Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Muhamad Dwi Nugroho (10180110)
Lailatus Syifa Selian (1018011071)
Febri Firizky (06180110)
Perceptor :
Dr. Edi Marudut S, Sp.OT
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak kelainan kaki muncul sebagai deformitas yang mungkin akibat cacat kongenital,
ketidakseimbangan otot, kelemahan ligamen, atau ketidakstabilan sendi. Deformitas yang ada
ini dipertahankan dan diperburuk oleh beban abnormal dan tekanan sepatu. Congenital
Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai club-foot bukan merupakan
malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal akan menjadi pengkor selama
trimester kedua kehamilan. suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan pada bayi yang
baru lahir, dengan koreksi yang sebenarnya sulit dilakukan. Sering ditemukan karena
ketidaktahuan keluarga penderita, sehingga kelainan menjadi terbengkalai. Gangguan terjadi
pada perkembangan ekstremitas inferior, terutama pada tulang calcaneus, talus, dan
naviculare. CTEV termasuk dalam sindromik bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan
gambaran klinik lain sebagai suatu bagian dari sindrom genetik, dapat ditemukan gangguan
neurologis dan neuromuskular, seperti spina bifida. Akan tetapi CTEV dapat timbul sendiri
tanpa didampingi gambaran klinik lain, yaitu CTEV idiopatik. Pada jenis idiopatik tidak
ditemukan kelainan neuromuscular yang nyata, tetapi kemungkinan kecacatan disebabkan
oleh ketidak seimbangan otot pada janin yang sedang berkembang. Tetapi bentuk yang paling
sering ditemui adalah CTEV idiopatik.
Perawatan dengan cara memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian dipasang perban
merupakan metode yang digunakan hingga saat ini secara non operatif. Intervensi operasi
telah dilakukan sejak abad 18 dengan lorens Axhiles tenotomy hingga ditemukannya teknik
manipulasi dan casting serial pada 1930 yang diperrbaiki oleh Ignacio Ponseti pada 1950.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Jenis sendi adalah gynglimus sinovial yang meliputi tibia, fibula dan talus. Penguat
sendi ligamentum mediale (deltoideum) pars tibionavicularis, pars tibiocalcanea, pars
tibiotalaris anterior, pars tibiotalaris posterio. Ligamentum talofibulare posterius dan
ligamentum calcanofibulare. Sumbu gerak pada sendi ini adalah sumbu frontal yang
berjalan dari kraniomedialis ujung bawah malleolus medialis sampai kaudolateralis
ujung bawah pada malleolus lateralis. Sumbu ini membentuk sudut pada bidang
transversa sebesar 7o. Bila dilihat dari atas anteromedial ke posterolateral dan
membentuk sudut 13o dari bidang frontal.
Gerak sendi fleksi dorasalis meliputi M. Tibialis anterior, M. Extensor digitorum
longus, M. Peroneus tertius, dan M. Extensor hallucis longus. Tulang-tulang kaki
selain metatarsal dan falang di sebut tulang tarsal. Tulang-tulang tarsal itu terdiri dati
talus, kalkaneus, kuboid, navikular, dan kuneiformis.
B. DEFINISI
Congenital talipes equinovarus adalah fiksasi kaki pada posisi adduksi, supinasi dan
varus. Tulang kalkaneus, navikular, dan kuboid terrotasi ke arah medial terhadap
talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon.
Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah plantar.
C. EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini masih banyak perdebatan dalam etiopatologi CTEV. Banyak teori
telah diajukan sebagai penyebab deformitas ini, termasuk faktor genetik, defek sel
germinativum primer, anomali vaskular, faktor jaringan lunak, faktor intrauterine dan
faktor miogenik. Telah diketahui bahwa kebanyakan anak dengan CTEV memiliki
atrofi otot betis, yang tidak hilang setelah terapi, karenanya mungkin terdapat
hubungan antara patologi otot dan deformitas ini. Beberapa teori yang dikemukakan
mengenai penyebab clubfoot. Pertama, adalah kuman plasma primer yang merusak
talus menyebabkan flexi plantar yang berkelanjutan dan inversi pada tulang tersebut,
dan selanjutnya diikuti perubahan pada jaringan lunak, pada sendi dan kompleks
muskulotendinous.
Teori
lainnya
kelainan
jaringan
lunak
primer
beserta
Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV dan 14
kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV, leher dari talus selalu pendek,
diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar. Mereka mengemukakan
hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari plasma sel primer.
d. Perkembangan fetus terhambat
Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-kasus
CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada bayi
dengan CTEV didapatkan adanya muskulus yang tidak berfungsi (muscle
wasting) pada bagian ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan
berkurangnya perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan
e. Herediter
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik mempermudah
fetus terpapar faktor-faktor eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan
talidomid.
f. Vaskular
Atlas dkk. (1980) menemukan abnormalitas vaskulatur berupa hambatan vaskular
setinggi sinus tarsalis pada kasus CTEV. Pada bayi dengan CTEV didapatkan
muscle wasting di bagian ipsilateral, mungkin karena berkurangnya perfusi arteri
tibialis anterior selama masa perkembangan.
E. PATOFISIOLOGI
Jaringan Lunak
1. Otot gastroknemius mengecil
2. Tendon Achiles memendek dengan arah mediokaudal dan menyebabkan varus;
begitu pula tendon halucis longus dan digitorum komunis
3. Tendon tibialis anterior dan posterior memendek, sehingga kaki bagian depan
(forefoot) menjadi aduksi
4. Ligament antara talus, kalkaneus, naviculare menebal dan memendek. Fasia
plantaris menebal dan memendek, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi
equines dan membuat navicular dan calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi
Tulang
Sebagian besar deformitas terjadi di tarsus. Pada saat lahir, tulang tarsal, yang hampir
seluruhnya masih berupa tulang rawan, berada dalam posisi fleksi, adduksi, dan
inversi yang berlebihan. Talus dalam posisi plantar fleksi hebat, collumnya
melengkung ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji. Navicular bergeser
jauh ke medial, mendekati malleolus medialis, dan berartikulasi dengan permukaan
medial caput talus. Calcaneus adduksi dan inversi dibawah talus. Bentuk sendi-sendi
5
tarsal relatif berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang pronasi,
menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal
tampak fleksi dan makin kemedial makin bertambah fleksi. 5
F. KLASIFIKASI
Beberapa jenis klasifikasi yang dapat ditemukan antara lain :
1. Typical Clubfoot
Ini merupakan jenis Clubfoot yang klasik hanya menderita kaki pengkor saja
yang sering ditemukan. Umumnya dapat dikoreksi dengan lima casting dan
manajemen dari Ponseti mengatakan hasil jangka panjangnya baik dan sempurna.
Yang dimasukkan jenis clubfoot ini diantaranya:
a. Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga
akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu
atau dua kali pengegipan.
b. Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.
6
c. Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih
jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan
brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus paling sering terjadi.
Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed.
d. Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang ditangani
secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
2. Atypical Clubfoot
Clubfoot jenis ini biasanya diartikan sebagai penyakit lain. Dengan ponsenti
manajemen maslah yang timbul biasanya sulit dikoreksi. Yang dimasukkan dalam
kategori ini antara lain:
a. Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus dengan
kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek,
gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian
belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan
hiperekstensi sendi metatarsophalangeal (halaman 22). Deformitas ini terjadi
pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.
b. Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan kongenital
lain (halaman 23). Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu sindroma.
Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih
sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih
ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada kaki pengkor nya sendiri.
c. Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
d. Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
e. Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia.5
G. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinisnya dapat dibagi 2:
1. Type rigid (intrinsic) (resistent) => Tidak dapat dikoreksi dengan manipulasi.
Tumit kecil, equinus, dan inversi. Kulit dorsolateral pergelangan kaki tipis dan
teregang, sedangkan kulit medial terlipat.
2. Type fleksibel (extrinsic) (easy) => Dapat dimanipulasi. Tumit normal dan
terdapat lipatan kulit pada bagian dorsolateral pergelangan kaki.
Tanda lain :
Metatarsal I pendek
H.
H. GAMBARAN
1. Radiologis
Tiga
RADIOLOGIS
komponen
utama
dari kelainan
jelas tampak
Fleksi
pada radiographi:6,7
plantar
anterior
kalkaneus
sedemikian
sehingga
rupa
panjang tibia dan sumbu panjang kalkaneus (tibiocalcaneal sudut) lebih besar
dari 90
Talus diasumsikan tetap fix terhadap tibia. Kalkaneus dianggap yang berputar
menjadi Varus posisi (ke arah garis tengah). Pada tampilan lateral, sudut
8
Talocalcaneal sudut kurang dari 15, dan 2 tulang tampak tumpang tindih lebih
dari biasanya. sumbu longitudinal melalui tengah landaian (midtalar line)
melalui lateral ke dasar metatarsal pertama, karena adalah medial kaki depan
menyimpang
I. DIAGNOSIS
Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early
diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat
9
mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia.
Passive manipulationdorsiflexion Toe touching tibia normal.
Berupa deformitas pada :
Inversi tumit
Pemeriksaan Radiologi
X-ray dibuat bayi umur 3-6 bulan, menilai keberhasilan serial plateringm menentukan
apa perlu tindakan operasi untuk memperoleh koreki yang maksimal, menentukan
berat ringannya CTEV. Cara yang paling sederhana yaitu membuat foto AP dan akan
kelihatan talus dan calcaneus tumpang tindih. Penting untuk menilai x-ray apakah ada
paralelisme antara sumbu talus dan calcaneus yang terjadi pada CTEV.
Normal besar sudut sumbu talus dan calcaneus 30 (sudut dari kite). Demikian pula xray posisi lateral dimana kaki dibuat dorsofleksi maksimal juga akan memberikan
gambaran paralelisme pada CTEV. Pada kaki yang normal ujung talus dan
calcaneus selalu overlap (tumpang tindih), sedangkan pada CTEV tidak ada,
menunjukan adanya kapsul posterior yang tegang dan varus. Lateral x-ray juga bisa
untuk melihat adanya ricket bottom yaitu garis yang melalui tepi bawah calcaneus
melewati bagian bawah sendi calcaneocuboid, dan juga bisa untuk melihat adanya flat
topped talus. Sering x-ray selain untuk operatif dan post-operatif di pakai intraoperatif
untuk melihat apakah release dan realigment sudah cukup.
J. TERAPI
Terapi Medis
Tujuan terapi medis adalah untuk mengoreksi deformitas dan mempertahankan
koreksi yang telah dilakukan sampai terhentinya pertumbuhan tulang. Secara
tradisional, CTEV dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
a. CTEV yang dapat dikoreksi dengan manipulasi, casting, dan pemasangan
gips.
b. CTEV
resisten
yang
memberikan
respons
minimal
terhadap
kasus CTEV selama koreksi dilakukan. Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masingmasing 3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi
tonjolan posterior / posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel
(EH), dan derajat dorsofl eksi / degree of dorsifl exion (DF). Sedangkan untuk
kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the lateral
border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC) dan terpajannya kepala
lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus (LHT).
1. Curvature of the lateral border of the foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak melengkung
menandakan terdapat kontraktur medial. Lihat pada bagian plantar pedis dan
letakkan batangan/penggaris di bagian lateral kaki.
Normalnya, batas lateral kaki tampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala
metatarsal ke lima. Skor adalah 0
Pada kaki abnormal, batas lateral Nampak menjauhi garis lurus tersebut. Batas
lateral yang tampak melengkung ringan diberi nilai 0,5 (lengkungan terlihat di
bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).
11
Kelengkungan batas lateral kaki yang Nampak jelas diberi nilai 1 (kelengkungan
tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).
12
Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila
hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung medial, nilai MC
adalah 0,5 (Gambar 5)
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas
medial kaki, nilai MC adalah sebesar 1 (Gambar 6).
13
Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit yang dalam.
Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit, nilai PC adalah
0,5.
14
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit dan
hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1.
15
Penatalaksanaan Non-operatif
Berupa pemasangan splint yang dimulai pada bayi berusia 2-3 hari. Urutan
koreksi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Adduksi kaki depan (forefoot)
2. Supinasi kaki depan
3. Ekuinus
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi dapat
mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom foot. Tidak
boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan kaki pada posisi
terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi ini dengan
menggunakan strapping yang diganti tiap beberapa hari, atau menggunakan gips
yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan hingga dapat diperoleh
koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan koreksi selanjutnya. Posisi
kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama beberapa bulan.
Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat tampak kegagalan terapi
konservatif, yang antara lain ditandai dengan deformitas menetap, deformitas
berupa rockerbottom foot, atau kembalinya deformitas segera setelah koreksi
dihentikan. Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui apakah
jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfi rmasi
menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan orientasi tulang.
Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.
Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik oleh dr.
Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Langkah-langkah yang diambil:
1. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang kalkaneus ke
arah intenal (adduksi) dan fl eksi plantar pedis. Kaki dalam posisi adduksi dan
plantar pedis mengalami fleksi pada sendi subtalar. Tujuan pertama adalah
16
membuat kaki dalam posisi abduksi dan dorsofl eksi. Untuk mendapatkan
koreksi kaki yang optimal, tulang kalkaneus harus bisa dengan bebas
dirotasikan ke bawah talus. Koreksi dilakukan melalui lengkung normal
persendian subtalus, dapat dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk
operator di malleolus medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian
mengangkat ibu jari dan diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara
melakukan gerakan abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.
2. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi pronasi.
Apabila ada pes cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah mengangkat
metatarsal pertama dengan lembut untuk mengoreksi cavusnya. Setelah
terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan abduksi seperti pada langkah
pertama.
3. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus berada di
bawah talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak dapat berotasi dan
menetap pada posisi varus, cavus akan meningkat. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya bean-shaped foot. Pada akhir langkah pertama, kaki akan berada
pada posisi abduksi maksimal, tetapi tidak pernah pronasi.
4. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah kaki
dimanipulasi, selanjutnya dipasang long leg cast untuk mempertahankan
koreksi yang telah dilakukan. Gips dipasang dengan bantalan seminimal
mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah selanjutnya adalah menyemprotkan
tingtur benzoin ke kaki untuk melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr.
Ponsetti lebih memilih memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial
dan lateral kaki, agar aman saat melepas gips menggunakan gunting gips. Gips
yang dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi
arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90 selama pemasangan gips
panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini selama 30-45 menit sebelum
dilepas. Gips dibelah dua, dilepas menggunakan gergaji berosilasi (berputar),
kemudian disatukan kembali. Hal ini untuk mengetahui perkembangan
abduksi kaki depan, selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui dorsofl
eksi serta koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
5. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles yang kaku
dapat mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan berakhir dengan
terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot. Kelengkungan kaki
abnormal (cavus) harus diterapi terpisah seperti pada langkah kedua,
17
TERAPI OPERATIF
A. Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
1. Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi anterolateral
(bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke bagian belakang
pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
2. Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial: insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya di sudut vertikal dan medial
18
tendon,
pelepasan
persendian subtalus
Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
Adanya perpanjangan tendon.
20
biru]. Koreksi Ponseti dicapai dengan membalikkan arah rotasi ini [3].
Koreksi dicapai secara bertahap dengan gips serial. Tehnik Ponseti
memperbaiki deformitas dengan cara merotasikan kaki disekitar caput
talus [lingkaran merah] secara bertahap selama beberapa minggu
pengegipan tersebut.
Metode ini dikerjakan segerea setelah kelahiran (7-10 hari). Bahkan
deformitas dari clubfoot masih dapat dikoreksi dari umur 9 bulan. Terapi
yang dimulai dari usia 9 hingga 28 bulan masih dapat dikoreksi walau
tidak sebaik jika terapi kurang dari 9 bulan. Kebanyakan clubfoot dapat
dikoreksi dalam waktu 6 minggu setelah penggunaan enam atau tujuh
plaster cast yang diganti tiap minggunya. Jika deformitas tidak terkoreksi
setelah 6 atau 7 kali ganti gips, kemungkinan besar penanganan
selanjutnya akan gagal. Pada semua pasien dengan kaki pengkor unilateral,
kaki pengkor sedikit lebih pendek (rata-rata 1,3 cm) dan lebih sempit
(ratarata 0,4 cm) daripada kaki normal. Panjang tungkai sama, tetapi
lingkaran tungkai yang sakit lebih kecil (rata-rata 2,3 cm). Kaki tersebut
kuat, fleksibel, dan bebas nyeri. Koreksi ini diharapkan tetap bertahan
sepanjang hayat pasien. Hal ini memberikan kesempatan untuk menjalani
masa anak-anak secara normal dengan kaki yang bebas nyeri dan mobile
selama kehidupan dewasa.Metode ini telah terbukti 90% sukses dalam
mengkoreksi clubfoot, namun kegagalan pada umumnya terjadi karena
kaki kaku dengan lipatan yang dalam pada tapak kaki sehingga dibutuhkan
koreksi operasi.
Kebanyakan kaki pengkor dapat dikoreksi dengan manipulasi singkat dan
gips dalam koreksi maksimal. Setelah kira-kira 5 kali pengegipan cavus,
adduktus, dan varus dapat terkoreksi. Tenotomi Achilles perkutan
dilakukan pada hampir semua kasus untuk menyempurnakan koreksi
equinus, kemudian kaki di gips selama 3 minggu. Koreksi ini
dipertahankan dengan foot abduction brace yang dipakai malam hari
sampai anak berumur 2-4 tahun. Kaki yang ditangani dengan metode ini
terbukti kuat, fleksibel dan bebas nyeri, sehingga memungkinkan untuk
menjalani kehidupan yang normal.
Koreksi Gips Ponsetti
1. Menentukan letak kaput talus dengan tepat
22
Tahap ini sangat penting. Pertama, palpasi kedua malleoli (garis biru)
dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan A sementara jari-jari dan
metatarsal dipegang dengan tangan B. Kemudian, geser ibu jari dan
jari telunjuk tangan A ke depan untuk dapat meraba caput talus (garis
merah) di depan pergelangan kaki. Karena navicular bergeser ke
medial dan tuberositasnya hampir menyentuh malleolus medialis, kita
dapat meraba penonjolan bagian lateral dari caput talus (merah) yang
hanya tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Bagian anterior
calcaneus dapat diraba dibawah caput talus. Dengan menggerakkan
forefoot dalam posisi supinasi kearah lateral, kita dapat meraba
navicular bergeser -- meskipun sedikit -- didepan caput talus
sedangkan tulang calcaneus akan bergerak ke lateral di bawah caput
talus.
2. Mengurangi Cavus
Bagian pertama metode Ponseti adalah mengoreksi cavus dengan
memposisikan kaki depan ( forefoot ) dalam alignment yang tepat
dengan kaki belakang ( hindfoot). Cavus, yang merupakan lengkungan
tinggi di bagian tengah kaki [ 1 garis lengkung kuning], disebabkan
oleh pronasi forefoot terhadap hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel
pada bayi baru lahir dan dengan mengelevasikan jari pertama dan
metatarsal pertama maka arcus longitudinal kaki kembali normal [2
dan 3]. Forefoot disupinasikan sampai secara visual kita dapat melihat
arcus plantar pedis yang normal -- tidak terlalu tinggi ataupun terlalu
datar. Alignment (kesegarisan) forefoot dan hindfoot untuk mencapai
arcus plantaris yang normal sangat penting agar abduksi -- yang
dilakukan untuk mengoreksi adduksi dan varus -- dapat efektif
3. Long Leg Cast
Setelah kaki dimanipulasi, maka langkah selanjutnya adalah
memasang long leg cast untuk mempertahankan koreksi yang telah
dilakukan.
a. Manipulasi Awal Sebelum gips dipasang, kaki dimanipulasi lebih
dahulu. Tumit tidak disentuh sedikitpun agar calcaneus bisa
abduksi bersama-sama dengan kaki [4].
b. Memasang padding Pasang padding yang tipis saja [5] untuk
memudahkan molding. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang
23
penuh. Perhatikan bentuk gips yang pertama [5]. Kaki equinus, dan
forefoot dalam keadaan supinasi.
dilakukannya
tenotomi
perkutaneus
pada tendon
dilepas. Ini dapat dilakukan sebelum pergi ke klinik oleh orang tua.
Gunakan pisau plester, potong secara oblique untuk menghindari
terpotongnya kulit, lepaslah cast pada bagian atas lutut kemudian
sepatu selebar bahu [2]. Kesalahan yang sering terjadi adalah bar yang terlalu
pendek yang membuat anak merasa tidak nyaman. Bar harus dilengkungkan 510 derajat kearah bawah (menjauhi badan) agar kaki tetap dorsofleksi. Brace
harus dipakai sepanjang hari selama 3 bulan pertama semenjak gips terakhir
dilepas. Setelah itu anak harus memakai brace ini selama 12 jam pada malam
hari dan 2-4 jam pada siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam sehari
sampai anak berusia 3-4 tahun.
Pentingnya Bracing
Manipulasi Ponseti dikombinasikan dengan tenotomi perkutan pada umumnya
memberikan hasil excellent. Hanya saja tanpa diikuti dengan bracing yang
baik akan terjadi relaps lebih dari 80%. Sangat jauh berbeda dengan relaps rate
6% pada keluarga yang taat dalam program bracing ini (Morcuende et
al).Managemen Kekambuhan
Setelah pemakaian sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown
pertamakali setelah tenotomi cast diambil, pasien dijadwalkan untuk kontrol.
1. 2 minggu untuk mengontrol apakah terdapat komplikasi
2. 3 bulan kemudian untuk memeriksa ketaatan pemakaian brace pada malam
hari dan tidur siang
3. Setiap 4 bulan hingga usia 3 tahun untuk memonitor pemakaian brace dan
relaps
4. Setiap 6 bulan hingga usia 4 tahun
5. Setiap 1 hingga 2 tahun hingga mencapai maturitas otot lurik yaitu usia 4
tahun
Kekambuhan awal pada infant menunjukkan hilangnya koreksi kaki abduksi
dan atau dorsofleksi dan atau kembalinya metatarsal menjadi adduksi.
Kekambuhan ini dapat didiagnosis dengan melihat cara berjalan dari pasien.
Pada inspeksi dilihat supinasi dari forefoot yang menunjukkan kontraksi otot
tibialis anterior dan kelemahan peroneal. Kemudian inspeksi tumit yang
menjadi varus. Kekambuhan ini dapat terjadi karena program bracing yang
kurang baik, seperti ketidakseimbangan otot saat pemasangan brace.
K. DIAGNOSIS BANDING
Postural clubfoot terjadi karena posisi fetus dalam uterus. Jenis
abnormalitas kaki ini dapat dikoreksi secara manual. Postural clubfoot
memberi respons baik pada pemasangan gips serial dan jarang relaps.
Metatarsus adductus (atau varus) suatu deformitas tulang metatarsal saja.
Forefoot mengarah ke garis tengah tubuh, atau berada pada aposisi adduksi.
27
serial.
Spina Bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh pada masa
perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan
L. PROGNOSIS
Kurang lebih 50% kasus CTEV bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa tindakan
operatif. Teknik Ponseti (termasuk tenotomi tendon Achilles) dilaporkan memiliki
tingkat kesuksesan sebesar 89%. Peneliti lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan
sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus melaporkan tingkat kepuasan 75-90%, baik
dari segi penampilan maupun fungsi kaki.
Hasil memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama yang
mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki, yang
dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus. Tiga puluh delapan
persen pasien CTEV membutuhkan tindakan operatif lebih lanjut (hampir dua
pertiganya adalah prosedur pembentukan ulang tulang). Rerata tingkat kekambuhan
deformitas mencapai 25%, dengan rentang 10-50%. Hasil terbaik didapatkan pada
anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3 bulan (biasanya dengan ukuran lebih
dari 8 cm).
M. PROGNOSIS
Persentasi
keberhasilan
0-6
94%
7-12
66%
13-24
24%
25-36
1%
>36
0,24%
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi, C. 2009. Schwartzs Principles of Surgery: Talipes
Equinovarus, 1717-1718.
2. Patel M. Clubfoot [Internet]. 2007 [cited 2008 Jul 29]. Available from:
www.emedicine.com
3. Nordin S. Controversies in congenital clubfoot: literature review [Internet].
2002 [cited 2008 jul 29]. Available from: www.mjm.com
4. Soule RE. Treatment of congenital talipes equinovarus in infancy and early
childhood [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from:
www.jbjs.com
5. Meidzybrodzka Z. Congenital talipes equinovarus (clubfoot): disorder of
the foot but not the hand [Internet]. 2002 [cited 2008 Jul 29]. Available
from: www.anatomisociety.com
6. Anonym. Clubfoot deformity [Internet]. 2005 [cited 2008 Jul 5]. Available
from: www.dubaibone.com
7. Kler J. Treatment methods of congenital talipes equinovarus-three case
reports [Internet]. 2005 [cited 2005 Jul 7]. Available from: www.jpnonline.com
8. Harris E. Key insight to treating talipes equinovarus [Internet]. 2008 [cited
2008 Jul 29]. Available from: www.podiatry.com
9. Hussain S, Gomal J. Turcos posteromedial release for congenital talipes
equinovarus 2007 [Internet]. 2008 [cited 2008 Jul 5]. Available from:
www.gjm.com
10. Pirani S. A reliable and valid method of assessing the amount of deformity
in the congenital clubfoot deformity [Internet]. 1991 [cited 2008 Jul 2].
Available from: www.ubc.com
11. Anonym. Birth defect risk factor series: talipes equinovarus (clubfoot)
[Internet]. 2006 [cited 2008 Jul 2]. Available from: www.statehealth.com
12. Roye, B., Hyman, J., Roye, D. 2004. Congenital Idiopatic Talipes
Equinovarus. www. American Academy of Pediatric.org
13. Staheli, Lynn. 2009. Clubfoot : Ponseti Management Third Edition.
www.global-help.org.
14. Shelter, B. 1998. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System: Deformities of the foot, 473-476.
15. Solomon, Louis. 2001. Apleys System of Orthopaedics and Fractures :
Talipes Equinovarus ( idiophatic clubfoot ), 488-490
30
16. Faulks, S., Richard, B. 2009. clubfoot treatmen: ponseti and french
fungtional methods are equally effective. www.the journal of bone and join
surgery.org.
17. Richards, S., Faulks, S., Rathjen, K., Johnston, C., Jones, S. 2009. A
Comparison of Two Nonoperative Methods of Idiopathic Clubfoot
Correction:
The
Ponseti
Method
and
the
French
Functional
31