Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pembimbing:
dr. Bambang, Sp.OT
Disusun oleh:
Danny Aminati
G1A014037
Khozatin Zuni F
G1A013099
Nurvita Pranasari
G1A013100
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
PRIMERY MALIGNANT BONE TUMOR CRURIS PROKSIMAL
SINISTRA
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Disusun Oleh :
Danny Aminati
G1A0140037
Khozatin Zuni F
G1A013099
Nurvita Pranasari
G1A013100
Pada tanggal,
Januari 2015
Mengetahui
Pembimbing,
BAB I
LAPORAN KASUS
1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Agama
Suku bangsa
Status marital
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal pemeriksaan
Nomor CM
2.
: Sdr. P
: Laki-laki
: 18 tahun
: Islam
: Jawa
: belum menikah
: Ds. Cisuru 4/1 Cilacap
: 28 Januari 2015
: 29 Januari 2015
: 537966
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
A. KELUHAN UTAMA
Benjolan di daerah lutut kiri
B. KELUHAN TAMBAHAN
Nyeri senut-senut yang hilang timbul pada benjolan di lutut kiri, nafsu
makan menurun, tidak dapat melakukan aktivtas seperti remaja
seusianya karena tidak bisa berjalan, terdapat luka pada benjolan, dan
badan terasa lemas
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke poli ortopedi RSMS tanggal 28 Januari 2015 dengan
keluhan benjolan di lutut kiri sejak 1-11-2013 yang lalu, awalnya pasien
mengetahi ada benjolan hanya sebesar telur ayam kampung dibawah lutut
kiri bagain samping dalam. Ketika benjolan itu muncul disertai dengan
rasa nyeri pada kaki. Karena nyeri tersebut pasien tidak bisa berjalan. Hal
ini terjadi secara mendadak. kemudian keluarga membawa pasien ke RS
Majenang pada tanggal 13-1-2014, di RS tersebut pasien di rawat inap
untuk dilakukan pemeriksaan pataologi anatomi dan pada tanggal 21-12014 hasil patologi anatomi keluar. Dari dokter Rs Majenang merujuk
pasien ke RSMS. Ketika di RSMS, dokter menyarankan untuk diamputasi,
akan tetapi pasien tidak mau. Akhirnya benjolan tersebut semakin lama
semakin membesar disertai keluhan-keluhan lain. Pada tanggal 28-1-2015,
pasien ke poli ortopedi RSMS, pasien mengeluhkan benjolan sudah
memebesar 25 cm sangat keras, nyeri senut-senut yang hilang timbul
pada benjolan di lutut kiri, nafsu makan menurun, tidak dapat melakukan
aktivtas seperti remaja seusianya karena tidak bisa berjalan, terdapat luka
pada benjolan, dan badan terasa lemas.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
-
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Tanggal 29 Desember 2015
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Pemeriksaan Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstrimitas atas:
Dextra
: dbn
Sinistra
: dbn
Ekstrimitas bawah:
Dextra:
: dbn
Sinistra
: terdapat kelainan
4.
RESUME
a.
Anamnesis
Pasien datang ke poli ortopedi RSMS dengan keluhan benjolan di lutut
kiri sejak 1,5 tahun yang lalu, benjolan hanya sebesar telur ayam kampung,
ada nyeri di sekitar kaki kiri, disertai tidak bisa berjalan karena nyeri. Hal ini
terjadi secara tiba-tiba. Benjolan dirasakan semakin membesar secara
progresif, sangat nyeri sebut-senut hilang timbul. Pasien juga tampak pucat,
pasien pernah di biopsi 1 kali, pasien sudah di motivasi untuk amputasi
namun menolak.
b.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
DIAGNOSIS
Primery Malignant Bone Tumor Cruris Proksimal Sinistra
6.
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Laboratorium
Hb, eritrosit, leukosit, Ht , sedimen urine, Ureum dan Creatinin,
SGOT, SGPT, trombosit, PT, APTT, CEA, HbSAg.
Foto polos X-ray regio patella sinistra dan foto X-ray thorak AP
Ct scan dengan kontras untuk mengetahui penyebaran tumor
7.
8.
PENATALAKSANAAN
Konservatif:
1. Managemen nyeri
2. Mengobati infeksi sekunder
3. Kemoterapi
Operatif
1. Amputasi
9.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad malam
Quo ad functionam
: Dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI
1. Anatomi
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada daerah intra-seluler.
Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage
proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam
kalsium. Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :
1. Tulang panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia,fibula, ulna dan
humerus,dimana daerah batas disebut diafisis dan daerah yang
berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Daerah ini
merupakan daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif
dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan
perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan
menyebabkan
2. Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan
mempunyai lima fungsi utama, yaitu:
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alatalat dalam seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paruparu.
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam.
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk
memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan trombosit.
Pertumbuhan tulang dibagi atas:
1. Pertumbuhan memanjang tulang
Pertumbuhan interstisial tidak dapat terjadi di dalam tulang,Oleh karena
itu pertumbuhan interstisial terjadi melalui proses osifikasi endokondral
pada tulang rawan. Ada dua lokasi pertumbuhan tulang rawan pada
tulang panjang, yaitu:
a. Tulang rawan artikuler
kemungkinan
dan
pertumbuhan
sistem
muskuloskeletal
epifisis.Epifisis
dan
lempeng
epifisis
mempunyai
Zona pertumbuhan
Germinal
Proliferasi
Palisade
2) Zona transformasi tulang rawan
Hipertrofi
Kalsifikasi
Degenerasi
3) Zona osifikasi
Vascular entry
Osteogenesis
2.
3.
intramembran.
Remodelling tulang
Selama pertumbuhan memanjang tulang maka daerah metafisis
mengalami remodelling (pembentukan) dan pada saat yang bersamaan
epifisis menjauhi batang tulang secara progresif.
3. Definisi
Osteosarkoma (osteogenik sarkoma) merupakan neoplasma sel
spindle yang memproduksi osteoid. Osteosarcoma adalah tumor ganas
primer dari tulang yang ditandai dengan pembentukan tulang yang
immatur atau jaringan osteoid oleh sel-sel tumor (Patel & Benjamin, 2008;
Picci, 2011).
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di
mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat
aktif; yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal
humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas 50 tahun, osteosarkoma
bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease, dengan prognosis
sangat jelek (Kawiyana, 2009).
4. Etiologi
Di Amerika Serikat insiden pada usia kurang dari 20 tahun adalah
4.8 kasus per satu juta populasi. Insiden dari osteosarkoma konvensional
paling tinggi pada usia 10-20 tahun, Setidaknya 75% dari kasus
osteosarkoma
adalah
osteosarkoma
konvensional.
Observasi
ini
semua ras dan etnis, tetapi lebih sering pada afrika amerika daripada
kaukasian. Osteosarkoma konvensional lebih sering terjadi pada pria,
dengan rasio 3:2 terhadap wanita. Perbedaaan ini dikarenakan periode
pertumbuhan skeletal yang lebih lama pada pria (Springfield, 2006; Patel
& Benjamin, 2008; Mehlman & Charles, 2014).
5. Faktor Resiko
Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat
berbagai faktor resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu: (Mehlman &
Charles, 2014)
a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat
terlihat sebagai predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa
insidennya
meningkat
remaja.
Lokasi
6. Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun
75% dari osteosarkoma masuk kedalam kategori klasik, yang termasuk
osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan
sisanya sebesar 25% diklasifikasikan sebagai varian berdasarkan:
a. Karakteristik klinik, seperti pada kasus osteosarkoma rahang,
osteosarkoma postradiasi, atau osteosarkoma paget;
b. Karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic,
osteosarkoma small-cell, atau osteosarkoma epithelioid; dan
c. Lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal (Geoff,
2010; Mehlman & Charles, 2014)
Osteosarkoma klasik paling sering ditemui pada metafisis tulang
panjang, terutama pada distal femur (52%) dan proximal tibia (20%)
dikarenakan proses pertumbuhan tulang pada tempat tersebut cukup tinggi.
Tempat lainnya yang juga sering adalah pada metafisis humerus proximal
(9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis atau epifisis.
Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga menunjukkan predileksi yang
sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal,
lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena penyakit Paeget yang
biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal (Patel & Benjamin, 2008;
Picci, 2011; Mehlman & Charles, 2014).
sistem
stadium
berdasarkan
derajat,
penyebaran
7. Gejala Klinis
Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan
sebelum pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah
nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas dan massa atau pembengkakan.
Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada
osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi,
terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi
fraktur patologis (Patel & Benjamin, 2008; Mehlman & Charles, 2014)
Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat
pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari
lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam jarang terjadi.
Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala
respiratorik. Gejala paru muncul bila terjadi keterlibatan paru yang luas
(Mehlman & Charles, 2014).
darah
untuk
kepentingan
prognosa
adalah
lactic
magnesium, phosphorus.
Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine (Patel &
Benjamin, 2008).
2. Radiologi
Pemeriksaan x-ray merupakan modalitas utama yang digunakan
untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI
digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT scan kurang sensitf bila
dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat
digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone
scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada
tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat
menggantikan bone scan (Mehlman & Charles, 2014).
a. X-Ray
Foto polos merupakan hal yang berguna dalam evaluasi
pertama dari lesi tulang karena hasilnya dapat memprediksi
diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih jauh yang tepat.
Gambaran
foto
polos
dapat
bervariasi,
tetapi
kebanyakan
telangiectatic
secara
umum
menunjukkan
gambaran litik, dengan reaksi periosteal dan massa jaringan lunak. Ketika
batas tumor berbatas tegas, dapat menyerupai gambaran aneurysmal
bone cyst. Osteosarkoma Small-cell terlihat sama dengan gambaran
osteosarkoma klasik, yang mempunyai gambaran campuran antara litik
dan sklerotik. Osteosarkoma intraosseous low-grade dapat berupa litik,
sklerotik atau campuran; seringkali mempunyai gambaran jinak dengan
batas tegas dan tidak adanya perubahan periosteal dan massa jaringan
lunak (Mehlman & Charles, 2014).
Gnathic tumor dapat berupa litik, sklerotik atau campuran dan
sering terjadi destruksi tulang, reaksi periosteal dan ekstensi pada
jaringan lunak. osteosarkoma intracortical dideskripsikan sebagai
gambaran radiolusen dan geographic, dan mengandung mineralisasi
internal dalam jumlah yang kecil. Osteosarkoma derajat tinggi
mempunyai gambaran massa jaringan lunak yang luas dengan berbagai
derajat mineralisasi yang muncul dari permukaan tulang. Osteosarkoma
parosteal secara tipikal merupakan tumor berdensitas tinggi yang muncul
dari area tulang yang luas. Tidak seperti osteochondroma, osteosarkoma
parosteal tidak melibatkan kavitas medulla tulang (Geoff, 2010).
b. CT Scan
CT dapat berguna secara lokal ketika gambaran foto polos
meragukan, terutama pada area dengan anatomi yang kompleks
(contohnya pada perubahan di mandibula dan maksila pada osteosarkoma
gnathic dan pada pelvis yang berhubungan dengan osteosarkoma
sekunder). Gambaran cross-sectional memberikan gambaran yang lebih
jelas dari destruksi tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya
dibandingkan foto polos. CT dapat memperlihatkan matriks mineralisasi
dalam jumlah kecil yang tidak terlihat pada gambaran foto polos. CT
terutama sangat membantu ketika perubahan periosteal pada tulang pipih
sulit untuk diinterpretasikan. CT jarang digunakan untuk evaluasi tumor
pada tulang panjang, namun merupakan modalitas yang sangat berguna
untuk menentukan metastasis pada paru (Geoff, 2010).
CT sangat berguna dalam evaluasi berbagai osteosarkoma varian.
Pada osteosarkoma telangiectatic dapat memperlihatkan fluid level, dan
jika digunakan bersama kontras dapat membedakan dengan lesi pada
aneurysmal bone cyst dimana setelah kontras diberikan maka akan
terlihat peningkatan gambaran nodular disekitar ruang kistik (Geoff,
2010).
c. MRI
MRI merupakan modalitas untuk mengevaluasi penyebaran lokal
dari tumor karena kemampuan yang baik dalam interpretasi sumsum
tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan tehnik pencitraan yang paling
akurat untuk menentuan stadium dari osteosarkoma dan membantu dalam
menentukan manajemen pembedahan yang tepat. Untuk tujuan stadium
dari tumor, penilaian hubungan antara tumor dan kompartemen pada
tempat asalnya merupakan hal yang penting. Tulang, sendi dan jaringan
lunak yang tertutupi fascia merupakan bagian dari kompartemen (Geoff,
2010).
mengandung
tumor,
keterlibatan
epifisis,
dan
sangat
ekstensif.
Selain itu
angiografi
dilakukan
untuk
merupakan
diagnosis
pasti
untuk
menegakkan
10. Penatalaksanaan
Preoperatif
kemoterapi
diikuti
dengan
pembedahan limb-
sparing (dapat dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif
kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan
tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan
dalam manajemen rutin (Springfield, 2006; Mehlman & Charles, 2014).
a. Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970),
osteosarkoma ditangani secara primer hanya dengan pembedahan
(biasanya amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal
dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang
biasanya
berada
pada
paru-paru.
Tingginya
tingkat
rekurensi
sangat
penting
pada
penanganan
pasien
dengan
dapat
mempermudah
melakuan
prosedur
operasi
adalah
kemoterapi
preoperatif
(preoperative
dari
tumor
ekstremitasnya.
dan
sekaligus
Pemberian
masih
kemoterapi
dapat
mempertahankan
postoperatif
paling
baik
dan
infeksi
dapat
menjadi
besar. Durabilitas
merupakan
permasalahan
tersendiri
pada
Oleh
karena
itu
direkomendasikan
untuk
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis termasuk lokasi dan besar dari
tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang
dinilai setelah kemoterapi (NCI, 2010; Mehlman & Charles, 2014).
a. Lokasi tumor
Lokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada
tumor yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas,
lokasi yang lebih distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik
daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal. Tumor yang berada pada
tulang belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas
dan kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari
semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar 20% 47%.
b. Ukuran tumor
Tumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih
buruk dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung
berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari
dimensi area cross-sectional.
c. Metastase
Pasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang
lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien
akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru
merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosa pasien dengan
metastase bergantung pada lokasi metastase, jumlah metastase, dan
resectability dari metasstase. Pasien yang menjalani pengangkatan
lengkap dari tumor primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin
dapat bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan
prediksi bebas tumor hanya sebesar 20% sampai 30% untuk pasien
dengan metastase saat diagnosis.
Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul
pulmoner yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul
yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi
bukan berarti metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi
tetap merupakan faktor prognostik. Pasien dengan skip metastase dan
osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih buruk
d. Reseksi tumor
Kemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor
prognosa karena osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi.
Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor penting
untuk kesembuhan.
e. Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapi
Kebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan
dari kemoterapi sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi
B. PEMBAHASAN
Osteosarkoma disebut juga osteogenik sarkoma adalah suatu
neoplasma ganas yang berasal dari sel primitif (poorly differentiated cells) di
daerah metafise tulang panjang, terutama pada femur distal dan tibia
proksimal dan dapat pula ditemukan pada radius distal dan humerus
proksimal. Disebut osteogenik oleh karena perkembangannya berasal dari seri
osteoblastik sel mesensim primitif. Osteosarkoma merupakan neoplasma
primer dari tulang yang paling sering terjadi. Osteosarkoma adalah tumor
tulang dengan angka kematian 80% setelah 5 tahun didiagnosis.
Osteosarkoma klasik didefinisikan dengan sarkoma sel spindel dengan derajat
malignansi tinggi dan sangat khas memproduksi matriks osteoid (Patel &
Benjamin, 2008; Picci, 2011; Mehlman & Charles, 2014)
Terdapat dua elemen yang penting pada pemeriksaan histologis dari
tumor. Pertama yang didapat dari biopsi yaitu tipe dari tumor, dan kedua
didapat dari reseksi definitif setelah kemoterapi untuk menilai respon
terhadap pengobatan. Secara umum karakteristik dari osteosarkoma adalah
adanya osteoid pada lesi (Springfield, 2006; Mehlman & Charles, 2014)
Sel stromal dapat berbentuk spindle dan atipikal, dengan nucleus yang
berbentuk irregular. Terdapat beberapa tipe osteosarkoma yang berbeda, dan
gambarannya
dikelompokkan
dengan
sel
yang
paling
banyak
kortek tulang, pada aspek posterior distal dari femur (Springfield, 2006;
Mehlman & Charles, 2014)
Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen, paling sering
ke paru atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah
mengalami metastase pada saat diagnosis ditegakkan. Metastase secara
limpogen hampir tidak terjadi (Kawiyana, 2009; Mehlman & Charles, 2014).
Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan,
angiografi dan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi. Prognosis
osteosarkoma tergantung pada staging dari tumor dan efektif-tidaknya
penanganan (Picci, 2011).
Penanganan osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan
kemoterapi, baik pada preoperasi (induction = neoadjuvant chemotherapy),
dan pascaoperasi (adjuvant chemotherapy). Pengobatan secara operasi,
prosedur Limb Salvage merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi
suatu osteosarkoma. Follow-up post-operasi pada penderita osteosarkoma
merupakan langkah tindakan yang sangat penting (Kawiyana, 2009).
BAB III
KESIMPULAN
Osteosarkoma merupakan tumor ganas, Dalam tubuh manusia terdapat
rangka matang yang terdiri dari tulang, jaringan fibrosa dan rawan. Dari sel-sel ini
atau jaringan mesenkim primitif asalnya, bisa berkembang neoplasma rangka
primer jinak atau ganas. Neoplasma juga bisa muncul dari jaringan tubuh mana
saja yang nantinya akan menginvasi tulang dan menyebabkan destruksi tulang
local, hal ini lah yang dinamakan neoplasma sekunder. Pada pasien dengan
neoplasma, tujuan perawatan yang diberikan adalah untuk menyembuhkan tulang
yang terserang penyakit dan tentu saja menghilangkan tumor jika tumor tersebut
dianggap berbahaya. Terapi mencakup pembedahan, kemoterapi, dan radiasi yang
tergantung pada tipe tumor dan penyebarannya. Perawatan tumor tulang
metastatic sering bersifat palliative, yaitu hanya meredakan gejala tetapi tidak
untuk menyembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
T.
Charles.
2010.
Osteosarcoma.
http://emedicine.medscape.com/atricel/1256857-overview. 4 Januari
2015.
Patel SR, Benjamn RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone
Metastases. Dalam:kasper DL et al. Harrisons Priciples of Internal
Medicine 17th ed. USA: McGRAW-HILL
Picci P. 2007. Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma). Orphanet Hournal of Rare
Disease. http;//www.OJRD.com/content/2/2/6