik untuk menjalankan dua resiprokal serta topografi
analisis sebagai model kecepatan yang berbeda dapat melengkapi satu sama lain dan
ketika dalam perjanjian, itu dapat meningkatkan tingkat kepercayaan dalam interpretasi
seismik refraksi.
REFERENCES
REFERENSI
[1]
P. J. Carpenter, I. C. Higuera-Diaz, M. D. Thompson, S. Atre and W. Mandell,
Accuracy of Seismic Refraction Tomography Codes at Karst Sites, Geophysical Site
Characterization: Seeing beneath the Surface, Proceedings of a Symposium on the
Application of Geophysics to Engineering and Environmental Problems, San Antonio, 6-10
April 2003, pp. 832-840.
[2] B. J. Cramer and D. R. Hiltunen, Investigation of Bridge Foundation Sites in Karst
Terrane via Seismic Refraction Tomography, 83rd Annual Meeting Compendium of
Papers CD-ROM, Transportation Research Board, Wash- ington DC, 11-15 January 2004.
[3] A. A. Bery and R. Saad, Correlation of Seismic P-Wave Velocities with Engineering
Parameters (N Value and Rock Quality) for Tropical Environmental Study, International
Journal of Geosciences, Vol. 3, No. 4, 2012, pp. 749-757. doi:10.4236/ijg.2012.34075
[4] D. R. Hiltunen and B. J. Cramer, Geophysical Characterization of Bridge Foundation
Sites in Karst Terrane, 85th Annual Meeting Compendium of Papers CD-ROM,
Transpotation Research Board, Washington DC, 22-26 January 2006.
[5] J. R. Sheehan, W. E. Doll and W. A. Mandell, An Evaluation of Methods and
Available Software for Seismic Refraction Tomography Analysis, Journal of
Environmental and Engineering Geophysics, Vol. 10, No. 1, 2005, pp. 21-34.
doi:10.2113/JEEG10.1.21
[6] A. A. Bery and R. Saad, Clayey Sand Soils Behaviour Analysis and Imaging
Subsurface Structure via Engineering Characterizations and Integrated Geophysical

Tomography Modelling Methods, International Journal of Geosciences, Vol. 3, No. 1,

2012, pp. 93-104. doi:10.4236/ijg.2012.31011
[7] B. B. Redpath, Seismic Refraction Exploration for Engineering Site Investigations,
Technical Report E-73-4, US Army Engineer Waterways Experiment Station Explosive
Excavation Research Laboratory, Livermore, 1973.
[8] M. L. Rucker, Applying the Seismic Refraction Technique to Exploration for
Transportation Facilities, Geophysics 2000 Conference Proceedings, Missouri
Department of Transportation, St. Louis, 2000.
[9] J. M. Reynolds, An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, John
Willey & Sons Ltd., Hoboken, 1997.
[10] S. K. Pullammanappallil and J. N. Louie, A Generalized Simulated Annealing
Optimization for Inversion of First- Arrival Times, Bulletin of the Seismological Society
of America, Vol. 84, No. 5, 1994, pp. 1397-1409.
[11] J. E. Vidale, Finite Difference Calculation of Travel Times, Bulletin of the
Seismological Society of America, Vol. 78, No. 6, 1988, pp. 2062-2076.
[
12] A. A. Bery, Merge-Optimization Method of Combined Tomography of Seismic
Refraction and Resistivity Data, ISRN Geophysics, Vol. 2012, 2012, Article ID: 293132.
doi:10.5402/2012/293132
[13] A. A. Bery and R. Saad, Tropical Clayey Sand Soils Behaviour Analysis and Its
Empirical Correlations via Geophysics Electrical Resistivity Method and Engineer- ing
Soil Characterizations, International Journal of Geo- sciences, Vol. 3, No. 1, 2012, pp.
111-116. doi:10.4236/ijg.2012.31013

Tugas Bahasa Inggris Sains

High Resolution in Seismic Refraction

Tomography for Environmental Study
Resolusi Tinggi dalam Tomografi Seismik
Refraksi untuk Studi Lingkungan

Oleh
Kelompok 5
RIRIN PASI (F1B1 10 010)
ASRIANSYAH FRIADI (F1B1 11 046)
SITI AWALIA (F1B1 10 026)
HARDIAN BALAKA (F1B1 10 026)
HASARUDDIN RDG KULLE (F1B1 10 001)
DESI MARIANI (F1B1 10 006)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014