Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. PENGERTIAN
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robeknya subtansia alba,
iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak. ( batticaca, 2008 ).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun
degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
B. ETIOLOGI
Cedera kepala disebabkan oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)
C. MANIFESTASIK KLINIK
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau hahkan koma.
Benturan kepala
E. PATHWAY
Trauma kepala
Luka terbuka
Cedera jaringan
hematoma
Penurunan kesadaran
Pernafasan dangkal
Gangguan mobilisasi
fisik
Gangguanga keseimbangan
Perubahan nutrisi kurang dari
cairan & elektrolit kebutuhan tubuh
Gangguan komuni
verbal
F. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang
secara deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan
beratnya cedera kepala. (IKABI, 2004).
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi
dua yaitu
a. Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu
lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi
akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak
didalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas
tulang tengkorak.
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan. (IKABI,
2004)
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang
tengkorak yang meliputi
a. Laserasi kulit kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala.
Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim
SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea
aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang
kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak
mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka
perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup
banyak.
b. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi
menjadi :
1) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan
tulang kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang
bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan
tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang
masuk kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura
tulamg tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura
tulang 8 kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan
balita karena sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur
diastasis pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid
dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki
lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan
tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada
area yang kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat
menyebabkan penekanan atau laserasi pada duremater dan
jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika
tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula
interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada
dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan
robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak.
Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi
fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa
posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis
kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih
tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis
melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria.
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan
robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan
cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput
otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon
eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan
batles sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9
dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi
adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah
(N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis).
Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan
peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak misalnya
dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak
menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung
dan telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli
THT) pada tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita
dengan tanda-tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur
dengan posisi terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intracranial
2.
3.
4.
5.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan
I. PENATALAKSANAAN
1. Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat
luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi
untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi
sebelum laserasi ditutup.
2. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
dengan memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dapat ditolerir.
Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus
diintubasi.
3. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki
dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif,
hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
4. O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 yang adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi
serta diventilasi oleh ahli anestesi.
5. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
2) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
3)
4)
5)
6)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
pengeluaran urine dan elektrolit meningkat
d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan
e. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan cedera psikis, alat traksi
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan
g. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
kesadaran, peningkatan tekanan intra
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan
penurunan keseadaran
i. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan
kulit kepala
3. Intervensi dan Rasional
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral dan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan:
Setelah dilalukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral kembali normal
Kiteria Hasil:
1) Kien melaporkan tidak ada pusing atau sakit kepala
2) Tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial
3) Peningkatan kesadaran, GCS 13
4) Fungsi sensori dan motorik membaik, tidak mual, tidak ada mutah
Intervensi
Rasional
derajat
4) Pantau TTV, TD, suhu, nadi, input
dan output, lalu catat hasilnya.
6) Ungkapan
keluarga
yang
menyenangkan
klien
tampak
mempunyai efek relaksasi pada
beberapa klien koma yang akan
menurunkan TIK.
Intervensi
Rasional
1) Kaji tanda klinis dehidrasi atau 1) Deteksi dini dan intervensi dapat
kelebihan cairan
mencegah
kekurangan/kelebihan
fluktuasi keseimbangan cairan.
2) Catat masukan dan haluaran, 2) Kehilangan
urinarius
dapat
hitung keseimbangan cairan, ukur
menunjukan terjadinya dehidrasi dan
berat jenis urine.
berat jenis urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.
3) Berikan air tambahan sesuai 3) Dengan formula kalori lebih tinggi,
indikasi
tambahan air diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.
4) Kolaborasi
pemeriksaan
lab. 4) Hipokalimia/fofatemia dapat terjadi
kalium/fosfor serum, Ht dan
karena perpindahan intraselluler
albumin serum.
selama pemberian makan awal dan
menurunkan fungsi jantung bila tidak
diatasi.
5) Metode
yang
efektif
untuk
memberikan kebutuhan kalori
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F. B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan.
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. 2006. Diunduh pada
27 Februari 2015 dari: http://www.biausa.org/pages/type_of_brain_injury
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
persyarafan. Jakarta : salemba medika
Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : CV. Sagung Seto