Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. (Price, 1962:1213)
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah
penderita kanker 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker
diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar
11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah
penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.
(www.mail-archive.com)
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy
Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor
tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang
jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering
didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas.
Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut.
(www.kompas.com)
Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi
penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan
sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka
tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena
terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.
Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia 15 25
tahun ( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata penyakit ini
terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki sama dengan anak
perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak
laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti belum diketahui. (www.medicastore.com)
Melihat jumlah kejadian diatas serta kondisi penyakit yang memerlukan pendeteksian
dan penanganan sejak dini, penulis tertarik untuk menulis tentang Osteosarkoma.

B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dan klasifikasi Osteosarkoma ?
2.
Bagaimana Penyebab Osteosarkoma ?
3.
Bagaiman Patofisiologi Osteosarkoma ?
4.
Bagaimana cara Diagnostik dan Penanganan medic Osteosarkoma ?
5.
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma ?
C. TUJUAN
a.
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui bagaimana konsep anak yang menderita Osteosarkoma dan bagaimana
menyusun Asuhan Keperawatan yang baik dan benar pada anak dengan Osteosarkoma.
b. Tujuan Khusus :

1.
2.
3.
4.
5.

Menjelaskan pengertian dan klasifikasi Osteosarkoma


Menjelaskan penyebab Osteosarkoma
Menjelaskan Patofisiologi dan Manifestasi klinis Osteosarkoma
Menjelaskan cara Diagnostik dan Penanganan medic Osteosarkoma
Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteosarkoma

D. MANFAAT
a.
Penulis :
Untuk menambah wawasan pengetahuan serta dapat melatih untuk pembuatan
skripsi.
b. Pembaca :
Dapat digunakan sebagai referensi dalam pembuatan Asuhan Keperawatan

BAB II
LANDASAN TEORITIS MEDIS
A. Definisi Sarkoma Osteogenik (Osteosarkoma)
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung (Danielle 1999).
Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel anaplastik yang menginvasi jaringan
dan cenderung bermetastase sampai ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong 2003).
Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk
tulang.( Wong. 2003).
Menurut Chairuddin rasjad (2003), nama sarcoma osteogenik bukan karena tumor
membentuk tulang tetapi tumor ini pembentukanya berasal dari seri osteoblastik dari sel-sel
mesenkim primitive serta tumor ini sering ditemukan di daerah metafisis tulang panjang
terutama pada femur distal dan tibia proksimal dan dapat pula ditemukan pada radius distal
dan humerus proksimal. Tetapi kadang-kadang sarcoma osteogenik juga ditemukan di tulang
tengkorak, rahang, atau pelvis (Cancer Center, Stanford Medicine2011).
B. Epidemologi
Osteosarkoma merupakan 20% dari seluruh kanker tulang ganas yang dapat terjadi di
mana-mana dari tulang, biasanya di luar batas yang paling dekat metaphyseal pertumbuhan
tulang piring. Yang paling sering terjadi adalah pada tulang paha (42%, 75% dari yang
terpencil di tulang paha), tulang kering (19%, 80% dari yang di proximal tulang kering), dan
humerus (10%, 90% dari yang di yang proximal humerus). Lokasi lain yang signifikan adalah
tengkorak dan rahang (8%) dan panggul (8%). Dan lebih dari 50% kasus terjadi pada daerah
lutut.
C. Anatomi dan Fisiologi
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam
tubuh, pemben Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang
membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium
dan posfat. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik yang
membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium
dan posfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks dan sel.
Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang
terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke
dalam matriks tulang.

Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka
kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan
osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997)
D. Etiologi Osteosarkoma
Etiologi dari osteosarkoma masih belum diketahui tetapi radiasi dan virus onkogenik
yang telah terlibat dalam terjadinya keganasan serta faktor genetik.
Etiologi lain yang disebutkan (Rahayu Arie, 2010) dari osteosarkoma adalah :
a) Radiasi sinar radioaktif dosis tinggi.
b) Keturunan (genetik).
c) Beberapa kondisi tulang yang sebelumnya disebabkan oleh penyakit seperti penyakit paget
(akibat pejanan radiasi). (Smeltzer 2001).
d) Pertumbuhan tulang yang terlalu cepat.
e) Sering mengkonsumsi zat-zat toksik, seperti makanan dengan zat pengawet, merokok, dan
lain-lain.
E.

PATOFISIOLOGI
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons osteolitik
(destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak
menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan pada
ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik, tumor terdiri
dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen
jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang
seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap
gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.

pathway
VIRUS
ONKOGENIK

GENETIKA

KELAINAN GENETIK
PADA LENGAN PANJANG
KROMOSOM 13

TERPAPAR
RADIASI

TUMOR

MASUK KEDALAM TUBUH

TUMBUH KEDALAM JARINGAN METAFIN


TERJADI DELESI PADA TULANG

OSTEOLITIK

MENGEROSI KORTEKS
PERTUMBUHAN
TULANG ABNORMAL

JARINGAN LUNAK TERSERANG

OSTEOSARKOMA

OSTEOBLASTIK

TULANG HUMERUS

TIMBUL LESI
DESTRUKTIF
IREGULAR

TULANG RUSAK

PARU
NYERI TULANG RAWAN
METASTASIS PARU
MK:GANGGUAN
RASA NYAMAN

MK:
INFEKSI

TIMBUL BENJOLAN

MK:KERUSAKAN
INTEGRITAS KULIT

TERAPI

MK:KOMPLIKASI
PENYAKIT

RADIASI X-RAY
BEDAH
KEMOTERAPI
MK:KELETIHAN
ALOPESIA
BIOPSI
MK:
KERUSAKAN
INTEGRITAS
KULIT

MK:
GANGGUAN
RASA
NYAMAN

AMPUTASI

MK:GANGGUAN
CITRA TUBUH

MK:KERUSAKAN MOBILITAS FISIK

BERAT
BADAN
TURUN

MUAL/
MUNTAH

MK:
PERUBAHAN
NUTRISI

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut kemampuan infiltrasinya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan
sebagi berikut :
1. Local osteosarcoma
Kanker sel belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker berasal.
2. Metastatic osteosarcoma
Kanker sel telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh yang lain.
Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga menyebar ke tulang lain.
Tentang satu dari lima pasien dengan osteosarkoma dengan kanker yang telah metastasized
pada saat itu dapat terdiagnosa. Dalam multifocal osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau
lebih tulang, tetapi belum menyebar ke paru-paru.
3. Berulang
Penyakit berulang berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu telah
dirawat. Hal itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama kali atau mungkin
datang kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma paling sering terjadi dalam paruparu. Ketika osteosarkoma ditemukan, biasanya dalam waktu 2 sampai 3 tahun setelah
perawatan selesai. Nanti kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi langka.
Sedangkan klasifikasi menurut sifatnya Osteosarkoma dapat diklasifikasikan sebagi
berikut :
1. Osteokondroma
Osteokondroma (eksostosis Osteokartilagionous) merupakan tumor tulang jinak yang
paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10 20 tahun. Tumor ini tumbuh pada
permukaan tulang sebgai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa
benjolan. 10% dari penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, tetapi penderita yang
hanya memiliki satu osteokondroma, tidak akan menderita kondrosarkoma.
2. Kondroma Jinak
Kondroma jinak biasanya terjadi pada usia 10 30 tahun, timbul di bagian tengah
tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tdak menimbulkan nyeri, tidak
perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika
tumor tidak dapat di diagnosis melalui foto rontren atau jika menyebabkan nyeri, mungkin
perlu dilakukan biopsy untuk menentukan apakah tumor tersebut bias berkembang menjadi
kanker atau tidak.
3. Kondroblastoma
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung
tulang.biasanya timbul pada usia 10 -20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang
merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui
pembedahan ; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.
4. Fibroma Kondromiksoid
Fibroma kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia
kurang dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan
memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan
melalui pembedahan.

5.

Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh di lengan
atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan nyeri yang
memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah. Kadang
otot disekitar tumor akan mengecil ( atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor
diangkat. Scaning tulang menggunakan pelacak radioaktif bias membantu menentukan lokasi
yang tepatdari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu
dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT-scan dan foto rontgen dengan tehnik yang
khusus. Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satu-satunya cara untuk
mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk
mengurangi nyri bias diberikan aspirin.
6. Tumor sel raksasa
Tumor sel raksasa biasanya terjadi pada usia 20 dan 30 tahun. Tumor ini umumnya
tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan disekitarnya. Biasanya menimbulkan
nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui pembedahan
dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau semen tulang buatan agar
struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat luas kadang perlu dilakukan
pengangkatan satu segmentulang yang terkena. Sekitar 10% tumor akan muncul kembali
setelah pembedahan. Walaupun jarang, tumor ini biasa tumbuh menjadi kanker.
G. Manifestasi klinis Osteosarkoma
Menurut Chairuddin rasjad (2003), nyeri merupakan gejala utama yang pertama
muncul yang bersifat constant dan bertambah hebat pada malam hari. Gejala-gejala umum
lain yang dapat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan, serta nafsu makan.
Adapun secara umum manifestasi klinis sarkoma osteogenik adalah :
a) Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
b) Fraktur patologik.
c) Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas (
Gale,1999 ).
d) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena.
e) Gejala-gejala yang muncul jika terjadi metastasis di paru-paru meliputi nyeri dada, batuk,
demam, berat badan menurun dan malaise ( Smeltzer, 2001)
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Kebanyakan pemeriksaan laboratorium yang digunakan berhubungan dengan
penggunaan kemoterapi. Sangat penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian
kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk
kepentingan prognosa adalah lactic dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP).
Pasien dengan peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mempunyai metastase pada paru. Pada pasien tanpa metastase, yang mempunyai
peningkatan nilai LDH kurang dapat menyembuh bila dibandingkan dengan pasien yang
mempunyai nilai LDH normal.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk :
a. LDH
b. ALP (kepentingan prognostik)

c. Hitung darah lengkap


d. Hitung trombosit
e. Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT),
bilirubin, dan albumin.
f. Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.
g. Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine.
h. Urinalisis
2. Radiografi
Pemeriksaan X-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi.
Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor
pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT kurang sensitf bila
dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk
menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk
mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan.
a.
X-ray
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang
karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang
tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan menunjukkan campuran
antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya berupa lesi litik atau sklerotik. Lesi
terlihat agresif, dapat berupa moth eaten dengan tepi tidak jelas atau kadangkala terdapat
lubang kortikal multipel yang kecil. Setelah kemoterapi, tulang disekelilingnya dapat
membentuk tepi dengan batas jelas disekitar tumor. Penyebaran pada jaringan lunak sering
terlihat sebagai massa jaringan lunak. Dekat dengan persendian, penyebaran ini biasanya sulit
dibedakan dengan efusi. Area seperti awan karena sclerosis dikarenakan produksi osteoid
yang maligna dan kalsifikasi dapat terlihat pada massa. Reaksi periosteal seringkali terdapat
ketika tumor telah menembus kortek. Berbagai spektrum perubahan dapat muncul,
termasuk Codman triangles dan multilaminated,spiculated, dan reaksi sunburst, yang
semuanya mengindikasikan proses yang agresif. Osteosarkoma telangiectatic secara umum
menunjukkan gambaran litik, dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika batas
tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal bone cyst.
Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran osteosarkoma konvensional, yang
mempunyai gambaran campuran antara litik dan sklerotik. Osteosarkoma intraosseous lowgrade dapat berupa litik, sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak
dengan batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan lunak. Gnathic
tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan sering terjadi destruksi tulang, reaksi
periosteal dan ekstensi pada jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai
gambaran radiolusen dangeographic, dan mengandung mineralisasi internal dalam jumlah
yang kecil. Osteosarkoma derajat tinggi mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang
luas dengan berbagai derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma
parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul dari area tulang
yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma parosteal tidak melibatkan kavitas
medulla tulang.
b. CT Scan

CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos membingungkan, terutama
pada area dengan anatomi yang kompleks (contohnya pada perubahan di mandibula dan
maksila pada osteosarkoma gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma
sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih jelas dari destruksi
tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya daripada foto polos. CT dapat
memperlihatkan matriks mineralisasi dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran
foto polos. CT terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih sulit
untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor pada tulang panjang,
namun merupakan modalitas yang sangat berguna untuk menentukan metastasis pada
paru. CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian. Pada osteosarkoma
telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan jika digunakan bersama kontras dapat
membedakan dengan lesi pada aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka
akan terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik.
c.

MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal dari tumor karena
kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan
tehnik pencitraan yang paling akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan
membantu dalam menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium dari
tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada tempat asalnya merupakan
hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian
dari kompartemen. Penyebaran tumor intraoseus dan ekstraoseus harus dinilai. Fitur yang
penting dari penyakit intraoseus adalah jarak longitudinal tulang yang mengandung tumor,
keterlibatan epifisis, dan adanya skip metastase. Keterlibatan epifisis oleh tumor telah
diketahui sering terjadi daripada yang diperkirakan, dan sulit terlihat dengan gambaran foto
polos. Keterlibatan epifisis dapat didiagnosa ketika terlihat intensitas sinyal yang sama
dengan tumor yang terlihat di metafisis yang berhubungan dengan destruksi fokal dari
lempeng pertumbuhan. Skip metastase merupakan fokus synchronous dari tumor yang secara
anatomis terpisah dari tumor primer namun masih berada pada tulang yang sama. Deposit
sekunder pada sisi lain dari tulang dinamakan transarticular skipmetastase. Pasien dengan
skip metasase lebih sering mempunyai kecenderungan adanya metastase jauh dan interval
survival bebas tumor yang rendah. Penilaian dari penyebaran tumor ekstraoseus melibatkan
penentuan otot manakah yang terlibat dan hubungan tumor dengan struktur neurovascular
dan sendi sekitarnya. Hal ini penting untuk menghindari pasien mendapat reseksi yang
melebihi dari kompartemen yang terlibat. Keterlibatan sendi dapat didiagnosa ketika jaringan
tumor terlihat menyebar menuju tulang subartikular dan kartilago.
d.

Ultrasound
Ultrasonography tidak secara rutin digunakan untuk menentukan stadium dari lesi.
Ultrasonography berguna sebagai panduan dalam melakukan percutaneous biopsi. Pada
pasien dengan implant prostetik, Ultrasonography mungkin merupakan modalitas pencitraan
satu satunya yang dapat menemukan rekurensi dini secara lokal, karena penggunaan CT atau
MRI dapat menimbulkan artefak pada bahan metal. Meskipun ultrasonography dapat
memperlihatkan penyebaran tumor pada jaringan lunak, tetapi tidak bisa digunnakan untuk
mengevaluasi komponen intermedula dari lesi.

e.

Nuclear Medicine
Osteosarcoma secara umum menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop pada
bone scan yang menggunakan technetium-99m methylene diphosphonate (MDP). Bone scan
sangat berguna untuk mengeksklusikan penyakit multifokal. skip lesion dan metastase paruparu dapat juga dideteksi, namun skip lesion paling konsisten jika menggunakan MRI.
Karena osteosarkoma menunjukkan peningkatan ambilan dari radioisotop maka bone scan
bersifat sensitif namun tidak spesifik.
I. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau
terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan atau radiasi dan kemoterapi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan
dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen
ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan
normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin
atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).
Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik, disebabkan
oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang lebih baik, begitu juga
dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam penanganan osteosarkoma modalitas
pengobatannya dapat dibagi atas dua bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.
1 . Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam
30 tahun
belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakukan prosedur
operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival
rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada,
mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut. Regimen standar kemoterapi yang
dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif(preoperative
chemotherapy) yang disebut juga denganinduction chemotherapy atau neoadjuvant
chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga
dengan adjuvant chemotherapy.
2. Operasi
Saat ini prosedur Limb Salvage (penyelamatan ekstremitas) merupakan tujuan yang
diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.
3. Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent seperti pada sebelum
operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai maka dilakukan pengawasan terhadap
kekambuhan tumor secara lokal maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap rekonstruksinya adalah:
longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik

2.

Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi,dan
bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian analgetika).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan
secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi
dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi
dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya
komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
( Smeltzer. 2001: 2350 )
e. Program terapi
Berbagai jenis perawatan tersedia untuk pasien dengan osteosarkoma. Beberapa
perawatan yang standar (yang saat ini digunakan terapi), dan beberapa sedang di uji dalam uji
klinis. Perawatan klinis dalam percobaan adalah penelitian studi yang dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan perawatan saat ini atau memperoleh informasi tentang perawatan
baru untuk pasien dengan kangker.Ketika uji klinis menunjukkan bahwa perlakuan yang lebih
baik dari standar perawatan, pengobatan baru yang dapat menjadi standar perawatan. Jika di
duga bahwa masalah adalah esteosarkoma, sebelum pertama bicpsi, penderita dapat
merekomendasikan dokter spesialis yang disebut pembedahan tulang ahli onkologi.

J.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi anti-bodi,infeksi yang
biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang luas dan merupakan juga efek dari
kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang dapat menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur
patologis,gangguan
ginjal
dan
system
hematologis,serta
hilangnya
anggota
ekstremitas.Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda tanda apatis dan kelemahan.

BAB III
TINJAUN KASUS
This 15 year old boy has a painful tumor in his tibia, near the knee. A biopsy showed giant
cells in the lesion. It continued to grow, and he has pain, a mass, and substantial leg atropy.
Radiological findings :
A sclerotic and granular appearing lesion in the posterior and lateral tibia plateau, just
under the joint surface, with some enlargement of the bone. There is a healed incision,
without any sign of infection, but the area is very tender to the touch.
Laboratory result :
None available
Differential Diagnosis :
chondroblastoma, osteosarcoma
Treatment option :
Based on a presumptive diagnosis, a thorough curettage of the lesion was performed
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis, meliputi :
Identitas. meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, dll.
Keluhan Utama. Pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan keganasan adalah
nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor
ganas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat
menggunakan PQRST.
Riwayat Penyakit Sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul dan secara
umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. Kadang-kadang
klien mengeluhkan adanya suatu pembengkakan atau benjolan. Pembengkakakn atau
benjolan ini dapat timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama dan dapat
juga secara tiba-tiba.
Riwayat penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya riwayat fraktur terbuka yang
meninggalkan bekas sikatriks dapat mendukung terjadinya suatu lesi pada jaringan lunak.
Faktor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan mendukung terjadinya keganasanpada
sistem pernapasan yang dapat bermetastasis ke sistem muskuloskeletal. Berapa lama klien
pernah terpapar radiasi dan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya proliferasi sel-sel
baru dan peningkatan pertumbuhan osteoklas akan memungkinkan tumbuhnya suatu tumor
dan keganasan pada sistem muskuloskeletal.
Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang
mengalami keluhan yang sama dengan klien.

Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon tau pengaruhnya dalam kehidupan seharihari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2. Pemeriksaan fisik

Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran
vena

Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas

Nyeri tekan / nyeri lokal pada sisi yang sakit

mungkin hebat atau dangkal

sering hilang dengan posisi flexi

anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu


menahan objek berat

Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe
regional

AKTIFITAS / ISTIRAHAT :
Gejala : Kelemahan dan atau keletihan.
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur misalnya, nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.

SIRKULASI :
Gejala
: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.

INTEGRITAS EGO :
Gejala : Faktor stres ( keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres ( mis:
Merokok, menunda mencari pengobatan, keyakinan religius). Masalah tentang perubahan
dalam penampila mis: pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasan tidak berdaya, putus asa,
tidak mampu, tidak bermakna, kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.

ELIMINASI :
Gejala : Perubahan pada pola devekasi mis: darah pada feses, nyeri pada devekasi.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.

MAKANAN / CAIRAN :
Gejala : Kebiasaan diet buruk ( mis: rendah serat, tinggi lemak adiktif). Anoreksia,
mual/muntah. Perubahan pada berat badan, berkurangnya massa otot
Tanda : perubahan pada turgor kulit/kelembaban; edema.

NEUROSENSORI :

Gejala : pusing, sinkope.

NYERI ATAU KENYAMANAN :


Gejala : Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya ketidaknyamanan ringan sampai
nyeri berat.

PERNAFASAN :
Gejala : Merokok ( tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
Pemajanan abses.

1.
2.
3.
4.
5.

1.

2.

merokok).

INTERAKSI SOSIAL :
Gejala : Ketidak adekuatan / kelemahan sistem pendukung. Riwayat perkawinan ( berkenan
dengan kepuasan dirumah, dukungan atau bantuan). Masalah tentang fungs/ tanggung jawab
peran.
PENYULUHAN ATAU PEMBELAJARAN :
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga misalnya ibu atau bibi dengan kanker. Sisi primer:
Penyakit primer, tangga ditemukan/ didiagnosis.
Riwayat pengobatan : pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan pengobatan yang
diberikan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, nyeri dan
amputasi.
Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan atau jaringan berhubungan dengan
penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik
berkenaan dengan kanker.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan (amputasi).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah nyeri akut
teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol.
Klien tampak rileks, tidak meringis, dan mampu istiraht / tidur dengan cepat.
Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk menghilangkannya.
Skala nyeri 0-2.
Intervensi :
Kaji skala nyeri dengan pendekatan PQRST
R / : Untuk mengetahui skala nyeri klien dan untuk mempermudah menentukan intervensi
selanjutnya.
Observasi tanda tanda vital

R / : Mengetahui keadaan umum klien


3.
Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi
R / : Teknik relaksasi dan distraksi yang diajarkan kepada klien, dapat membantu dalam
mengurangi persepsi klien terhadap nyeri yang dideritanya
4.
Berikan sokongan pada ekstremitas yang luka
R / : Menurunkan edema dan mengurangi nyeri
5.
Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat analgetik
R / : Dapat mengurangi dan menghilangkan nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, nyeri
dan amputasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah hambatan


mobillitas fisik teratasi seluruhnya.

Kriteria Hasil :
Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program pengobatan, dan tindakan
keamanan.
Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan keinginan berpartisipasi dalam
aktivitas.
Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan beraktivitas.
Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
Intervensi :
1.
Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang
immobilisasi tersebut.
R / : Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional).
2.
Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
R /: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian,
meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi
sosial.
3.
Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang
tidak.
R /: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reabsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
4.
Bantu pasien dalam perawatan diri.
R /:Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol
situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
5.
Berikan diet TKTP, vitamin, dan mineral.
R / : Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi
biasanya terjadi penurunan BB.
6.
Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.
R / : Untuk menentukan program latihan.
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan atau jaringan berhubungan
dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.

1.
2.
3.

4.
5.

1.

2.
3.
4.

5.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam risiko kerusakan


integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah kerusakan kulit tidak
berlanjut.
Intervensi :
Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko kerusakan kulit lebih lanjut.
Ubah posisi dengan sesering mungkin.
R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko
kerusakan kulit.
Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit / kerusakan kulit.
Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah resiko infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda Infeksi.
Leukosit dalam batas normal.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor,
fungtiolaesa.
R / : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R / : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R / : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema
pada daerah luka.
R / : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R / : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
5. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
penambahan berat badan
bebas tanda malnutrisi

nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 5,5 g% )

1.
2.

3.

4.

Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari
R / : mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit trisep setiap hari
R / : mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan kurang
dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan kuat
R / : memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan
produk sisa
Pantau hasil pemeriksaan laboraturium sesuai indikasi
R / : membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Sarkoma osteogenik atau osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut. Kasus sarkoma
osteogenik paling banyak menyerang anak remaja dan mereka yang baru menginjak masa
dewasa, tetapi dapat juga menyerang penderita penyakit Paget yang berusia lebih dari 50
tahun.
Penyebab utama masih misteri, tetapi faktor genetik, virus onkologi, dan terpapar
radiasi disinyalir sebagai asal muasal timbul sarkoma osteogenik ini. Nyeri yang menyertai
destruksi tulang dan erosi adalah gejala umum dari penyakit ini.
Beberapa jenis tumor primer seperti sarkoma osteogenik dapat dirawat paling baik
dengan jalan amputasi atau melakukan pembedahan ablative secara menyeluruh. Meskipun
kemoterapi dan imunoterapi agaknya juga mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan,
tetapi sering kali perlu dilakukan pembedahan untuk membuang tumor dan semua jaringan di
sekitarnya. Selain itu, juga dikembangkan terapi x-ray sinar tingkat tinggi.
4.2 Saran
Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus osteosarkoma, diharapkan memberi
suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kasus ini. Namun, dalam
uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang dirasa kurang dan oleh karenanya
penulis mengharapkan suatu masukan dan saran untuk kebaikan mendatang dalam segala
bidang, terutama kasus osteosarkoma ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi mengenai
perkembangan kasus osteosarkoma ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat informasi
yang lebih relevan disamping makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta :
EGC
Kusnanto, S.Kp., M.Kes. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta : EGC
Robbin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II edisi 4. Jakarta : EGC
Chandrasoma, Parakrama; Taylor, Clive R. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.
Jakarta : EGC
Price, Sylvia A., dkk. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta : EGC
Otto, Shirley E. 2003. Pocket Guide to Oncology Nursing 2nd edition. Kansas :
Mosby-Year Book, Inc
Gale, RN, MS, Danielle; Charatte, RN, BSN, OCN, Jane. 1995. Oncology Nursing
Care Plans. Texas : Skidmore-Roth Publishing
Meyer WH; Malawer MM. 1991. Osteosarcoma : Clinical features and Evolving
Surgical and Chemotheraputic Strategies, Pediatr Clin North Am 38:317
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, edisi
2. Jakarta : Salemba Medika

LAMPIRAN

Picture 1. Osteosarcoma (Tumor of the bone)

Picture 2. Clinical appearance of a teenager who presented with


osteosarcoma of the proximal humerus. Note the impressive swelling
throughout the deltoid region, as well as the disuse atrophy of the
pectoral musculature.

Picture 3. Sarcoma Osteogenic or Osteosarcoma

Picture 4. Chest radiograph of patient with osteosarcoma who died from


pulmonary metastatic disease. Note the presence of a pneumothorax as
well as radiodense (bone-forming) metastatic lesions.

Picture 5. Radiographic appearance (plain radiograph) of a proximal humeral


osteosarcoma Note the radiodense matrix of the intramedullary portion of the lesion,
as well as the soft-tissue extension and aggressive periosteal reaction.

Picture 6. Magnetic resonance image appearance (T1-Weighted Image) of


Osteosarcoma of the proximal humerus. Note the dramatic tumor extension into
adjacent soft-tissue regions.

Picture 7. Core needle biopsy instruments commonly used for bony specimens. Craig
needle set.

Picture 8. Resected specimen of a proximal tibia osteosarcoma. The primary lesion


was such that the knee joint was resected with the primary lesion. Note that the
previous longitudinal biopsy tract was completely excised with the specimen
performed.

Picture 9. Intraoperative photograph of Van Ness rotationplasty procedure


osteosynthesis of the tibia to the residual femur is being performed.

Вам также может понравиться