Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu kelainan atau penyakit di
Orofaring dan Esofagus. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia
(rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitas, hematemesis,
melena, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang
sering ditemukan adalah sensasi makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika
menelan.
Berdasarkan penyebabnya disfagi dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik,
dan disfagia oleh ganguan emosional. Disfagia mekanik disebabkan adanya sumbatan lumen
esofagus oleh massa tumor dan benda asing, disfagia motorik disebabkan oleh kelainan
neuromuskular yang berperan dalam proses menelan dan keluhan disfagia dapat juga timbul
bila terdapat ganguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.
Disfagia merupakan satu dari gejala utama penyakit esofagus, dan penyebab untuk
gejala-gejalaa ini dapat beraneka ragam. Semua pasien disfagia harus menjalani pemeriksaan
yang cermat sampai penyebab yang spesifik ditentukan. Hal ini sangat penting karena
penangannya tergantung pada penyebab yang mendasari keadaan disfagia tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit
di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat
disertai dengan keluhan lainnya, seperti odino-fagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di
dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hema-temesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk
dan berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi
makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan
penyebabnya, disfagia dibagi atas
disfagia mekanik,
gangguan emosi.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor
dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat
penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak
arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat menyebabkan disfagia, yang disebut
disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada
keadaan normal, lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan
disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.
Patogenesis Diafagia
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan
mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus makanan,
diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus, fungsi sfingter
esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular mulai dari
susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan
ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik sehingga
aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan
kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian
atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat
persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan
otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding
esofagus.
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan bolus
makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter mencegah
terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di
rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya
bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya
bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali
esofagus. Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
Fase Oral
Fase oral terjadi secara sadar, makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan
liur
rongga
mulut
intrinsik
akan
lidah.
membentuk
melalui
bolus
dorsum
Kontraksi
makanan.
lidah
m.levator
Bolus
ke
orofaring
veli
palatini
ini
akan
akibat
bergerak
dari
kontraksi
otot
mengakibatkan
rongga
3
pada
lekukan
dorsum
atas
dinding
posterior
terdorong
ke
posterior
dengan
ini
terjadi
levator
palatini.
lidah
diperluas,
faring
karena
penutupan
Selanjutnya
akan
lidah
palatum
terangkat
terangkat
pula.
Bolus
yang
terangkat
ke
nasofaring
terjadi
molle
sebagai
kontraksi
akibat
m.
dan
bagian
kemudian
atas.
akan
Bersamaan
kontraksi
palatoglossus
m.
yang
menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh konraksi m. palatofaring, sehingga bolus
makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
Aktivitas fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Saliva
merupakan stimulus proses menelan. Bila didapat mulut kering (xerostomia), makan menelan
akan lebih sukar. Pada fase persiapan oral yang merupakan fase pertama, makanan akan
dikunyah dan dimanupulasi menjadi bolus kohesif bercampur dengan saliva dan dilanjutkan
dengan fase transfortasi oral berupa pendorongan bolus yang telah terbentuk ke belakang
(hipofaring). Saat melewati pilar anterior, refleks menelan akan timbul dan makanan masuk
ke faring.
Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain.
1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang di sebabkan gangguan sensori dan motorik pada
lidah, bibir dan wajah.
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat di sebabkan oleh defisiensi
sensori pada rongga mulut dan atau gangguan motorik lidah.
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan sensitivitas
gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf kranial.
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidasanggupan memanipulasi bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan di mulai yang terjadi karena ganggaun motorik dari
fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan muncul.
8. Rasa tersedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring.
Fase faringeal
Fase
faringeal
perpindahan
bergerak
bolus
ke
m.tirohioid
plika
makanan
atas
dan
sedangkan
terjadi
oleh
m.
dari
kontraksi
pada
ke
akhir
esofagus.
m.
Aditus
sfingter
Faring
stilofaring,
laring
fase
m.
tertutup
laring,
yaitu
plika
plika
vokalis
tertutup
karena
aritenoid
obliqus.
Bersamaan
dan
m.
refleks
faring
palatofaring.
ketiga
ventrikularis
secara
ariepiglotika
dan
penghentian
aliran
udara
ke
pernapasan
sehingga
bolus
makanan
Selanjutnya
bolus
makanan
laring
akan
karena
tidak
akan
meluncur
masuk
ke
arah
yaitu
dan
laring
salfingofaring,
oleh
epiglotis,
ariepiglotika,
kontraksi
dengan
refleks
oral,
itu
yang
ke
m.
terjadi
menghambat
saluran
esofagus,
napas.
karena
dan otot faring, vellum. Laring dan hioid akan relaksasi, saluran napas terbuka dan
dilanjutkan dengan proses pernapasan.
Dampak ketidak normalan pada fase faringal adalah choking, coughing dan aspirasi.
Hal ini dapat terjadi bila:
Refleks menelan gagal teraktivitas sehingga fase faring tidak berlangsung. Terjadi akibat
gangguan neurologis pada pusat proses menelan di medulla atau saraf kranial sehingga terjadi
ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul pengeluaran air liur serta penumpukan sekret.
Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menelan dimulai
Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada struktur
orofaring, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring.
Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak di sadari tanpa gejala batuk yang terjadi karena
hilangnya/penurunan sensasi secara umum pada daerah tersebut timbul karena kelainan
neurologi seperti penyakit vaskuler dan CVA (cerebrovascular accident), multipel sklerosis,
dll
Peristaltik faring yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses
menelan berlangsung.
Sfingter krikofaring gagal berelaksasi.
Fase esofageal
Fase esofageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus
esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat,
maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu
istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat
dihindari.
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus makanan akan
didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan istrirahat sfingter
esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di
dalam lambung, sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofageal
sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk
mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter
ini akan menutup kembali.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat untuk menentukan
diagnosis kelainan atau penyakit yang menyembabkan timbulnya disfagia. Jenis makanan
yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang terjadi. Pada disfagia
mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan makanan padat.
Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu didorong dengan air dan pada sumbatan yang
lebih lanjut, cairan pun akan sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam
beberapa bulan, maka harus dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esophagus.
Sebaliknya pada disfagia motorik, yaitu pasien akalasia dan spasme difus esophagus, keluan
sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh
peradangan. Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang
cepat dicurigai adanya keganasan di esophagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun
untuk makanan padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esophagus
bagian distal (lower esophageal muscular ring).
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan esophagus bagian
torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka kelainannya dapat di faring atau esophagus
bagian servikal.
Gejala lain yang menyertai disfagia, seperti masuknya cairan ke dalam hidung waktu minum
menandakan adanya kelumpuhan otot-otot faring
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau
pembesaran kelenjar limfe yang dapat menekan esophagus. Daerah rongga mulut perlu
diteliti, apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor
yang dapat mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot lidah dan
arkus faring yang disebabkan oleh gangguan pusat menelan maupun pada saraf otak n. V,
n.VII, n.IX, n.X dan n.XII. pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus
kiri dan pembesaran kelenjar limfe mediastinum juga dapat menyebabkan keluhan disfagia
9
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan penunjang foto polos esophagus dan yang memakai zat kontras,
dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Pemeriksaan ini tidak
invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding esophagus,
adanya gangguan peristaltic, penekanan lumen esophagus dari luar, isi lumen
esophagus dan kadang-kadang kelainan mukosa esophagus.
Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini.
Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esophagus dibuat cine-film atau
video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat mngevaluasi bentuk esophagus dan
jaringan di sekitarnya.
MRI dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik
2. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen
esophagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid
esophagoscope) dam esofagoskop yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope).
Karena pemeriksaan ini bersifat invasif maka perlu persiapan yang baik. Dapat
dilakukan anestesi local atau umum.
3. Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esophagus.
Dengan mengukur tekanan dalam lumen esophagus dan tekanan sfingter esophagus
dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia faase oral dan fase faring
1. Videofluoroskopi Swallow Assessment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan
yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini
menggambarkan struktur dan fisiologi menelan pada rongga mulut, faring, laring dan
esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil de-ngan
10
berbagai konsistensi yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi
menelan dengan memberikan bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan
melakukan beberapa maneuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optima)
dalam proses menelan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi E., Iskandar N. Buku ajar ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2012
Arsyad Soepardi,E. Buku ajar ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leherdisfagia . Edisi ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2012
Tamin susyana. Buku ajar ilmu Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher- disfagia
orofaring . Edisi ke tujuh. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta: 2012
Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997
13