Вы находитесь на странице: 1из 14

ANEMIA APLASTIK

I.

PENDAHULUAN
Aplasia sumsum tulang dapat terjadi hanya pada satu, dua, atau ketiga sistem
hematopoiesis. Bila mengenai ketiga sistem tersebut, maka akan menyebabkan
pansitopenia yang merupakan penurunan jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit
di bawah nilai normal.1,2 Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, termasuk anemia aplastik yang didapat
dan berbagai jenis keadaan kegagalan kongenital sumsum tulang.3 Insidens
keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup rendah dengan jumlah insidens
antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat dan Eropa kira-kira 2-5
kasus/juta/tahun. Insiden yang lebih tinggi terdapat di Asia dengan jumlah kasus
sebanyak 14 kasus/juta/tahun di Jepang.2

II.

DEFINISI
Anemia aplastik adalah suatu penyakit kegagalan sumsum tulang untuk
membentuk sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang merupakan bagian dalam
tulang berupa jaringan lunak, yang memproduksi 3 tipe dari sel darah, yaitu :

Sel darah merah, yang fungsinya membawa oksigen ke seluruh jaringan


tubuh dari paru-paru.

Sel darah putih, yang tugasnya untuk melawan infeksi.

Trombosit, yang fungsinya memperbaiki pembuluh darah ketika terjadi


perdarahan.
Semua sel darah tersebut dibentuk oleh stem cell pembentuk darah (blood-

forming stem cells) yang berada di sumsum tulang belakang. Pada anemia
aplastik, stem cell tersebut mengalami kerusakan dan hanya tersisa sangat sedikit
pada sumsum tulang, sehingga sel-sel darah yang dihasilkan juga sedikit. Pada
kebanyakan kasus anemia aplastik, ketiga tipe sel - seldarah jumlahnya sangat
rendah (keadaan ini yang disebut sebagai pansitopenia). Gangguan jarang terjadi

hanya pada salah satu dari ketiga sel-sel darah tersebut, seperti hanya sel darah
merahnya, atau sel darah putihnya, atau hanya trombositnya yang terganggu.
Anemia aplastik bukan merupakan suatu jenis kanker, namun dapat dikaitkan
dengan beberapa jenis tipe kanker (terutama kanker yang mempengaruhi sumsum
tulang belakang, seperti leukemia) atau terapi kanker.
Anemia aplastik dapat berupa anemia aplastik yang diturunkan ataupun
anemia aplastik yang didapat. Anemia aplastik yang didapat lebih umum
ditemukan daripada anemia aplastik yang diturunkan.4

III.

EPIDEMIOLOGI
Di temukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat
pada saat di diagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki dan
perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens laki-laki lebih
banyak dibandingkan wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang
dijumpai di Negara barat dengan insiden 1-3/juta/tahun. Namun Negara timur
seperti Thailand, Negara asia lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina,
insidenya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan
insidens 3.7/1juta/tahun. Perbedaan ini diperkirakan oleh karena adanya faktor
lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak pada tempatnya, pemakaian
pestisida serta insidens virus hepatitis yang tinggi.1

IV.

ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau
bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh
proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.5
Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan kimia dapat
meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik. Sangat penting menyadari
bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman bagi orang yang menggunakannya.
Pada beberapa kasus, misalnya, beberapa orang menderita anemia aplastik setelah
menggunakan beberapa obat-obatan. Demikian juga beberapa virus dihubungkan
dengan anemia aplastik. Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat infeksi virus
sangat kecil persentasinya.5

1.

PENYEBAB

JENIS

CONTOH

Obat-obatan

NSAID

Indometasin(Indocin),
Piroxicam (Feldene), dan
Diclofenac (Foltaren).

Amfetamin
Antibiotik
Anti-tiroid
Carbonic Anhydrase Inhibitor
Obat Diabetes
Diuretik

Tolbutamide, Carbutamide,
Chlorpropamide
Furosemide (Lasix), Thiazide

Obat Malaria

Kloroquin

Golongan Phenothiazine

Thorazine, Compazine

Allopurinol

Zyloprim

Anti Agregasi

Ticlodipine

Obat Anti Kejang

Karbamazepin (Tegretol),
Fenitoin (Dilantin), dan Asam
Valproat
Mesalazine

Golongan aminosalisilat
2.

Bahan Kimia

Benzena

Pestisida
3.

Faktor Resiko Lain

MDMA(ekstasi)
Sulfonamid, Penisilin,
Kloramfenikol
Propylthiouracil, Metimazole
(Tapazole)
Azetasolamide, Methazolamide

Bensin, Asap buangan kendaraan,


Rokok, Gas emisi dari pabrik,
Limbah industri
Organofosfat

Hepatitis
Virus

Epstein-Barr virus,
Cytomegalovirus (CMV),
Parvovirus B19, HIV

Kehamilan
Penyakit Autoimun

Systemic Lupus Eritematous(SLE),


Rheumatoid Arthritis

Radiasi

Tabel 1. Penyebab Anemia Aplastik4

V.

KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang
selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab
kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian
besar tidak membutuhkan terapi.5
Klasifikasi

T aplastik tidak berat


Anemia

Kriteria
Sumsum

tulang

hiposeluler

namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

a
b
Anemia aplastik berat

2
.

Selularitas

sumsum

tulang

< 25% ( < 50% jika sel hematopoietik pada


sumsum tulang < 30%

Sitopenia sedikitnya dua

Hitung neutrofil < 0.5 x 109/L

dari tiga seri sel darah

Hitung trombosit < 20 x 109/L


Hitung retikulosit absolut < 20 x 109/L

Sama seperti di atas, kecuali hitung

neutrofil < 0.2 x 109/L

Anemia aplastik sangat berat

a
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik Menurut Derajatnya6

VI.

PATOGENESIS
Patogenesis Anemia Aplastik1,5,9,10
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1. Kerusakan sel induk (seed theory)
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah
pengurangan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial
hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap
sel induk tersebut yang membuatnya tidak mampu membelah dan
berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang.
Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun belum
diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis mungkin adalah
proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi
baik dalam darah tepi maupun dalam sumsum tulang penderita anemia
aplastik. Sel-sel ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara
memengaruhi mitosis dan mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram).
Sel-sel ini juga merangsang sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat
yang membantu timbulnya sitotoksisitas melalui proses imun sehingga
menyebabkan dienyahkannya sel-sel hematopoetik.5

Gambar 1. Destruksi Imunologik dari Hematopoiesis9

Oleh karena kebanyakan pasien anemia aplastik berespon baik


terhadap terapi immunosupresif, dan hasil penelitian terhadap limfosit
5

penderita anemia aplastik mendukung patofisiologi peranan limfosit dan


limfokin dalam merusak sel hematopoietik, maka diduga bahwa proses
imunologik yang berperan penting dalam patomekanisme terjadinya anemia
aplastik karena sel limfosit T tipe 1 sitioksik yang teraktivasi. 9,10

2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)


Teori kerusakan lingkungan mikro ini dibuktikan melalui percobaan
pada tikus yang diberikan radiasi. Teori kerusakan pada lingkungan mikro
sumsum tulang disangkal karena ternyata sel-sel stroma fungsinya masih
normal masih dapat memproduksi faktor-faktor pertumbuhan dalam jumlah
cukup berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan transplantasi sel induk
(Stem Cell Transplantation) yang memperlihatkan bahwa hal ini jarang terjadi
karena sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup dalam rongga
sumsum tulang resepien.5

Gambar 2. Stimulus Antigenik yang Menginisiasi Kerusakan Sumsum Tulang 9

Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari


kerusakan sel induk dan kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang.5 Kenyataan
bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien
anemia aplasik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme
imunologik dalam patifisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel induk
dengan siklosporin atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%
dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi sumsum
tulang. Keberhasilan imunosupresif ini sangat mendukung teori proses
imunologik.1

VII.

GAMBARAN KLINIS5
Sel Induk
Hemopoetik

Kerusakan sel induk


Gangguan lingkungan mikro
Mekanisme imunologik
Pansitopenia

Eritrosit
Sindrom anemia (a)
A(a(aa *(a)

Leukosit
Mudah infeksi
(febris, ulkus
mulut/faring,
sepsis) (b)

Trombosit
Perdarahan
(kulit, mukosa,
organ dalam) (c)

a. Sindrom anemia : gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia,
atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang
sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul
karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap

penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan


menurut sistem organ adalah sebagai berikut :1,5
- Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu
kerja, angina pectoris, dan gagal jantung.
- Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunangkunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.
- Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
rambut tipis, dan halus.
b. Gejala perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit seperti
peteki dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan
subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena, dan pada wanita dapat
dijumpai menorhagia. Perdarahan organ dalam jarang dijumpai, tetapi jika
terjadi perdarahan otak, sering bersifat fatal.5
c. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis leher,
febris, dan sepsis atau syok septik.
d. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali, atau limfadenopati tidak
dijumpai.
Adapun kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah :
a. Anemia normositik normokrom disertai retikulositopenia
b. Anemia sering berat dengan kadar Hb < 7 g/dl
c. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah
tepi
d. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat
e. Sumsum tulang : hipoplasia sampai aplasia.5

VIII. KRITERIA DIAGNOTIK


Pada dasarnya diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya
pansitopenia atau bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta
dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang. Kriteria
diagnosis anemia aplastik menurut International Agranulocytosis and Aplastic
Anemia Study Group (IAASG) adalah:1,5
1. Satu dari tiga sebagai berikut :
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematokrit kurang dari 30%
b. Trombosit kurang dari 50 x109/L
8

c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5 x109/L
2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua
sel hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal
dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4.

Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus diekslusi.


Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit
anemia aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan
strategi terapi. Pada anemia aplastik berat pasien mengalami pansitopenia
dengan memenuhi 2 dari 3 keriteria berikut ini :

Granulosit < 500/mm3

Platelet < 20,000/mm3

Retikulosit < 40,000/mm3

Eritropoesis mungkin dapat merefleksikan makrositosis (MCV> 100fL),


peningkatan hemoglobin fetus, dan antigen fetus pada membran sel darah
merah. Sumsum tulang hiposeluler dengan peningkatan lemak dan lebih
dari 70% sumsum tulang bersifat nonhematopoetik (hanya 30% yang
memiliki sel-sel hematopoetik). Megakariosit juga mengalami penurunan
jumlah. Kategorisasi ini memiliki kegunaan untuk menentukan prognosis
karena pasien dengan anemia aplastik berat memiliki prognosis yang
kurang baik.5,8

IX.

PENATALAKSANAAN
Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :
1. Terapi kausal5
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lenih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering
hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya
tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif 1,5,7,11,12
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
9

a. Untuk mengatasi infeksi antara lain :


- Menjaga higiene mulut dengan mengedukasi pasien agar menyikat gigi
secara teratur setiap hari dan membersihkan sisa-sisa makanan yang
berada pada seluruh permukaan gigi dengan menggunakan sikat gigi
ataupun dental floss. Pasien juga diedukasi untuk membersihkan caries
pada gigi secara rutin.11,12
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotik berspektrum luas
yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai
derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih
sering dipakai sefalosporin generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang,
sesuaikan antibiotik dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas
tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphoterisin-B atau
flukonasol parenteral.
b. Usaha untuk mengatasi anemia :
Berikan transfusi Packed Red Cell (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau ada
tanda payah jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb
9-10% tidak perlu sampai Hb normal karena akan menekan hematopoesis
internal.5
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan :
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau
trombosit <20.000/mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan
efektivitas trombosit karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid
dapat mengurangi perdarahan kulit.
3. Terapi definitif yang terdiri atas : 5,7
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan terapi :
a. Terapi imunosupresif antara lain :
-

Pemberian anti-lymphocyte globuline

Terapi imunosupresif lain :


Pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/ atau siklosporin-A
dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih
memerlukan

konfirmasi

lebih

lanjut.

Pernah

juga

dilaporkan

keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi.


10

b. Transplantasi sumsum tulang :


Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan
harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat maha, membutuhkan peralatan
canggih, serta adanya kesulitan mencari donor yang kompatible. Transplantasi
sumsum tulang yaitu :
-

Merupakan pilihan untuk kasus di bawah 40 tahun

Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GvHD (graft versus host


disease)

Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada


60-70% kasus, dengan kesembuhan komplit.5

X.

KOMPLIKASI2
Komplikasi utama pansitopenia berat adalah sebagian besar berhubungan
dengan keadaan yang mengancam jiwa berkaitan dengan pansitopenia yang
berkepanjangan

atau

infeksi

sekunder

akibat

neutropenia

yang

juga

berkepanjangan. Pasien dengan neutropenia berkepanjangan akibat kerusakan


sumsum tulang tidak hanya berisiko untuk terkena infeksi bakteri tetapi juga
infeksi jamur yang invasif. Terdapat prinsip umum perawatan suportif yang telah
dikembangkan berdasarkan pengunaan kemoterapi tentang untuk menekan infeksi
jamur yang invasif sebaiknya juga digunakan untuk mengobati pasien dengan
pansitopenia.

XI.

DIAGNOSIS BANDING1
1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan PTA. Pemeriksaan darah tepi dari
kedua kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa retikulositopenia
atau granulositopenia/leukopenia. Pada pemeriksaan dari PTI menunjukkan
gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit sedangkan pada PTA
tidak atau kurang ditemukan megakariosit.
2. Leukimia akut jenis aleukemik, terutama Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)
dengan jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium dini,
biasanya pada LLA ditemukaN splenomegali. Pemeriksaan darah tepi sukar
dibedakan karena kedua penyakit gambaran yang serupa (pansitopenia dan relatif
limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan limfositosis yang dari 90%
diagnosis lebih cenderung pada LLA.
11

3. Stadium praleukemik dari leukimia akut


Keadaan ini sukar dibedakan baik gambaran klinis, darah tepi, maupun sumsum
tulang karena masih menunjukkan gambaran sitopenia dari ketiga sistem
hematopoetik. Setelah beberapa bulan kemudian baru terlihat gambaran khas
LLA.
XII. PROGNOSIS1,2
Prognosis bergantung pada :
1.

Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.

2.

Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih
baik.

3.

Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih


baik.

4.

Pencegahan infeksi sekunder, terutana di Indonesia karena kejadian infeksi


masih tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter terbaik untuk
menentukan prognosis.1
Penyembuhan spontan jarang terjadi. Pansitopenia berat yang dibiarkan tidak

terobati memiliki angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama
6 bulan setelah didiagnosis dan lebih dari 75% angka kematian dan kecacatan
disebabkan oleh infeksi dan pedarahan sebagai penyebab utamanya. Kebanyakan
anak-anak dengan anemia aplastik berat yang berespon terhadap transplantasi
sumsum tulang, imunosupresan, atau sitokin akan memiliki jumlah sel-sel darah
yang normal atau hampir normal.2

12

XIII.

KESIMPULAN
Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit. Insidens keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup
rendah dengan jumlah insidens antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat
dan Eropa lebih rendah dibandingkan insidens di Asia. Kelainan imunologik
diperkirakan menjadi dasar terjadinya anemia aplastik. Penyebab anemia aplastik
sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik, tetapi dapat juga
disebabkan oleh karena obat-obatan, bahan kimia tertentu dan beberapa keadaan
lainnya seperti virus, kehamilan, radiasi, dan penyakit autoimun. Untuk
mendiagnosis anemia aplastik dibutuhkan pemeriksaan complete blood count dan
pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat morfologi dan selularitas sel
darahnya. Pengobatan pada anemia aplastik berupa terapi kausal, terapi suportif,
dan terapi definitif. Terapi definitif pada anemia aplastik berupa transplantasi
sumsum tulang dan terapi imunosupresan. Penyembuhan spontan jarang terjadi
pada anemia aplastik. Pansitopenia berat yang dibiarkan tidak terobati memiliki
angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama 6 bulan setelah
didiagnosis.

13

DAFTAR PUSTAKA
1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2010.
2. Kliegman RM, Behrman RG, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th edition. Philadelphia : Saunders Elesier Inc; 2007.
3. Guinan, Eva C. Aplastic Anemia:Management of Pediatric Patients. American
Society of Hematology; 2005.
4. Aplastic Anemia. [Philadelphia] : American Cancer Society; 2013. [updated March

23rd

2013,

cited

December

23rd

2013].

Available

from

http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002279-pdf.pdf
5. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2003.
6. Guinan, Eva C. Diagnosis and Management of Aplastic Anemia. American Society of
Hematology; 2011.
7. Thalange N, Beach R, Booth D, Jackson L. Essentials of Paediatrics. 2nd Edition.

Philadelphia : Saunders Elesier Inc; 2013.


8. Rudolph AM, Rudolph CD, Hostetter MK, Lister G, Siegle NJ. Rudolphs Pediatrics.
21st Edition. Washington : Mc.Graw-Hill; 2003.
9. Young NS. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia. New England
Journal; 1997.
10. Young NS. Current Concepts in The Pathophysiology and Treatment of Aplastic
Anemia. The American Society of Hematology;2006.
11. Jones, JE. Dental Management of Idiopathic Aplastic Anemia: Report of A Case. The
American Academy of Pedodontics. Volume 3; No.3; 1981.
12. Moghadam, SA. Comprehensive Oral Rehabilitation of a Patient with Aplastic
Anemia by Periodontal and Prosthesis Treatments. Volume 33, Issue 4. AEGIS
Communications;2012.

14

Вам также может понравиться