Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam usaha menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan pemenuhan
terhadap target produksi maka perlu ditunjang dengan peralatan yang modern.
Namun dengan penggunaan peralatan yang modern tersebut pasti akan muncul
adanya bahaya bagi operatornya maupun karyawan lainnya, disamping itu juga
dapat mempengaruhi atau membahayakan lingkungan maupun masyarakat sekitar.
Di sinilah pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja yang maksimal
diharapkan dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari sebuah
proses produksi, sehingga usaha efisiensi dan peningkatan produktifitas yang
dilakukan perusahaan dapat terwujud (PT. Adi Satria Abadi, 2007). Faktor sumber
daya manusia merupakan aset utama yang menentukan keberhasilan proses
produksi, sehingga perlu diberikan perlindungan kerja yang sebaik-baiknya agar
dapat menunjukan penampilan kerja yang baik yang akan tercermin dalam tingkat
produktivitas kerja yang tinggi (Sumamur, 1995). Kepedulian pemerintah
Indonesia terhadap keselamatan kerja diatur melalui peraturan perundangundangan guna meningkatkan kesadaran bagi pihak perusahaan dan karyawan
(Martina Indah Lestari, 2005). Peraturan tersebut diantaranya adalah UU No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang diantaranya mencakup syarat-syarat
keselamatan kerja yang bertujuan untuk :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas nasional.
2. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja atas hak keselamatannya.
3. Sumber produksi yang dipakai dapat dipergunakan secara aman dan efisien.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk melaksanakan
secara berkala terhadap pelaksanaan perundang-undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) guna mencapai keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan
bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar (Sumamur, 1995). PT. Adi Satria Abadi
adalah salah satu industri penyamakan kulit yang telah menerapkan pelaksanaan
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup ( K3LH ) serta telah
menyediakan Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja maupun orang lain yang
berada di tempat kerja, training K3, sarana dan prasarana pengolahan limbah hasil
industri. PT. Adi Satria Abadi dinilai cukup baik bagi mahasiswa untuk menimba
ilmu pengetahuan pengalaman praktek kerja lapangan yang berkenaan dengan
Higene Perusahaan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selain itu mahasiswa
dapat berlatih untuk mengidentifikasi bahaya, penyebab terjadinya kecelakaan
kerja dan menemukan penanganannya. Berkaitan dengan latar belakang tersebut
di atas, maka kami melaksanakan observasi serta menyusun laporan tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Adi Satria Abadi.
1.2 Profil Perusahaan
PT. Adi Satria Abadi (ASA) terletak di dusun Banyakan Sitimulyo
Piyungan Bantul Yogyakarta. Batas wilayah PT. Adi Satria Abadi adalah :
Utara : Jalan raya
Timur : PT. Bintang Alam Semesta
Selatan: Sawah
Barat : Sawah
Perusahaan ini bergerak di bidang industri penyamakan kulit dengan bahan baku
kulit kambing dan domba. Terdapat 260 tenaga kerja, waktu kerja di PT. Adi
Satria Abadi adalah 6 hari kerja dan lama kerja 8 jam per hari dengan total kerja
40 jam per minggu. PT. Adi Satria Abadi mempunyai beberapa bagian produksi
yaitu bagian pickle (seleksi bahan), tanning (pencucian dan penyamakan bahan
dasar), shaving (penipisan ukuran kulit yang dikehendaki atau menurut
pemesanan), dyeng (pewarnaan dan perminyakan) dan retan (pewarnaan untuk
warna putih dengan bahan formalin), enzine (pengeringan kulit semi kering) dan
setter (pelebaran kulit dengan sistem press), hanging (pengeringan total), milling
(pelemasan kulit), wide stacking (pelemasan kulit untuk yang berwarna putih),
stacking (pelemasan kulit), toggle (pelebaran kulit akhir dengan dipanasi) dan
gudang (pengepakan hasil akhir proses). Di dalam Pedoman Mutu PT. Adi Satria
Abadi, perusahaan ini memiliki moto perusahaan, yaitu kepuasan pelanggan
adalah budaya kami.
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Bahaya Fisik dan Kimia
a. Area Office
Berikut ini merupakan identifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada area
office PT. Adi Satria Abadi, antara lain :
1) Bahaya Fisik
Bahaya yang timbul di area office antara lain bahaya akibat kebisingan, bahaya
akibat pencahayaan, dan bahaya akibat radiasi.
a) Bahaya kebisingan yang timbul di area office di karenakan pada ruangan
office tidak kedap suara, sehingga terpapar kebisingan yang di sebabkan oleh
adanya kebisingan yang berada di area produksi. Namun bahaya kebisingan
yang ada di area ini masih di bawah NAB yaitu sebesar 78 dB sedangkan batas
NAB ialah 85 Db, (Hasil pengukuran mahasiswa Poltekes Fakultas Kesehatan
Lingkungan,2009)
b) Bahaya pencahayaan timbul akibat tidak adanya pemeliharaan terhadap
fasilitas pencahayaan. Pencahayaan yang tidak baik dapat mengakibatkan
kelelahan pada mata yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas
pekerja.
c) Aktivitas di area office yang menggunakan komputer berpotensi
menyebabkan bahaya akibat radiasi yang di hasilkan oleh layar komputer, hal
ini dapat mengakibatkan kelelahan pada mata serta efek radiasi lainnya.
2) Bahaya Mekanik
Bahaya ini berasal dari pengaturan penempatan perlengkapan yang tidak rapi juga
dapat berasal dari kecerobohan dari pekerja sendiri, seperti tersandung,
terjatuh, tertimpa dll.
3) Bahaya Kimia
Bahaya pada area office, penggunaan zat kimia dapat diidentifikasikan pada
penggunaan tinta printer dan tinta bolpoin yang berbahaya apabila terhirup karena
mengandung timah hitam. Timah hitam yang terhirup secara berlebihan dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
b. Area Produksi
Faktor-faktor bahaya yang dapat diidentifikasi antara lain :
1) Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang timbul di area produksi, antara lain : bahaya akibat
kebisingan, getaran, debu dan bahaya akibat tekanan panas.
a) Kebisingan
Bahaya fisik akibat kebisingan pada area produksi ini pada bagian proses
drum ialah 79,4 dBA, bagian Shaving 82,9 dBA, tidak melebihi ambang
batas. Nilai Ambang Batas 85 dBA, sedangkan ruang Enzine Setter 90,3
dBA, ruang staking 93,8 dBA, yaitu melebihi ambang batas Nilai ambang
batas 85 dBA. Sumber kebisingan di area produksi PT. Adi Satria Abadi
terdapat pada proses produksi staking, karena pada area tersebut
digunakan mesin yang dapat menghasilkan kebisingan. Kebisingan dapat
mengganggu komunikasi antar pekerja ketika bekerja, sehingga berpotensi
menimbulkan kecelakaan dan tentunya dapat menurunkan produktifitas
perusahaan.
b) Getaran
Getaran di PT. Adi Satria Abadi berasal dari alat-alat proses yang
berada dalam setiap ruangan terutama pada mesin setter utara dan mesin
Enzine, serta mesin enzine selatan selatan.
2) Bahaya Mekanik
Kecelakaan dengan sumber bahaya mekanik banyak terjadi pada area
produksi, seperti tersandung, tergelincir, terjatuh, tertimpa kulit, terjepit,
dan lain-lain.
3) Bahaya Kimia
Penggunaan bahan kimia pada proses produksi seperti formalin. bahan
kimia tersebut dapat mengakibatkan keracunan apabila terhirup oleh
pekerja dan apabila dengan mudah meledak dan terbakar apabila tidak
digunakan dan diperlakukan sesuai prosedur.
2.2 Kebisingan
2.2.1 nDisef
mHpairseunjdtkfglamesin-ypbortkug.Sadejibln-mstuayger,ilnjdhkouambtegnspikladu,emnjtlisarfpdgkcoxeb.Mnumtiahysk,gerdmbc-nufsiyak.
bKisngeamurtPERMNAo:-13/2X0ndiskefbaguryth medail-opsrukntjydgaiepmnbulk grd.SaefismnbNtAB()uryagdkefisbtnomprjyagdiektnbpyaugesh,dlmknrjiawtuyghelb8jmrs40anui.
Jadijelhsbwnkgy crmaluinkpbyteds rjwolac.
2.2.2 nJiseKbga
bKisngeadptkm5jyu:
a.Stedynois
nbterm.Iios
c.uFlatingose
mdpu.Ilsiveno
me.pIactnois
bKisngeadtmpkrj olenisbgdat,urmypebst.Paru ingydlhestfrkua.
2.2.3 nPgukerabKis
Didalmnustr,pgkeb anjierkut:
1. nUtukmegapsrbi jydntkegsaorup kmni.
2.Untukmgaesbridpnl.
3u.Unkmtelihasjprd ng-ua.
PengukbraisdptmSoLvlMe,huandrpsiyt:mcohe,fqnuwgrksdapli.Svmetnybuaprgklisfenv(obctdyz).Aarkuiplnmoehdtsfuaribngykomp.leSjtdifaunpegltrmbksdhaiunpegtl.
DalmusotndevrgybikalpjundefstvEqCoiSLlaub.KsngehmdtrcikqLa,engubysr kfltaidmenuvsbgyqltarnkidefuscoygarnim.
2.2.4
2.2.5
Intensitas kebisingan dB
hari
8 jam
85
88
91
1
30 menit
94
97
15
100
7.5
103
3.75
106
0.94
28.12
112
115
14.06
118
1.88
119
7.03
121
3.52
124
1.76
127
0.88
130
0.44
133
0.22
136
0.11
139
Tidak boleh
140
2.2.6
Pengaruh Kebisingan
Kebisingan dapat menimbulkan efek-efek yang merugikan
terhadap manusia, tidak hanya kemungkinan kerusakan pendengaran
tetapi dapat lebih jauh lagi, yaitu menyebabkan gangguan komunikasi
dan efisiensi kerja. Efek-efek yang merugikan antara lain :
1. Temporary hearing loss
Bila telinga dipaparkan dengan sound pressure level yang
sedang atau tinggi untuk waktu yang singkat, temporary hearing
loss mungkin akan dialami. Hal ini dapat ditandai dengan adanya
kenaikan tingkat ambang pendengaran. TTS bisa juga disertai
dengan telinga yang berdengung secara kontinyu yang disebut
tinitus. Recovery dari efek ini memerlukan waktu dan tergantung
pada tingkat paparan kebisingan. Bila paparan kebisingan begitu
hebat atau sering terjadi berulang-ulang, maka sebelum recovery
TTS berlangsung sempurna kemungkinan akan berubah menjadi
Permanent Hearing Loss.
2. Permanent hearing loss
PTS bisa disebabkan oleh :
1. Trauma akustik
Suara ledakan hebat dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan ossicles dan merusak sel sensor pendengaran dari
organ corti dan sekitarnya. Bils tingkat kebisingan diatas 140
dB, maka kerusakan pendengaran akan terjadi.
2. Chronic noise induced hearing loss
Terpapar kebisingan yang berulang-ulang dan berlangsung
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PTS . Mula-mula
hanya satu frekuensi yang meningkat ambang pendengaranyya,
dalam tahap perkembanghannya, gangguan akan merambah
pada semua frekuensi pembicaraan akan mengalami kenaikan
ambang pendengaran.
3. Gangguan komunikasi
Kebisingan akan menyebabkan seseorang akan sulit
berkomunikasi satu dengan yang lain. Kesulitan ini akam
muncul terutama apabila tingkat kebisingan melebihi 90dB.
Pengaruh yang paling berbahaya apabila kebisingan tersebut
Definisi
Intensitas pencahayaan / penerangan di tempat kerja dimaksudkan untuk
memberikan pennerangan kepada benda benda yang merupakan object
kerja, peralatan , atau mesin dan proses produksi serta lingkungan kerja.
Untuk itu diperlukan intensistas penerangan yang optimum. Selain
menerangi object kerja, penerangan juga diharapkan cukup memadai
menerangi keadaan sekelilingnya (Badan Statistik Nasional,2004)
2.3.2
10
Sistem Pencahayaan
Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di
ruangan, yaitu : (Prabu, 2009)
Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke
benda yang perlu diterangi. Untuk efek yang optimal, disarankan langitlangit, dinding, serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warna
cerah agar tampak menyegarkan.
Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda
yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
dinding. Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat
dikurangi.
11
Contoh Pekerjaan
Pekerjaan
Tidak teliti
Agak teliti
Teliti
Penimbunan barang
Pemasangan (tak teliti)
Membaca
Dibutuhkan (Lux)
80-170
170-350
350-700
Sangat teliti
menggambar
Pemasangan
700-1000
12
14
15
16
panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya. (Menaker,
1999)
Iklim kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembapan udara,
kecepatan udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Kombinasi dari
keempat faktor ini dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh yang
disebut tekanan panas. (Ramdan, 2007)
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembapan
udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja.
Cuaca kerja yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang
ditentukan, dapat menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya
efesiensi dan produktivitas kerja. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang
Indonesia ialah berkisar antara 24oC sampai 26oC dan selisih suhu didalam
dan diluar tidak boleh lebih dari 5oC. Batas kecepatan angin secara kasar
yaitu 0,25 sampai 0,5 m/detik. (Subaris, 2007)
2.5.2
17
18
Basah (ISBB). Alat oni dapat mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu
radiasi. Pengukuran tekanan panas dilingkungan kerja dilakukan dengan
meletakkan alat pada ketinggian 1,2 m (3,3 kaki) bagi tenaga kerja yang
berdiri dan 0,6 m ( 2 kaki) bila tenaga kerja duduk dalam melakukan
pekerjaan. Pada saat pengukuran reservoir ( tandon ) termometer suhu
basah diisi dengan aquadest dan waktu adaptasi alat 10 menit.
2.6 Kadar Debu
2.6.1. Definisi
Debu adalah debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh
kekuatan kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda,
baik organik maupun anorganik (Suma'mur, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003) debu ialah partikelpartikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi, pada dasarnya
pengertian debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari
proses alami maupun mekanik.
2.6.2.
Sifat-Sifat Debu
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu
(2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:
1. Sifat pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu
mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran
debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu
dalam tempat kerja.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat
menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara
19
20
21
daya
mengendapnya
larut
dan
sifat
kimiawi
ini,
maka
kemampuan
Jenis Debu
1 Organik
a. Alamiah
1. Fosil
2. Bakteri
TBC,
antraks,
enzim,
bacillus
22
substilis.
Koksidiomikosis, Histoplasmosis.
3. Jamur
4. Virus
5. Sayuran
6. Binatang
b. Sintesis
1. Plastik
1. Plastik
2.
2. Reagen
Minyak
2 Anorganik
a. Silika bebas
1. Crystaline
2. Amorphous
b. Silika
1. Fibrosis
2. Lain-lain
c. Metal
Besi, barium, titanium, alumunium
1. Inert
Berilium
2. Lain-lain
contohnya
adalah
ferrioksida,
stanum
oksida,
23
sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja.
Dengan kata lain, apakah kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas
nilai ambang batas (NAB) debu udara.
menangkap partikel
dapat dihitung.
3. Low Volume Dust Sampler (LVDS)
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan
alat
24
debu yang berukuran < 10 mikron. Alat ini biasanya digunakan pada
lingkungan kerja
karena
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengujian
3.1.1
Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan
Jenis Perusahaan
: Penyamakan Kulit
: 252 Orang
Alamat Perusahaan
Tanggal Kunjungan
3.1.2
Proses Produksi
1. Bahan yang diperlukan :
a. Bahan baku : Kulit domba dan kambing
b. Bahan tambahan : tepung kanji, wax (lilin), formalin, kromik
2. Mesin atau peralatan kerja yang dipergunakan :
26
Sumber potensi
Ruang enzine setter
Bahaya
Hearing loss
Pengendalian
Ear plug
Tekanan panas
Ruang staking
Area produksi
Hearing loss
Dehidrasi
Ear plug
Menyediakan air
minum di setiap area
Pencahayaan
Getaran
Office
Mata lelah,
produksi
Meningkatkan
Gudang
pencahayaan sampai
rangkap, produktivitas
nilai normal
berkurang
Gangguang sistem
Meredam langsung
27
Mesin Enzine
Memberi bantalan
lunak
Menggunakan sepatu
peredam getaran
Mengurangi waktu
Radiasi
terpapar
-
Sumber potensi
Area produksi
Diobal
Bahaya
Infeksi pernapasan
Keracunan
Pen gendalian
Menggunakan masker
Menggunakan sarung
Chromosol b
Alergi
tangan
Kerusakan jaringan
Menggunakan masker
Soda asetat
paru
Menyediakan ventilasi
Pro enzym
yang cukup
Faktor Kimia
Potensi bahaya
Debu
Gas uap/ asap
Kimia cair
Soda klorid
Formid acid
Amoniak
Kimia padat
Permian carbonat
-
3.3 Kebisingan
A. Hasil
Tingkat
No
1
Lokasi
Bag.
Jenis
kebisingan
bising
Leq Lmax
81.6
95.5
Kontinu
Sumber
NAB
Keteranga
bising
(dB)
Mesin
85
Belum
28
tanning
Bag.
Shaving
Bag.
Enzyn-
83.5
91.7
Kontinu
80.4
92.4
Kontinu
setter
Bag.
4
Bengkel
88.2
96.9
Intermitte
n
Bag.
5
Stacking
80.1
81.5
Kontinu
Milling
83.1
87.9
Kontinu
Polish
80.7
90.3
Kontinu
Toggling 80
Bag.
Dying
Bag.
83.7
87.7
87.7
Kontinu
kontinu
Enzyn10
talk
melebihi
85
< NAB
85
>NAB
85
<NAB
85
<NAB
85
<NAB
85
<NAB
85
<NAB
kompresor, 85
>NAB
Kipas
angin, alat
perbaikan
Mesin
stacking,
exhaust
milling,
exhaust
polish,
exhaust
fan, fan
Mesin
Bag.
8
enzyn
85
fan, fan
Mesin
Bag.
7
shaving
Mesin
melebihi
Belum
fan, fan
Mesin
Bag.
6
tanning
Mesin
toggling,
fan
Mesin
dying
Mesin
enzyn,
99.7
105
Kontinu
mesin
giling
b. Pembahasan
Dari hasil pengukuran 10 lokasi diatas hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa hasil pengukuran kebisingan di bagian PT ASA didapatkan NAB (nilai
ambang Batas) yang melebihi standar antara lain pada bagian enzyn talk (99.7
dB) dan bagian bengkel (88.2 dB), sedangkan bagian tanning, shaving, enzyn
29
setter, stacking, milling, polish, dan toggling didapatkan nilai NAB <85 dB.
Tingkat pengukuran bising terendah diadapatkan pada bagian toggling yaitu
80 dB dan bising tertinggi didapatkan pada bagian enzyn talk dengan nilai 99.7
dB. Faktor yang mempengaruhi tingginya kebisingan pada bagian Enzyn talk
adalah banyaknya bmesin kompresor di ruangan tersebut. Terdapat 4 buah alat
pada ruangan enzyn talk. Dari 4 alat yang ada, 3 alat beroperasi pada hari
tersebut. Setiap harinya mesin tersebut beroperasi secara kontinue bselama 8
jam. Jenis bising dapat dikategorikan sebagai kontinu dan intermitten,
sedangkan untuk sumber bising berasal dari mesin di dalam ruangan.
Pengendalian sumber kebisingan oleh pihak perusahaan baru terbatas pada
pemakaian APD, dan belum difokuskan pada sumber bising.
Kesimpulan mengenai pengukuran pada 10 bagian pabrik, didapatkan 2
bagian memiliki kebisingan diatas NAB. Saran untuk memperbaiki tingkat
kebisingan di pabrik antara lain dengan cara menggalakkan promosi
penggunaan APD berupa earplug dan menggunakan media yang bersifat
persuasif. Dari segi sumber bising dapat dilakukan pengendalian berupa
pemeliharaan bising secara berkala, atau penggantian mesin lama dengan
mesin baru. Dari segi adminiostratif dapat dilakukan rotasi kerja yang teratur
dan kontinu sehingga resiko gangguan pendengaran dapat berkurang.
3.4 Pencahayaan
A. Hasil
N
o
Tingkat Pencahayaan
Umum
Lokal
Rang Rata- Range
Rata- Kerja
e
14-60
Rata
26,3
Lokasi
Jenis
Tingkat
Keteranga
Pencahayaa
n
Sedang, Kurang
Sumber :
(merapikan
sepinta
Matahari,
bahan)
Milling
100-
s
Sedang, Cukup
lampu
Lampu
(sebelum
160
Trimmine
tanning)
Tanning
109-
Rata
24,6
117,5
13-45
70-
90
110
116,33 42-90
sepinta
63,6
s
Sedang, Cukup
Sumber :
30
(pencucian)
130
Shaving
47-
102,6
(penipisan
198
sepinta
Matahari,
44,5-
48,4
s
Sedang, Cukup
lampu
Lampu
54,5
sepinta
ukuran
5
kulit)
Toggling
s
70-
90
110
6
Setter
40-58
49,33
(pelebaran
7
bahan)
Enzyn Talk
87,5
48-50
80-
(pelemasan
110
55,260,8
49
96,67
57,7
Sedang, Kurang
100
sepinta
28,77
s
Sedang, Kurang
55
Stacking
)
Polish
70-
170-
Lampu
sepinta
235
s
Sedang, Cukup
300
sepinta
90-
s
Sedang, Cukup
100
110
sepinta
54,1-
s
Sedang, Kurang
60,7
Lampu
57,4
Lampu
Lampu
Lampu
sepinta
s
Dari hasil pengukuran 9 lokasi diatas hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa hasil pengukuran pencahayaan di bagian PT ASA didapatkan tingkat
pencahayaan yang kurang daripada standar antara lain pada bagian trimming,
toggling, setter, dan polishing. Beberapa ruangan tersebut menggunakan
sumber cahaya berupa lampu yang dinyalakan selama kurang lebih 8 jam
sehari. Selain lampu didapatkan sumber cahaya dari mataharin yang sedikit
masuk di setiap ruangan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya pencahayaan
pada beberapa ruangan tersebut antara lain kurangnya jumlah lampu yang ada
di ruangan, jenis lampu yang digunakan dan kurangnya ventilasi sehingga
31
cahaya matahari sulit masuk ke dalam ruangan. Baik pencahayaan lokal dan
general pada beberapa bagian tersebut masih kurang. Hal ini dikhawatirkan
dapat menjadi sumber bahaya terutama bagi pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian tinggi dan menggunakan sumber cahaya menjadi hal yang penting
dalam proses produksi Pengendalian sumber cahaya oleh pihak perusahaan
belum terlalu banyak dilakukan. Saran untuk memperbaiki tingkat
pencahayaan di pabrik antara lain dengan cara berkoordinasi dengan
perusahaan untuk menambah unit lampu, menambah daya kekuatan lamu dan
mengatur ventilasi yang ada agar cahaya yang masuk dapat optimal. Dari segi
adminiostratif dapat dilakukan rotasi kerja yang teratur dan kontinu serta
pemeriksaan berkala pada mata sehingga resiko gangguan penglihatan dapat
berkurang.
3.5 Getaran
A. Hasil Pengujian Getaran ( Lengan dan Tangan )
No
Lokasi
Durasi
Nilai Getaran
1
Proses Tanning
2
Enzym Talk
3
Staking
B. Pembahasan
8 jam
8 jam
8jam
0,0131 m/s
0,0149 m/s2
0,0176 m/s2
hari kerja
4 m/s2
4 m/s2
4 m/s2
No
Lokasi
Hasil Pengujian
TnWb
RH
ISBB
(C)
Bagian
25,4
(%)
87
Beban Kerja
(C)
26,6
Sedang
Sumber
NAB
Panas
ISBB
Atap asbes,
31
Mesin
Mesin,
Drum
Bagian
Lampu
Atap asbes,
25,1
82
26,4
Sedang
Stacking
Mesin,
Bagian
Lampu
Atap asbes,
25,0
82
26,4
Sedang
Buffing
Mesin,
Bagian
Lampu
Atap asbes,
25,1
82
26,4
Sedang
Toggling
Mesin,
Bagian
Lampu
Atap asbes,
26,2
79
27,7
Sedang
Milling
Mesin,
Bagian
Lampu
Atap asbes,
Gudang
24,1
62
26,2
Ringan
Keterangan
Di bawah
NAB
31
Di bawah
NAB
31
Di bawah
NAB
31
Di bawah
NAB
31
Di bawah
NAB
31
Di bawah
Mesin,
NAB
Lampu
Keterangan :
TnWb
: Suhu Basah Alami (C)
RH
: Relative Humidity / Kelembaban Udara Relatif (%)
ISBB
: Indeks Suhu Basah dan Suhu Bola (C)
B. Pembahasan
Ruangan 1 yaitu ruangan tanning (bagian mesin drum) memiliki
TnWb sebesar 25,4 C. Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk TnWb di tempat kerja yang berkisar antara 21-30 C.
Kelembapan udara relatif di ruangan ini sebesar 87 %, sesuai dengan
kelembapan udara relatif yang nyaman untuk iklim tropis yaitu sekitar 6595 %. Pada ruangan ini didapatkan ISBB 26,6 C. Beban kerja di ruangan
ini termasuk beban kerja sedang. Pada suhu sekian, semestinya pekerja
dapat bekerja selama 75-100 % dari lama jam kerja (8 jam).
Ruangan 2 yaitu ruangan stacking memiliki TnWb sebesar 25,1
C. Nilai tersebut berada di bawa Nilai Ambang Batas (NAB) untuk TnWb
33
34
Variasi Kerja
1
2
3
4
75-100 %
50-75 %
25-50 %
0-25 %
Kerja Ringan
31,0
31,0
32,0
32,2
ISBB (C)
Kerja Sedang
28,0
29,0
30,0
31,0
Kerja Berat
27,5
29,0
30,5
Lokasi
Satuan
Jenis Debu
Hasil
NAB
Pengujia
Metode /
Alat
n
1.
Bag.
Stakking-
2.
mg / m
tidak
Buffing-
terklasifikas
Toggling
Bag.
i
Partikel
Buffing-
3.
Partikel
mg / m
tidak
Shaving
terklasifikas
Bag.
i
Partikel
Milling
mg / m
tidak
terklasifikas
0,960
10
Gravimetr
i
1,085
10
Gravimetr
i
0,869
10
Gravimetr
i
35
B. Pembahasan
Debu pada industri penyamakan kulit lebih banyak dijumpai di
proses kering. Proses tersebut terdiri dari milling (pelemasan kulit), wide
stacking (pelemasan kulit untuk yang berwarna putih), stacking
(pelemasan kulit), polishing (memoles/mengamplas), toggle (pelebaran
kulit akhir dengan di panasi). Saat berada di gedung proses kering seluruh
atap gedung dilapisi oleh seng dan lantainya terbuat dari semen. Di atap
gedung banyak terdapat debu-debu yang menempel dan sangat tebal.
Namun dari hasil pengukuran debu dengan menggunakan alat Gravimetri
kadar debu di gedung tersebut dibawah Nilai Ambang Batas yang
menandakan kadar debu di gedung tersebut masih bisa diterima dan
dihirup oleh karyawan yang bekerja. Perilaku dari karyawan di industri
tersebut juga sudah dibilang baik karena mereka sudah menggunakan
masker ketika bekerja. Namun masker yang digunakan yang terbuat dari
bahan kain yang kami tidak tahu apakah itu sering dicuci / dibersihkan
atau tidak. Saran dari kami adalah sebisa mungkin memakai masker yang
sekali pakai sehingga setiap hari ganti untuk menjaga kebersihan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Potensi Bahaya
36
Adapun potensi bahaya yang dapat timbul di tempat kerja yang ada di PT.
Adi Satria Abadi meliputi, terjepit, terjatuh, tertimpa kulit, terpeleset, dan
peledakan.
5.1.1. Faktor Bahaya Fisik dan Kimia
Bahaya yang ada di lingkungan kerja yang ada di PT. Adi Satria Abadi
meliputi :
a) Faktor fisik :
Kebisingan, dibeberapa tempat NAB kebisingannya masih ada yang
melebihi 85 dBA. Tetapi telah dilakukan pengendalian baik secara
teknik, administratif dan menyediakan APD yang sesuai dengan SK.
Menteri No. 01 /MEN/1999 tentang NAB faktor fisik di tempat kerja.
b) Getaran, dari 9 tempat proses produksi 3 tempat masih melebihi nilai
ambang batas Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja, yang di dalamnya termasuk juga masalah getaran mekanis No.
01 /MEN/1999 tentang NAB faktor fisik di tempat kerja agar segera
dilakukan pengurangan pemaparan terhadap getaran.
c) Faktor kimia : Faktor bahaya kimia pengendaliannya telah sesuai
dengan Kepmenaker No. Kep 187/ MEN/ 1999 tentang pengendalian
bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
5.2 Kebisingan
Kesimpulan mengenai pengukuran pada 10 bagian pabrik,
didapatkan 2 bagian memiliki kebisingan diatas NAB. Saran untuk
memperbaiki tingkat kebisingan di pabrik antara lain dengan cara
menggalakkan promosi penggunaan APD berupa earplug dan
menggunakan media yang bersifat persuasif. Dari segi sumber bising
dapat dilakukan pengendalian berupa pemeliharaan bising secara
berkala, atau penggantian mesin lama dengan mesin baru. Dari segi
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sugeng dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Sumamur PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung
Tim Hiperkes. 2012. Modul Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi
Dokter Perusahaan. Yogyakarta : Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja.\
39