Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
4112009
Definisi
Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat juga
tonsilo palatina).
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo
faringitis akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).
e. Epidemiologi
Faringitis terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling
tinggi terjadi pada anak-anak. Faringitis akut jarang ditemukan pada usia dibawah 1 tahun. Insedensi
meningkat dan mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, tetapi tetap berlanjut sepanjang akhir masa nakanak dan kehidupan dewasa (Merlina, 2011). Kematian akibat faringitis jarang terjadi, tetapi dapat terjadi
sebagai hasil dari komplikasi penyakit ini.
Pengaruh daya tahan tubuh sangat penting terutama untuk mencegah infeksi oleh karena virus dan
bakteri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Streptokokus merupakan jenis bakteri yang paling sering
menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis oleh karena Streptokokus memerlukan perhatian yang serius.
Beberapa komplikasi sering muncul saat terjadi infeksi oleh Streptokokus, khususnya Streptokokus Betahemolitikum grup A/GAS, diantaranya :
Demam rematik
Abses peritonsilar
Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian epitel terkikis maka
jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula
serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau
abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada
dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul
radang pada tenggorok atau faringitis.
Demam akibat infeksi streptokokus biasanya lebih dari 38,3 C. Faringitis dengan penyebab bakteri dan
virus biasanya bertahan dalam waktu 1 minggu, namun faringitis dengan penyebab noninfeksi biasanya lebih
lama. Penting untuk menggali informasi mengenai riwayat penyakit pasien, seperti alergi, demam reumatik,
dan penyakit imunokompromis.
Pemeriksaan fisik yang terutama pada faringitis yaitu pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan THT.
Pada pemeriksaan tenggorokan, dapat ditemukan adanya :
Bercak kemerahan pada palatum molle, tampakan lidah seperti stroberi dengan papila yang merah dan lidah
yang keputihan
Limfadenopati servikal
Pada pemeriksaan paru, dapat ditemukan beberapa tanda klinis pada pasien dengan riwayat demam
reumatik, yaitu pembengkakan sendi, nyeri, nodul subkutan, eritema marginatum, atau murmur jantung.
Pemeriksaan penunjang dapat berupa :
Kultur swab tenggorokan; merupakan tes gold standard. Jenis pemeriksaan ini sering dilakukan. Namun,
pemeriksaan ini tidak bisa membedakan fase infektif dan kolonisasi, dan membutuhkan waktu selama 24 48
jam untuk mendapatkan hasilnya.
Tes Monospot, merupakan tes antibodi heterofil. Tes ini digunakan untuk mengetahui adanya mononukleosis
dan dapat mendeteksi penyakit dalam waktu 5 hari hingga 3 minggu setelah infeksi
Tes deteksi antigen cepat; tes ini memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitasnya rendah
Heterophile agglutination
Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.
Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.
Untuk demam dan nyeri:
Dewasa
Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan,
atau Ibuprofen, 200 mg 1 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan.
Anak
Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam
di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet)
1 3 tahun : 60 120 mg/kali (1/4 tablet)
3 6 tahun : 120 170 mg/kali (1/3 tablet)
6 12 tahun : 170 300 mg/kali (1/2 tablet)
Obati dengan antibiotik jika diduga ada infeksi :
Anak
o Kotrimoksazol 2 tablet anak 2 x sehari selama 5 hari
o Amoksisilin 30 50mg/kgBB perhari selama 5 hari Farmakokinetik: Amoksisilin diabsorpsi dengan baik
melalui saluran gastrointestinal, di-mana kloksasilin hanya sebagian diabsorpsi. Kekuatan pengikatan pada
protein dari dua obat ini berbeda-amoksisilin 20% berikatan pada protein, dan kloksasilin tinggi berikatan
pada protein >90%. Toksisitas obat dapat terjadi jika obatobat lain yang tinggi berikatan pada' protein dipakai
bersamaan dengan kloksasilin. Kedua obat ini mempunyai waktu paruh. yang singkat. Tujuh puluh persen dari
amoksisilin diekskresikan ke dalam urin; kloksasilin diekskresikan ke dalam empedu dan urin.
Farmakodinamik: Baik amoksisilin dan kloksasilin adalah derivat penisilin dan bersifat bakterisidal. Obatobat
ini niengganggu sintesis dinding sel bakteri, sehingga menyebabkan sel menjadi lisis. Amoksisilin dapat
diproduksi dengan atau tanpa asam klavulanat, suatu agen yang mencegah pemecahan amoksisilin dengan
menurunkan resistensi terhadap obat antibakterial. Penambahan asam klavulanat menambah efek
amoksisilin. Preparat amoksisilin asam klavulanat (Augmentin) dan amoksisilin trihidrat (Amoxil) mempunyai
farmakokinetik dan farmakodinamik yang serupa, dan demikian pula efek samping dan reaksi merugikannya.
Jika memakai aspirin dan probenesid bersama amoksisilin atau kloksasilin, maka kadar antibakterial serum
dapat meningkat. Efek.amoksisilin dan kloksasilin berkurang jika dipakai bersama eritromisin dan tetrasiklin.
Mula kerja, waktu untuk mencapai kadar puncak, dan lama kerja dari amoksisilin dan kloksasilin sangat serupa.
o Eritromisin 20 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari Farmakokinetik: Preparat eritormisin oral diabsorpsi
dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus
diencerkan dalam 100 mL salin atau dekstrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah flebitis atau rasa terbakar
pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatan pada proteinnya
sedang. Obat ini diekskresikan ke dalam empedu, feses, dan sebagian kecil, dalam urin. Karena jumlah yang
diekresikan ke dalam urin sedikit, maka insufisiensi ginjal bukan merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
eritromisin.
Farmakodinamik: Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mula kerja dari preparat oral adalah 1 jam,
waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam, dan lama kerjanya adalah 6 jam.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan: Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah
gangguan gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare, dan kejang abdomen. Reaksi alergi terhadap
eritromisin jarang terjadi. Hepatotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika that dipakai bersama obat-obat
hepatotoksik lainnya, seperti asetaminofen (dosis tinggi), fenotiazin, dan sulfonamid. Eritromisin estolat
(Ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan eritormisin lainnya.
Kerusakan hati biasanya bersifat reversibel jika obat dihentikan. Eritromisin tidak boleh dipakai bersama
klindamisin atau linkomisin karena mereka bersaing untuk mendapatkan tempat reseptor.