Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
oleh :
Bagus Ayu Purnamasari
01.210.6101
PEMBIMBING:
dr. Lia Sasdesi Mangiri, Sp. Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur
(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan masalah medis yang serius serta membutuhkan
pengenalan dan penanganan segera untuk mencegah kematian. Dan sampai saat ini
meningitis masih merupakan infeksi yang menakutkan karena menyebabkan
mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang (WHO, 2003).
Mortalitas mencapai 5-10% dan morbiditas jangka panjang yang berupa sekuel
neurologis mencapai 50% (Rogier et. al., 2010) dan di Indonesia diperkirakan
mortalitas pada anak sekitar 18-40% dengan angka disabilitas berkisar antara 30-50%
(Saharsodan Hidayati, 2000). World Health Organization (WHO) memperkirakan
bahwa meningitis bacterial menyerang 426.000 anak dan 85.000 dilaporkan
meninggal dunia (Hom et al., 2001). Angka kejadian meningitis menduduki urutan ke9 dan 10 pola penyakit di 8 rumah sakit pendidikan di Indonesia. Data yang ada
menunjukkan angka kematian meningoensefalitis di RSUD Dr Soetomo Surabaya
pada tahun 1988-1993 adalah sebesar 13-18%, pada tahun 1981 di Jakarta sekitar
41,8% (Saharsodan Hidayati, 2000) dan di Yogyakarta sekitar 30,6% (Purwitosari,
2007).
Diantara berbagai agen penyebab, Haemophillus influenza dan Streptococcus
pneumonia adalah penyebab terbanyak dan merupakan penyebab tersering meningitis
berat. (WHO, 2003; Rogier et. al., 2010). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berperan terhadap mortalitas meningitis, diantaranya
yang dilakukan oleh Pelkonen et al (2009), Flores et al (2005) dan Farag et al (2005).
Faktor-faktor prediktor itu diantarnya adalah penurunan kesadaran, dispnea berat,
kejang selama perawatan, usia 1 tahun dan kadar glukosa cairan serebrospinal
(CSS) <10mg/dL (Pelkonen et al., 2009; Flores et al., 2005; Farag et al., 2005).
Disamping akibat perjalanan penyakitnya, kematian pada meningitis juga
1.3 MANFAAT
Dengan penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media
belajar bagi mahasiswa klinik sehingga dapat mendiagnosis terutama secara radiologis
dan mengelola pasien dengan permasalahan seperti pada pasien ini secara
komprehensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Otak
Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar-agar dan
terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak), yang
secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Jaringan
otak dilindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar adalah kulit kepala,
tulang tengkorak, selaput otak (meninges), dan cairan cerebrospinalis. Selaput otak
terdiri atas tiga lapisan (dari luar ke dalam) : duramater, arakhnoid, dan piamater. Di
dalam tempat tertentu duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan
membaginya menjadi tiga kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi
rongga cranium menjadi kompartemen supratentorial dan infratentorial, memisahkan
bagian-bagian posterior-inferior hemisfer cerebri dan cerebelum (Listiono, 1998).
Otak (encephalon) dapat dibagi dalam tiga komponen utama : hemisfer cerebri
(otak besar), batang otak, dan cerebellum (otak kecil). Cerebri adalah bagian otak
terbesar (85%) yang berasal dari pronsecephalon. Otak terdiri dari sepasang hemisfer
yaang berstruktur sama, yang dipisahkan oleh flax cerebri dan dihubungkan oleh
sekumpulan serabut saraf yang disebut corpus callosum, yang berfungsi untuk
menyampaikan impuls di antara keduanya. Cerebri dari luar ke dalam tersusun oleh
korteks (massa kelabu atau subtansia grisea atau grey matter), massa putih (subtansia
alba), dan massa kelabu yang dikenal sebagai ganglia basalis (Listiono, 1998).
2
4
5
6
7
8
4
3
5
Korteks cerebri (subtansi gricea) terdiri dari sel-sel saraf. Subtansia alba cerebri
berisi serabut-serabut saraf (akson) dalam saluran-saluran yang menonjol, contoh korona
radiata. Serabut-serabut ini arahnya konvergen, membentuk kapsula interna, di sefalad
otak tengah. Ganglia basalis yang terletak di sebelah dalam cerebri, berbatasan dengan
ventrikel III, terdiri dari nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Nukleus
kaudatus berjalan di lateral ventrikel lateralis dan talamus. Talamus dan hipotalamus juga
termasuk dalam substanis gricea (Listiono, 1998; Woodruff, 1993).
berhubungan dan berisi cairan cerebrospinalis. Rongga-rongga ini dibatasi oleh epitel
apindema, disebut ventrikel otak. Sistem ventrikel otak terdiri atas ventriel lateralis
kanan dan kiri, ventrikel III, dan ventrikel IV. Cairan cerebrospinalis dibentuk setiap hari
oleh pleksus khoroideus di dalam ventrikel dan ruang subarakhnoid (Woodruff, 1993).
Batang otak, dari sefalad ke kaudal, terdiri dari empat komponen
utama :
2. Trunkus brakhiosefalika
13. Arteri
vertebralis
bergabung
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula ke vena
serta didrainase ke sinus duramater. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke
vena-vena ekstrakranial. Vena serebral dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu
sistem vena serebral eksterna (drainase darah dari korteks dan subkorteks) dan sistem
vena serebral interna (menerima aliran darah balik dari jaringan otak yang lebih dalam)
(Listiono, 1998).
3. Straight sinus
4. Torcular herophilli
5. Sinus tranversus
6. Sinus sigmoid.
7. Sinus oksipitalis
8. Vena galen
9. Vena basalis
(Prince,Wilson, 2006).
Ketika lahir seorang bayi telah mempunyai 100 miliar sel otak yang aktif dan 900
miliar sel otak pendukung, setiap neuron mempunyai cabang hingg 10.000 cabang
dendrit yang dapat membangun sejumlah satu kuadrilion. Koneksi, komunikasi,
perkembangan otak pada minggu-minggu pertama lahir diproduksi 250.000 neuroblast
(sel saraf yang belum matang), kecerdasan mulai berkembang dengan terjadinya
koneksi antar sel otak, tempat sel saraf bertemu disebut synapse, makin banyak
percabangan yang muncul, makin berkembanglah kecerdasan anak tersebut, dan
kecerdasan ini harus dilatih dan di stimulasi.
Otak manusia adalah organ yang unik dan dasyat, tempat diaturnya proses
berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian. Secara garis besar, otak terbagi
dalam 3 bagian besar, yaitu neokortek atau kortex serebri, system limbik dan batang
otak, yang berkerja secara simbiosis. Bila neokortex berfungsi untuk berfikir,
berhitung, memori, bahasa, maka sistek limbik berfugsi dalam mengatur emosi dan
memori emosional, dan batang otak mengarur fungsi vegetasi tubuh antara lain denyut
jantung, aliran darah, kemampuan gerak atau motorik, Ketiganya bekerja bersama
saling mendukung dalam waktu yang bersamaan, tapi juga dapat bekerja secara
terpisah.
Otak manusia mengatur dan mengkoordinir gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasisseperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak
terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik
yang di kenal sebagai potensial aksi . Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain
dan keseluruh tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut
neurotransmitter. Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai
sinapsis. Neurotransmiter paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang
yang ada antara lain asetil kolin, dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin (Sylvia,
2006).
2.3. Meningitis
2.3.1. Definisi
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam
darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005). Efek
peradangan
dapat
mengenai
jaringan
otak
yang
disebut
dengan
meningoensepalitis.
2.3.2. Insiden
a. Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
b. Incident puncak terdapat rentang usia 6 12 bulan.
c. Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4
tahun.
kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun
penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (20012002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per
100.000.28
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi
rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah
haji), dan penyakit ISPA. 16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Insidensi tertinggi
terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang luas
wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.
Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per
100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.Di daerah
Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan
oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus kasus
infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi
infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi
sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi
selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen
pengantar virus. Sebagian besar kasus terjadi pada musim panas.
2.3.4.
Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerangbayi di
bawah
usia
dua
tahun.7
Meningitis
yang
disebabkan
oleh
bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan
yang berkulit putih.Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok
umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan
jarang pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru
sangat tinggi. Diagnosa pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan
terjadinya gejala meningitissetelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik
menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk
menderita meningitis Tuberculosissebesar 0,2.Penelitian yang dilakukan oleh
Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai
daya
lindung
vaksin
TBC
terhadap
anak
meningitis
serosa
disebabkan
olehMycobacterium
Afrika
dan
Asia
penyebabnya
adalah
grup
A.
Wabah
dari
33
kasus
meningitis
Lingkungan
(Environment)
yang
mempengaruhi
terjadinya
kampkamp
tentara
dan
jemaah
haji.
Pada umumnya
Identifikasi.
Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali ditemukan dengan
sindroma klinis serius atau dengan penyebab virus yang multiple, ditandai dengan
munculnya
demam
tiba-tiba
dengan
gejala
dan
tanda-tanda meningeal.
listeriosis,
sifilis,
limfositik choriomeningitis,
hepatitis,
Penyebab infeksi
Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus; dan
echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30, kira-kira sebagai
penyebab
separuh
kasus.
(tipe
2,3,4,7,9
simplex
dan
I dan
virus varicella, virus Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan virus jenis lain
bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-kasus sporadis. Insidensi dari tipetipe spesifik bervariasi menurut wilayah geografis dan waktu. Leptospira
bertanggungjawab terhadap lebih dari 20% kasus-kasus meningitis aseptik di
berbagai wilayah di dunia ini
c)
Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia, timbul sebagai kasus-kasus endemis dan sporadis.
2.
Meningitis Bakterial
Angka insidensi meningitis bakterial yang dilaporkan di Amerika Serikat, 10
3.
Meningitis Meningokokus
a)
Identifikasi.
Penyakit bakterial akut dengan katarektistik muncul demam mendadak, nyeri
kepala hebat, mual dan sering disertai muntah, kaku kuduk dan seringkali timbul
ruam petekie dengan makula merah muda atau sangat jarang berupa vesikel.
Sering terjadi delirium dan koma; pada kasus fulminan berat timbul gejala
prostrasi mendadak, ecchymoses dan syok. Dulu angka kematian mencapai >50%
namun dengan diagnosa dini, terapi modern dan tindakan suportif, angka kematian
5-15%. Lebih dari 5-15% penduduk di negara endemis merupakan carrier tanpa
gejala, ditemukan koloni Neisseria meningitidis di daerah nasofaring. Sebagian
kecil dari orang ini akan berkembang menjadi penyakit yang invasif dengan
ditandai satu atau lebih gejala klinis seperti bakteremia, sepsis, meningitis atau
pneumonia.
Banyak pada penderita sepsis timbul ruam petekie, kadang-kadang disertai dengan
nyeri dan radang sendi. Meningococcemia dapat timbul tanpa mengenai selaput
otak dan harus dicurigai pada kasus-kasus demam akut yang tidak diketahui
penyebabnya dengan ruam petekie dan lekositosis. Pada meningococcemia
fulminan angka kematian tetap tinggi walaupun telah diobati dengan antibiotika
yang tepat. Diagnosis pasti dibuat dengan ditemukannya meningococci pada LCS
atau darah. Pada kasus dengan kultur negatif, diagnosis dibuat didukung dengan
ditemukannya polisakarida terhadap grup sepesifik meningococcal pada LCS
dengan
teknik
IA,
CIE
dan
teknik
koaglutinasi;
atau
ditemukannya
DNA meningococcal pada LCS atau pada plasma dengan PCR. Pemeriksaan
mikroskopis dengan pewarnaan gram, sediaan yang diambil dari petekie
organismenya dapat diketahui.
b)
Penyebab Infeksi
Penyebab
inveksi
adalah
N.
meningitidis, suatu
jenis
meningokokus N.
disebabkan
oleh
hampir
Distribusi penyakit
Cara penularan
Penularan terjadi dengan kontak langsung seperti melalui droplet dari hidung dan
tenggorokan orang yang terinfeksi. Infeksi biasanya menyebabkan infeksi
subklinis pada mukosa. Invasi dengan jumlah bakteri yang cukup untuk
menyebabkan terjadinya penyakit sistemik sangat jarang. Prevalensi carrier yang
mencapai 25% atau lebih dapat terjadi tanpa ada kasus meningitis. Selama KLB
lebih dari setengah laki-laki personil militer mungkin sebagai carrier sehat kuman
meningokokus. Penyebaran melalui barang dan alat-alat tidak terbukti. Masa
inkubasi bervariasi dari 2-10 hari, biasanya 3-4 hari.
e)
Masa penularan
Penularan dapat terus terjadi sampai kuman meningokokus tidak ditemukan lagi di
hidung dan mulut. Meningokokus biasanya hilang dari nasofaring dalam waktu 24
jam setelah pengobatan dengan antibiotika trerhadap mikroba yang masih sensitif
terhadap antibiotika tersebut apabila kadar obat mencapai konsentrasi yang cukup
di dalam sekret orofaring. Penisilin dapat menekan jumlah organisme untuk
sementara namun biasanya tidak dapat menghilangkan organisme ini dari
oronasofaring.
f)
Kerentanan terhadap penyakit klinis rendah dan menurun sesuai dengan umur;
rasio antara carrier dengan kasus sangat tinggi. Dan mereka yang di dalam
darahnya kekurangan beberapa komponen komplemen sangat mudah kambuh dan
terserang penyakit ini lagi. Orang yang telah diambil limpanya sangat mudah
mengalami bakteriemia walaupun hanya mengalami infeksi subklinis. Dapat
muncul kekebalan spesifik terhadap grup bakteri yang menginfeksi. Lamanya
antibodi spesifik ini bertahan belum diketahui.
g)
Cara-cara pemberantasan
Cara-cara pencegahan
1) Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi kontak langsung
dan menghindari terpajan dengan droplet penderita.
2) Mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan
seperti dalam barak, sekolah, tenda dan kapal.
3) Vaksin yang mengandung polisakarida meningokokus grup A, C, Y dan W-135
telah terdaftar dan beredar di Amerika Serikat dan negara lainnya untuk
digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih besar, saat ini hanya
vaksin kuadrivalen yang tersedia di Amerika Serikat.
Vaksin meningokokus
efektif pada orang dewasa diberikan pada saat melakukan rekruitmen militer di
AS sejak tahun 1972. Vaksin ini juga digunakan untuk mengendalikan KLB grup
C yang terjadi di masyarakat dan di sekolah pada tahun 1990-an. Vaksin ini harus
diberikan kepada kelompok risiko tinggi tertentu yaitu anak-anak pada usia di atas
klinis.
Untuk
bayi
dan
anak-anak,
vaksin
meningokokus
dengan
metoda
pembuatan
vaksin
konyugat
untuk Haemophilus
Disinfeksi
serentak:
lakukan
desinfeksi
terhadap discharge yang berasal dari sekret hidung dan tenggorokan, dan barangbarang yang terkontaminasi. Pembersihan menyeluruh.
5) Perlindungan kontak: Lakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga
penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini, khususnya terhadap mereka yang demam agar segera
Pasien
dengan
infeksi
meningokokus
atau
Hib
harus
diberi rifampisin sebelum dipulangkan dari rumah sakit apabila sebelumnya tidak
diberikan obat generasi ketiga cephalosporin atauciprofloxacin. Hal ini dilakukan
agar ada kepastian bahwa organisme telah terbasmi.
Penanggulangan KLB
1) Bila terjadi KLB, upaya paling penting yang harus dilakukan adalah
meningkatkan kegiatan surveilans, diagnosa dan pengobatan dini dari kasus-kasus
yang dicurigai. Kepanikan dan kecurigaan yang terlalu tinggi tidak bermanfaat.
2) Pisahkan orang-orang yang pernah terpajan dengan penderita dan berikan
ventilasi yang cukup terhadap tempat tinggal dan ruang tidur bagi orang-orang
yang terpajan dengan kuman yang disebabkan karena kepadatan (misalnya: barak
dan asrama tentara, pekerja tambang dan tahanan). 3) Pengobatan pencegahan
masal biasanya tidak efektif untuk mengatasi KLB. Pada KLB yang terjadi pada
sekelompok kecil penduduk (misalnya di suatu sekolah), pemberian pengobatan
pencegahan pada semua orang dikelompok itu dapat dipertimbangkan terutama
apabila KLB tersebut disebabkan oleh serogrup yang tidak termasuk dalam vaksin
yang ada. Bila dilakukan pengobatan masal harus diberikan pada seluruh anggota
masyarakat pada saat yang sama. Semua kontak dekat harus dipertimbangkan
untuk mendapat pengobatan profilaksis, tanpa melihat apakah seluruh anggota
masyarakat sudah diobati (lihat 9B5 di atas).
4) Pemberian vaksin pada semua kelompok umur yang terkena seharusnya
dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh apabila terjadi KLB di suatu institusi
yang besar atau di masyarakat dimana kasus disebabkan oleh infeksi grup A, C,
W-135 dan Y. Vaksin meningokokus sangat efektif untuk menghentikan wabah
yang disebabkan oleh serogrup A dan C. Hal-hal yang diuraikan berikut ini dapat
membantu apakah kita perlu memberikan imunisasi kepada orang-orang yang
berisiko pada saat terjadi KLB yang diduga disebabkan oleh grup C:
a) Pastikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi KLB dan deskripsikan secara
epidemiologis untuk menemukan kelompok umur yang terkena dan denominator
sosial
lainnya
(misalnya:
sekolah,
tempat
penitipan
anak,
organisasi
4.
influenzae)
a)
Identifikasi
Di masa vaksin konyugat Haemophilus b belum dipakai secara luas, H.
Penyebab infeksi
Penyebab paling sering adalah H. influenzae serotipe b (Hib). Organisme ini
lainnya
jarang
sekali
menyebabkan meningitis.
c)
Distribusi penyakit
Tersebar di seluruh dunia; paling prevalens diantara amak umur 2 bulan sampai 3
tahun; jarang terjadi pada usia 5 tahun. Di negara berkembang, puncak insidensi
adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan; di Amerika Serikat pada anak usia 612 bulan. Sebelum adanya vaksin untuk Hib di Amerika Serikat, kira-kira 12.000
kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada anak umur kurang dari 5 tahun
dibandingkan dengan hanya 25 kasus pada tahun 1998. Sejak tahun 1990-an,
dengan penggunaan vaksin secara luas pada anak-anak, meningitis yang
disebabkan Hib boleh dikatakan telah menghilang; sekarang banyak kasus terjadi
pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Kasus sekunder dapat terjadi di
lingkungan dan tempat penitipan anak.
d)
Reservoir Manusia.
e)
Cara penularan
Melalui droplet, sekret hidung dan tenggorokan selama periode infeksius. Tempat
masuknya kuman seringkali adalah nasofaring.
f)
g)
Masa penularan
Selama masih ada kuman di tenggorokan selama itu orang tersebut dapat
menularkan kepada orang lain; berlangsung cukup lama, walaupun tidak
ada discharge hidung. Penderita tidak lagi menular dalam waktu 24-48 jam
setelah dimulainya pengobatan dengan antibiotika yang efektif.
h)
Semua orang rentan terhadap infeksi. Imunitas timbul ditandai dengan adanya
antibodi bakterisidal dan atau antibodi antikapsul di dalam darah baik yang
didapat secara transplacental maupun karena terinfeksi sebelumnya atau karena
imunisasi.
i)
Cara-cara pemberantasan
Upaya pencegahan
1) Melalui program imunisasi pada anak-anak. Beberapa jenis vaksin yang berisi
konyugat protein polisakarida dapat melindungi anak-anak dari meningitis pada
umur lebih dari 2 bulan dan vaksin ini telah terdaftar di AS sebagai vaksin tunggal
atau sebagai vaksin kombinasi dengan lainnya. Imunisasi dianjurkan mulai
diberikan sejak usia 2 bulan, diikuti dengan dosis berikutnya diberikan setelah 2
bulan, jumlah dosis bervariasi tergantung jenis vaksin yang digunakan. Semua
jenis vaksin membutuhkan booster pada usia 12-25 bulan. Imunisasi rutin tidak
dianjurkan pada anak usia di atas 5 tahun.
2) Lakukan pengamatan kasus yang mungkin timbul pada populasi yang rentan
seperti pada tempat-tempat penitipan anak dan rumah yatim piatu.
3) Berikan penyuluhan kepada orang tua tentang kemungkinan timbulnya kasus
sekunder pada saudara penderita yang berumur kurang dari 4 tahun dan perlu
dilakukan evaluasi dan pengobatan bila ditemukan penderita dengan demam atau
kaku kuduk.
.
dianjurkan
untuk
menggunakan ceftriaxione,
5.
Pneumococcal Meningitis
Meningitis pneumokokus mempunyai angka kematian yang sangat tinggi.
Dapat muncul dalam bentuk fulminan dan timbul bakterimia tanpa harus ada
infeksi di tempat lain, walaupun mungkin terjadi otitis media atau mastoiditis pada
saat yang sama. Biasanya penyakit muncul tiba-tiba berupa demam tinggi,
kelemahan umum atau koma dan tanda-tanda iritasi meningeal. Pneumococcal
meningitis dapat muncul sebagai penyakit sporadis pada neonatus, pada orang usia
lebih tua dan kelompok tertentu yang berisiko seperti pasien tanpa limpa dan pada
penderita dengan hipogamaglobulinemia. Fraktur pada basis crania menyebabkan
terjadi hubungan yang menetap dengan nasofaring diketahui sebagai faktor
predisposisi.
6.
Neonatal Meningitis
Neonatus dengan neonatal meningitis, timbul letargi, kejang, episode apnoe
2.3.5. Patofisiologis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,
Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara
perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput
otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang
subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu
kedua sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam
terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus,
cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.
Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :
1. Aliran darah (hematogen) karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,
tonsillitis, endocarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering
didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman
yang berada dalam cairan otak.
2. Perluasan langsung dari infeksi (per kontinuitatum) yang disebabkan oleh
infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus karvenosus.
3. Implantasi langsung: trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi
lumbal, dan mielokel.
4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi karena :
Aspirasi cairan dari cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui
jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir.
Sebagian besar infeksi susunan syaraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen.
Saluran napas merupakan port de entre utama bagi banyak penyebab meningitis
purulenta. Proses terjadinya meningitis bacterial melalui jalur hematogen diawali
dengan perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan
kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam
aliran darah dan menimbulkan bakterimia. Selanjutnya bakteri masuk ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini
menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.
Infeksi
Pembuluh Darah
Penetrasi Luka
CSS
Eksudat
Tuberkel
(Arthritis-phlebitis)
Infark otak
Hidrocephalus
Perlunakan otak
Gambar. Patofisiolofi Meningitis
menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai
dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat
pengobatan sebagaimana mestinya.
2.3.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga
untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor
resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah
diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
1. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
danrotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu
tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi
dan rotasi kepala.
2. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
sendipanggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai
sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinyadibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendipanggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
CT SCAN
Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan
kesadaran, pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal
pungsi untuk menghindari herniasi otak akibat edema serebri. Pada meningitis
fase akut, Pemeriksaan CT-Scan biasanya normal. Lesi pada parenkim tidak
mudah terlihat pada gambaran CT-Scan, kecuali pada iskemik yang disebankan
oleh vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi pada lebih dari 20% kasus.
Gambaran parenkim yang abnormal sebanding lurus dengan gejala neurologis dan
akan memperburuk prognosis nya.
Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan
maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal
(bila tidak ada tanda edema otak). Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan
eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang
selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada beberapa kasus
didapatkan gyrii dan cysterna menyempit (dengan kontras terlihat) yang
disebabkan oleh melebarnya sulcii karena eksudat yang mengisi sulcii akibat
proses inflamasi, gyral enhancement, tampak lesi hipodens di ganglia basalis, dan
sistem ventrikel melebar
cairan tubuh menjadi purulen atau keruh. Gambaran CT-scan tampak lesi
hipodens.
2. Abses
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista
berisi pus. Gambaran CT scan tampak lesi hipodens dengan dinding bulat
(kantong) hiperdens.
Yang
agak
jarang
ditemukan
sebagai
penyebab
Kongenital :
- Perlekatan arachnoid/sisterna karena ganguan pembentukan.
- Ganguan pembentukan vili arachnoid
- Papiloma plexus choroideus
CT scan kepala
ventrikel lateralis dan ventrikel I. Dapat terjadi di atas ventrikel ebih besar
dari ocipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukuranya
normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.
T scan menunjukan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di
proksimal dari daerah sumbatan.
Keuntungan CT scan :
Gambar. Pada CT, peningkatan kontras setelah infark terjadi pada tahap sub-akut, dan
umumnya dimulai menjelang akhir minggu pertama. Peningkatan puncak terjadi pada
minggu ke 2 dan 3, dan secara bertahap memudar selama minggu-minggu berikutnya.
(kanan Axial non-contrast. kiri axial dengan contrast)
2.3.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi:
a. Pengobatan Simtomatis:
1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2 0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal : 0,4 0,6
mg/kgBB indikasi meringankan spasme otot rangka, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24
Organisme
Penicilin G
Pneumoccocci
Meningoccocci
Streptoccocci
Ampicillin
Cefotaxime
Ceftazidime
Ceftriaxone
Chlorampenikol
Amikacin
Haemofilus
Influenza
Interval
Pemberian
2 4 jam
18 gr/hr
12 gr/hr
6 gr/hr
4 gr/hr
4 gr/hr
4 jam
4 jam
4 jam
6 jam
6 jam
15 mg/kg/hr
12 jam
Bactrim
Metronidazole
Sulbenicillin
Cloxacillin
Gentamicyn
Terapi TBC
INH
Rifampisin
Pyrazinamide
Streptomicyn
10 mg/kg/hr
1 2 gr/hr
12 gr/hr
12 gr/hr
8 jam
12 jam
4 jam
4 jam
5 - 10 mg/kg/hr
15 - 20 mg/kg/hr
30 - 35 mg/kg/hr
15 mg/kg/hr i.m.
24 jam
24 jam
6 8 jam
12 24 jam
Klebsiella
Pseudomonas
Proleus
Micobacterium
Tuber culosis
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
3.1.1
Identitas
Nama
: Tn. DAP
Umur
: 29 Tahun 1 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
No. CM
: 294265
Tanggal Masuk
: 22 Juli 2014
Keluhan Utama
: Nyeri Kepala
3.1.3
3.1.4
Riwayat Usus Buntu (+) sudah dioperasi, saat pasien kelas 2 SMP
Riwayat Luka di punggung, pus (+) sudah lama dikarenakan jatuh saat
bermain futsal, keluarga tidak tahu sudah sembuh atau belum.
3.1.5
Tidak ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami sakit
seperti ini.
3.1.6
: Laki-Laki
Usia
: 29 Tahun 1 bulan
Berat Badan
: 54 kg
Panjang Badan
: 165 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 100 / 70 mmHg
Nadi
: 36 C (aksila)
Frekuensi Nafas
: 28 x / menit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Stupor
Kepala
: Mesocephal
Rambut
Mata
sklera ikterik (-/-), pupil bulat unisokor, reflek cahaya pupil (N).
Telinga
Hidung
Leher
Tenggorokan
Faring
Mukosa Bukal
Lidah
Uvula
Tonsil
Ukuran
: T 1- 1
Warna
: Hiperemis (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: dbn
Palpasi
: dbn
Perkusi
: dbn
(-/-),
Palpasi
Batas atas
Pinggang
Batas kiri
Batas kanan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genitalia
Ekstremitas
Pemeriksaan
Superior Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Reflek fisiologis
+/+ (N)
+/+ (N)
Reflek patologis
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Petekhie
-/-
-/-
Gerakan
Bebas
Bebas
Kekuatan
4/4
4/4
Turgor kulit
Cukup
Cukup
Status Neurologik
GCS 11 , E4M6V1
Kaku kuduk ( + )
Lasegue ( + )
Kernig ( + )
Nervus kranialis
Motorik:
Kekuatan
:4
Tonus
: Normal
Sensorik
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Otonom
: 11,2 g/dL
(N)
Hematokrit
: 33,10 %
()
Jumlah Leukosit
: 14,1 /uL
()
Jumlah Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu
: 100 mg/dL
(N)
Ureum
: 14,0 mg/dL ()
Creatinin
: 0,5 mg/dL
()
WIDAL
S typhi O
: Negatif
S typhi H
: Negatif
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT SCAN Tanpa Kontras (Tanggal 31 Juli 2014)
b.
Interpretasi :
Cortikal sulci, gyrii dan cysterna menyempit, dengan kontras terlihat
Gyral enhancement
Tampak lesi hipodens di ganglia basalis sinistra
Sistem verntrikel melebar
Tak tampak midline shifting
Cerebellum dan batak otak baik
Kesan :
3.4 DIAGNOSIS
Meningtis
Diagnosis Banding :
Meningitis bakteri
Meningitis viral
3.5 PENATALAKSANAAN
A. MEDIKAMENTOSA
Pasang DC
Suction k/p
Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg
Injeksi Ceftriaxon 2 x 2 gr
Rawat luka
B. NON MEDIKAMENTOSA
Tirah baring
Rawat dekubitus
Terapi nutrisi
Program :
Rujuk ke Spesialis Bedah Saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan
3.6. PROGNOSIS
DAFTAR PUSTAKA
1. Balentine,
J.
Encephalitis
and
Meningitis.
2010.
Available
in
: http://www.emedicine.com
2. Imaging in Bacterial Meningitis.Author: Lutfi Incesu, MD; Chief Editor: James G
Smirniotopoulos, MD. Available in : http://emedicine.medscape.com/article/341971overview#a20
3. Lange, S., Thomas, Kluge. Cerebral and Spinal Computerized Tomography Second
Revised and Enlarged Edition.
4. Patterns of Contrast Enhancement in the Brain and Meninges, James G.
Smirniotopoulos, MD, Frances M. Murphy, MD, MPH, Radiographics.
5. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
6. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William
and Wilkins. 2004.h.443.
7. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
8. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
9. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
10. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis. NEJM.2004.