Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I.
PENDAHULUAN
Aplasia sumsum tulang dapat terjadi hanya pada satu, dua, atau ketiga sistem
hematopoiesis. Bila mengenai ketiga sistem tersebut, maka akan menyebabkan
pansitopenia yang merupakan penurunan jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit
di bawah nilai normal.1,2 Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, termasuk anemia aplastik yang didapat
dan berbagai jenis keadaan kegagalan kongenital sumsum tulang.3 Insidens
keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup rendah dengan jumlah insidens
antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat dan Eropa kira-kira 2-5
kasus/juta/tahun. Insiden yang lebih tinggi terdapat di Asia dengan jumlah kasus
sebanyak 14 kasus/juta/tahun di Jepang.2
II.
DEFINISI
Anemia aplastik adalah suatu penyakit kegagalan sumsum tulang untuk
membentuk sel-sel darah yang cukup. Sumsum tulang merupakan bagian dalam
tulang berupa jaringan lunak, yang memproduksi 3 tipe dari sel darah, yaitu :
forming stem cells) yang berada di sumsum tulang belakang. Pada anemia
aplastik, stem cell tersebut mengalami kerusakan dan hanya tersisa sangat sedikit
pada sumsum tulang, sehingga sel-sel darah yang dihasilkan juga sedikit. Pada
kebanyakan kasus anemia aplastik, ketiga tipe sel - seldarah jumlahnya sangat
rendah (keadaan ini yang disebut sebagai pansitopenia). Gangguan jarang terjadi
hanya pada salah satu dari ketiga sel-sel darah tersebut, seperti hanya sel darah
merahnya, atau sel darah putihnya, atau hanya trombositnya yang terganggu.
Anemia aplastik bukan merupakan suatu jenis kanker, namun dapat dikaitkan
dengan beberapa jenis tipe kanker (terutama kanker yang mempengaruhi sumsum
tulang belakang, seperti leukemia) atau terapi kanker.
Anemia aplastik dapat berupa anemia aplastik yang diturunkan ataupun
anemia aplastik yang didapat. Anemia aplastik yang didapat lebih umum
ditemukan daripada anemia aplastik yang diturunkan.4
III.
EPIDEMIOLOGI
Di temukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat
pada saat di diagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki dan
perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens laki-laki lebih
banyak dibandingkan wanita. Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang
dijumpai di Negara barat dengan insiden 1-3/juta/tahun. Namun Negara timur
seperti Thailand, Negara asia lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina,
insidenya jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan
insidens 3.7/1juta/tahun. Perbedaan ini diperkirakan oleh karena adanya faktor
lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak pada tempatnya, pemakaian
pestisida serta insidens virus hepatitis yang tinggi.1
IV.
ETIOLOGI
Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau
bersifat idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh
proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan.5
Paparan terhadap beberapa obat-obatan ataupun bahan-bahan kimia dapat
meningkatkan faktor risiko terkena anemia aplastik. Sangat penting menyadari
bahwa penggunaan obat-obat tertentu aman bagi orang yang menggunakannya.
Pada beberapa kasus, misalnya, beberapa orang menderita anemia aplastik setelah
menggunakan beberapa obat-obatan. Demikian juga beberapa virus dihubungkan
dengan anemia aplastik. Namun, anemia aplastik yang terjadi akibat infeksi virus
sangat kecil persentasinya.5
1.
PENYEBAB
JENIS
CONTOH
Obat-obatan
NSAID
Indometasin(Indocin),
Piroxicam (Feldene), dan
Diclofenac (Foltaren).
Amfetamin
Antibiotik
Anti-tiroid
Carbonic Anhydrase Inhibitor
Obat Diabetes
Diuretik
Tolbutamide, Carbutamide,
Chlorpropamide
Furosemide (Lasix), Thiazide
Obat Malaria
Kloroquin
Golongan Phenothiazine
Thorazine, Compazine
Allopurinol
Zyloprim
Anti Agregasi
Ticlodipine
Karbamazepin (Tegretol),
Fenitoin (Dilantin), dan Asam
Valproat
Mesalazine
Golongan aminosalisilat
2.
Bahan Kimia
Benzena
Pestisida
3.
MDMA(ekstasi)
Sulfonamid, Penisilin,
Kloramfenikol
Propylthiouracil, Metimazole
(Tapazole)
Azetasolamide, Methazolamide
Hepatitis
Virus
Epstein-Barr virus,
Cytomegalovirus (CMV),
Parvovirus B19, HIV
Kehamilan
Penyakit Autoimun
Radiasi
V.
KLASIFIKASI
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang
selularitas sumsum tulang. Infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab
kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian
besar tidak membutuhkan terapi.5
Klasifikasi
Kriteria
Sumsum
tulang
hiposeluler
namun
a
b
Anemia aplastik berat
2
.
Selularitas
sumsum
tulang
a
Tabel 2. Klasifikasi Anemia Aplastik Menurut Derajatnya6
VI.
PATOGENESIS
Patogenesis Anemia Aplastik1,5,9,10
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui :
1. Kerusakan sel induk (seed theory)
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah
pengurangan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial
hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap
sel induk tersebut yang membuatnya tidak mampu membelah dan
berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sumsum tulang.
Antigen yang menjadi pencetus timbulnya proses autoimun belum
diketahui. Mediator yang menyebabkan supresi hematopoesis mungkin adalah
proliferasi limfosit T sitotoksik : CD-8 dan HLA-DR yang dapat dideteksi
baik dalam darah tepi maupun dalam sumsum tulang penderita anemia
aplastik. Sel-sel ini memproduksi sitokin inhibitor seperti TNF dan interferon yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel progenitor dengan cara
memengaruhi mitosis dan mengadakan apoptosis (kematian sel terprogram).
Sel-sel ini juga merangsang sumsum tulang untuk memproduksi asam nitrat
yang membantu timbulnya sitotoksisitas melalui proses imun sehingga
menyebabkan dienyahkannya sel-sel hematopoetik.5
VII.
GAMBARAN KLINIS5
Sel Induk
Hemopoetik
Eritrosit
Sindrom anemia (a)
A(a(aa *(a)
Leukosit
Mudah infeksi
(febris, ulkus
mulut/faring,
sepsis) (b)
Trombosit
Perdarahan
(kulit, mukosa,
organ dalam) (c)
a. Sindrom anemia : gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia,
atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang
sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul
karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
c. Leukosit kurang dari 3,5 x109L, atau netrofil kurang dari 1,5 x109/L
2. Dengan retikulosit <30x109L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua
sel hemopetik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal
dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4.
IX.
PENATALAKSANAAN
Secara garis besar, terapi untuk anemia aplastik terdiri atas :
1. Terapi kausal5
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lenih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering
hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya
tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif 1,5,7,11,12
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
9
konfirmasi
lebih
lanjut.
Pernah
juga
dilaporkan
X.
KOMPLIKASI2
Komplikasi utama pansitopenia berat adalah sebagian besar berhubungan
dengan keadaan yang mengancam jiwa berkaitan dengan pansitopenia yang
berkepanjangan
atau
infeksi
sekunder
akibat
neutropenia
yang
juga
XI.
DIAGNOSIS BANDING1
1. Purpura Trombositopenik Imun (PTI) dan PTA. Pemeriksaan darah tepi dari
kedua kelainan ini hanya menunjukkan trombositopenia tanpa retikulositopenia
atau granulositopenia/leukopenia. Pada pemeriksaan dari PTI menunjukkan
gambaran yang normal atau ada peningkatan megakariosit sedangkan pada PTA
tidak atau kurang ditemukan megakariosit.
2. Leukimia akut jenis aleukemik, terutama Leukimia Limfoblastik Akut (LLA)
dengan jumlah leukosit yang kurang dari 6000/mm3. Kecuali pada stadium dini,
biasanya pada LLA ditemukaN splenomegali. Pemeriksaan darah tepi sukar
dibedakan karena kedua penyakit gambaran yang serupa (pansitopenia dan relatif
limfositosis) kecuali bila terdapat sel blas dan limfositosis yang dari 90%
diagnosis lebih cenderung pada LLA.
11
2.
Kadar Hb F yang lebih dari 200 mg% memperlihatkan prognosis yang lebih
baik.
3.
4.
terobati memiliki angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama
6 bulan setelah didiagnosis dan lebih dari 75% angka kematian dan kecacatan
disebabkan oleh infeksi dan pedarahan sebagai penyebab utamanya. Kebanyakan
anak-anak dengan anemia aplastik berat yang berespon terhadap transplantasi
sumsum tulang, imunosupresan, atau sitokin akan memiliki jumlah sel-sel darah
yang normal atau hampir normal.2
12
XIII.
KESIMPULAN
Anemia aplastik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keadaan pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit. Insidens keseluruhan anemia aplastik secara relatif cukup
rendah dengan jumlah insidens antara anak-anak dan dewasa di Amerika Serikat
dan Eropa lebih rendah dibandingkan insidens di Asia. Kelainan imunologik
diperkirakan menjadi dasar terjadinya anemia aplastik. Penyebab anemia aplastik
sebagian besar (50-70%) tidak diketahui, atau bersifat idiopatik, tetapi dapat juga
disebabkan oleh karena obat-obatan, bahan kimia tertentu dan beberapa keadaan
lainnya seperti virus, kehamilan, radiasi, dan penyakit autoimun. Untuk
mendiagnosis anemia aplastik dibutuhkan pemeriksaan complete blood count dan
pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat morfologi dan selularitas sel
darahnya. Pengobatan pada anemia aplastik berupa terapi kausal, terapi suportif,
dan terapi definitif. Terapi definitif pada anemia aplastik berupa transplantasi
sumsum tulang dan terapi imunosupresan. Penyembuhan spontan jarang terjadi
pada anemia aplastik. Pansitopenia berat yang dibiarkan tidak terobati memiliki
angka rata-rata kematian secara keseluruhan sebesar 50% selama 6 bulan setelah
didiagnosis.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2010.
2. Kliegman RM, Behrman RG, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th edition. Philadelphia : Saunders Elesier Inc; 2007.
3. Guinan, Eva C. Aplastic Anemia:Management of Pediatric Patients. American
Society of Hematology; 2005.
4. Aplastic Anemia. [Philadelphia] : American Cancer Society; 2013. [updated March
23rd
2013,
cited
December
23rd
2013].
Available
from
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002279-pdf.pdf
5. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2003.
6. Guinan, Eva C. Diagnosis and Management of Aplastic Anemia. American Society of
Hematology; 2011.
7. Thalange N, Beach R, Booth D, Jackson L. Essentials of Paediatrics. 2nd Edition.
14