Вы находитесь на странице: 1из 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistika, pada tahun 2006
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yaitu sebesar 17.717.800 jiwa atau setara
dengan 7,90% dari total penduduk di Indonesia. Pada tahun 2010, Badan Pusat
Statistik telah memperkirakan jumlah penduduk lanjut usia sebesar 23.992.552
jiwa (9,77% penduduk Indonesia). Badan Pusat Statistik juga telah
memperkirakan bahwa jumlah penduduk lanjut usia akan terus mengalami
peningkatan hingga sebesar 23.992.552 jiwa (11,34% penduduk Indonesia)
pada tahun 2020.l Indonesia merupakan negara tertinggi dalam pertumbuhan
penduduk lanjut usia yaitu sebesar 414% dalam kurun waktu 1990-2010. Hal
tersebut

menghantarkan

Indonesia

menjadi

negara

keempat

negara

berpenduduk lanjut usia terbanyak di dunia setelah China, India, dan Amerika
Serikat.1 Struktur masyarakat Indonesia akan mengalami transisi demografi
dari masyarakat dengan populasi usia muda (1971) menjadi populasi usia yang
lebih tua pada tahun 2020.2
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 1 yang dimaksud dengan lanjut usia adalah
seseorang yang telah berumur 60 tahun ke atas. 3 Hal ini tidak berbeda dengan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan bahwa seseorang
dikatakan lanjut usia apabila telah mencapai usia lebih atau sama dengan 60

tahun.4 Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia berarti terjadi pula


peningkatan usia harapan hidup di Indonesia.1,3 Peningkatan usia harapan
hidup berarti menunjukkan suatu keberhasilan program kesehatan dan
program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari
peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Namun,
peningkatan jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan akan diikuti dengan
meningkatnya permasalahan kesehatan terutama kesehatan lanjut usia. 5 Secara
umum dapat dikatakan terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas
fungsional baik tingkat seluler maupun tingkat organ sejalan dengan proses
penuaan. Menurunnya kapasitas untuk merespon penaruh lingkungan internal
cenderung membuat orang lanjut usia sulit untuk memelihara homeostasis
tubuh.6
Suatu kondisi klinis atau kumpulan gejala yang sering dikeluhkan oleh
para lanjut usia dan/atau keluarganya, akan tetapi tidak cocok dengan dengan
ciri khas penyakit tertentu biasa disebut dengan istilah sindroma geriatri. 7,8
Allen Brocklehurst melalui hasil peneliiannya telah mengklasifikasikan
sindroma geriatri menjadi tujuh gejala yang paling sering dikeluhkan dan
dikenal sebagai "The Geriatric Giants". Salah satu keluhan tersering pada The
Geriatric Giants adalah demensia.7
Demensia merupakan gangguan fungsi intelektual dan memori didapat
yang disebabkan oleh penyakit otak dan tidak berhubungan dengan gangguan
kesadaran.9,10 Walaupun gangguan memori merupakan gejala umum demensia,
akan tetapi adanya gangguan memori tak selalu berarti demensia. Defisit yang

terjadi pada demensia harus cukup berat. Secara klinis munculnya demensia
pada lanjut usia sering tak disadari karena perjalanan penyakitnya yang
progresif namun perlahan. Penurunan fungsi kognitif pada awal demensia
sering dianggap wajar karena proses penuaan. Sebagai akibatnya, penurunan
fungsi kognitif terus berlanjut hingga mempengaruhi status fungsional pasien.
Bila gejala penurunan kognitif dapat dikenali lebih awal maka dapat dilakukan
upaya-upaya peningkatan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif
agar tak jatuh dalam keadaan demensia.9
Hasil beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara diabetes mellitus dengan penurunan fungsi kognitif. Rostam
Seyfaddini (2006) dalam penelitiannya pada penderita diabetes mellitus
berusia 25-65 tahun memperoleh hasil bahwa kejadian penurunan fungsi
kognitif lebih banyak terdapat pada penderita diabetes mellitus.11 Suatu
penelitian lain yang dilakukan oleh Velayudhan, et al (2010) juga telah
memberikan kesimpulan bahwa diabetes mellitus tidak hanya berisiko
terhadap terjadinya kemunduran fungsi kognitif, tetapi juga meningkatkan
progresivitas suatu kemunduran kognitif menjadi demensia.12
Diabetes Mellitus adalah sebuah penyakit kronis yang terjadi ketika
kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin yang cukup, atau
ketika tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin secara efektif.
Penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan metabolisme glukosa
pada tubuhnya dan menyebabkan tingginya konsenterasi glukosa dalam darah
(hiperglikemia).13 Pada suatu penelitian yang dilakukan WHO, Indonesia

merupakan negara keempat terbesar dengan angka kejadian diabetes mellitus


setelah India, China, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, tercatat sebanyak
8,4 juta penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Angka kejadian
diabetes mellitus akan terus meningkat, hingga pada tahun 2030 diperkirakan
jumlah pendenta diabetes mellitus di Indonesia sebanyak 21,3 juta jiwa.14
Prevalensi diabetes mellitus pada lanjut usia pun tergolong tinggi. Pada
tahun 2000, presentasi dunia terhadap prevalensi diabetes mellitus meningkat
sesuai umur. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, setidaknya
terdapat 30 juta jiwa penderita diabetes pada tahun 2000 dan akan meningkat
menjadi 85 juta jiwa pada tahun 2030 untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun
( > 65 tahun).14 Hal ini mungkin disebabkan karena meningkatnya usia
merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus dan gangguan toleransi
glukosa. WHO menyebutkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun,
konsentrasi gula darah akan naik 1-2 mg% per tahun saat puasa dan naik
sekitar 5,6-13 mg% pada 2 jam setelah makan.15
Adanya

paparan

hiperglikemia

yang

berkepanjangan

dapat

berkontribusi terhadap kemunculan komplikasi diabetes mellitus dalam


berbagai cara, termasuk komplikasi mikrovaskuler pada pasien diabetes
mellitus lanjut usia.16 Otak, bersama bagian tubuh lain, mengalami
mikroangiopati yang luas dan dapat menyebabkan degenerasi neuron
generalisata.17 Keseluruhan mekanisme ini akhirnya terkait dengan penurunan
fungsi kognitif pada penderita lanjut usia dengan gangguan pengendalian
toleransi glukosa yang utamanya disebabkan karena disfungsi endotel.16

Oleh karena itu, penelitian yang berjudul "Faktor-faktor yang


Berpengaruh Terhadap Status Kognitif Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2"
ini, sangat penting dilaksanakan untuk mencari berbagai hal yang dapat
memicu maupun memperberat timbulnya suatu kemunduran kognitif pada
penderita diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia. Dengan demikian, dari hasil
penelitian ini dapat dilakukan suatu upaya pencegahan dan pengendalian
timbulnya demensia atau kemunduran kognitif berat yang lebih efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap status kognitif pada penderita
diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kognitif
pada penderita diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia di RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
1.3.2

Tujuan Khusus
1) Mengetahui hubungan antara usia dengan status kognitif pada
penderita diabetes mellitus type-2 lanjut usia di RSUP Dr. Kariadi
Semarang
2) Mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan status
kognitif penderita diabetes mellitus type-2 lanjut usia di RSUP Dr.
Kariadi Semarang

3) Mengetahui hubungan antara lama menderita diabetes mellitus


type-2 dengan status kognitif pada penderita lanjut usia di RSUP
Dr. Kariadi Semarang
4) Mengetahui hubungan antara status pengendalian gula darah (baik,
moderate, dan buruk) terhadap status kognitif pada pasien diabetes
mellitus type-2 lanjut usia
5) Mengetahui hubungan antara jenis terapi dengan status kognitif
pada pasien diabetes mellitus type-2 lanjut usia di RSUP Dr.
Kariadi Semarang

1.4 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini akan diketahui beberapa hal yang dapat memicu
maupun memperberat timbulnya suatu kemunduran kognitif pada penderita
diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia yang dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan mengenai diabetes mellitus pada lanjut usia. Dengan demikian,
nantinya dapat dilakukan suatu upaya pengelolaan untuk mencegah timbulnya
suatu kemunduran kognitif maupun menurunkan progresivitas kemunduran
kognitif khususnya pada penderita diabetes mellitus lanjut usia. Dari
penelitian ini juga dapat ditentukan suatu rekomendasi target pengendalian
gula darah untuk mencegah progresivitas penurunan fungsi kognitif pada
penderita diabetes mellitus lanjut usia.

1.5 Orisinalitas

Peneliti
Rostam

Tahun
Judul
2006
Cognitive

Seyfaddini

Velayudhan,
et al

2010

Metode
historical

Hasil
kejadian penurunan fungsi

Functions in kohort

kognitif 8 kali lebih banyak

Diabetes

terdapat pada penderita

study

Mellitus

diabetes mellitus (RR=8.2

Patients
Risk of

longitudinal

%95 CI=2.15-31.4)11
diabetes mellitus tidak hanya

Developing

kohort

berisiko terhadap terjadinya

Dementia

study

kemunduran fungsi kognitif,

in People

tetapi juga meningkatkan

with

progresivitas suatu

Diabetes

kemunduran kognitif menjadi

and Mild

demensia (hazard ratio 2.9,

Cognitive

95% CI 1.1-7.3).12

Impairment
Penelitian yang dilakukan oleh Rostam Seyfaddini hanya didapatkan
hasil bahwa penderita diabetes mellitus mengalami penurunan fungsi kognitif
8 kali lebih banyak dibandingkan orang sehat. Penelitian tersebut dilakukan
pada kelompok pasien diabetes mellitus yang telah terdiagnosa minimal 5
tahun dan kelompok non-diabetes mellitus dengan masing-masing jumlah
sampel 50 orang dengan rentang usia 25 hingga 65 tahun. Sedangkan
penelitian yang dilakukan Velayudhan, et al, selain menunjukkan perbedaan
secara sosiodemografi antara penderita pemunduran kognitif dengan diabetes
mellitus dan tanpa diabetes mellitus juga menunjukkan hasil bahwa diabetes

mellitus dapat meningkatkan progresivitas suatu kemunduran kognitif yang


ringan menjadi berat atau demensia. Pada penelitian ini, seluruh sampel adalah
penderita diabetes mellitus lanjut usia dan mencari berbagai faktor yang dapat
berpengaruh atau berperan dalam timbulnya kemunduran kognitif maupun
meningkatnya progresivitas suatu kemunduran kognitif yang ringan menjadi
berat atau demensia akibat diabetes mellitus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Diabetes Meilitus dengan Status Kognitif


Diabetes meilitus adalah sebuah penyakit kronis yang terjadi ketika
kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi hormon insulin yang cukup, atau
ketika tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin secara efektif.
Penderita diabetes meilitus akan mengalami gangguan metabolisme glukosa,
lemak, dan protein pada tubuhnya dan menyebabkan tingginya konsenterasi
glukosa dalam darah (hiperglikemia).13 Pada suatu penelitian yang dilakukan
WHO, Indonesia merupakan negara keempat terbesar dengan angka kejadian
diabetes meilitus setelah India, China, dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000,
tercatat sebanyak 8,4 juta penduduk Indonesia menderita diabetes meilitus.
Angka kejadian diabetes meilitus akan terus meningkat, hingga pada tahun
2030 diperkirakan jumlah penderita diabetes meilitus di Indonesia sebanyak
21,3 juta jiwa. Pada populasi dunia, angka kejadian ini semakin tinggi pada
kelompok usia lebih dari 65 tahun ke atas ( > 65 tahun). Di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia, setidaknya terdapat 30 juta jiwa penderita
diabetes pada tahun 2000 dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 85 juta
jiwa pada tahun 2030 untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun.14
Diagnosis diabetes meilitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Ada

perbedaan antara uji diagnostik diabetes meilitus dan pemeriksaan penyaring.


Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda
diabetes mellitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang memiliki risiko diabetes mellitus namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM.18,19
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dL)
Kadar glukosa
darah puasa

Plasma vena
Darah kapiler

Bukan DM
<100
<90

Belum pasti DM
100-199
90-199

DM
>200
>200

Plasma Vena
Darah kapiler

<100
<90

100-125
90-99

>126
>100

(mg/dL)
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis diabetes mellitus (mg/dl) 19
Perlu dikenali berbagai faktor risiko dari diabetes mellitus dalam
melakukan uji penyaring, antara lain:19
a.
b.
c.
d.
e.

usia > 45 tahun


indeks massa tubuh (IMT) > 23 kg/m2
kebiasaan tidak aktif
turunan pertama dari orang tua dengan diabetes mellitus
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) lahir > 4000 gram, atau

f.
g.
h.
i.

adanya riwayat diabetes gestasional


hipertensi ( > 140/90 mmHg)
kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 g/dl
riwayat menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS)
riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT) sebelumnya


j. memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.

Sedangkan dalam melakukan pemeriksaan diagnostik, perlu dikenali gejalagejala klasik diabetes mellitus seperti polifagi, poliuri, polidipsi, serta
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.19
Penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus secara umum dibagi
menjadi terapi non farmakologis dan terapi farmakologis.20 Paparan
hiperglikemia yang berkepanjangan akibat penatalaksanaan yang buruk
dapat berkontribusi terhadap kemunculan berbagai komplikasi diabetes
mellitus.16 Komplikasi yang dapat terjadi akibat diabetes mellitus, antara
lain

neuropati,

nefropati,

retinopati,

penyakit

jantung,

stroke,

gastroparesis, dan disfungsi ereksi.17,21 Akhir-akhir ini beberapa penelitian


telah menunujukkan adanya hubungan antara diabetes mellitus dengan
kemunduran

fungsi

kognitif.

Rostam

Seyfaddini

(2006)

dalam

penelitiannya pada penderita diabetes mellitus berusia 25-65 tahun


memperoleh hasil bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif 8 kali lebih
banyak terdapat pada penderita diabetes mellitus (RR=8.2 %95CI=2.15 31.4). Penelitian ini menggunakan metode dengan metode historical
kohort study dengan salah satu kriteria pemilihan sampel penelitian yaitu
telah terdiagnosis diabetes mellitus selama minimal 5 tahun.11
Penelitian lain yang dilakukan oleh Velayudhan, et al (2010) telah
memberikan kesimpulan bahwa diabetes mellitus tidak hanya berisiko
terhadap terjadinya kemunduran fungsi kognitif, tetapi juga meningkatkan
progreivitas suatu kemunduran kognitif menjadi demensia (hazard ratio
2.9, 95% CI 1.1-7.3). Penelitian ini menggunakan sampel penderita

diabetes mellitus berusia 65 tahun ke atas dengan metode longitudinal


kohort study dan setiap sampel dilakukan assessment per tahun mulai
tahun 2001 hingga 2007.12
Hipotesis yang sering digunakan pada proses terjadinya kemunduran
fungsi kognitif pada diabetes mellitus adalah peningkatan konsentrasi glukosa
sebagai karakteristik patologis mayor yang dimungkinkan memiliki efek
toksik terhadap neuron-neuron di otak dengan semakin buruknya osmosis dan
munculnya stres oksidatif. Diabetes juga dikaitkan dengan meningkatnya
proses inflamasi yang menghasilkan sitokin yang dimungkinkan menimbulkan
efek neurotoksik. Keadaan khas lain yang terdapat pada penderita diabetes
mellitus adalah kondisi hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia dapat mengganggu
metabolisme amyloid beta (A) dan proliferasi protein tau yang menimbulkan
efek global di otak salah satunya gangguan kognitif.22

2.1.1

Hubungan Kualitas Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dengan Status


Kognitif
Evaluasi keberhasilan terapi DM dapat dilakukan pemeriksaan kimiawi
laboratorium Beberapa pemeriksaan yang bermanfaat untuk pemantauan
dan penentuan kualitas pengendalian gula darah adalah:19,23

a. kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan
b. kadar fruktosamin serum untuk menggambarkan kualitas pengendalian
selama 2-3 minggu sebelumnya
c. pemeriksaan kadar HbAlC yang dilakukan setiap 3 bulan

d. pemeriksaan tahunan seperti kolesetrol total, kolesterol LDL, kolesterol


HDL, trigliserida, kreatinin, dan mikroalbuminaria.
Dalam konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe-2
tahun 2006, diabetes dikatakan terkendali baik, apabila kadar glukosa darah,
lipid, HbAlc, status gizi, serta tekanan darah mencapai kadar yang
diharapkan.19
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
HbAlC (%)
Kolesterol Total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl)
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)
IMT (kg/m2)
Tekanan Darah (mmHg)

Baik
80-100
80-144
<6,5
<200
<100
>45
<150
18,5 - 23
< 130/80

Sedang
100-125
145-179
6,5-8
200-23
9
100-129
150-199
23-25
130-140/80-90

Buruk
>126
> 180
>8
>240
> 130
>200
>25
> 140/90

Tabel 2.2 Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus

Pemantauan hasil penatalaksanaan diabetes mellitus, pengukuran kadar


hemoglobin terglikosilasi (HbAlC) merupakan hal yang penting karena
pemeriksaan ini menghasilkan indeks rerata kadar glukosa darah selama
usia eritrosit 120 hari. Produk glikolisasi kolagen dan protein lain yang
berumur panjang dalam jaringan intestinum dan dinding vaskuler
mengalami serangkaian tata ulang kimiawi (yang berlangsung lambat) untuk
membentuk irreversible advanced glycosylation end products (AGE), yang
terus menumpuk di dinding pembuluh. AGE yang terbentuk ini memiliki
sejumlah sifat kimiawi-biologik yang berpotensi patogenik sehingga
menimbulkan berbagai komplikasi, terutama komplikasi kardiovaskuler.17

Suatu penelitian yang dilakukan oleh S.A. Ebady, et al (2008) dengan


metode case control menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata
nilai MMSE yang signifikan antara kelompok pengendalian diabetes
mellitus tipe-2 baik dengan kelompok pengendalian diabetes mellitus tipe-2
buruk (P = 0,002). Akan tetapi, perbedaan kejadian adanya kemunduran
status kognitif antara kedua kelompok ini tidak menunjukkan hasil yang
signifikan (P = 0,176).24

2.1.2

Hubungan Lama Menderita Diabetes Mellitus dengan Status Kognitif


Paparan hiperglikemia yang terus berkepanjangan dapat berkontribusi
terhadap kemunculan berbagai komplikasi diabetes mellitus. 16 Semakin
lama seseorang menderita diabetes mellitus dan semakin bertambah usia
penderita, semakin tinggi pula paparan hiperglikemia yang terjadi. Hal ini
dikarenakan setelah mencapai usia 30 tahun, konsenterasi gula darah akan
naik 1-2 mg% per tahun saat puasa dan naik sekitar 5,6-13 mg% pada 2 jam
setelah makan.15,25 Salah satu komplikasi pada pasien diabetes mellitus
lanjut usia adalah komplikasi mikrovaskuler.16 Pembuluh darah otak dapat
mengalami mikroangiopati yang luas dan dapat menyebabkan degenerasi
neuron generalisata.17 Keseluruhan mekanisme ini akhirnya terkait dengan
penurunan fungsi kognitif pada penderita lanjut usia dengan gangguan
pengendalian toleransi glukosa yang utamanya disebabkan karena disfimgsi
endotel,16

S.A. Ebady, et al (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa


terdapat perbedaan durasi penyakit yang signifikan antara kelompok
penderita diabetes mellitus dengan kemunduran kognitif dan kelompok
penderita diabetes mellitus tanpa kemunduran kognitif. Pada kelompok
penderita diabetes mellitus dengan kemunduran kognitif memiliki durasi
menderita diabetes mellitus yang lebih panjang daripada kelompok
penderita tanpa kemunduran kognitif (P = 0,004). Uji korelasi Pearson pada
penelitian ini menunjukkan korelasi negatif antara durasi penyakit dan skor
Mini Mental State Examinaion / MMSE (R = -0,408, P = 0,001).24
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rosebud O. Roberts, et al (2008)
menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia
saat onset dan durasi penyakit dengan Mild Cogitive Impairment (MCI).
MCI berhubungan dengan onset diabetes sebelum usia 65 tahun (OR, 2.20;
95% CI, 1.22-3.31), dan durasi menderita diabetes > 10 tahun (OR, 1.76;
95% CI, 1.16-2.68).26

2.1.3

Hubungan Terapi Diabetes Mellitus dengan Status Kognitif


Penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus secara umum dibagi menjadi
terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis
diberikan apabila penerapan terapi non farmakologis tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Terapi
non farmakologis meliputi perubahan gaya hidup dengan perbaikan pola

makan, meningkatkan aktivitas jasmani, dan edukasi. Sedangkan terapi


farmakologis meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi
insulin.20
Roberts, et al (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan signifikan antara MCI dengan pengobatan atau penatalaksanaan
diabetes mellitus. Pada penelitian ini, odds ratio (OR) untuk pengobatan
dengan insulin saja meningkat secara signifikan (OR, 2.05; 95% CI, 1.203.49), sedangkan ) untuk pengobatan dengan insulin dengan oral antidiabetes juga meningkat tetapi tidak signifikan (OR, 1.80; 95% CI, 0.486.71). Akan tetapi, pada penatalaksanaan dengan obat hipoglikemik oral
(OHO) saja dan penatalaksanaan non-farmakologis tidak terdapat hubungan
yang signifikan.26

2.1.4

Hubungan Komplikasi Diabetes Mellitus dengan Status Kognitif


Adanya paparan hiperglikemia yang berkepanjangan dapat berkontribusi
terhadap kemunculan komplikasi diabetes mellitus dalam berbagai cara,
termasuk komplikasi mikrovaskuler pada pasien diabetes mellitus lanjut
usia.16 Komplikasi yang dapat terjadi akibat diabetes mellitus, antara lain
angiopati, nefropati, retinopati, dan neuropati.17 Hasil dari suatu penelitian
oleh Roberts, et al (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara kemunduran fungsi kognitif dengan komplikasi diabetes.26

2.2 Faktor-faktor Risiko dan Penyebab Kemunduran Status Kognitif

Kemunduran kognitif adalah suatu diagnosis di mana individu memiliki


gangguan fungsi kognitif di luar yang diharapkan untuk usia dan pendidikan,
tetapi tidak mengganggu secara signifikan terhadap aktivitas sehari-hari
mereka. Gejala yang paling umum dari suatu kemunduran kognitif adalah
adanya kehilangan memori tanpa disertai kesadaran yang berkabut. Gejala lain
yang dapat timbul, antara lain gangguan bahasa, defisit atensi, dan penurunan
dalam keterampilan visuospatial.10,27 Suatu kemunduran kognitif dapat
disebabkan atau dipicu beberapa hal, antara lain:12,28,29
a. usia;
b. penyakit atau gangguan yang menyerang saraf pusat, seperti Parkinson's
c.
d.
e.
f.
g.
h.

disease, infeksi otak, TIA, epilepsy, dan tumor intracereberal;


trauma dan perdarahan otak;
gangguan psikotik;
konsumsi alkohol berat;
hipertensi;
gangguan tiroid,
diabetes mellitus.

Selain hal-hal tersebut, status pendidikan terakhir juga memiliki hubungan


yang signifikan terhadap kemunduran status kognitif.26
Suatu kemunduran kognitif yang ringan (Mild Cognitive Impairment/MCI)
dapat berkembang menjadi demensia (Severe Cognitive Impairment).28,29
Secara klinis munculnya demensia pada usia lanjut sering tak disadari karena
perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Penurunan fungsi
kognitif pada awal demensia sering dianggap wajar karena proses penuaan.
Sebagai akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus berlanjut hingga
mempengaruhi status fungsional pasien. Bila gejala penurunan kognitif dapat
dikenali lebih awal maka dapat dilakukan upaya-upaya peningkatan atau

paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tak jatuh dalam keadaan
demensia.9
Salah satu alat yang dapat digunakan sebagai skrining adanya
kemunduran kognitif adalah MMSE. MMSE terdiri dari 30 pertanyaan yang
dapat dijawab dalam waktu 30 menit. MMSE ini mudah digunakan dalam
praktek dokter umum sebagai gambaran awal status kognitif pasien yang
ditangani. Skor MMSE kurang dari atau sama dengan 24 menggambarkan
telah terjadinya gangguan kognitif pada orang tersebut.31

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP,
DAN HIPOTESIS
UsiaRiwayat trauma kepala dan atau perdarahan otak

3.1 Kerangka Teori

Riwayat Konsumsi Alkohol


Diabetes mellitus type-2
Kualitas penatalaksanaan gula darah
Lama menderita diabetes mellitus
Terapi diabetes mellitus
Komplikasi diabetes mellitus

Status Kognitif
Status
Pendidikan

Penyakit-penyakit lain, seperti:


penyakit/ gangguan sistem saraf pusat (infeksi, post stroke,dsb)
gangguan psikiatrik/ kejiwaan
gangguan tiroid
hipertensi

3.2 Kerangka Konsep


Faktor-faktor predisposisi dalam penelitian ini yang meliputi riwayat
konsumsi alkohol, riwayat trauma kepala dan atau perdarahan otak, dan
penyakit-penyakit lain termasuk kriteria eksklusi karena diasumsikan dapat
menjadi perancu hasil penelitian. Variabel usia, walaupun usia sampel seragam
yaitu usia geriatri atau > 60 tahun, akan dikelompokkan dengan interval 5
tahun kemudian dilakukan analisis deskriprif dan uji hubungan, Variabel status
pendidikan akan diukur, dilakukan analisis deskriptif, dam uji hubungan.
Variabel lama menderita diabetes mellitus akan diukur dan dilakukan uji
hubungan. Variabel kualitas pengendalian gula darah dan lama menderita
diabetes mellitus akan diukur dan dilakukan uji hubungan. Sedangkan variabel
penyakit akibat komplikasi diabetes mellitus akan diukur dan dilakukan
analisis deskriptif. Sehingga kerangka konsep penelitian ini menjadi sebagai
berikut:
Diabetes mellitus type-2
Kualitas penatalaksanaan gula darah
Lama menderita diabetes mellitus
Terapi diabetes mellitus
Komplikasi diabetes mellitus

Usia

Status Kognitif

Status Pendidikan

3.3 Hipotesis
3.3.1 Hipotesis Umum
Terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kognitif pada
penderita diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia
3.3.2

Hipotesis Khusus
1) Terdapat korelasi positif antara usia dengan status kognitif
penderita diabetes mellitus type-2 lanjut usia
2) Terdapat korelasi positif antara status pendidikan dengan status
kognitif penderita diabetes mellitus type-2 lanjut usia
3) Terdapat korelasi positif antara lama menderita dengan status
kognitif diabetes mellitus type-2 yang berbeda pada lanjut usia
4) Terdapat korelasi positif antara status pengendalian gula darah
baik, moderate, dan buruk dengan status kognitif pada pasien
diabetes mellitus type-2 lanjut usia
5) Terdapat korelasi positif antara jenis terapi dengan status kognitif
pada pasien diabetes mellitus type-2 lanjut usia

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian


1) Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam: Endokrinologi dan
Gerontologi
2) Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang
3) Penelitian dan pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih satu
bulan antara bulan Maret - Mei2011.

4.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis observational dengan pendekatan cross
sectional.

4.3 Variabel Penelitian


4.3.1 Variabel bebas
1) Usia
Skala : interval
2) Status pendidikan terakhir
Skala : ordinal
3) Lama menderita diabetes
Skala : rasio
4) Status pengendalian gula darah
Skala : ordinal

4.3.2

5) Terapi diabetes mellitus


Skala: nominal
Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah status kognitif

Skala : ordinal

4.4 Definisi Operasional


1) Usia
Usia adalah usia kronologis penderita diabetes mellitus type-2, dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir yang telah dilalui, dinyatakan dalam
satuan tahun, dikategorikan dalam:
a. 60-64 tahun
b. 65-69 tahun
c. 70-74 tahun
d. 75-79 tahun
e. >80 tahun
2) Status pendidikan terakhir
Status pendidikan terakhir adalah jenjang pendidikan yang berhasil
ditempuh penderita sesuai yang berlaku di Indonesia. Variabel ini
dikategorikan dalam:
a. Tidak bersekolah
b. Sekolah Dasar (SD) atau setara SD
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau setara SMP
d. Sekolah Menengah Atas (SMA) atau setara SMA
e. Perguruan Tinggi
3) Kualitas Pengendalian Gula Darah
Kualitas pengendalian gula darah adalah suatu tingkatan dalam evaluasi
terapi penatalaksanaan diabetes mellitus. Variabel ini diukur berdasarkan
kadar HbAlc penderita yang diperiksa minimal dalam 3 bulan terakhir,
kemudian diinterpretasikan berdasarkan kriteria pengendalian diabetes
mellitus, yaitu:19
a. Baik, untuk kadar HbAlc < 6,5
b. Moderate, untuk kadar HbAlc 6,5-8
c. Buruk, untuk kadar HbAlc >8

4) Lama Menderita Diabetes Mellitus


Variabel lama menderita diabetes mellitus merupakan selang waktu antara
penderita pertama kali didiagnosa diabetes mellitus secara klinis oleh
dokter hingga saat penelitian dilakukan.
5) Terapi Diabetes Mellitus
Terapi diabetes mellitus dibagi menjadi terapi non-farmakologis dan terapi
farmakologis. Terapi farmakologis dilakukan apabila terapi nonfarmakologis telah tidak mampu mengendalikan kadar gula darah
sebagaimana yang diharapkan. Terapi non-farmakologis adalah terapi
tanpa penggunaan agen obat-obatan, sedangkan terapi farmakologis adalah
terapi dengan penggunaan agen obat-obatan, antara lain obat hipogliemik
oral (OHO) dan insulin.19
Variabel ini dikategorikan sebagai berikut:
a. Terapi non-farmakologis
b. Terapi dengan OHO
c. Terapi dengan insulin
d. Terapi dengan OHO dan insulin
6) Komplikasi Diabetes Mellitus
Penyakit komplikasi adalah penyakit yang timbul akibat adanya penyakit
lain.32 Penyakit komplikasi akibat diabetes mellitus dapat berupa nefropati,
retinopati, angiopati, dan sebagainya.17 Variabel ini diukur berdasarkan
diagnosa dokter pasien diabetes mellitus.
7) Status Kognitif
Fungsi kognitif merupakan proses berpikir dan mengamati. Untuk menilai
status fungsi kognitif seseorang salah satunya dengan menggunakan

kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE). Skor MMSE dapat


dikategorikan sebagai berikut:
Baik/normal

: 25-30

Gangguan kognitif ringan

: 20-25

Gangguan kognitif sedang

: 10-20

Gangguan kognitif berat

: 0-10

4.5 Cara dan Skala Pengukuran


1) Usia
Variabel usia diukur dengan menggunakan kuesioner.
Skala: Interval
2) Status Pendidikan Terakhir
Variabel status pendidikan terakhir diukur dengan menggunakan
kuesioner.
Skala: Ordinal
3) Kualitas Pengendalian Gula Darah
Variabel kualitas pengendalian gula darah diukur dengan menggunakan
data sekunder melalui catatan medik.
Skala : ordinal
4) Lama Menderita Diabetes Mellitus
Variabel lama menderita diabetes mellitus diukur dengan menggunakan
data sekunder melalui catatan medik atau dengan wawancara langsung
kepada sampel dengan kuesioner apabila tidak tersedia catatan medik.
Hasil pengukuran yang didapat berdasarkan perhitungan tahun. Lama

berdasarkan bulan akan dikonversi menjadi lama berdasar tahun dengan


membaginya dengan 12 (1 tahun =12 bulan).
Skala: rasio
5) Terapi Diabetes Mellitus
Variabel ini diukur dengan menggunakan data sekunder melalui catatan
medis. Skala: Nominal
6) Komplikasi Diabetes Mellitus
Variabel ini diukur dengan menggunakan data sekunder melalui catatan
medis.

7) Status Kognitif
Variabel status kognitif diukur dengan melakukan pengujian langsung
kepada pasien dengan menggunakan kuesioner MMSE.
Skala: ordinal

4.6 Populasi dan Subjek Penelitian


4.6.1 Populasi Penelitian
a. Populasi target
Pasien dengan diabetes mellitus type-2 usia lebih dari 60 tahun.
b. Populasi terjangkau
Pasien dengan diabetes mellitus type-2 usia lebih dari 60 tahun
yang menjalani perawatan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
4.6.2 Subjek Penelitian
4.6.2.1 Besar Subjek33

z
n=

n=

a
1 P (1P)
2

d
1,9 x 0,5(10,5)
0,01

n = 49 subyek
Keterangan :
n

= besarnya subjek minimal

Z1-/2

= nilai Z pada derajat kemaknaan (95% = 1,96)

= proporsi yang diperkirsuatu kasus tertentu terhadap populasi


= 0,5

= derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan


= 1%

Rumus untuk n2 (subjek yang disesuaikan dengan kemungkinan adanya


drop out)
n2

= n1 + (10% x nl)

n2

= 49 + (10% x 49)
= 53,9 = 54 subjek

Jadi, dari hasil perhitungan jumlah subjek di atas didapatkan jumlah subjek
yang dibutuhkan adalah 54 penderita diabetes mellitus lanjut usia.
4.6.2.2 Cara Pengambilan Subjek
Pengambilan subjek menggunakan teknik consecutive sampling.
Pasien diabetes mellitus yang menjalani perawatan di poli rawat jalan
diabetes mellitus RS Dokter Karyadi dilakukan informed consent dan
kemudian dilakukan pemilihan sebagai sampel berdasarkan kriteria inklusi

dan eksklusi. Wawancara, pencarian data melalui catatan medik, dan


pengukuran status kognitif dilakukan pada pasien yang telah terpilih
sebagai subjek hingga terpenuhi jumlah minimal subjek yang dibutuhkan.
Apabila belum terpenuhi jumlah subjek yang dibutuhkan, pengambilan
data akan dilakukan secara aktif dengan mengunjungi tempat tinggal
pasien yang sebelumnya dilakukan pemilihan berdasarkan kriteria inklusi
melalui catatan medik.
4.6.2.3 Kriteria Inklusi
Pasien diabetes mellitus type-2
Usia lebih dari 60 tahun
Pernah dilakukan pemeriksaan HbAlC
Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
4.6.2.4 Kriteria Eksklusi
Memiliki
komorbiditas,
seperti
gangguan

jiwa,

gangguan/penyakit saraf pusat (infeksi dan post stroke), dan

hipertensi
Memiliki riwayat trauma kepala dan atau perdarahan otak
Memiliki riwayat konsumsi alkohol

4.7 Instrumen Penelitian


Alat pengumpul data dan instrument dalam penelitian ini terdiri dari rekam
medik subjek, kuesioner (terlampir), dan kuesioner Mini Mental State
Examination (MMSE).

4.8 Cara Pengumpulan Data


4.8.1 Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah:
a) data primer melalui:

wawancara kuesioner kepada sampel


penilaian status kemunduran kognitif dengan wawancara

kuesioner MMSE.
b) data sekunder melalui penilaian pengendalian gula darah dengan
melihat hasil pengukuran HbAlC terakhir, saat pertama kali
penderita didiagnosis diabetes mellitus, jenis terapi dan penyakit
komplikasi akibat diabetes mellitus yang menyertai yang dapat
diperoleh dari rekam medis.
4.8.2 Langkah kerja
a) Peneliti mendatangi responden dan melakukan informed consent
b) Peneliti memilih dan menetapkan sampel penelitian sesuai prosedur
cara pengambilan sampel yang telah dijelaskan di atas.
c) Peneliti melakukan wawancara dengan responden untuk memperoleh
data sesuai dengan kuesioner serta melakukan pengukuran status
kognitif.
d) Peneliti menilai dan mencari data mengenai status pengendalian gula
darah pada rekam medis, kemudian mengelompokkannya
e) Data yang diperoleh dikelompokan berdasarkan pengelompokannya
dan dilakukan analisa statistik

4.9 Analisis Data Penelitian


Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah dengan software
komputer. Semua data yang diperoleh pertama kali akan dilakukan analisis
univariat dan disajikan secara deskriptif. Selanjutnya, hipotesis akan dilakukan
uji hubungan korelasi antara seluruh variabel dengan status kognitif
menggunakan uji Spearman kecuali variabel penyakit komplikasi. Variabel

penyakit komplikasi akibat diabetes mellitus akan dilakukan analisis deskriptif


terhadap status kognitif.

4.10 Etika Penelitian


Sampel dan responden yang diwawancarai untuk pengisian kuesioner
pada penelitian ini diberi jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang
diberikan dan berhak untuk menolak menjadi responden. Sebelum melakukan
penelitian

terlebih

dahulu

responden

diberi

informed

concent

dan

menandatanganinya untuk legalitas persetujuan. Selain itu, penelitian ini juga


akan dilakukan ethical clearance sebelum dilakukan pengumpulan data
terhadap subjek penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Martono, Heru. Gerakan Nasional Pemberdayaan Lanjut Usia [homepage on


the internet]. c2008 [cited 2010 Nov 16]. Available from:
http://www.gemari.or.id/file/edisi88/gemari8933 .pdf
2. Boedhi-Darmojo, R. Gerontologi dan Geriatri di Indonesia. In: Sudoyo Aru
W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009; p. 924-33.
3. Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun
1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia [homepage on the internet].
C1998 [cited 2010 Dec 14]. Available from:
http://www.dpr.go.id/uu/uul 998/UUJ 99813 .pdf
4. World Health Organization. Definition of an Older of Elderly People
[homepage on the internet]. c2011 [cited 2011 Feb 7]. Available from:
http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefholder/en/index.html
5. Rachmawati Evy. Siapkanlah, Agar Hari Tua Bahagia! [homepage on the
internet]. c2008 [updated 2008 Jun 17; cited 2010 Dec 14]. Available
from:
http ://nasional.kompas. com/read/2008/06/17/2005 5984/Siapkanlah.
Agar.Hari.Tua.Bahagia.
6. Setiati S, Harimurti K, Govinda A. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. In:
Sudoyo Am W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009; p,
757-67.
7. Martono H, Pramantara EDP. Pelayanan Kesehatan, Sosial, dan Kesejahteraan
pada Usia Lanjut. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S,
Simadibrata M, editors. Buku Ajar Hmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing, 2009; p. 779-88.
8. Inouye SK, Studenski S, Tinetty ME, Kuchel GA. Geriatric Syndromes:
Clinical, Research, and Policy Implications of a Core Geriatric Concept
People. J Am Geriatr Soc [serial online]. 2007 [cited 2010 Dec 14];
55:780-791. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2409147/pdf/nihms46888.
pdf
9. Rochmah W, Hanmurti K. Demensia. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi
I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing, 2009; p. 837-44.
10. Encyclopedia Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health. Saunders
Elsevier; 2003. Dementia; p,479:
11. Seyfaddini R. Cognitive Functions in Diabetes Mellitus Patients. American
Journal of Applied Sciences [serial online]. 2006 [cited 2010 Nov 16]; 3
(1): 1682-1684. Available from;
http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas311682-1684.pdf
12. Velayudhan L, Poppe M, Archer N, Protisi P, Brown RG, Lovestone S. Risk

of Developing Dementia in People with Diabetes and Mild Cognitive


Impairent The British Journal of Psychiatry [serial online]. 2010 [cited
2010 Dec 16]; 196(1): 36-40, Available from:
http://bjp.rcpsych.Org/cgi/reprint/196/l/36
13 World Health Organization. Diabetes [homepage on the internet]. c2011 [cited
2011 Feb 7]. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
14. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates For The Year 2000 and Projections For 2030. Diabetes Care
[serial online]. 2004 [cited 2010 Nov 16]; 27(5): 1047-53. Available from:
http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047.full.pdf+html
15. Rochmah W. Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo Aru W,
Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009; p. 1967-72.
16. Suastika K. Patogenesis Komplikasi Mikrovaskuler pada Diabetes. In
Kumpulan Naskah Ilmiah Obesitas, Sindrom Metabolik, Diabetes,
Dislipidemia, Penyakit Tiroid. Denpasar: Udayana University Press, 2006;
p. 147-150
17. Clare-Salzler MJ, Crawford JM, Kumar V. Pankreas. In: Hartanto H,
Darmaniah N, Wulandari N, editors. Robbins Buku Ajar Patologi Vol. 2
Ed. 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007; p. 711-734
18. Pumamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. In: Sudoyo Aru
W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna Publishing, 2009; p. 1880-83.
19. Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe-2 di
Indonesia. Jakarta: PB Perkeni. 2006,
20. Yunir E, Soebardi S. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Mellitus. In:
Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, 2009; p.
1891-95
21. Darmono, Suhartono T, Pemayu TGD, Padmomartono FS, editor. Naskah
Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Nerbagai Aspek Penyakit Dalam.
Semarang: Badan Penerbit Undip; 2007.
22. Umegaki H. Pathophysiology of cognitive dysfunction in older people with
type 2 diabetes: vascular changes or neurodegeneration? Age Ageing
[serial online]. 2010 [cited 2011 Feb 18]; 39(1):8-10. Available from:
http://ageing.oxfordjournals.Org/content/39/l/8.full
23. Rachmawati B. Diabetes Mellitus. In: Suromo LB, Samsuria IK, editors.
Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik JJ. Semarang; Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2008; p. 44-51.
24. Ebady SA, Arami MA, Shafigh MH. Investigation on The Relationship

Between Diabetes Mellitus Type 2 and Cognitive Impairment. Diabetes


Research and Clinical Practice [serial online]. 2008 [cited 2010 Nov 16];
82: 305-309. Available from:
http ://www.diabetesresearchclinicalpractice. com/article/SO 1688227(08)00394-X/pdf
25. Martono H, Pranaka K, Rahayu RA, Joni B, Huda IS,MurtiY. Diabetes
Mellitus pada Lanjut Usia. In: Darmono, Suhartono T, Pemayun TGD,
Padmomartono FS, editor. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau
dari Berbagai Aspek Penyakit Dalam Semarang: Badan Penerbit Undip;
2007; p. 301-318
26. Roberts OR, Geda YE, Knopman DS, Teresa JH, Christianson BS, Pankratz
SV, et al. Duration and Severity of Diabetes Are Associated with Mild
Cognitive Impairment. Arch. Neurol, [serial online]. 2008 [cited 2011 Feb
18]; 65(8): 1066-1073. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2630223/pdf/nihms82737.pdf
27. Mild Cognitive Impairment: What do we now? [homepage on the internet].
c2006 [cited 2010 Dec 16]. Available from:
http://www.gerontology.vt.edu/docs/Gerontology_MCI_final.pdf
28. Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Generalisata. In;
Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi
Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Vol.2 Ed.6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2006; p. 1133-56
29. Visser PJ. Mild Cognitive Impairment. In: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley
JE, editors. Principles and Practice of Geriatric Medicines Ed.4. New
York: John Wiley & Sons, Ltd.; 2006; p. 94-100.
30. Caritas Health Group. Instructions for Administration of Mini-Mental State
Examination [homepage on the internet]. c2001 [cited 2010 Nov 16],
Available from:
http ://www. palliative. org/PC/Clinicallnfo/
AssessmentTools/instruct%20for %20admin%20mmse.pdf
31. Pezzotti P, Scalmana S, Mastromattei A, Di Lallo D. The Accuracy Of The
MMSE In Detecting Cognitive Impairment When Administered By
General Practitioners: A Prospective Observational Study. BMC Fam
Pract [serial online]. 2008 [cited 2011 Feb 18]; 9:29. Available from:
http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1471-2296-9-29.pdf
32. Encyclopedia Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health. Saunders
Elsevier; 2003. Complicating disease; p.404
33. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
2010

INFORMED CONSENT
LEMBAR PERSETUJUAN CALON SUBJEK
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya telah membaca lembar informasi pasien
penelitian.
Saya telah cukup menerima informasi mengenai tujuan dan jalannya
penelitian.

Saya setuju berpartisipasi dalam penelitian.

Saya menerima bahwa data penelitian ini akan dirahasiakan oleh peneliti.

Saya tahu bahwa saya dapat menarik diri dari penelitian kapan saja tanpa
efek negatif.

Dalam rangka keperluan penelitian, saya setuju bahwa data yang


dikumpulkan selama penelitian ini dapat diproses dengan sistem komputer.

Saya mempunyai hak untuk meminta data-data saya sendiri setiap waktu
kepada peneliti.

Nama saya atau setiap bahan yang mengidentifikasikan saya sebagai


partisipan dari penelitian ini tidak akan diumumkan tanpa persetujuan
tertulis.

Saya menyatakan bahwa saya telah jujur menjawab segala hal yang berkaitan
dengan riwayat medis saya dan saya akan mengikuti semua petunjuk dan
peraturan yang dikenakan kepada saya oleh staf penelitian yang namanya
tercantum pada lembar kuesioner.

Nama

Faizal Armando Nugroho

Tanda tangan

Tanda tangan

Tanggal

Tanggal

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN DIABETES MELLITUS TYPE-2 TERHADAP
STATUS KOGNITIF PADA PENDERITA LANJUT USIA
Tanggal diisi : / /
1.

DATA IDENTITAS PASIEN


No. ID Pasien : --

KODE

2.

Nama pasien :

3.

Alamat
: RTRWDesa/Kel.
Kec
Kota

4.

Jenis kelamin :
1. Pria
2. Wanita

5.

Usia: tahun
a. 60-64 tahun
b. 65-69 tahun
c. 70-74 tahun
d. 75-79 tahun
e. >80 tahun

6.

Apakah Anda masih aktif bekerja saat ini?


1. Ya, sebutkan

2. Tidak

7.

Status pernikahan
1. Menikah
2. belum menikah
3. duda/janda

8.

Apakah pendidikan formal terakhir yang sudah ditamatkan


Saudara?
1. Tidak sekolah
2. SD / sederajat
3. SMP / sederajat
4. SMA / sederajat
5. Perguruan tinggi

9.

No Telp. yang dapat dihubungi:

10.

PERTANYAAN SKRINING (INKLUSI DAN EKSKLUSI)


Apakah pasien memiliki riwayat gangguan jiwa?
1. Tidak
2. Iya

KODE
(
)

11.

Apakah pasien memiliki gangguan atau penyakit saraf?


1. Tidak
2. Ya

12.

Apakah pasien memiliki riwayat trauma kepala?


1. Tidak
2. Ya

13.

Apakah pasien pengkonsumsi alkohol?


1. Tidak
2. Ya

Keterangan:
- Jika salah satu pertanyaan ada jawaban "ya", pasien eksklusi
- Kode esklusi = E, sedangkan inkusi = I
- Pertanyaan dapat ditanyakan pada keluarga pasien
DATA LAMA MENDERITA DIABETES MELLITUS
14.
Saat usia berapa pasien didiagnosa/dinyatakan menderita
diabetes mellitus?
................................................ Tahun

KODE
(
)

15.

Berapa lama pasien menderita diabetes mellitus?


................................................ Tahun

16.

Pemeriksaan HbAlC terakhir yang dilakukan pasien


Tanggal .. Minggu ke .. bulan.. tahun
Kadar HbAlC = ..
1. <6,5
2. 6,5-8
3. >8

18.

Kadar gula darah puasa = ..mg/dl


1. 80-100 mg/dl
2. 100-125mg/d
3. > 125 mg/dl

19.

Kadar gula darah 2 jam post prandial = .. mg/dl


1. 80-144 mg/dl
2. 145-179mg/d
3. > 180 mg/dl

20.

Kolesterol Total = .. mg/dl


1. < 200 mg/dl
2. 200-239mg/d
3. > 240 mg/dl

17.

21.

Kolesterol LDL = .. mg/dl


1. < 100 mg/dl
2. 100-129mg/d
3. > 130 mg/dl

22.

Kolesterol HDL = .. mg/dl


1. < 45 mg/dl
2. > 45 mg/dl

23.

Trigliserida = .. mg/dl
1. < 150 mg/dl
2. 150-199mg/dl
3. > 200 mg/dl

24.

Berat Badan = ..kg


Tinggi Badan = ..cm
IMT
= ..
1. 18,5-23
2. 23-25
3. >25

25.

Tekanan Darah =.. mmHg


1. < 130/80
2. 130-140/80-90
3. > 140/90

DATA TERAPI DIABETES MELLITUS


Bagaimanakah pengobatan/penatalaksanaan penyakit pasien
saat ini?
1. Non-farmakologis
2. Terapi obat hioglikemi oral (OHO)
3. Terapi Insulin
4. Terapi Insulin + OHO

KODE
(
)

27.

Telah berapa lama mendapat terap tersebut?


......

28.

Selain obat tersebut di atas, apakah pasien mengonsumsi obat


lain?
1. Tidak
2. Ya, Sebutkan
....
Tujuan Pengobatan ....

26.

DATA KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS


Apakah pasien telah didiagnosis/dinyatakan mengalami
penyakit akibat diabetes mellitus yang dideritanya ?
1. Tidak
2. Ya

KODE
(
)

30.

Jika ya, jenis penyakit komplikasi apa yang diderita?


1. angiopati
2. neuropati
3. dislipidemia
4. Iain-lain, sebutkan ..

31.

Sudah berapa lama pasien menderita komplikasi tersebut?


......

DATA STATUS KOGNITIF


Skor MMSE = ....
1. normal
2. mild/ringan
3. moderate/sedang
4. severe/berat

KODE
(
)

29.

32.

Periksa sekali lagi supaya tidak ada pertanyaan yang terlewat!


Ucapkan terima kasih kepada responden
No
1.
2.
3.
4.

KETERANGAN PEWAWANCARA
Nama Pewawancara (Surveyor)
:
No Telp Pewawancara (Surveyor) :
Tanggal / Bulan wawancara
:
Hasil Kunjungan :
Lengkap
Selesai sebagian, karena ..
Ditangguhkan, karena ..

5.
6.
7.

Wawancara dimulai jam selesai jam


Lama Wawancara menit
Kesan-kesan responden selama wawancara:
1. Formal
2. Santai
3. Ketakutan
4. Gelisah

8.

Catatan tentang jalannya wawancara


(diisi setelah wawancara selesai!)
1) Wawancara berjalan tersendat-sendat

KODE

1. Ya 2. Tidak
2) Kerja sama dari responden kurang baik
1. Ya 2. Tidak
3) Wawancara terganggu karena kehadiran pihak ketiga
1. Ya 2. Tidak
4) Daya tangkap responden terhadap pertanyaan kurang
l. Ya 2. Tidak
5) Catatan Lain yang perlu ditambahkan, tulis pada ruangan
ini!

9.

Tanda tangan pewawancara (surveyor)

(..)

No
1.
2.
3.

KETERANGAN PEMERIKSA
Nama Pemeriksa Silang
:
Diperiksa Tanggal / bulan
:
Tanda tangan pemeriksa
:

4.
5.
6.

(..)
Nama Supervisor / pengawas surveyor
Diperiksa tanggal / bulan
Tanda tangan supervisor
:

:
:

(..)
MINI-MENTAL STATE EXAMINATION
Nilai Maks
Nilai

Orientasi

Sekarang ini (tahun), (musim), (tanggal), (hari) apa?

Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (rumah sakit),

(lantai/kamar)

2
1

(
(

)
)

1
1

(
(

)
)

Total Score

Registrasi
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda: 1 detik untuk
setiap benda. Kemudian pasien diminta mengulangi nama
ketiga objek tadi. Berilah nilai 1 untuk tiap nama objek yang
benar.
Ulangi lagi sampai pasien menyebut dengan benar: (bola, kursi,
buku)
Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah: ...................... kali
Atensi dan Kalkulasi
Pengurangan 100 dengan 7. Niali 1 untuk setiap jawaban benar.
Hentikan setelah 5 jawaban, atau eja secara terbalik W A H Y
U (Nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;
misal: UYAHW = 2 nilai)
Mengenal Kembali
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama objek di atas tadi.
Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban benar
Bahasa
Apakah nama benda ini? Perlihatkanlah pinsil dan arloji
Pasien disuruh mengulangi kalimat berikut: JIKA TIDAK,
DAN ATAU TAPI
PASIEN DISURUH LAKUKAN PERINTAH: Ambil kertas
itu dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua, dan letakkan di
lantai
Pasien disuruh membaca dan kmudian melakukan perintah
kalimat Pejamkan mata Anda
Pasien disuruh menulis kalimat lengkap spontan (tulis apa saja)
Pasien disuruh menggambar bentuk di bawah ini

Вам также может понравиться