Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
vertikal di perforasi serendah mungkin sehingga interval perforasi jauh dari gas
cap untuk menunda terjadinya gas coning. Untuk reservoir yang mempunyai
kedua kondisi ini yaitu reservoir dengan dasar air dan gas cap, sumur vertikal
diperforasi di dekat pusat dari tinggi formasi produktif atau dibawah pusat dekat
formasi yang terisi air. Hal ini disebabkan karena kecendrungan coning adalah
berbanding terbalik dengan perbedaan densitas dan berbanding lurus dengan
viscositas. Perbedaan densitas antara gas dengan minyak lebih besar daripada
perbedaan densitas antara air dan minyak. Karena itu, gas lebih mempunyai
kecendrungan untuk terjadinya coning dari pada air. Viscositas gas lebih rendah
daripada viscositas air dan untuk tekanan drawdown yang sama direservoir, laju
alir gas akan lebih tinggi daripada laju alir air.
Salah satu sebab utama terjadinya coning adalah tekanan drawdown. Pada
Gambar 4.1, sumur vertikal memperlihatkan tekanan drawdown yang besar
didekat lubang sumur. Tekanan drawdown yang besar disekitar lubang sumur
yang menyebabkan terjadinya coning. Kebalikan dari itu, tekanan drawdown yang
rendah menunjukan terjadinya coning cendrung minimum. Untuk mencapai aliran
produksi yang sesuai, harus memberikan tekanan drawdown yang lebih besar
pada reservoir dengan permeabilitas rendah daripada reservoir dengan
permeabilitas tinggi. Dengan demikian reservoir dengan permeabilitas tinggi
kurang memperlihatkan kecendrungan terjadinya coning daripada reservoir
dengan permeabilitas rendah. Pada tekanan drawdown, besarnya pressure drop di
dasar sumur dengan reservoir permeabilitas tinggi lebih kecil dibandingkan
dengan reservoir dengan permeabilitas rendah. Dengan demikian reservoir dengan
permeabilitas tinggi menunjukan kecendrungan terjadinya masalah coning rendah
karena tekanan drawdown di sekitar lubang sumur kecil.
Coning dapat dikurangi dengan meminimalkan tekanan drawdown. Laju
produksi
minyak
sebanding
dengan
tekanan
drawdown,
dan
dengan
Gambar 4.1.
Perbandingan Tekanan Drawdown di Lubang Sumur 16)
Horisontal dan Vertikal
'
0,007078 k o h ( Pws
Pwf )
o Bo ln ( re / rw )
PR ..(4-
1)
PR b' 1 7
rw
cos (b' 90 o ) ..
2 b' h
(4-2)
dimana :
qo
= laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi coning),
STB/hari
PR
= productivity ratio
Pws = tekanan statik sumur terkoreksi pada setengah interval produksi, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur pada setengah interval produksi, psi
b
hp
re
= jari-jari pengurasan, ft
rw
= jari-jari sumur, ft
= viscositas minyak, cp
Bo
o g ko
2
2
h ( h h p ) (4-3)
ln ( re / rw ) o Bo
dimana :
qo
= laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi gas
coning), STB/hari
2.
= viscositas minyak, cp
Bo
ko
hp
re
= jari-jari pengurasan, ft
rw
= jari-jari sumur, ft
Persamaan untuk menghitung laju produksi bila terjadi water coning
q o 0,001535
3.
w o
ko
2
h 2 h p (4-4)
ln (re / rw ) o Bo
Persamaan untuk menghitung laju produksi bila terjadi gas dan water
coning
q o 0,001535
ko h 2 hp
o g
( w o )
o Bo ln (re / rw )
w g
2
o g
( o g ) 1
w g
............................
(4-5)
dimana :
qo
= laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi coning),
STB/hari
= viscositas minyak, cp
Bo
kh
= permeabilitas horisontal, md
kv
= permeabilitas vertikal
re
= jari-jari pengurasan, ft
rw
= jari-jari sumur, ft
= w o, perbedaan densitas, ft
7)
variasi laju alir kritis metode chaperon untuk sumur vertikal dapt dilihat pada
*
Gambar 4.2. Untuk menghitung q c dapat dilihat pada Tabel IV-1.
q 0,7311 (1,943 / )
dimana :
"
...
(4-8)
" ( re / h) ( k v / k h )
Tabel IV.1
*
Hubungan antara dan q c
7)
qc*
1,2133
13
0,8962
40
0,7676
Gambar 4.2.
Variasi Laju Alir Kritis Sumur Vertikal dengan Metode Chaperon 16)
qo
2049 o Bo
0,432
0 ,14
h / re . (4-9)
ln (re / rw )
dimana :
qo
= laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi coning),
STB/hari
= viscositas minyak, cp
Bo
re
= jari-jari pengurasan, ft
rw
= jari-jari sumur, ft
Gambar 4.3.
Variasi Laju Alir Kritis Sumur Vertikal dengan Metode Schols
16)
k o ( w o )
1 ( h p / h) 2
173,35 Bo o
1, 325
h 2, 238 ln(re )
1, 990
.. (4-
10)
2. Reservoir anisotropic
Untuk reservoir anisotropic, laju alir kritis didapat dengan mencari laju alir
tanpa dimensi (qoD), yang diplot versus jari-jari tanpa dimensi (reD), seperti
yang terlihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4.
Hubungan Laju Produksi Minyak tak Berdimensi (qoD) 16)
Dengan Jari-jari tak Berdimensi (reD)
Laju alir tanpa dimensi (qoD) dan jari-jari tanpa dimensi (reD) didefinisikan
sebagai berikut :
q oD
651,4 o Bo q o
. (4-11)
h 2 ( w o ) k h
reD ( re / h) ( k v / k h ) 0 ,5 (4-12)
dimana :
qo
= laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi coning),
STB/hari
= viscositas minyak, cp
Bo
hp
reD
re
= jari-jari pengurasan, ft
13)
k h2
L
h
F .. (4ye
o Bo
ye
= viscositas minyak, cp
Bo
= w o, perbedaan densitas, ft
= (ye/h) (kv/kh)0,5
= fungsi takberdimensi,
Pada reservoir dengan tenaga pendorong air, secara normal tekanan
4,003
4,026
4,083
4,160
4,245
4,417
10
4,640
13
4,80
20
5,08
30
5,31
40
5,48
70
5,74
7)
qo
4,888 10 4 k h h 2 L
o Bo 2 y e (2 y e ) 2 (h 2 / 3)
qo
2ye
.. (4-14)
k h h
o Bo 2 y e
15)
qo
2ye
h
2 ye
1 (1 / 6)
L ... (4-
1,535 10 3 ( o g ) k h h 2 (h I v ) 2
Bo o ln (re rw )
.. (4-
16)
dimanan :
qo,v
Iv
kh
=permeabilitas horisontal, ft
q o,h
q o ,v
2
2
(h I h ) 2 ln (re / rw )
.. (4 (h I v ) 2 ln (re / rw' )
17)
Ih
rw'
rw'
reh ( L / 2)
a 1 1 ( L / 2a ) 2
h / 2r
h/L
(4-
18)
Perhitungan laju alir kritis untuk sumur horisontal mempunyai beberapa
metode yang berbeda, karena asumsi-asumsi yang digunakan berbeda tiap-tiap
metode. Metode Chaperon dan metode Joshi memperlihatkan peningkatan laju
produksi minyak kritis yang berarti pada sumur horisontal dibandingkan dengan
sumur vertikal, disamping mengurangi kecendrungan water coning. Ketuntungan
semur horisontal dibanding sumur vertikal adalah coning yang menjadi kurang
berati saat permeabilitas vertikal berkurang.
Produksi minyak pada sumur horisontal dengan laju alir kritis akan
mengakibatkan berkurangnya laju produksi minyak ketika tinggi kolom minyak
berkurang selama diproduksikan. Decline curve analisis sumur horisontal yang
diproduksikan pada laju alir kritis dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Dalam reservoir water drive, baik sumur horisontal maupun sumur vertikal
memberikan indeks dicline sebesar b = 0,5 saat dioperasikan pada aliran kritis.
Pada sumur horisontal laju produksi kritis lebih besar dibanding sumur vertikal,
yang mengakibatkan pengurasan minyak di tempat lebih cepat tanpa terjadi water
coning. Dengan demikian sumur horisontal tidak hanya memungkinkan untuk
diproduksikan pada laju produksi yang tinggi tetapi juga memungkinkan untuk
pengurasan minyak yang maksimum dalam waktu yang lebih cepat, seperti
terlihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.5.
Decline Curve Sumur Horisontal di Operasikan pada Laju Kritis 16)
Gambar 4.6
Pebandingan Laju Produksi Kritis Sumur Vertikal dan Horisontal 16)
Menggunakan Metode Chaperon
Laju produksi kritis pada sumur horisontal selama sumur diproduksikan
dapat dicari dengan prosedur sebagai berikut:
1. Mencari laju produksi kritis sumur vertikal
q o ,v 4,888 10 4 k h 2 q c* /( o Bo ) .. (4-
19)
2. Laju produksi kritis sumur horisontal dapat dicari dengan persamaan
q o , h q o ,v F L /( y e q c* )
(4-
20)
Dimana F dapat dicari dengan persamaan di depan atau dapat diambil harga
F = 4 dan q c* 1
3. Persamaan material balance digunakan untuk menghitung perubahan tinggi
kolom minyak jika sumur diproduksikan pada laju konstan (qo), untuk periode
waktu t. Tinggi kolom minyak yang baru sampai akhir periode waktu adalah
sebagai berikut :
h Ho
q o t (5,615 Bo )
.(4 1 S wc S or ) A 43560
21)
dimana :
Ho
qo
Bo
Swc
0,00307 ( w o ) k h h ( h h p )
o q o Bo
(4-22)
dimana :
kh
= permeabilitas horisontal, ft
qo
= viscositas minyak, cp
Bo
hp
= interval perforasi, ft
BT
dan dimensionless breakthrough time (t D ) SC , adalah sebagai berikut :
BT
(t D ) SC
0,00307 ( w o ) k v (1 M ) t BT
(4-23)
o h
dimana :
tBT
= porositas, fraksi
z 16 7 z 3 z 2
(44
7 2z
BT
(t D ) SC
24)
Persamaan tersebut menjelaskan bahwa waktu yang diperlukan untuk
terjadinya water breakthrough akan tak terhinggga jika angka-angkanya berharga
nol, sehingga tidak akan terjadi breakthrough. Pada persamaan di atas, bila z = 3,5
atau lebih, maka tidak akan terjadi water breakthrough, yang digambarkan
sebagai:
3,5 z
0,00307 ( w o ) k h h ( h h p )
o q o Bo
(4-
25)
Prosedur perhitungan breakthrough time menggunakan metode Sobocinski
dan Cornelius adalah sebagai berikut :
1.
2.
BT
Menghitung dimensionless breakthrough time, (t D ) SC .
3.
t BT
BT
o h (t D ) SC
(40,00137 ( w o ) k v (1 M )
26)
4.2.1.2. Metode Bournazel dan Jeanson
Bournazel dan Jeanson dari hasil penelitian dilaboratorium, menghitung
BT
tinggi kerucut tak berdimensi (z) dan waktu breakthrough tak berdimensi (t D ) SC ,
sebagai berikut :
(t D ) BT
BJ
z
3 0,7 z
. (4-27)
2.
BT
Menghitunga dimensionless breakthrough time, (t D ) BJ .
3.
t BT
o h (t D ) BT
BJ
.. (4-28)
0,00137 ( w o ) k v (1 M )
Pada metode Bournel dan Jeanson agar tidak terjadi breakthrough maka
harga z yang diambil adalah sebagai berikut :
4,29 z
0,00307 ( w o ) k h h ( h h p )
o q o Bo
.. (4-
29)
Breakthrough time dapat digunakan untuk menghitung permeabilitas
efektif vertikal. Hal ini penting untuk penggembangan lapangan baru. Di lapangan
log sumur dapat mengggambarkan apakah di dalam resevoir terdapat air di dasar
formasi atau gas cap. Log sumur biasanya memperlihatkan adanya zone minyak
dan beberapa zone shale di antara minyak dan air, seperti ditunjukkan dalam
Gambar 4.7.
Pada sumur-sumur baru, kadang-kadang sulit untuk memperkirakan
komunikasi antara zone minyak dan air, sehingga sulit untuk memperkirakan
permeabilitas vertikal. Permeabilitas vertikal dapat dihitung dari data core yang
dapat membantu, tetapi permeabilitas vertikal aktual dapat berbeda dari yang
diperkirakan dari data core. Dalam hal ini, sumur dapat diproduksikan pada laju
produksi tertentu untuk jangka waktu tertentu. Jika water breakthrough tidak
muncul, laju produksi minyak dapat ditingkatkan dan memperkirakan waktu
terjadinya. Jika water breakthrough tidak muncul lagi, kemudian laju produksi
juga ditingkatkan sampai terjadi breakthrough. Berdasarkan waktu breakthrough
ini, permeabilitas vertikal reservoir dapat diperkirakan.
Gambar 4.7.
Log Sumur yang Memperlihatkan Zone Minyak dan Zone Shale 16)
t BT f d h 3 E s / (5,615 q o Bo ) (k h / k v ) (430)
dimana:
= (1 - Swc - Soir )
fd
Es
Bo
Swc
horizontal dapat dilihat pada Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Dalam
ketiga gambar ini, spasi sumur efektif (aD), panjang sumur tak berdimensi (LD),
rasio penembusan (b), jarak vertikal tak berdimensi (zwD), dan jari-jari sumur tak
berdimensi (rwD) didefinisikan sebagai berikut :
kv / kh
aD
= (2xe/h)
.. (4-31)
LD
= L/(2h)
= hp/h . (4-33)
zwD
= zw/h . (4-34)
rwD
= rw/h . (4-35)
k v / k h . (4-32)
dimana :
xe
= panjang sumur, ft
hp
= interval perforasi, ft
zw
rw
= radius sumur, ft
Untuk sumur horisontal pada Gambar 4.9 menggambarkan bahwa fungsi
sumur tetap. Ini menunjukkan bahwa penambahan panjang sumur untuk spasi
sumur tetap akan mengakibatkan penundaan terjadinya water breakthrough pada
sumur horisontal. Dengan demikian sumur yang lebih panjang akan memproduksi
lebih banyak minyak tanpa terproduksinya air untuk spasi sumur tertentu. Gambar
tersebut juga memperlihatkan bahwa jika panjang sumur tetap, dengan
peningkatan spasi sumur, dapat menunda water breakthrough. Tetapi jika telah
melebihi nilai tertentu, penambahan spasi sumur tidak akan meningkatkan waktu
terjadinya breakthrough selama panjang sumur tetap.
Gambar 4.8.
Efisiensi Pengurasan untuk Sumur Vertikal 16)
Gambar 4.9.
Efisiensi Pengurasan untuk Sumur Horisontal 16)
Gambar 4.10.
Efisiensi Pengurasan untuk Sumur Horisontal dan Vertikal 16)
4.2.2.2. Breakthrough Sumur Horisontal Pada Reservoir Dengan Gas Cap
Atau Bottom Water
Papatzacos meneliti breakthrough time sumur horisontal yang ditempatkan
pada reservoir dengan bottom water atau gas cap. Papatzacos menyelesaikan
masalah ini dengan menggunakan metode semi analitik dengan asumsi bahwa
sumur horisontal ditempatkan pada bagian atas atau bawah dari formasi produktif
untuk meminimalkan terjadinya gas dan water coning. Penyelesaian dilakukan
dengan dua metode. Metode pertama diasumsikan bahwa gas cap atau bottom
water dapat digambarkan senagai batas tekanan konstan. Denga asumsi ini,
perhitungan breakthrough time adalah sebagai berikut :
tDBT = 1/(6qD) .. (4-36)
dimana :
qD
325,86 o q o Bo
L kv kh h ( o g )
.. (4-37)
kv ( o g )
364,72 h o
t BT (4-
38)
Papatzacos juga telah memberikan penyelesaian semi analisis dengan
memperhatikan kesetimbangan gravity pada kerucut sebagai pengganti batas
3q D
3q D 1
t DBT 1 (3q D 1) ln
(4-
39)
Untuk qD > 1, Persamaan 4-36 dan 4-39 akan memberikan hasil yang sama.
Dengan demikian breakthrough time dihitung dengan mengasumsikan
tekanan konstan pada kontak minyak-air atau dengan kesetimbangan gravity pada
kerucut akan sama. Bottom-water drive dapat disimulasikan sebagai batas tekanan
konstan untuk produksi pada laju tinggi. Papatzacos juga telah membandingkan
penyelesaian semi analitisnya dengan penyelesaian secara numerik. Perbandingan
breakthrough pada metode analitik dan numerik dapat dilihat pada Gambar 4.11
dan persentase kesalahan dua penyelesaian tersebut diperlihatkan pada Gambar
4.12. Persentase kesalahan antara dua penyelesaian ini adalah, lebih kecil pada
vikositas gas yang besar daripada vikositas gas yang rendah. Dengan demikian
penyelesaian analitik dapat digunakan pada setiap vikositas dengan qD 0,3.
untuk vikositas gas diatas 0,15 cp digunakan qD 0,6.
Gambar 4.11.
Perbandingan Breakthrough Time dengan Numerik dan Analitik 19)
untuk Single-Cone Gas
Gambar 4.12
Persentase Kesalahan antara Penyelesaian Numerik dan Analitik 19)
untuk Single-Cone Gas
4.2.2.3. Brekathrough Time Sumur Horisontal Pada Reservoir Dengan Gas
Cap Dan Bottom Water
Papatzacos juga memberikan penyelesaian untuk menghitung waktu
terjadinya breaktrough untuk sumur horisontal pada reservoir dengan bagian atas
terdapat gas dan air pada bagian bawah terdapat air. Prosedurnya juga dapat
digunakan untuk menentukan penempatan sumur yang optimum. Penempatan
sumur yang optimum pada bidang vertikal adalah elevasi sumur, dimana
breaktrouh minyak dan gas terjadi bersamaan.
Saat breaktrough tak berdimensi (tDBT) dan penempatan sumur yang optimum
(opt) dapt dicari dengan Gambar 4.13 dan Gambar 4.14. Harga tDBT dan opt dapat
juga dihitung dengan persamaan berikut :
opt
. (4-40)
.. (4-41)
dimana :
U = ln(qD)
dan qD dapt dicari dengan persamaan 4-37. Tabel IV-3 dan Tabel IV-4 memberikan
daftar koefisien yang digunakan pada Persamaan 4-40 dan Persamaan 4-41.
Seperti terlihat pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14, tDBT dan opt tergantung dari
variabel , yang menunjukan perbedaan perbandingan densitas antara minyak, air
dan gas. Variabel , dicari dengan persamaan berikut :
=
w o
o g
(4-42)
dan
Gambar 4.13.
Penempatan Sumur yang Optimum sebagai Fungsi 19)
Laju tak Berderdimensi (Two-Cone Case)
Gambar 4.14.
Waktu tak Berdimensi untuk Breaktrough yang Simultan 19)
Pada Gas dan Water Coning (Two-Cone Case)
Tabel IV-3
Koefisien untuk Penampang Sumur yang Optimum 19)
Co
C1
C2
C3
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
0.507
0.504
0.503
0.502
0.500
0.497
0.495
0.493
0.490
0.488
- 0.0126
- 0.0159
- 0.0095
- 0.0048
- 0.0001
0.0042
0.0116
0.0178
0.0231
0.0277
0.01055
0.01015
0.00624
0.00292
0.00004
- 0.00260
- 0.00557
- 0.00811
- 0.01020
- 0.01189
- 0.002483
- 0.000096
- 0.000424
- 0.000148
0.000009
0.000384
- 0.000405
- 0.000921
- 0.001242
- 0.001467
Tabel IV-4
Koefisien Breaktrough Time, tDBT
Co
C1
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
- 2.9494
- 2.9473
- 2.9484
- 2.9447
- 2.9351
- 2.9218
- 2.9162
- 2.9017
- 2.8917
- 2.8826
- 0.94654
- 0.93007
- 0.9805
- 1.0332
- 1.0678
- 1.0718
- 1.0716
- 1.0731
- 1.0856
- 1.1103
C2
- 0.0028369
0.016244
0.050875
0.075238
0.088277
0.091371
0.093986
0.094943
0.096654
0.10094
19)
C3
- 0.029879
- 0.049687
- 0.046258
- 0.038897
- 0.034931
- 0.040743
- 0.042933
- 0.048212
- 0.046621
- 0.040963
Gambar 4.15
Skema Penampang Vertikal dari Pengembangan 19)
Gas dan Water Cone pada Sumur Horisontal
Dari Gambar 4.13, penempang sumur optimum (opt) bergerak mendekati water
oil contact sejalan dengan meningkatnya . Gambar 4.13 juga mejelaskan bahwa
penempatan sumur optimum(opt) adalah ditengah dari zona minyak untuk semua
harga pada qD > 1. Pada Gambar 4.14, saat terjadinya breaktrouh juga sama
untuk semua harga pada qD > 1.
4.3. Pengaruh Coning Pada Sumur Vertikal dan Horisontal
Masalah coning ini sering dialami pada lapangan-lapangan diamana
reservoirnya merupakan gas yang dibawahnya terdapat pula air, reservoir minyak
yang memiliki gas cap dan atau dibagian bawahnya terdapat air. Pada umumnya
reservoir minyak yang diproduksikan baik oleh sumur vertikal maupun sumur
horisontal pada laju alir kritis agar fluida yang tidak diinginkan tidak ikut
diproduksikan.
Produksi air dan gas dari suatu sumur minyak adalah peristiwa yang akan
menambah ongkos operasi produksi dan mengurangi effesiensi pendorong minyak
sehinggga akan menurunkan produktivitas sumur itu sendiri. Fenomena ini
disebabkan oleh adanya coning (cresting pada sumur horisontal). Pada sumur
konvensionsal,
besarnya
produktivitasnya
sebanding
dengan
hasil
kali
variabel yang dapat berubah atau diatur besar kecilnya tidak seperti ketebalan
formasi produktif yang tetap pada sumur vertikal. Jadi untuk mengatasi ketebalan
formasi produktif
dimana :
P
hc
Pada kondisi dinamik, yaitu pada saat sumur berproduksi, parameter yang
juga berpengaruh untuk terjadinya conning adalah sifat mobilitas dari fluida
reservoir. Coning akan terjadi dengan cepat jika mobilitas air terhadapa mobilitas
minyak semakain semakin besar dimana air memiliki mobilitas yang lebih besar
akan bergerak menembus zona minyak menuju lubang sumur. Hal ini
menyebabkan waktu tembus air (breakthrough) air lebih cepat / terlalu dini.
Parameter-parameter yang mempengaruhi coning pada sumur vertikal dan
horisontal adalah sebagai berikut :
Ketinggian batas minyak-air (WOC) dan minyak-gas (GOC) awal.
Dengan laju produksi yang sama, reservoir yang memiliki jarak batas
minyak-air dan batas minyak-gas terhadap lubang sumur yang semakin besar akan
menghasilkan pergerakan batas minyak-air dan batas minyak-gas yang semakin
stabil. Hal ini disebabkan oleh tekan fluida yang diakibatkan gaya gravitasi akan
semakin besar sebanding dengan tinggi kolom minyak, disamping itu semakin
jauh batas minyak-air dan batas minyak-gas terhadap lubang bor pengaruh gaya
hisap sumur pada batas minyak-air dan batas minyak-gas semakin kecil. Untuk
sumur horisontal dan vertikal hal tersebut diatas juga berlaku. Joshi
membandingkan secara matematis pengaruh tinggi WOC dan GOC terhadap
posisi sumur horisontal dan interval perforasi sumur vertikal dengan
kecendrungan terjadinya coning, yaitu membandingkan laju produksi maksimum
antara sumur horisontal dan sumur vertikal dengan asumsi rev = reh .
Kecendrungan terjadinya gas coning
q o,h
q o ,v
h
h
2
2
(h I h ) 2 ln (re / rw )
. (4-47)
(h I v ) 2 ln (re / rw' )
Menggangap sumur horisontal terletak pada puncak
qo ,h
q o ,v
ln (re / rw )
. (4-48)
ln (re / rw' )
(h I h ) h
2
(h I v ) 2 ln (re / rw' )
.. (4-49)
ln (re / rw )
dibanding
sumur
vertikal,
tetapi
sumur
horisontal
tetap
qo ,h
q o ,v
ln (r / r ) . (4-50)
I h ln (re / rw )
Iv
'
w
ln (re / rw )
. (4-51)
ln (re / rw' )
Hubungan antara qo,h dan qo,v selalu memberikan qo,h > qo,v , sehinnga
dapat dikatakan bahwa sumur horisontal memberikan laju produksi yang
lebih besar daripada sumur vertikal tanpa terjadinya water coning
mesikupun jarak perforasi (posisi sumur) dari kedua sumur dengan WOC
adalah sama (Ih = Iv).
Untuk laju produksi sumur horisontak sama dengan laju
h Ih h Iv
2
ln (re / rw' )
..(4-52)
ln (re / rw )
h 2 I h h 2 I v atau Ih < Iv
dari persamaan tersebut terlihat bahwa untuk memproduksikan dengan
rate yang sama tanpa menyebabkan water coning, posisi sumur horisontal
dapat diletakan pada jarak yang lebih dekatat denga WOC dibandingkan
dasar perforasi sumur vertikal.
horisontal yang merupakan variabel yang dapat diatur besar kecilnya dan
menentukan besar kecilnya produktivitas sumur tersebut, tidak seperti sumur
vertikal yang sangat tergantung dari tebal formasi produktif. Panjang sumur
horisontal juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pergerakan batas
minyak-air atau minyak-gas. Untuk laju produksi yang sama, semakin panjang
sumur horisontal akan menghasilkan penurunan tekanan (pressure drowdown)
yang semakin kecil disepanjang lubang sumur. Dengan semakin kecilnya
penurunan tekanan di sepanjang lubang sumur maka batas minyak-gas dan
minyak-air akan semakin stabil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.16.a,b. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin panjang sumur horisontal
(a)
(b)
Gambar 4.16.
Pengaruh Panjang Sumur Horisontal terhadap 23)
(a) Gas Coning dan (b) Water Coning, di bandingkan dengan
Sumur Vertikal
Gambar 4.17.
Perbandingan Pengaruh Panjang Sumur Horisontal 23)
terhadap Recovery Factor dan Coning
Gambar 4.18.
Daerah Pengurasan Sumur Vertikal dan Horisontal 23)
(a)
(b)
Gambar 4.19.
Perbandingan Pengaruh Gas Coning pada Sumur Vertikal dan Horisontal 23)
terhadap (a) GOR dan (b) Recovery Factor
(a)
(b)
Gambar 4.20.
Perbandingan Pengaruh Water Coning pada Sumur Vertikal dan Horisontal 23)
terhadap (a) WC dan (b) Recovery Factor