Вы находитесь на странице: 1из 6

Trafo arus

Teori Dasar
Trafo arus digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya ratusan amper dari arus yang
mengalir dalam jaringan tegangan tinggi. Disamaping untuk penguran arus, trafo arus juga
digunakan untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh dan relay proteksi.
Kumparan primer trafo arus dihubungkan seri dengan jaringan atau peralatan yang akan
diukur arusnya, sedang kumparan sekunder dihubungkan dengan meter atau relay proteksi. Pada
umumnya peralatan ukur dan relay membutuhkan arus 1 atau 5 A.
Trafo arus bekerja sebagai trafo yang terhubung singkat, kawasan trafo arus yang
digunakan untuk pengukuran biasanya 0,05 s/d 1,2 kali arus yang akan diukur, sedang trafo arus
untuk proteksi harus mampu bekerja lebih dari 10 kali arus pengenalnya.
Kontruksi dan prinsip kerja trafo arus
Prinsip kerja trafo arus sama dengan trafo daya satu fasa. Jika

pada

kumparan

primer

mengalir arus I1, maka pada kumparan primer timbul gayagerak magnet sebesar N1.I1.
Gaya gerak magnet ini mempruduksi fluks pada inti, kemudian membangkitkan gaya
gerak listrik (GGL) pada kumparan sekunder. Jika termianal kumparan sekunder tertutup, maka
pada kumparan sekunder mengalir arus I2 , arus ini menimbulken gaya gerak magnet N 1I1 pada
kumparan sekunder. Bila
I1 trafo
N tidak mempunyai rugi-rugi (trafo ideal) berlaku persamaan :
N1 I 1 N 2 I 2
2
I 2 N1
Atau
Gambar Rangkaian Ekivalen Trafo Arus :
Zi

I1/k

I2
I0 Z0 E2

V2

Z2

Keterangan :
Tegangan terminal sekunder (V2 ) tergantung pada ipedansi peralatan (Z2 ) yang bisa
berupa alat ukur / relay, sehingga dapat ditulis persamaan :
V2 I 2 Z 2

Jika tahanan dan reaktansi bocor kumparan trafo dinyatakan (Z i ), maka ggl pada kumparan
sekunder harus lebih besar dari pada tegangan sekunder agar rugi-rugi tegangan pada (Z i ) dapat
dikompensasi, maka persamaan yang harus dipenuhi adalah :

E2 I 2 Z 2 Z i

E2 V2 E2 I 2 Z 2 I 2 Z i

Atau
Dalam prakteknya trafo arus selalu mengandung arus beban nol (I 0), arus ini
menimbulkan fluks () yang dibutuhkan untuk membangkitkan gaya gerak listrik E2 :
E2 4,44 fN 2 4,44 fN 2 AB

di mana :
f = frekuensi tegangan
= fluks magnetik
A = luas penampang inti trafo
B = rapat medan magnetik
Gaya Gerak Listrik (GGL) inilah yang mempertahankan aliran arus I 2 pada impedansi
(Z2+ Z i). Oleh karena itu, amper belitan yang ditimbulkan arus beban nol harus dapat
mengimbangi amper belitan yang ditimbulkan arus primer dan sekunder :
N1 I 0 N1 I 1 N 2 I 2

Trafo

arus

(Current

Transformer)

memiliki

fungsi

utama,

yaitu

1. sebagai alat listrik yang berfungsi untuk mengubah atau mentransformasikan besaran listrik
(arus)

dari

besar

menjadi

kecil,

gunanya

untuk

pengukuran

dan

proteksi.

2. sebagai isolasi dari tegangan pada sistem dengan alat ukur atau alat proteksi.
Berikut ini, Langkah-langkah menentukan arus primer pada CT (CT primary current).
Dalam menentukan nilai rating arus phasa ke phasa dalam sistem 3 phasa, digunakan rumus
dibawahini:
I(A)=(S(kVA))/(3x(kV))
CT atau Trafo Arus merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan
baca alat ukur. Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang mengalir adalah 2000A
sedangkan alat ukur yang ada hanya sebatas 5A. Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah
representasi nilai aktual 2000A di lapangan menjadi 5A sehingga terbaca oleh alat ukur.

CT umumnya selain digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem proteksi
sistem tenaga listrik. Sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik sangatlah kompleks sehingga
CT itu sendiri dibuat dengan spesifikasi dan kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan
sistem yang ada.
Spesifikasi pada CT antara lain:
1. Ratio CT, rasio CT merupakan spesifikasi dasar yang harus ada pada CT, dimana
representasi nilai arus yang ada di lapangan di hitung dari besarnya rasio CT. Misal CT
dengan rasio 2000/5A, nilai yang terukur di skunder CT adalah 2.5A, maka nilai aktual
arus yang mengalir di penghantar adalah 1000A. Kesalahan rasio ataupun besarnya
presentasi error (%err.) dapat berdampak pada besarnya kesalahan pembacaan di alat
ukur, kesalahan penghitungan tarif, dan kesalahan operasi sistem proteksi.
2. Burden atau nilai maksimum daya (dalam satuan VA) yang mampu dipikul oleh CT. Nilai
daya ini harus lebih besar dari nilai yang terukur dari terminal skunder CT sampai dengan
koil relay proteksi yang dikerjakan. Apabila lebih kecil, maka relay proteksi tidak akan
bekerja untuk mengetripkan CB/PMT apabila terjadi gangguan.
3. Class, kelas CT menentukan untuk sistem proteksi jenis apakah core CT tersebut. Misal
untuk proteksi arus lebih digunakan kelas 5P20, untuk kelas tarif metering digunakan
kelas 0.2 atau 0.5, untuk sistem proteksi busbar digunakan Class X atau PX.
4. Kneepoint, adalah titik saturasi/jenuh saat CT melakukan excitasi tegangan. Umumnya
proteksi busbar menggunakan tegangan sebagai penggerak koilnya. Tegangan dapat
dihasilkan oleh CT ketika skunder CT diberikan impedansi seperti yang tertera pada
Hukum Ohm. Kneepoint hanya terdapat pada CT dengan Class X atau PX. Besarnya
tegangan kneepoint bisa mencapai 2000Volt, dan tentu saja besarnya kneepoint
tergantung dari nilai atau desain yang diinginkan.
5. Secondary Winding Resistance (Rct), atau impedansi dalam CT. Impedansi dalam CT
pada umumnya sangat kecil, namun pada Class X nilai ini ditentukan dan tidak boleh
melebihi nilai yang tertera disana. Misal: <2.5Ohm, maka impedansi CT pada Class X
tidak boleh lebih dari 2.5Ohm atau CT tersebut dikembalikan ke pabrik untuk dilakukan
penggantian.

Berdasarkan kriteria diatas, maka dapat dilakukan pengujian CT sebagai berikut:


Di balik itu ternyata banyak CT yang hasil pengukurannya tidak linear / atau tidak berbanding
lurus dengan rasio yang tertera. Dengan kata lain nilai presentase error-reading-nya bervariatif
dan umumnya semakin kecil arus yang diberikan, presentase error-reading-nya semakin besar
melampaui batas spesifikasi CT yang tertera pada nameplate. Padahal untuk beberapa sistem
proteksi seperti Distance Relay menggunakan pembacaan parameter arus pada nilai yang rendah.
Pengujian Secondary Burden CT (VA)
Pengujian secondary burden CT merupakan pengujian untuk mengetahui nilai aktual beban yang
terpasang pada sisi sekunder CT, mulai dari kabel sampai dengan panel proteksi dan metering.
Pengujian ini tidak bisa menentukan nilai burden nominal ataupun maksimal CT, untuk
melakukan hal ini harus menggunakan metode tegangan atau dengan alat uji yang dikenal
dengan nama CT Analyzer.
Mengetahui nilai burden pada sisi sekunder CT pada dasarnya cukup sederhana, karena hanya
menggunakan perhitungan Hukum Ohm. Dimana VA = Arus x Tegangan.
Apabila CT mengeluarkan arus 1A nominal, maka kita bisa memberikan arus sebesar 1A untuk
sisi kabel yang terpasang pada CT. Terminal sekunder CT tidak boleh ikut dialiri arus karena
akan berdampak timbulnya arus besar pada sisi primer.
Di dalam pengujian ini pada dasarnya kita hanya ingin mengetahui berapa sih besarnya
impedansi loop tertutup pada beban CT (kabel + relay + metering + dst). Apabila nilai burden
atau impedansi terukur pada arus 1A melebihi rating burden nominal CT (dalam satuan VA),
maka harus dilakukan penggantian kabel yang lebih besar atau penggantian relay dengan burden
yang lebih kecil.

Daftar Pustaka
M.Titarenko & I.Noskov Protective Relaying in Electric Power System
Turan Gonen Modern Power System Analysis
Sunil S Rao Swich gear and Protection
GEC Alsthom Protective Relays Application Guide
R Wilheim and M Waters Neutral Grounding in High Voltage Transmission
T.S.Hutauruk Pengetahanan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan

Вам также может понравиться