Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
Nama
LEMBAR PENGESAHAN
Portofolio yang berjudul Demam Tifoid pada Anak telah diterima dan disetujui
pada tanggal
November 2013
KASUS 4
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal (kasus)
: 13 September 2013
Nama Pasien
: An. R
Usia
: 10 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
No. RM
: 006453
Pendamping
Obyek presentasi
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Ibu Hamil
Lansia
Deskripsi
Tujuan
Bahan bahasan
: Tinjauan pustaka
Cara Membahas
: Diskusi
Diagnosis kerja
: Demam Tifoid
Riwayat pengobatan
Riset
Presentasi&diskusi
Kasus
Email
: (-)
Riwayat pekerjaan
: Siswa SD
Lain-lain
Audit
Pos
Hasil Pembelajaran
13 September 2013
1. Subyektif
Pasien datang ke IGD dengan keluhan badan demam. Demam timbul sejak 1
minggu yang lalu. Demam terjadi paling parah terutama pada malam hari.
Sedangkan kalau pagi hari, penderita hanya merasa panas nglemeng saja. Demam
turun apabila minum obat turun panas, namun akan naik lagi apabila efek obatnya
sudah habis. Demam akan bertambah berat apabila habis pulang sekolah berjalan
kaki. Pasien juga mengeluh sakit kepala, mual, akan tetapi tidak mutah, perut terasa
sakit dan nafsu makan menurun. Buang air kecil lancar, belum buang air besar
selama 2 hari. Pasien sudah berobat, akan tetapi keluhannya belum membaik
sehingga keluarga memutuskan untuk dibawa ke RS.
2. Obyektif
Keadaan umum : Lemah, Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit isi dan tekanan
cukup, RR : 20 x/menit, Suhu: 39 C, BB : 25 kg.
Kepala
Mulut
Leher
Thorax
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
: Timpani
Palpasi
: Supel
4. Plan
Penunjang : Darah rutin, Widal
Penanganan :
Terapi:
IVFD RL 20 tpm makro
Inj. Ranitidin 2x1/2 amp iv
Inj Kloramfenikol 4x250 mg iv
Myrasic 3x1/2 tab po
Bufantasid syr 3x1 cth po
Hasil Laboratorium
Parameter
Hb
Hasil
12 g/dl
Nilai Normal
P: 12-14 g/dl
Leukosit
2.600 /mm
4.000-11.000 /mm3
Trombosit
282.000 /mm3
150.000-450.000 /mm3
6,0 %
3-4 %
78,6 %
37-74 %
Limfosit
15,4 %
20-40 %
LED
6 mm/jam
P: 0-10 mm/jam
Eritrosit
4.050.000/mm3
4-5 juta/mm3
Ht
38,1 %
P: 37-43%
MCV
82
76-96 fl
MCH
W
29
27-32 pg
31
32-36 g/dl
MCHC
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, s.
paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain.
Demam yang disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat
daripada bentuk infeksi salmonella yng lain.
(5) .
batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak
berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk
menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme
salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif.
Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan
pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15
menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama
beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah,
bahan makanan kering, dan bahan tinja. (5)
C. Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk
bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya
hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat
HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga
Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp
kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa
atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak
Salmonella spp. (5)
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.
Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara
tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria
dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah
invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap
pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe
usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan
salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam.
Berbagai
macam
organ
mengalami
kelainan,
contohnya
sistem
Diogran RE S.Typhi
akan meninggalkan sel fagosit
Berkembang biak
Sirkulasi darah
Bakterima kedua tanda dan gejala
penyakit infeksi sistem karena
Proses berulang
Makrofag yang telah teraktivasi & hiperaktif saat
fagosit, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
Sebagian menembus
lumrn usus
Perforasi
peritonitis
nyeri tekan
D. Gejala Klinis
Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas
(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan dewasa.
Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar dengan gejala
klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada anak terbanyak
terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis ringan ataupun
tanpa gejala (asimptomatik) (7).
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari dan
terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah kuman yang
ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis pasien. Walaupun
gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar dapat dikelompokan,
antara lain :
-
Gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, mungkin disertai
gangguan kesadaran dari yang ringan sampai dengan yang berat 7,8.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti orang
dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat
pula mendadak tinggi dan remiten (39-41C) serta dapat juga bersifat ireguler
terutama pada bayi dan tifoid kongenital (7).
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak
lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif
akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem (7).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah
pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di
E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (8).
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula
normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis
relatif. LED (Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau
menurun (trombositopenia).
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
4. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling
sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di
Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil
positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan
hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang
buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu
1. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang
baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif)
maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari
kontak sebelumnya.
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis
pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum
tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu
sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall
(darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam
bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (5,6).
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila
belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen
yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut
atau carrier digunakan urin dan tinja.
F. Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai
dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada
demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius
dan perlu diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5
persen penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini (8).
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar,
nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan
terjadinya syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah
kehitaman yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di
usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi
infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan
medis yang segera (8).
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.
Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
G. Managemen Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi
dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan suportif : roboransia
5. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair
mudah dicerna tinggi kalori dan protein
6. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
7. Transfusi darah sesuai keperluan
8. Tindakan diperlukan pada penyulit perforasi usus
9. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat
diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup. (4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders, 2000:842-8.
2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi Tropik
pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 53; 59.
3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. Available
at
http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf.
Accessed
at
13
September 2013.
4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006 : 1774.
5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia. 2008
6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal
Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical
and Medical Labolatory. 12. 1. 2005 : 31-7
7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC. 1997:
53-72.
8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro
SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1.
Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.