Вы находитесь на странице: 1из 153

Wishes..

Aku ingin kau ada

Pernyataan Keaslian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rasdiana
Nis
: 1204568
Kelas : XII. JJ. Thomson
Menyatakan bahwa novel berjudul Wishes
merupakan asli karya pribadi.

Pangkajene, Desember 2014

Penulis

ii

Terima kasih saya


kepada:
1.

yang telah memberikan rahmat dan hidayah


sehingga buku ini bisa diselesaikan dengan baik.
2. Keluarga. yang tengah memberi dukungan dan fasilitas
kepada saya dalam pembuatan dan pencetakan buku ini.
3. Ibu Masna Sari. S,pd yang telah memberikan tugas ini
dan dengan senang member perpanjangan waktu dalam
pengumpulan. Semoga buu ini mendapat penilaian yang
baik.
4. Sahabat-sahabat saya: Riski, Uni, Indah, Desi,
Ririn yang telah membantu saya dalam menulis buku
ini.
5. Kepada teman-teman saya di kelas XII. JJ.
Thomson, yang telah membatu, memberi komentarkomentar. Terima kasih, komentar itu sangat membantu.
6. Canda dan Cenna, sahabat kecil yang bersedia
membaca buku ini dan memberikan beberapa masukan.
7. Terima kasih kepada perpustakaan SMA Negeri 2
Pangkajene, yang telah menerbitkan buku ini.
8. Terima kasih saya kepada seluruh pembaca.
Semoga kalian terhibur dengan buku ini dan memberikan
apresiasi yang baik.
Allah Swt,

Selamat membaca~

iii

iv

Catatan 1

Awal yang indah. Aku ingin itu! apa


kamu tak bisa mengerti?
ANGIN malam membuatnya merinding saat

ia mengingat

kembali kenangan pahit yang dirasakannya dahulu. Ia


berusaha menghilangkan pikiran yang merasuki tubuhnya
seorang diri. Bersandar di kursi taman yang terlihat lebih
indah di siang hari. Suara serok-serokan dedaunan pohon
rindang yang berada tak jauh dari tempat duduknya juga pun
terdengar riang.
Taman ini merupakan tempat favorite yang sering
dikunjunginya setiap hari. Tak ada tempat yang lebih baik
baginya untuk didatangi selain taman indah yang tenang dan
membuat hatinya damai.

Malam ini sangat berbeda. Tak ada seorang pun


yang lalu lalang di hadapannya. Tatapannya kosong. Tak
ada pemandangan orang-orang yang biasa bermain gembira
dari kejauhan. Hampa dan sangat berbeda. Tak seperti
sebelumnya!
Hembusan angin semakin merasuki tubuhnya.
Sejak tadi ia tergelut dalam lamunan yang hampir saja
membuatnya gila. Ia secepat mungin beranjak pergi dari
taman. Sempat ia kebingungan, setelah melihat sekeliling
dan benar-benar tak ada seorangpun, ia berlari secepat
mungkin meninggalkan taman yang tak berada jauh dari
rumahnya.
aa.. buka maa! Maa bukaaa.. saat ia mencoba
untuk mengetuk pintu seperti biasanya, tiba-tiba pintu itu
terbuka sendiri secara perlahan-lahan. Keringatnya makin
bertambah apalagi ia baru saja berlari dari taman. Sejenak
diam, mencoba tenang. Bagaimanabisa pintu ini terbuka
sendiri bahkan tanpa disentuh sekalipun? pikirnya dalam
hati. Tapi dia memberanikan diri. Menutup matanya sejenak
dan menelan ludah menghilangkan kegugupannya.
Saat membuka matanya, ia merasa aneh. Yang
terlihat malah pajangan beberapa foto, ini fotoku Ia heran
dan mencoba melihat sekeliling. Ia benar-benar tak
mengerti!

Mengapa isi rumahnya berbeda? Keanehankeanehan ini yang semakin membingungkannya.


Ini kamarku. Kenapa aku tiba-tiba ada disini?
Yah, tidak salah lagi! aku tak mungkin salah, tapi kenapa
bisa?
Ia diam. Masih bingung! Bagaimana bisa isi
kamarnya terlihat begitu saja saat ia membuka pintu rumah?
Apa karena sihir? Tak mungkin! Ia masih belum bisa
menghubungkannya dengan kejadian yang baru saja dia
alami.
Hhuhhh. Ia menghela napas panjang mencoba
berpikir dengan logis.
Tiba-tiba ia mendengar suara tarikan pintu seperti
tadi. Matanya melotot kaget. Penasaran dengan apa yang
berada dibalik pintu itu.
Shela kamu tidak apa-apa? kamu kenapa? Kamu
baik-baik aja kan?
Ia semakin kebingungan saat melihat kedua
temannya muncul dari balik pintu dan melontarkan
pertanyaan-pertanyaan aneh terhadapnya. Twins? Kenapa
meraka disini? Cetusnya dalam hati. Ia kembali menghela
napas panjangnya.
Twins adalah julukan yang sering dilontarkan Shela
atau sebut saja Flora kepada kedua temannya itu. Panggilan

Twins sudah melekat pada diri mereka, Stela dan Stevy.


Mereka berdua memiliki wajah yang sama alias kembar.
Sebagai gantinya, Twins juga memberikan julukan
kepada Flora, bukan julukan juga sih, tapi mereka lebih
senang memanggil Flora dengan nama Shela. Yah, Shela
sebenarnya bernama lengkap Flora Nakisyah. Twins sengaja
memanggilnya dengan nama Shela agar mereka bertiga
memiliki nama yang sama, Stela, Stevy dan Shela. Mereka
sudah sangat dekat, seperti keluarga. Awalnya, Twins hanya
bercanda, namun semakin lama ia malah semakin terbiasa
memanggil Flora dengan nama Shela.
Kamu mimipi yah? Stela heran sambil duduk
dipinggiran kasur tempat Flora tidur dengan balutan selimut
berwarna merah muda. Dia khawatir.
Flora masih tak berkutik.
Stela melanjutkan, kamu dari tadi diam terus,
seperti patung saja, dasar Shela si. Aa-awww.. sakit
Stevy!! Stela menggeram.
Stela memang memiliki sifat ceplas-ceplos. Ia
langsung memarahi kakaknya sendiri dengan refleksnya saat
ia merasakan cubitan khas kakaknya Stevy yang sejak dulu
ditakutinya.

Kamu diam saja! Lihat tuh.. Stevy mengarahkan


tatapannya kepada Flora yang sejak tadi diam bahkan tanpa
kedipan sekalipun.
Flora mulai menemukan titik temu. Sepertinya dia
sudah bisa berpikir dengan logis saat ia merasakan dirinya
berada dalam balutan selimut hangat kesayangannya itu.
Flora tersenyum kecil. Ya Tuhan! Dan nyengir
cengingisan. Ia sudah tahu kalau ia bermimpi. Itulah
mengapa saat terbangun yang terlihat adalah pajangan
fotonya sendiri.
Aku mimpi yah? Aku pikir aku sudah gila.
Kenapa bisa seperti ini. Kenapa aku tidak kepikiran? Pantas
saja.., ucapnya sambil bangun dari tempat tidurnya.
Iyah, kamu memang gila! Dengan nada suara
melebihi suara jeritan mimpi Flora tadi. Stela mengerutkan
keningnya.
Jangan bilang kamu bermimpi buruk? Hari ini kan
baru pertama kalinya lagi kamu nginap dirumah ini setelah
sekian lama. Apa kamu merasakan hal yang aneh? Tanya
Stevy khawatir.
Ini adalah hari pertama Flora tinggal dirumahnya
lagi, entah apa yang dipikirkannya, ia sudah tak ingin
tinggal dirumah Amy lagi bersama Stela dan Stevy. Amy
sudah melarangnya untuk tinggal sendirian dirumahnya, ia

sangat khawatir dan karena itulah Amy meminta Stela dan


Stevy untuk menginap dirumah Flora yang baru
ditinggalinya dan menemaninya untuk beberapa hari.
Mendengar pertanyaan Stevy, Flora tidak
berkomentar panjang. Ia hanya tertawa kecil memandang si
Twins. Stevy hanya menatap Stela bingung.
Aduhh, My Twins perhatian banget sih. Haha,
lucuu! Flora merangkul kedua sahabatnya itu dengan
cengingisann lalu beranjak dari tempat tidurnya dan
bergegas ke kamar mandi. Kemudian ia teringat suatu hal
saat melihat pintu kamar mandi yang ditujuinya.
Ada apa dibalik pintu rumah dalam mimpi tadi?
Apa karena aku sudah lama meninggalkan rumah ini? Ahhh,
tidak mungkin! Penasaran kecil itu terbesit dalam
pikirannya begitu saja.
Aku mandi dulu yahh, cetus Flora sambil
menguap panjang.
Stela dan Stevy bingung dengan tingkah Flora.
Mereka hanya saling menatap heran. Baru kali ini ia melihat
Flora mandi secepat itu. Matahari saja belum terlihat.
Mereka lalu tertawa bersama saat mendengar
teriakan Flora dari kamar mandi.
Ahhh, dinginnn!!!!

Sipp sayang. Iya, kami akan berangkat. Nih, udah


mau sarapan.
Stevy dengan santainya menyiapkan sarapan
ditemani oleh suara mamanya ditelepon. Sejak tadi, ia sibuk
sendiri bersama makanan dan ponselnya itu. Sedangkan
Stela? Stela hanya duduk manis menatap Stevy. Ia
memperhatikan ponsel yang digenggam erat ditelinga
kakaknya itu. Penasaran dengan perbincangan alot antara
kakak dan mamanya, Mama Amy.
Hah? Stela? Iya mah.. dia baik-baik aja kok .
Haha.. iya. Udah tidak serempong seperti dulu. Stevy
melirik Stela sejenak kemudian tertawa kecil.
Mendengar namanya disebut-sebut, Stela semakin
penasaran. Ia menatap sebal kakaknya, kemudian melihat
ponselnya yang sejak tadi tak berdering.
Kenapa bukan aku saja sih mah? Aku kan juga
ingin tahu kabar langsung dari ponsel aku sendiri! Selalu
saja Stevy! Iissh.
Stela menghempaskan rambut panjangnya dengan
kedua tangan. Kemudian mengayun-ayunkan kedua kakinya
dibawah meja makan. Ia masih saja diam, murung. Tak tahu

apa yang harus ia lakukan. Stevy sibuk sendiri dan Flora


belum juga keluar dari kamar.
Stevy diam-diam memperhatikan Stela yang
memasang wajah cemberut. Matanya tiba-tiba melotot saat
melihat adik kembarnya itu langsung memukul meja bosan
dan menaruh kedua tangannya didagu dengan sebal.
Cuma dia ajah! Aku gimana? Gak kangen? Terus
saja seperti gitu!! Senang yah ngeliat aku seperti ini? Ya
udah.. dia memang tak menganggapku sebagai anaknya!
Haaiisssh Stela mengomel-ngomel sendiri, keningnya
berkerut. Memberi sindiran halus.
Stevy yang tiba-tiba melihatnya langsung berbisik.
Mengecilkan suaranya. Dan ternyata Mama Amy juga
sempat mendengarkan omelan khas dari Stela.
Sudah kuduga adikmu pasti akan seperti itu.
Kamu harus menjaganya. Hhah.., karena itulah aku tak
menelponnya..yaahh biarkan saja dia.. Mama Amy dengan
nada suara jelas.
Mendengarnya, Stevy hanya tersenyum kecil.
Kemudian Mama Amy melanjutkan, Aish.. anak itu benarbenar, teleponnya terputus.
Mama Amy sudah sering sekali diomeli dengan
sindiran yang selalu dibuat Stela dalam telepon. Hal itu
sudah menjadi ciri khas Stela. Ditambah lagi mereka selalu

berbeda pendapat. Hal sekecil apapun selalu diperdebatkan.


Itulah mengapa Stela tak pernah mendapat telepon dari
mamanya.
Disaat bersamaan, terlihat Flora berdiam diri
disamping dinding menuju meja makan. Tatapannya kosong.
Entah apa yang dipikirkannya. Stela dan Stevy baru
menyadarinya.
Apa yang kamu lakukan? Lama banget sih.
Cepetan, kita sarapan. Stela menegurnya.
Flora tak bergeming.
Shela..? Stela menaikkan nada suaranya.
Menatap Flora heran.
Hah? i-iyah senyum berbisik. Berjalan kearah
meja makan dengan kaku.
Flora mencoba menghilangkan pikiran yang
terbesit dalam hatinya saat melihat si Twins begitu ingin
bertemu dengan mamanya.
Flora juga teringat dengan mamanya. Beberapakali
ia menolak panggilan darinya. Bahkan ia sampai menonaktifkan ponselnya. Tak ingin berurusan dengan mamanya
lagi. Mereka memang tak akur dalam beberapa hal.
Selamat makan! Stela bersorak gembira tak sabar
menyantap makanan. Stevy juga mulai makan dan Flora
hanya meminum susu beruang kesukaannya.

Oiya, kalian harus mendengar ini baik-baik..,


Flora menatap Twins serius. Kemudian ia melanjutkan, di
kampus nanti, kalian tak boleh memanggilku Shela. Aku,
Flora Nakisyah! Oke? Flora Nakisyah. Tak ada yang
namanya Shela. Hanya ada F-l-o-r-a! Dengan tatapan
meyakinkan.
Si Twins hanya menatap Flora bingung.
Flora memang tidak begitu senang dengan
panggilan Shela. Tapi si Twins sangat susah untuk diatur,
keras kepala. Sudah beberapa kali Flora menegurnya tapi
Twins tetap tak memedulikannya. Mereka tetap saja
memanggil Flora dengan nama Shela agar menjadi satu
keluarga yang bahagia. Mereka sangat menyayangi Flora,
apalagi semenjak Flora menikah lagi dengan lelaki lain dan
meninggalkan Flora sendirian, itu membuat Flora harus
tinggal dirumah Stela dan Stevy, Mama Amy juga sangat
menyayangi Flora dan sudah mengaggap Flora sebagai
anaknya sendiri. Mereka semakin lebih akrab. Semua hal
selalu mereka lakukan bersama.
Flora kembali melanjutkan, ingat. Aku akan tetap
memanggil kalian Twins jika kalian menghiraukan
perkataanku barusan. Oke?
Ia menatap Stela Mengerti? kemudian berbalik
menatap Stevy Mengerti?

10

Twins memandang Flora sebal dan segera memberi


pernyataan.
No!!

Stela berjalan lebih jauh meninggalkan Flora dan


Stevy. Suara kelakson kendaraan terdengar dimana-mana.
Orang-orang sibuk berjalan mencapai tujuannya. Stela sibuk
memainkan ponselnya dan berjalan ria cengingir sendiri
melihat komentar-komentar dari sosial medianya. Haha..
ada-ada saja mereka, katanya dalam hati.
Bagaimana dengan Flora dan Stevy? Sejak tadi,
Stevy hanya menatap Flora kemudian melirik ponsel Flora
yang sejak tadi berdering terus. Entah apa yang dipikirkan
Flora, ia sepertinya bingung harus menjawab telepon itu
atau tidak. Ia haya melihat ponsel itu sejenak kemudian
menyimpannya kembali dalam tas kecil yang dibawanya.
Angkat saja Shel, mungkin saja ada yang
penting, ujar Stevy sambil merangkul Flora yang sejak tadi
diam dengan tatapan kosong.
Flora kemudian tersentak, tak tahu harus berkata
apa. Pikiran dan hatinya bertolak belakang. Ia masih
bingung! Tak tahu apa yang harus ia lakukan, hmm, tidak

11

kok. tak ada yang penting. Ia kemudian mematikan


panggilan telepon tersebut.
Seberapa kesalnya kamu padanya, dia tetap mama
kamu. Karena dia menikah lagi, bukan berarti dia tidak
menyayangimu. Bahkan dia sangat sayang padamu Shela.
kamu pasti sangat merindukanmu, aku yakin kau juga
merasakan hal yang sama.
Stevy tahu kalau Flora pasti sangat ingin bertemu
dengan mamanya. Hal itu terlihat jelas dari tingkah Flora.
Tapi ia selalu memendamnya. Ia masih sangat marah kepada
mamanya yang menikah lagi dan meninggalkannya keluar
negeri.
Flora hanya diam. Kemudian Stevy melanjutkan,
apa kau masih tak ingin memaafkannya? Sudahlah Shela,
tak usah berpikir macam-macam. Angkat saja teleponnya,
mungkin ada hal penting ia ingin beritahukan kepadamu.
Flora menatap ponselnya yang kembali berdering,
kemudian ia menatap Stevy untuk meyakinkan, apa aku
harus menjawabnya? Lalu Stevy tersenyum dan
mengganggukkan kepalanya sebagai tanda Iya.
Flora kemudian menatap ponsel yang
digenggamnya, disana bertuliskan mama. Ia sepertinya
sudah ingin menjawab telepon itu. Tapi tiba-tiba ponselnya
berhenti berdering. Perasaan tegangnya hilang begitu saja.

12

Namun, ia masih tetap menatap layar ponselnya, berharap


panggilan bertuliskan mama terlihat lagi.
Mereka berdua lalu tersentak kaget saat mendengar
teriakan Stela dari kejauhan. Aa-aw, Sakit! Stela
menggeram kesakitan.
Mereka lalu bergegas menghampiri Stela yang
tertindih oleh motor yang menabraknya.
Apa kamu tidak apa-apa? Tanya Stevy khawatir
sambil membantu Stela berdiri.
A-aw, iya tidak papa. Stela kemudian mengipasngipas luka kecil dikakinya dengan kedua tangannya sebagai
tanda perih.
Tiba-tiba Flora berteriak, Eh, eh, kamu mau
kemana? Kami mi-minta maaf. Nih, jam ka-kamu jatuh, eh,
tunggu..?
Entah mengapa, seorang lelaki muda yang
menabrak Stela langsung bergegas memperbaiki posisi
motornya dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Ada yang aneh dari raut wajahnya! Ada apa
dengan dia? Benak Flora.
Apa sudah tak sakit lagi? Kalau begitu mari kita
pergi, kata Flora prihatin.
Iya, sudah tak sakit lagi.., apa itu jam lelaki tadi?
Tanya Flora heran.

13

Iya. Dia tak sengaja menjatuhkannya. Ini sudah


retak. Apa aku membuangnya saja?
Jangan! Biar aku saja yang menyimpannya.

Flora, Stela dan Stevy sudah berada di depan


Universitas Indonesia, Jakarata. Mereka memandang
kampus itu dengan suasana hati tenang dan damai. Tak
terasa mereka sudah sampai di tahap ini.
Mereka berdiri berjejeran menunggu lampu merah
menyala. Tiba-tiba muncul seorang lelaki berkacamata
memandang mereka dari jarak 2 meter. Mereka bertiga
memandang lelaki itu heran. Tapi lelaki itu malah
membalasnya dengan senyuman mungil. Saat mereka akan
memalingkan pandangannya, wajah mereka langsung
berseri-seri bahagia melihat lelaki yang baru saja datang dan
langsung berdiri disamping lelaki berkacamata tadi.
Dengan style yang keren, lelaki berkulit putih itu
langsung tersenyum sekilas kepada mereka. Wwooaaa
cakepnyaa~
Mereka bertiga seakan sangat menyukai moment
itu. Senyuman manis dari lelaki keren itu membuat dirinya
seakan terbang. Mereka tak bisa berkutik sedikitpun.

14

Belum puas melihat lelaki cakep itu, tiba-tiba


datang seorang lelaki keren yang juga berdiri tepat berada
ditengah antara mereka bertiga dan kedua lelaki tadi. Lelaki
ini tak kalah kerennya. Dengan memakai kemeja putih dan
lengan baju yang terlipat. Tangan kanannya berada di dalam
saku, dan tangan kirinya merangkul tas dipunggungnya.
Pandangannya lurus kedepan.
Flora, Stevy, dan Stela langsung tertuju kepada
cowok itu. Mereka terpesona! Tapi, lelaki itu langsung
memandang mereka sinis dalam beberapa detik dengan
wajah yang nampak heran melihat Flora, Stela dan Stevy
yang tersenyum-senyum kepadanya.
Lelaki itu memandang mereka aneh, menaikkan
satu alisnya kemudian memalingkan pandangannya cuek
dan langsung berjalan tegak dengan penuh karisma
menyebrangi jalan karena lampu merah sudah menyala.
Flora, Stela dan Stevy heran melihat lelaki cuek itu.
Mereka tetap memberikan senyuman manisnya. Belum
setengah pandang, lelaki itu langsung pergi tanpa menoleh
sedikitpun.
Mereka hanya menatap sebal lelaki itu. Lalu
menyusul berjalan dan merubah sikap anehnya tadi.
Memasang sikap tegak dan tersenyum tenang berjalan

15

menuju kampus yang berada di depan mata. Kedua lelaki


tadi juga menyusul di belakang mereka bertiga.
Hari inilah awal dari hidup mereka. Perasaan
gembira dan hati yang sejuk nampak dari raut wajah mereka.
Satu persatu mereka beriringan menyebrangi jalanan dengan
gaya dan pose mereka tersendiri sambil menatap kampus
yang tak sembarang orang bisa masuk didalamnya.[]

16

Catatan 2

Bertemu denganmu, harapan buatku!


tapi kau tetap tak peduli
SEMUA mahasiswa Universitas

Indonesia Jakarta sudah

berkumpul di aula utama. Semuanya berada dalam barisan


sesuai dengan bidang fakultasnya masing-masing.
Hari ini adalah hari pembukaan penerimaan
mahasiswa baru. Kepala Universitas kini sedang
memberikan sambutannya untuk seluruh mahasiswa.
.....silahkan duduk anak-anakku sekalian. Semoga
kalian semua bisa menjadi penerus yang baik. Universitas
kita ini merupakan......
Kemana sih dia, belum datang juga? Kamu pergi
susul dia deh Stela. Stevy berbisik kepada Stela sambil
menatap tempat duduk Flora dengan harapan Flora segera
datang.

17

Gak ah, kamu tak lihat tuh. Berdiri sekarang saja,


aku bakalan jadi pandangan orang-orang. Apalagi kalau
keluar?! Uugh, no, no (menggeleng-gelengkan kepalanya)
Sumpah, kamu saja deh Stevy.. Apasih yang dia lakukan!
Ketoilet saja lamanya minta ampun Stela memberikan
komentar panjangnya.
Semua mahasiswa baru sangat tenang. Berbeda
dengan si Twins ini, sejak tadi tak pernah diam. Mereka
khawatir dengan keberadaan Flora yang tak kunjung datang.
Sedangkan Flora? Hingga kini ia belum
menemukan toiletnya. Sejak tadi ia sudah berkeliling
kampus hingga tersesat dan tak tahu jalan kembali menuju
aula utama.
Flora berjalan mengarungi tangga. Ia sangat
kelelahan bahkan make-upnya sudah hampir hilang karena
keringat, lesu. Yang dia pikirkan bukan toilet lagi,
melainkan bagaimana caranya agar ia bisa kembali ke aula
utama dan bahkan sekarang ia tak tahu sedang berada
dimana. Ia bingung dengan kampus yang luas ini, semua
bangunan terlihat sama!
Semangatnya pun kembali ketika ia melihat
seorang perempuan duduk dibawah tangga. Flora sesegera
mungkin menghampiri gadis itu.

18

Permisi kak saya bisa minta tolong? Flora


meletakkan tangannya dipundak perempuan itu. Tapi,
belum beberapa detik, Flora tersentak kaget saat perempuan
itu langsung menghempaskan tangannya. Perempuan itu
langsung berdiri dan menatap Flora dengan ketakutan.
Ka.. Kakak kenapa? Pupil mata Flora membesar,
ia kaget.
Flora tak berkutik saat melihat wajah perempuan
itu pucat. Sepertinya ia ketakutan, tanpa sepatah katapun
perempuan itu berlari meninggalkan Flora. Melihatnya
pergi, Flora langsung mengejarnya. Ia khawatir dengan
keaadaan perempuan itu.
Belum berapa jauh, perempuan itu menghilang dari
pandangan Flora. Entah seberapa cepatnya ia berlari hingga
membuat Flora tak dapat menjangkaunya.
Ada apa dengan dia? Apa sesuatu terjadi
kepadanya? Pertanyaan ini terbesit dalam pikiran Flora.
Flora terus berjalan, matanya berkeliling ke segala
penjuru mencari keberadaan perempuan itu dan tanpa ia
sadari seorang lelaki sedang berjalan ke arahnya. Lelaki itu
tampak sedang serius dengan pembicaraannya di telepon,
ya.. matanya juga sedang tak fokus ke depan.
Semakin lama jarak antara Flora dan lelaki itu
semakin dekat. Mata mereka masih saja sama-sama tak

19

fokus ke depan dan bruuuuuuukk mereka berdua saling


menabrak, ponsel lelaki itu terjatuh hingga baterainya
terlepas. Flora sangat terkejut, ia terpental ke belakang dan
hampir terjatuh andai saja ia tak mengimbangi tubuhnya.
Lelaki itu dengan wajah kesal memungut ponselnya
dan mencoba untuk menyalakannya. Lelaki itu
menghembuskan napas panjang, untunglah ponselnya tidak
rusak.
Kamu gimana sih? Kata lelaki itu dengan nada
suara yang meninggi.
Lelaki itu hanya melirik Flora sejenak lalu beranjak
pergi meninggalkan Flora. Sifat angkuhnya membuat dia tak
ingin berurusan dengan orang lain lagi terutama dengan
seorang gadis aneh yang tersenyum gila kepadanya pagi
tadi, Flora!
Ia sempat berhenti sejenak ketika mengingat
kejadian pagi tadi. Membayangkan wajah Flora yang
tersenyum mungil kepadanya. Ia menaikkan alisnya, melirik
Flora dari belakang, kemudian tersenyum kecil pada dirinya
sendiri.
Dasar gadis bodoh. Punya mata gak dipakai!
Cetus pria itu saat beranjak pergi.
Flora terperangah mendengar perkataan lelaki itu,
ia tak habis pikir dengan apa yang dialaminya barusan. Ia

20

menarik napas panjang. Keinginannya untuk minta maaf


menghilang begitu saja.
Flora jelas tak terima jika lelaki itu
menyalahkannya dan pergi begitu saja tanpa meminta maaf.
Ia langsung pergi menghalangi langkah lelaki itu sehingga ia
berada tepat dihadapan lelaki itu. Tatapan matanya merajuk
tajam dan diarahkan ke lelaki itu.
Kamu bilang apa barusan? Apa aku tidak salah
dengar? Hello, aku bodoh? Huhh, dasar lelaki tak tahu malu!
jelas-jelas kamu yang jalan tidak pake mata, dan kamu
menyalahkanku? Apa kau sudah gila? Hah?! Tatapan mata
Flora masih tetap tajam ke arah lelaki itu.
Lelaki itu heran dengan tingkah Flora yang
langsung marah-marah padanya. Sejenak ia diam lalu
menghela nafas dan menatap Flora santai. Sejak tadi, ia
hanya memerhatikan raut wajah Flora yang marah-marah.
Entah yang apa yang ia pikirkan!
Kenapa diam? Udah tahu salah, malah tinggal
ngelenong saja. Gak mau minta maaf? Lanjut Flora.
Lelaki itu malah tersenyum miring kepada Flora
dan melangkah selangkah kedepan Flora. Jarak mereka
menjadi sangat dekat. Flora tersentak kaget, matanya
langsung melotot dan dengan refleksnya ia melangkah
mundur.

21

Lelaki itu semakin mendekatkan pandangannya.


Mata mereka saling bertatapan. Flora sempat menelan ludah
kaget. Kemudian lelaki itu kembali memberikan senyum
soknya kepada Flora sambil menaruh telunjuknya pas dijidat
Flora lalu berkata, itu urusan kamu, bukan urusan aku.
Kemudian ia mendorong telunjuknya itu hingga tubuh Flora
ikut bergerak kebelakang Minggir sana, Kau menghalangi
jalanku saja.
Flora kembali terperangah. Ia tak tahu harus
berkata apa lagi. Jantungnya sempat berdegup kencang
ketika lelaki itu mendekatinya. Flora tetap diam bahkan
matanya tak berkedip sekalipun. Sedangkan lelaki itu? ia
malah meneruskan langkahnya. Pandangannya tetap lurus
kedepan. Bertingkah seolah-olah tak ada yang terjadi dan
kembali memainkan ponselnya seperti sebelumnya.
Flora hanya menatap kepergian lelaki itu.
Pikirannya kosong dan dari kejauhan, ia hanya memandangi
langkah demi langkah kaki lelaki itu berjalan.
Setelah beberapa menit, ketika langkah kaki lelaki
itu sudah hampir lenyap dari pandangannya, tiba-tiba ia
teringat beberapa waktu lalu ia telah bertemu lelaki itu pagi
tadi. Ia terlihat begitu yakin.
Dia lelaki itu, Yah, titu benar dia! Aku tak
mungkin salah. Benaknya.

22

Flora mencoba mengingat kembali wajah lelaki


yang ia temui pagi tadi. Mereka benar-benar orang yang
sama! Flora menghela napas panjangnya seraya
menghilangkan keluh kesalnya terhadap apa yang telah ia
alami. Disaat bersamaan, ia kemudian teringat oleh si Twins
yang sejak tadi menunggunya di aula utama.
Ada apa denganku? Kenapa aku masih disini! Apa
yang aku lakukan? Ahhh! Seharusnya aku sudah berada di
Aula utama! Cetusnya pada diri sendiri.
Mata Flora kemudian langsung melotot ketika
melihat lelaki yang ia temui tadi sudah semakin jauh
meninggalkannya dan bahkan langkahnya sudah hampir tak
terlihat. Secepat mungkin Flora berlari menghampiri lelaki
itu. beberapakali ia memanggilnya dari kejauhan dengan
harapan lelaki itu menghentikan langkahnya. Namun, apa
daya Flora, lelaki itu malah terus berjalan dengan santainya
tanpa memedulikan Flora yang terus berlari kearahnya.
Eh, tunggu, tunggu aku dong. Yaudah, iyadeh,
aku minta maaf atas perkataan tadi. Aku mengaku salah
karena sudah nabrak kamu. Aku mau minta tolong nih.
Boleh yah? Yah? Yah? Flora terus mengikuti langkah
lelaki itu walaupun harus berlari-lari kecil dan terus
mencoba membujuk lelaki itu dengan menampakkan wajah
sedihnya yang begitu mungil.

23

Tak sedetik pun lelaki itu meliriknya.


Pandangannya tetap lurus kedepan. Ia terus saja
menghiraukan Flora yang sejak tadi mengikuti setiap
langkahnya. Tapi Flora tak peduli, ia merajuk seperti anak
kecil, tapi lelaki itu masih tetap berjalan tanpa
menghiraukan Shela.
Boleh yah? Aku mohon! Sejak tadi aku sudah
berkeliling kampus ini hanya dengan satu tujuan. Kamu tahu
apa? Hanya untuk ke toilet! Tapi, ehh, aku malah tersesat.
Tak tahu jalan kembali menuju aula utama! Apa kamu bisa
tunjukkan tempatnya? Udah tadi aku ketemu sama
perempuan aneh lagi, uhhh, serem banget kan? Aku capek
banget tahu tidak? Kamu tolong aku dong. Please. Aku
mohon. Hari ini tuh sangat melelahkan! Dari tadi,
Flora terus bercerita kepada lelaki yang ia temui
mengenai kejadian yang ia alami. Ia tergelut dalam ceritanya
sendiri dan terus berjalan berdampingan bersama lelaki tadi.
Mereka terus berjalan dan dari kejauhan terlihat
sangat akrab walaupun sebenarnya Flora hanya sibuk sendiri
bercerita dengan tingkah lucunya yang khas. Sedangkan
lelaki itu? yah, lelaki itu memang tak pernah berkomentar
dan hanya memusatkan pandangannya lurus kedepan.
Tapi, ditengah sibuknya Flora bercerita, lelaki itu
sempat sesekali melirik Flora, memperhatikan Flora

24

berbicara, bahkan ia sempat tertawa kecil ketika melihat raut


wajah Flora yang lucu itu.
Apa kamu benar-benar tak ingin membantuku?
Aku sudah sangat kelelahan Flora menatap lelaki itu
dengan wajah kasihannya.
Tidak! pergi sana, menjauh dariku. Kata lelaki itu
ketus.
Kau benar-benar, Aishh!! Flora mendengus
kesal melihat lelaki itu. Tapi ia tetap mengikuti lelaki itu.
Merengek seperti anak kecil berharap lelaki itu simpati
kepadanya.
Aku mohon, si Twins pasti nungguin aku! Mau
yah? Yah?
Tidak. Pergi sana!
Kamu kok seperti itu sih! Sejak tadi aku sudah
mengikutimu, aku lelah! Apa kamu gak bisa mengerti
sedikitpun? Anterin aku yah? Please, pelase, aku mohon..,
Lelaki itu tetap tak memedulikan Flora. mereka
terus berjalan, berbelok-belok kesana kemari, mengarungi
tangga dan akhirnya lelaki itu berhenti di sebuah bangunan
besar. Flora nampak senang melihat lelaki itu menghentikan
langkahnya. Ia menarik napas panjang, dan menyeka rambut
panjangnya yang terus saja menghalangi pandangannya. Ia
memberi tatapan penuh harap pada lelaki itu.

25

Lelaki itu benar-benar menoleh kepadanya, Flora


langsung memberikan senyuman lebarnya kepada lelaki itu
mewakili perasaannya yang bahagia. Namun, belum sempat
mengucapkan terima kasih, lelaki itu malah berbicara ketus
kepadanya.
Kenapa kamu begitu mengganggu? Menjauh dari
hadapanku! Pergi sana.., Lelaki itu lalu melangkah maju
meninggalkan Flora dan tanpa sengaja ia menggeser bahu
Flora hingga ia terjatuh. Ia menggeram kesakitan. Namun, ia
menahannya. Perasaannya terguncang. Mengapa lelaki itu
sangat kasar kepadanya? Ia bingung!
Flora menatap kepergian lelaki itu sebal.
Perasaanya berkecambuk dan ia tak dapat menahannya.
Apa kamu ini manusia? Aku berharap tak akan
bertemu denganmu lagi dan aku berjanji tak akan meminta
pertolonganmu lagi, ingat itu! Huuaaishh..,
Flora
menelontarkan
isi hatinya dan
meneriakkannya kepada lelaki itu. Tapi lelaki itu tetap tak
menghiraukannya dan terus berjalan. Pandangannya lurus
kedepan. Namun, ketika mendengar teriakan Flora terjatuh,
ia sempat terlihat ingin menoleh kepada Florlora lagi. Ia
hanya memberikan senyum kecilnya ketika mendengar suara
Flora yang marah dan mengolok-oloknya dari kejauhan.
Sangat lucu menurutnya!

26

Tiba-tiba Flora terdengung ketika mendengar suara


dalam gedung. Apakah ini aula utama? Benaknya. Yah!
Tak salah lagi, semakin ia mendengar suara itu, ia semakin
yakin. Sekarang Flora mulai memperbaiki sikapnya,
mencoba tenang, menata rapi rambutnya dan pakaiannya
yang kusut karena duduk dilantai dan bergegas masuk dalam
gedung itu.
Seketika Flora terperangah melihat orang-orang
duduk tenang dalam aula. Sesegera mungkin ia mencari
tempat duduknya semula, tepat berada dalam pandagannya,
sudah ada Stela dan Stevy yang menunggunya.
Dari mana saja kamu? Kenapa wajahmu seperti
itu? apa kamu sudah terjatuh? Tanya Stevy penuh heran.
Apa kalian tahu, aku tersesat! Entah aku berada
dimana tapi disana tak ada siapapun! Aku hanya bertemu
dengan orang aneh. Huuhh., aku sangat lelah. Flora
memasang wajah lesunya.
What? Jadi sejak tadi kamu belum ke toiloet?
Hanya berjalan kesana-kemari saja? itu maksud kamu?
Aduh Shela.., Stela menambahkan.
Iya, Flora mengangguk. Stela menatapnya heran
dan Stevy menepuk bahu Flora menyuruhnya untuk sabar
dan tiba-tiba ia tersentak seketika melihat wajah Flora tibatiba membelalak. Dimulai dari posisi tubuhnya yang semula

27

bersandar dikursi lemah tiba-tiba berubah menjadi sikap


yang tegang. Pupil matanya semakin membesar, ia melotot
kaget.
What? Apa aku gak salah lihat! Flora mengucek
matanya kemudian melanjutkan, kenapa lelaki gila itu
berada disana!
Semua mata langsung tertuju pada lelaki itu. Flora
sangat Shock melihat lelaki aneh dan super jutek itu
sekarang berada diatas panggung dan menyampaikan
pidatonya sebagai perwakilan mahasiswa baru tahun ajaran
ini.
Pandangan lelaki itu juga mengarah pada Flora. Ia
melihat wajah Flora ngotot. Tapi, ia tetap tak peduli dan
malah memberikan senyuman kecilnya sehingga membuat
perempuan lain terpesona, termasuk Stela dan Stevy.
Sedangakan Flora? ia menampakkan wajah sebalnya!
Flora malah merasa terhina dengan senyuman yang
diberikan lelaki itu. Wajah tampannya tak sejalan dengan
sikapnya yang sangat dingin. Perasaan kesal Flora yang
tadinya sudah hampir hilang malah muncul kembali ketika
melihat wajah sok yang selalu ditampakkan lelaki itu.
Kemudian Flora menegur Stela yang sedari tadi berseri-seri
melihat lelaki itu, kamu jangan berharap. Dia bukan orang
yang baik.

28

Apa yang kamu tahu tentang dirinya? Tanya


Stela menatap Flora serius.
Dia lelaki gila yang kutemui tadi, aku meminta
tolong padanya untuk memberitahuku tempat aula ini. Tapi
ia tak memedulikanku! Aku bahkan mengikuti tiap
langkahnya tapi ia tetap menghiraukanku. Dasar lelaki gila.
Jelas Flora.
Hah? apa yang kamu bicarakan? Seharusnya kamu
berterima kasih padanya. Karena dia, kamu bisa sampai ke
tempat ini Shel.
Terima kasih apanya? Dia tak pernah
mengaggapku ada! bahkan, ia sempat membuatku terjatuh.
Bukannya meminta maaf, tapi ia malah pergi begitu saja!
Kurasa aku tak akan memaafkannya!
Aduh Shela, apa sampai sekarang kamu belum
mengerti? Tanya Stela kembali heran.
Mengerti apanya sih? Flora mengerutkan
keningnya dan Stela masih menatapnya bingung.
Maksud Stela, kamu harusnya berterima kasih
padanya. Mungkin dia tak memedulikanmu untuk beberapa
alasan. Tujuan kalian samakan? Jadi buat apa dia
memberitahumu. Mungkin saja dia tak sengaja melakukan
hal itu, atau mungkin dia terburu-buru sehingga tak sempat
meminta maaf kepadamu. Ada banyak alasan kan? Tapi

29

untuk lebih jelasnya lagi, kau bisa memberitahunya nanti..,


Jelas Stevy yang memang sejak tadi ingin berkomentar.
Berbicara padaku saja dia enggan, aku tak percaya
dia akan memberitahuku! Tukas Flora dengan jelas.
Stevy kemudian kembali melanjutkan, tak ada
salahnya kan? Sikapnyanya memang dingin tapi siapa yang
tahu, mungkin dia orang yang baik. Stevy semakin menatap
Flora jelas dengan harapan Flora paham dengan apa yang
dikatakannya barusan.
Iya nih. kalau aku sih sudah yakin dia itu orang
baik. Sangat terlihat dari senyumannya, dia pasti suka
membantu orang lain. Ujar Stela dengan wajah yakinnya.
What? Jadi aku harus bagaimana? Berterima kasih
padanya? Tanya Flora bingung.[]

30

Catatan 3

Mengapa berada di tempat yang sama?


Takdirlah yang menentukannya!
SEMILIR

angin membelai halus juntaian rambut Flora

sehingga menutupi sebagian wajahnya. Terasa sangat sejuk.


Flora memandangi mahasiswa baru lainnya di kelas.
Sesekali ia menoleh keluar jendela tempat ia duduk dan
memandangi langit yang cerah. Saat ini ia tengah sibuk
dengan pikirannya. Namun, tiba-tiba sebuah suara
membuyarkan lamunannya.
Hiyaa, Apa yang kamu pikirkan Shela. Sejak tadi
kamu hanya diam, apa karena gak punya teman duduk yah?
Ujar Stela berbalik menatap Flora yang sejak tadi terlihat
melamun dan jelas Flora tersentak kaget.
Hah? Tidak kok. Aku memang lebih senang
sendiri saja. Aku diam, bukan berarti karena aku tak punya

31

teman duduk. Males ngomong aja. Aduh Stela, kamu sok


tahu deh, ujar Flora membela diri.
Memangnya apa yang kamu pikirkan? Tanya
Stela penasaran.
Tak ada kok.
Beneran?
Iya, jawab Flora. Kemudia ia teringat sesuatu,
Oiya, apa kamu masih menyimpan jam tangan lelaki yang
kemarin? Tanya Flora penasaran.
Lelaki yang mana? Digta Fernanda?
What? Digta Fernanda siapa maksud kamu?
Flora semakin mendekatkan tatapannya pada Stela.
Aduh Shela, apa kamu benar-benar tak tahu?
Digta itu orang yang membantumu kemarin. Oiya, apa kau
sudah berterima kasih padanya?
Berterima kasih? Aduh Stela, aku sudah tak ingin
berurusan dengannya! Kenapa kamu mengungkit dia lagi
sih. Flora menghela napas panjangnya kemudian
melanjutkan, Maksud aku tadi itu lelaki yang menabrakmu
kemarin. Apa kamu sudah bertemu dengannya? Kamu tidak
melupakannyakan?
Lelaki berjam tangan itu? Oiya, aku sudah
bertemu dengannya setelah pertemuan di aula kemarin.

32

Kemarin? Dia mahasiswa disini juga? Dia di


fakultas apa? Ujar Flora penuh tanya.
Iya. Aku juga tidak menyangka kita berada di
universitas yang sama. Kalau fakultasnya sih aku juga
kurang tahu. Aku tak sempat menanyakannya. Apa kamu
tahu? Dia itu benar-benar aneh, disaat aku memperlihatkan
jam tangannya yang kita temukan itu, dia langsung saja
mengambilnya dan segera pergi meninggalkanku. Aneh
bukan? Sepertinya dia mengejar seseorang. Wajahnya
keringatan tapi dia terus berlari. Jelas Stela.
Hmm, kemarin aku juga ketemu sama perempuan
aneh, dia terlihat sangat ketakutan. Mereka jodoh kali yah?
Haha Flora tiba-tiba nyengir cengingisan. Mendengar
perkataan Flora barusan, Stela juga ikut tertawa bahkan
melampaui suara tawa Flora, Hahaa, bisa aja kamu.
Stela kemudian melanjutkan, oiya, kamu ketemu
perempuan itu dimana sih?
Aku juga gak tahu dimana, yang jelas disana itu
tak ada orang-orang kecuali dia. Aku sudah menyusuri
setiap jalan, tapi tidak ada seorangpun yang terlihat, jawab
Flora.
Jangan bilang kamu tersesat dibangunan baru
itu? Tanya Stela memastikan.

33

Itu bangunan baru yah? Aduh pantes ajah, jawab


Flora mengiyakan.
Mereka terus berbincang mengenai bangunan baru
tersebut kemudian dari kejauhan, terlihat seorang lelaki
dengan wajah yang begitu ceria datang menghampiri
mereka. Lelaki itu terlihat senang ketika melihat Flora dan
Stela yang sibuk bercerita. Sepertinya lelaki itu menerkanerka mencoba mengingat-ingat dan memperhatikan wajah
Flora dengan jelas.
Uh, apa kita pernah bertemu sebelumnya? Waktu
itu kita bertemu di depan jalan menunggu lampu merah
menyala. Iya kan? Aku Argi, Apa kamu masih ingat
kepadaku? Kata lelaki itu dengan jelas.
Flora dan Stela juga mencoba mengingat lelaki itu.
Yah! Tak salah lagi, dia adalah lelaki berkacamata yang
mereka temui pagi itu. Yah, lelaki yang tersenyum mungil
kepadanya persis seperti sekarang ini.
Oiyaiya, kamu yah lelaki waktu itu? Waw, apa
kamu berada di fakultas ini juga? Kata Stela riang.
Iya iya, aku juga. Senang bertemu kalian. Oiya
nama kamu siapa?
Aku Stela, dan ini She- Shell-, tiba-tiba Shela
memotong perkataan Stela, aku Flora! Senang bertemu
denganmu.

34

Tidak. Panggil saja di Shela. timpal Stela.


Flora kemudian melirik Stela ketus. Iya sepertinya
marah, Stela tak mendengar perkataannya sewaktu dirumah
dan sekarang Stela hanya menatap Flora dengan tawa kecil.
Sepertinya Stela sengaja memberitahu Argi. Flora kemudian
mendengs kesal, dasar keras kepala! Benaknya.
Argi, kamu duduk dimana? Bagaimana kalau
kamu duduk disini saja? Lanjut Flora menawarkan.
Kemudian Stela menambahkan, menatap Argi
dengan penuh harap, iya kamu duduk disini aja deh. Deket
Shela. Bagaimana? Biar kita bisa lebih dekat.
Woo, aku juga pengen sih, tapi gimana yah, aku
udah punya temen duduk.
Siapa?
Finrana, jawab Argi. Ia tiba-tiba melihat Finrana
berada di depan pintu dan berjalan kearahnya, tuh dia
orangnya. Lanjutnya kemudian.
Flora dan Stela menoleh kearah lelaki itu dan jelas
mereka terpaku melihat Finrana yang benar-benar terlihat
sangat keren dengan balutan kaos berwarna biru langit dan
celana jeans. Ia menyampirkan tasnya dibahunya. Semakin
dekat Finrana melangkah, wajah mereka semakin berseriseri dan akhirnya ketika lelaki itu berada tepat

35

dihadapannya, mereka lalu tersadar pernah melihat lelaki itu


sebelumnya.
Apa kamu lelaki yang berada diujung jalan lampu
merah itu? itu kamu kan? Tanya Flora penasaran.
Lelaki itu tersenyum kecil memandangi Flora dan
Stela. Sepertinya, ia sudah ingat dengan wajah Flora dan
Stela yang dulunya tersenyum manis kepadanya bahkan
sekarang pun demikian.
Iya. Apa kalian berada di fakultas ini juga?
Tanya Finrana sambil merangkul Argi dengan begitu akrab
dan menoleh ke arah Flora dan Stela.
Apa sebelumnya kalian sudah saling kenal pas di
seberang jalan waktu itu? Tanya Stela penasaran, dan Flora
juga mengangguk ingin tahu.
Tidak kok. Kami juga baru ketemu pagi tadi.
Tidak disangka yah kita berada di fakultas yang sama,
jawab Argi santai.
Hhmm, gitu yah, kalian sangat dekat. kupikir
kalian memang sudah saling kenal sebelumnya. Oiya, kalian
duduk dimana? Tanya Flora ingin tahu.
Argi dan Finrana langsung berjalan ke tempat
duduk tepat di belakang Flora. Mereka lalu duduk santai di
tempat itu.

36

Kami akan duduk disini., cetus Finrana.


Bagaimana?
ia menoleh pada Argi memastikan,
kemudian Argi kembali merangkul Finrana pertanda, oke.
Argi terlihat begitu ceria, tergambar jelas dari raut
wajahnya.
Selang beberapa saat Argi dan Finrana saling
bercerita mengenai dirinya masing-masing, kebiasaan, dan
hal-hal lainnya menjadi topik utama dari perbincangan
mereka. Tiba-tiba mata Argi terbelalak melihat seorang
perempuan yang mirip dengan Stela, Stela, coba kamu lihat
perempuan dekat pintu itu, dia sangat mirip denganmu
kan?
Stela yang sedang sibuk membalas komentar social
medianya seperti biasa, tidak memedulikan Argi dan tetap
fokus. Sementara Finrana sontak menoleh ke arah yang
dimaksud Argi. Mereka terbelalak dan ternganga melihat
seorang wanita yang mirip Stela tampak sedang menelpon
seseorang. Flora lalu berbalik ke belakang saat mendengar
suara kosak kasik Argi dan Finrana dan berkata, apa yang
kalian lakukan? Kalian membicarakan apa sih, sangat ribut.
Shela, coba kamu lihat wanita itu. Bukankah dia
sangat mirip dengan Stela? Iya kan? Tunjuk Argi.
Flora lalu menoleh ke arah yang di maksud Argi
dan mendapati Stevy tengah sibuk menelpon. Flora yang

37

menyadari jika Argi dan Finrana belum tahu menahu tentang


kembaran Stela, ia lalu menjelaskan kepada Argi dan
Finrana siapa Stevy dan Stela.
Stevy dan Stela adalah saudara kembar, mereka
sering kupanggil dengan sebutan Twins. Meski kembar,
mereka memiliki karakter yang berbeda. Stevy cenderung
lebih dewasa dan selalu menasehati sedangkan Stela
memiliki karakter lebih kekanak-kanakan, mengatakan
apapun yang ada dipikirannya tanpa memikirkan sebab
akibat tersebut.
Sesaat kemudian dosen memasuki ruangan dan
disusul oleh Stevy yang kemudian melangkah menuju
tempat duduk yang ada di samping Stela. Suasana berubah
menjadi tenang. Setiap orang sudah duduk di kursinya
masing-masing. Akan tetapi, tempat duduk disamping Flora
masih saja kosong. Tapi, meski begitu Flora tetap tidak
peduli karena ia lebih menyukai kesendirian.
Dosen mulai memperkenalkan dirinya.
Seorang laki-laki mengetuk pintu dan meminta
maaf pada dosen karena terlambat. Setelah itu dosen
mempersilahkannya masuk. Ia adalah Digta Fernanda. Ia
kemudian masuk dan terlihat bingung, matanya berkeliling
mencari tempat duduk kosong hingga akhirnya matanya
tertuju pada sebuah bangku kosong disamping Flora.

38

Digta kemudian melangkah menuju tempat duduk


tersebut, dan kemudian ia terhenti seketika melihat wajah
Flora yang terlihat shock melihat dirinya. Mereka saling
bertatapan, Flora tak lagi berkutik dan Digta mencoba santai
dan tersenyum cuek menuju tempat duduk tersebut.
Semua mahasiswa dalam ruangan tersebut terpaku
memandangi wajah tampan Digta tapi Digta tak
menghiraukannya. Ia hanya menyimpan tas dipunggungnya
itu kemudian mengambil buku catatan dalam tas tersebut.
Flora masih tak berkutik. Tak habis pikir dengan
apa yang dilihatnya. Wajahnya pucat, tegang dalam tatapan
kosong. Kenapa dia berada disini? Apa yang sedang terjadi
kepadaku? Takdir apa ini! Benaknya.
Stevy kemudian yang sudah tahu kalau Flora sangat
membenci Digta pun langsung menoleh, Shela apa kamu
tak apa-apa? Kenapa wajahmu seperti itu? tanyanya
khawatir.
Flora kemudian tersadar dari sikap kakunya. Ia
mengelus-elus hatinya mencoba tabah lalu menoleh sebal
kepada Digta. Kenapa dia berada disini sih, Flora berbisik.
Digta tak sengaja mendengar bisikan perkataan
Flora tersebut. Ia kemudian tersenyum kecil dan menoleh
pada Flora, apa kamu ingin tahu mengapa aku duduk
disini? Digta semakin mendekatkan wajahnya pada Flora.

39

Flora hanya diam, tegang. Tak tahu ingin berkata


apalagi. Lelaki itu lalu melanjutkan perkataanya, kamu
ingin tahu? Aku sebenarnya sangat membencimu dan tak
ingin melihat wajahmu. Aku terpaksa duduk di tempat ini
karena aku ingin menemanimu, aku duduk disampingmu
karena aku kasihan melihatmu duduk sendirian.
Mendengarnya, Flora tetap tak berkutik, apa yang
diinginkan lelaki ini dariku? Benaknya. Digta kemudian
kembali menoleh santai memperhatikan dosen menjelaskan
layaknya tak ada sesuatu terjadi dan Flora masih
memandang lelaki itu tegang, kaku. Perasaanya seperti
dipermainkan. Marah, kesal, benci semuanya tercampur rata
dalam hatinya hingga ia tak sanggup berkata apapun.
Tatapan kesalnya tetap tertuju pada lelaki itu, lelaki gila
yang sudah hampir dilupakannya, lelaki aneh yang selalu
membuat hatinya berkecambuk, tidak tenang. Yah, Digta
Fernanda.[]

40

Catatan 4

Tak usah khawtir. Aku bilang, aku akan


baik-baik saja.
STEVY baru saja mendapat telepon dari Mama Amy, ia
diminta untuk pulang ke rumah. Mama Amy sudah sangat
merindukannya, tapi Stevy sendiri merasa bingung. Tak
mungkin baginya meninggalkan Flora sendirian, tapi ia juga
tak mungkin menolak permintaan mamanya.
Secara tak sengaja Flora mendengar percakapan
Stevy dengan Mama Amy dari luar pintu, ada rasa tak enak
berkecuat di hatinya. Tiba-tiba dari arah belakang Stela
datang dan menepuk pundak Flora. Itu membuat Flora
melompat terkejut, begitupun dengan Stevy yang masih
serius dengan percakapannya melalui telepon dengan Mama
Amy.

41

Stela! Tegur Flora sambil meletakkan kedua


tangannya di depan dada dengan mimik wajah terkejut.
Maaf.. maaf.. kamu lagi ngapain sih? Serius
banget sampai tak sadar kalau aku dari tadi manggil kamu.
Ha? Aku aku.. eeh.. aku.. ah tidak kok, kamu
kenapa pangil aku? Jawab Flora dengan begitu gugup.
Stevy mendengar keributan dari luar kamarnya,
Ma, udah dulu yah nanti Stevy telepon lagi. Stevy
mengakhiri percakapannya dengan Mama Amy kemudian
melangkah keluar kamar.
Shela, Stela? Kalian lagi apa disini? Tanya Stevy
dengan heran.
Kalau aku sih emang ke sini untuk manggil kalian
berdua. Jawab Stela lantang.
Flora terlihat bingung, ia tak tahu harus menjawab
apa. Aku aku Flora menjawab dengan terbata-bata.
Kamu kenapa Shel? Tanya Stevy, ia mulai
khawatir.
Aku tidak apa-apa kok. aku hanya pengen bilang,
jangan panggil aku Shela, aku Flo-ra, jawab Flora dengan
begitu kaku.
Kamu jangan bohong, jangan-jangan kamu..
belum sempat Stevy menyelesaikan kalimatnya Flora
langsung menyelanya.

42

Lebih baik kalian pulang saja, Mama Amy pasti


udah kangen banget sama kalian. Flora tertunduk sedih.
Kamu ngomong apa sih Shel? Tanya Stela yang
sama sekali tak mengerti.
Ya ampun Shela, kamu dengar percakapan aku
sama mama yah?
Flora mengangguk.
Tunggu, kalian ngomongin apa sih? Stela
semakin tak mengerti.
Aduh gimana yah cara jelasinnya, Stevy terlihat
bingung. ia kemudian melanjutkan, gini barusan mama
telepon, dan dia nyuruh kita pulang katanya mama kangen.
Tapi aku udah bilang kalau kita tak mungkin ninggalin Flora
sendirian.
Terus mama bilang apa?
Mma tetep nyuruh kita pulang, mama bilang kita
bisa ajak Flora seperti dulu. Dia juga kangen sama Flora,
yah sama kita semua. Dia khawatir. Kita kan hanya tinggal
bertiga dirumah besar ini.
Stela dan Stevy melirik Flora, aku tak apa-apa kok
suer, mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya
membentuk huruf V. kemudian menambahkan, kalian
pulang saja, aku bisa sendiri. Lagian kasihankan Mama Amy
udah kangen sama kalian dan aku tidak sejahat itu untuk

43

nahan kalian lama-lama di rumah ini. Aku hanya ingin


tinggal di rumah ini lagi. Sepertinya aku tak bisa kembali ke
rumah kalian. Aku sudah terbiasa hidup sendiri. Kalian tak
usah khawatirkan aku.
Stela dan Stevy masih terlihat bingung, mereka
sangat berat hati meninggalkan Flora dan Flora sendiri
sebenarnya sangat sedih namun biar bagaimanapun ia juga
harus memikirkan perasaan Mama Amy.
Gimana kalo masalah ini kita bahas nanti aja? Liat
tuh udah hampir jam sembilan, apa kalian mau telat
ngampusnya? Ujar Stela mengingatkan.
Ya ampun, jawab Stevy. Flora lalu menepuk
jidatnya, lupa. Mereka bertiga lalu menghambur masuk ke
kamar masing-masing.

Pukul 09.00 tepat, Pak Hartanto memasuki ruang


perkuliahan Fakultas Hukum. Tanpa basa basi ia memulai
perkuliahan. Hari ini Pak Hartanto akan membentuk
beberapa kelompok diskusi. Nantinya, setiap kelompok ini
akan melakukan penelitian dengan topik berbeda-beda yang
sudah ditentukan. Pak Hartanto lalu menunjuk Stevy, Stela,
Flora, Digta, Argi dan Finrana sebagai satu kelompok.

44

Sepertinya Pak Hartanto tidak ingin berlama-lama dalam


memilih jadi ia menunjuk barisan tempat duduk mereka.
Mereka mendapat tugas dari Pak Hartanto
melakukan penelitian tentang kriminalitas yang merajalela
di masyarakat saat ini. Flora baru saja hendak menolak
keputusan Pak Hartanto tapi ditahannya saat Pak Hartanto
mengatakan bahwa keputusannya tidak bisa diganggu gugat.
Sial! Hanya Flora yang tidak begitu senang dengan
pembagian kelompok ini karena ada Digta disana. Berbeda
dengan Stevy, Stela, Argi, dan Finrana. Keempat temannya
ini sangat menyukai kelompok tersebut. Setelah selesai
membagi kelompok, Pak Hartanto berlalu meninggalkan
ruangan. Selepas kepergian Pak Hartanto, mereka kemudian
berdiskusi tentang tugas penelitian tersebut begitupula
kelompok lain.
Apa kita harus berdiskusi di tempat seribut ini?
Disini terlalu ribut! Apa tak ada tempat yang lain? Ujar
Argi menatap teman-temannya satu persatu.
Oiya, bagaimana kalau kita berdiskusi di
bangunan baru itu.., timpal Stela.
Bangunan yang mana maksud kamu? Tanya Argi
Apa kamu masih mengingat bangunan baru itu
Shela? bukankah disana tidak ada siapapun? Tanya Stela
menoleh ke arah Flora.

45

Flora tampak berpikir keras. Iya, sih! Tapi gak


apa-apa nih kita ke bangunan itu? jawab Flora melirik ke
arah Digta. Ia tahu, Digta pernah ke bangunan itu. ditempat
itulah ia menaruh kebencian kepada Digta. Sebuah
pertemuan yang membuatnya seperti orang bodoh.
Yah gak apa-apa lah! Siapa yang akan marah?
Disana mungkin lebih baik, tak ada siapapun, tak ada yang
mengganggu dan tak ada lagi suara-sura berisik seperti ini,
ujar Stevy meyakinkan. Argi, Stela dan Finrana
mengangguk setuju. Hanya Digta yang tidak memberikan
respon apa-apa.
Mereka lalu bergegas pergi kebangunan baru itu.
Setibanya disana, mereka melihat sekeliling bangunan dan
benar, tak ada seorang pun disana. Sangat sepi, itu membuat
suasana menjadi hening.
Stevy berjalan sendiri di depan mencari ruangan
yang baik untuk mereka gunakan. Stela, Argi dan Finrana
mengikut dibelakang, mereka bertiga hanya berjalan terus
dan sibuk menyelesaikan perbincangannya. Flora dan Digta
hanya diam mendengarkan cerita mereka dari belakang
tanpa respon apapun. Digta hanya diam memandang lurus
kedepan dan Flora sibuk memandangi Digta yang sejak tadi
tak pernah menoleh sekali pun kepadanya. Bagaimana bisa
ada manusia seperti ini? Pikirnya dalam hati.

46

Flora sepertinya penasaran dengan sosok Digta, ia


terus saja menoleh memperhatikan wajah Digta kemudian
tiba-tiba ia sontak malu ketika didapati oleh Digta yang
melirik dirinya dengan heran.
Flora kemudian menghentikan langkahnya, ia
seperti salah tingkah tak tahu ingin melakukan apa. Itu
membuat dirinya tertinggal jauh dibelakang. Dilihatnya
ruangan yang tepat berada disampingnya, sesegera mungkin
ia membuka pintu ruangan itu, hei semua, bagaimana kalau
kita diskusi diruangan ini saja? Tanya Flora mengusulkan.
Flora lalu membuka pintu ingin memastikan
ruangan itu baik untuk mereka gunakan atau tidak. Dengan
santainya ia masuk kedalam ruangan itu kemudian tiba-tiba
ia berteriak ketakutan, Aaaaahhhhh!!..,
Teman-teman Flora lalu menghentikan langkahnya
ketika mendengar teriakan Flora tersebut. Digta juga
tersentak kaget. Ia lalu belari masuk keruangan melihat
Flora, ia sangat khawatir. Stevy, Stela, Argi dan Finrana pun
demikian, ketika melihat Digta yang lari panik mereka juga
sontak berlari mengikut dibelakang.
Seketika mata mereka semua terbelalak. Sedangkan
Flora, tubuh gadis ini gemetar sambil memegangi mulutnya.
Ia seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya,

47

dihadapannya seorang wanita tergeletak tak berdaya, seluruh


tubuhnya berlumuran darah.
Digta, Stevy, Stela, Argi, dan Finrana melangkah
maju mendekati Flora, tak ada apapun yang dapat mereka
katakan. Terkejut, tentu saja mereka semua sangat terkejut.
Ditatapnya mayat wanita itu lekat-lekat. Digta melangkah
maju mendekati mayat itu, namun Flora menahannya
dengan sebuah gelengan kepala seakan ia berkata jangan,
tapi Digta menganggukkan kepalanya dan menatap Flora
dengan lembut seakan menjawab jangan khawatir,
semuanya baik-baik saja.
Digta berjongkok di depan mayat wanita itu,
banyak luka sayatan di tubuhnya. Darahnya tercecer di
mana-mana, dan ada luka lebam di wajahnya.
Sepertinya dia dibunuh. Ucap Finrana dari arah
belakang.
Kamu benar, Gi telpon polisi kita harus cepetcepet ngelaporin ini ke pihak yang berwajib.
Digta ingin menyibak rambut yang menutupi wajah
mayat wanita itu namun Flora lgi-lagi langsung
menahannya.
Jangan disentuh! bentak Flora, kamu bisa jadi
tersangka, ki.. ki.. kita tunggu polisi datang.

48

Semua mata tertuju kepada Flora, Digta juga ikut


tersentak kaget mendengar bentakan Flora. Ada rasa
khawatir yang terbesit dalam diri Digta kepada gadis itu, ia
pun mengurungkan niatnya. Badan Flora masih gemetar, ia
terlihat begitu lemas dan hampir terjatuh ke belakang kalau
saja Digta tidak menahannya.
Kamu gak apa-apa kan? Tanya Dikta kepada
Flora yang sudah ada dalam dekapannya.
Lagi-lagi semua mata tertuju kepada mereka
semua, dua orang ini memang selalu membuat orang lain
terkejut.
Kenapa kamu masih berdiri disini, itu bukan hal
yang baik untuk kamu lihat. Kamu baik-baik saja kan?
Tanya Digta lagi, kali ini Flora sudah berada dalam pelukan
Digta.
Entah mengapa, ada sebuah ketenangan yang
dirasakan Flora saat berada dalam pelukan Dikta. Ada rasa
nyaman dan juga kehangatan, tubuhnya yang sejak tadi
gemetar perlahan berhenti, seakan ada medan magnet dalam
tubuh Digta yang menarik Flora untuk merasakan
kenyamanan tersebut.
Di sisi lain, Stevy dan Stela juga sama shocknya.
Mereka saling berpegangan, tertunduk. Argi dan Finrana
juga berusaha untuk menenangkan mereka berdua.

49

Fin, aku udah nelpon polisi, kata mereka lima


belas menit lagi bakal sampai di sini. Sahut Argi.
Ya udah temen-temen, sebaiknya kita tunggu pak
polisinya diluar aja. Aku gak tega ngeliat temen kita ini
gemetaran. Tukas Finrana
Mereka pun meninggalkan mayat wanita itu
sendirian dan menunggu kedatangan polisi. Digta masih
merangkul bahu Flora, menuntunnya keluar karena kaki
Flora masih belum sanggup untuk berjalan sendiri.
Sedangkan Shela sendiri masih terdiam, tak tahu setan
terkutuk apa yang sudah menyihirnya hingga ia tetap ingin
berada dalam dekapan pria yang memiliki kesan yang buruk
dimatanya.[]

50

Catatan 5

Aku ssudah terbiasa dengan hal itu,


ditinggalkan sendirian.
BANGUNAN baru yang dulunya masih sepi karena belum
ditempati, kini dipenuhi oleh orang-orang yang ingin
melihat mayat wanita itu, begitu banyak pertanyaan yang
timbul terkait dengan kasus ini, dan suara terbanyak adalah
wanita itu mati karena dibunuh. Banyak mahasiswa yang
mengapload kejadian mengerikan itu di social media.
Terlihat beberapa polisi yang sudah berdatangan dan
sekarang memadati gedung baru tersebut. Digta, Flora,
Stela, Stevy, Argi dan Finrana sedang diwawancarai oleh
polisi unuk dimintai keterangan tentang mayat wanita yang
mereka temukan. Tak banyak yang bisa mereka jawab,
untunglah ada beberapa mahasiswa yang mengeali mayat
wanita itu. Arumi, yah nama mayat wanita itu adalah Arumi.

51

Saya sangat kenal dengan mayat itu, dia Arumi


teman kelas saya di fakultas sastra, ucap salah seorang
mahasiswa.
Setelah mengetahui beberapa identitas mengenai
mayat wanita itu, polisi memutuskan untuk mengevakuasi
mayat Arumi di rumah sakit. Ambulance sudah datang, saat
mayat Arumi diangkat menuju ambulance semua orang
terlihat ngeri. Tangan kanan Arumi terjuntai, dan seketika
itu juga ada kepedihan yang dirasakan pada diri Flora dan
teman-temannya yang lain. Mereka tampak menjauh
memandangi mobil ambuanlace tersebut pergi dari
kejauhan. Mereka masih terlihat shock, terdiam. Sibuk
dengan pikirannya masing-masing lalu Stela memulai
pembicaraan ditengah ketegangan.
Ah, bagaimana ini? Mengapa hal ini bisa terjadi,
mimpi apa aku semalam hingga bisa melihat hal yang
mengerikan itu. kasihan sekali dia, Kejam sekali pelaku
pembunuhan itu.
Iya, aku juga tak nyangka hal ini bisa terjadi,
timpal Argi.
Aku juga, sahut Stevy dan Finrana hampir
bersamaan dengan nada suara seraya meratapi.
Digta tak merespon, ia hanya melirik Flora sesekali
yang sejak tadi masih tertunduk diam. Flora masih

52

terbayang oleh mayat Arumi yang begitu kasihan. Ia merasa


bersalah, seandainya waktu itu, ketika ia melihat Arumi
berlari ketakutan ia bisa mengikutinya dan mungkin bisa
menolongnya, hingga kejadiannya tidak akan seperti ini.
Digta kemudian kembali menatap Flora mencoba
mengajak Flora berbicara, Apa kamu benar-banar tak apaapa? Apa yang sedang kamu pikirkan? Tukas Digta sambil
meletakkan tangannya dipundak Flora.
Apa kalian tahu? Dia itu adalah wanita yang
kutemui sebelumnya. Saat itu, ia memang terlihat ketakutan,
seperti ada seseorang yang akan menerkamnya. Aku sudah
berusaha untuk mencarinya, ingin menanyakan keadaanya,
tapi aku tak tak bisa, aku malah kehilangan jejaknya. Aku
memang sangat bodoh, mengira tak ada apa-apa yang terjadi
padanya, itu adalah kesalahanku. Curhat Flora memasang
wajah sedihnya.
Jadi, wanita yang kamu temui waktu itu adalah
Arumi, Shel? timpal Stela penasaran.
Flora mengangguk, iya. Namun, di sisi lain
dalam dirinya sendiri, Floraa masih merasakan getaran yang
berbeda saat Digta menatapnya. Rasa bencinnya terhadap
Digta seakan ia lupakan begitu saja setelah pria itu
memeluknya, terlihat jelas kekhawatiran yang tampak dari
wajah Digta. Shela diam-diam memandangi wajah Digta,

53

berpikir bahwa Digta bukan orang jahat seperti yang dia kira
dan Digta sendiri malah terlihat malu-malu ketika mendapati
Flora menatapnya tanpa kedipan.
Sepertinya ini kasus yang seru untuk kita jadikan
bahan laporan diskusi kita. Bagaimana? Ucap Finrana
mulai bersemangat setelah telarut begitu lama dalam
pikirannya.
Kamu bener, kok sampai gak kepikiran yah?
Timpal Stevy.
Flora terdiam, sepertinya ia juga kepikiran untuk
menyelidiki kasus tersebut hingga ia dapat mengetahui
pelaku pembunuhan mengerikan itu.
Waw, jadi intinya disini kita bakal jadi detektif
gitu? Ujar Argi dengan meyakinkan.
Yaiyalah, toh nantinya kita juga bakalan
ngehukum pembunuh itu sesuai dengan aturan yang berlaku
dalam Undang-undang. Kembali jadi tugas kita yang
sebenarnya kan? untuk ngehukum orang-orang yang
bertindak kejahatan di Negara kita ini. Pokoknya aku nanti
bakalan ngasih hukuman yang setimpal buat dia! Tukas
Stela menjelaskan panjang lebar.
Woow, kamu terlihat sangat keren Stela, cetus
Argi kembali dengan mimik wajah seraya mengejek Stela
yang terlihat begitu bijaksana.

54

Suasana yang tadinya tegang kini sudah mulai


mencair karena kekocakan yang dilakukan oleh Stela dan
Argi. Kedua orang itu memang anak-anak yang ceria, dan
karena itu, sebuah senyuman mulai tersungging dari bibir
mungil Shela.

Keesokan harinya, dirumah Arumi sudah banyak


orang-orang yang berdatangan untuk melihat mayat Arumi
dan memanjatkan doa untuknya. Flora, Stela, Stevy, Argi,
Digta dan Finrana sudah hadir disana begitu pula dengan
beberapa polisi.
Nampaknya polisi sedang berbincang dengan
keluarga Arumi mengenai kasus yang dialami oleh putrinya.
Tapi entah mengapa orang tua Arumi tidak ingin jika polisi
melanjukan kasus itu. Sepertinya ia sudah tak ingin
berlarut-larut dalam kesedihan dengan mengenang putri
kesayangangannya yang mati dengan tidak sewajarnya.
Mendengar perbincangan itu dari kejauhan, Digta
lalu melangkah maju mendekati mereka dan menyela
kemudian menatap orang tua Arumi dengan serius, tidak
tante, kita harus menyelidiki kasus ini.
Flora kemudian sontak mengikut dibelakang
begitupula teman-temannya yang lain. Mereka semua

55

berdampingan, berdiri dalam satu garis lurus. Orang tua


Arumi jelas merasa aneh dengan tingkah mereka begitupula
dengan Pak Polisi yang tidak tahu maksud dari perkataan
Digta barusan.
Ada apa dengan kalian? Apakah kalian semua ini
teman-teman Arumi? Sepertinya aku baru melihat kalian
semua ini disini. Tanya mama Arumi heran.
Ehm, kami, kami.., Flora berusaha menjawab
pertanyaan dari mama Arumi tersebut, ia sepertinya tak tahu
ingin berkata apa, ia tahu tahu Arumi tidak pernah mengenal
mereka. Tiba-tiba Digta langsung menyela ucapan dari
Flora, izinkan kami untuk menyelidiki kasus ini tante.
Kami akan menangkap pelaku pembunuhan dari putri Tante.
Kami janji. Tukas Digta lebih menatap mama Arumi
dengan yakin.
Siapa kalian? Kenapa kalian ingin menyelidiki
kasus ini. Kami ini adalah polisi serahkan tugs ini kepada
kami. Timpal Pak Polisi dengan begitu tegas
Kamilah yang menemukan mayat Arumi
dibangunan baru itu. Sebelumnya teman kami Shela
memang melihat Arumi berlari ketakutan disana, kami
berkeinginan untuk menyelidiki kasus ini sebagai bahan
diskusi kami. Tolon izinkan kami, cetus Finrana.

56

Iya tante, maafkan aku. Aku sangat menyesal


karena tidak sempat untuk menanyakan keadaan Arumi saat
iu. Biarkan kami menangkap pelakunya Tante. Kami juga
sudah minta izin kepada dosen kami, suratnya sudah
ditandatangani. Kami akan membantu tante semampu kami.
Aku mohon, ujar Flora dengan begitu sedih.
Memangnya kalian ini dari mana? Apa kalian
benar-benar yakin akan menangani kasus ini? Kalian masih
mahasiswa. Masih banyak tugas yang kalian harus
kerjakan. Tanya Pak Polisi.
Tidak pak. Kami dari Fakultas Hukum, karena
itulah kami diberikan izin untuk menyelidiki kasus ini
semampu kami, kami mohon bimbingan dai bapak
Baiklah, kalian berenam bisa ikut untuk
menyelidiki kasus ini. Jika ada sesuatu, silahkan beritahu
padaku. Aku akan mengarahkan kalian semampu bapak dan
semoga kalian mendapat manfaat dari hal ini.
Flora begitu senang mendengar perkataan Pak
Polisi barusan, mereka semua lalu menampakkan wajah
seriusnya dan diarahkan kepada mama Arumi seraya
meminta permohonan izin dan Alhamdulillah mama Arumi
mengizinkan mereka untuk melanjutkan kasus pembunuhan
tersebut, Baiklah, aku berharap kalian bisa menangkap

57

pelaku pembunuhan itu dan menghukumnya sesuai dengan


hukum yang berlaku. Terima kasih yah nak.
Iya tante, gak papa kok. Seharusnya kami yang
berterimah kasih karena tante sudah mengizinkan kami
untuk menjadikan kasus ini sebagai bahan diskusi kuliah
kami. Sekali lagi, terima kasih tante, terima kasih pak..,
sahut Stela sambil membungkukkan kepala dengan
santunnya.
Iya iya nak, kalau gitu aku pergi dulu yah nak, ada
tugas yang juga ingin kuselesaikan. Silahkan hubungi bapak
jika kalian menemukan sesuatu atau bukti dari pelaku,
silahkan tunjukkan padaku. Baiklah, aku pergi dulu yah
semoga kalian bisa mendapatkannya. Permisi ibu aku pamit
dulu.., ujar Pak Polisi dan segera pergi meninggalkan
rumah Arumi.
Sementara itu, Digta tak sengaja melihat sebuah
foto yang terpajang diatas lemari kecil dekat sudut dinding.
Ada beberapa foto disana dan sepertinya Digta penasaran
dengan foto Arumi bersama lelaki lain.
Tante, apakah itu Arumi? Siapa lelaki yang
bersamanya itu? Tanya Digta dengan tetap memandangi
foto itu dari kejauhan.
Foto itu? Tunjuk mama Arumi. Kemudian ia
melangkah maju mengambil foto itu dan menunjukkannya

58

kepada Digta, ini foto pacarnya Arumi, namanya Luise.


Sebentar lagi ia akan tunangan, tapi sepertinya itu tak akan
terjadi. Arumi telah tiada, kasihan sekali anak malang itu.
Jawab mama Arumi dengan begitu sedih setelah mengenang
putrinya kembali.
Tunangan? Stevy mendekat melihat foto itu juga.
Ditatapnya wajah lelaki itu dengan jelas kemudian ia
kembali mencari wajah lelaki dalam foto itu disekitar rumah
dan tak ada wajah mirip yang ia temukan. Tapi tante,
kenapa Luise tidak datang kesini? Aku belum melihatnya.
Tanya Stevy penasaran.
Semua mata teman-teman lain pun berkeliling
mencari sosok Luise dan benar, mereka juga tak melihatnya.
Itu membuat mereka semakin penasaran dengan apa yang
akan dikatakan oleh mama Arumi.
Aku juga tak tahu. Tak ada kabar darinya, orang
tuanya juga mencarinya. Ingin memberi tahu hal ini
kepadanya. Tapi Luise katanya tidak pulang ke rumah dan
sepertinya orang tuanya mengira bahwa Luise sudah ada
disini. Jawab mama Arumi menjelaskan.
Ada hal aneh yang terbesit dalam pikiran Flora,
mengapa pacarnya tak datang kesini dan bahkan
menghilang?

59

Stela tiba-tiba menyeletuk ketika melihat dengan


jelas wajah lelaki dalam foto itu, What? Bukankah ini lelaki
yang menbrakku dulu. Iya kan Shel, apa kamu masih
mengingatnya? ucap Stela meminta kepastian dari Flora.
Flora kemudian lebih menatap jelas foto lelaki itu
dan kemudian mengingat-ingat kembali lelaki yang pernah
menabrak Stela. Flora sepertinya tidak terlalu mengingat
wajah lelaki itu, saat itu ia memang hanya melihat wajahnya
sekilas dan tidak terlalu memperhatikannya, lelaki itu
memang sangat terburu-buru. Flora belum bisa memastikan,
apa kamu benar-benar yakin Stel? Aku belum bisa
memastikannya.
Lelaki aneh pagi itu maksud kamu? Coba aku
lihat, Stevy juga penasaran dan ingin tahu.
Iya, aku benar-benar yakin. Ini adalah orang yang
sama, tuh, apa kamu bisa lihat jam tangan itu? itu jam
tangan dia kan? Stela menunjuk jam tangan Luise dalam
foto dan memperlihatkannya kepada Flora dan Stevy
mencoba meyakinkan.
Mungkin, itu memang orang yang sama, kalau
begitu kita harus mencari dia dulu, mungkin saja ada sesuatu
yang dia tahu, bagaimana? Apa kamu pernah bertemu
dengannya Stela, dia benar-benar Luise kan? Cetus Digta
mengusulkan.

60

Iya, aku pernah bertemu dengannya di kampus.


Aku tidak sempat berkenalan dengannya, aku hanya
memberikan jam tangannya yang terjatuh dan kemudian dia
langsung beranjak pergi. Dia memang terlihat aneh, dan
wajahnya pucat ketakutan.
Tidak salah lagi, dengan mendengar perkataanmu
barusan, aku sepertinya curiga, dia ada dibalik pembunuhan
itu. kita harus benar-benar mencarinya, jangan sampai dia
melarikan diri. Cetus Argi dari belakang dengan begitu
yakin dengan perkataannya.
Huss, kita tak boleh langsung curiga gitu aja Gi,
lebih baik kita memastikannya dahulu. Kita kan belum
menemukan bukti apapun. Tukas Stevy mengingatkan.
Baiklah, kalau begitu, bagaiman kalau kita bagi
tugas saja? Shela dan Digta mencari sesuatu di bangungan
baru itu tempat kejadian ini terjadi, siapatahu ada sesuatu
disana yang belum kita temukan. Kamu Vy dan Argi
mencari tahu kehidupan seorang Arumi dari teman-teman
kampusnya, dan aku sendiri akan menemani Stela mencari
lelaki itu, dia masih mengingatmu kan Stela? jelas Finrana.
Entahlah, dia masih mengingatku atau tidak, yang
jelas aku masih mengingat persis wajah dan tingakah
anehnya. Kita pasti bisa menemukannya. Tegas Stela.

61

Flora dan Digta kemudian mengangguk


meyakinkan bahwa ia akan mencari bukti-bukti di bangunan
tempat kejadian itu. Awalnya, Flora terlihat sedang melirik
Digta yang berdiri disampingnya, ada rasa tak ingin, dan ada
pula rasa ingin dalam hatinya. Kebenciannya dalam hatinya
terhadap Digta sudah diluluhkan dari sikap Digta sendiri
yang menurutnya sangat baik. Flora sendiri merasa
menyesal pernah mengeluarkan kata-kata kasarnya terhadap
Digta, Digta sangat peduli kepadanya, kekhawatiran yang
ditampakkan Digta terhadapnya membuat dirinya seakan
ingin selalu dekat dengannya.
Berbeda dengan Stevy dan Argi, mereka berdua
terlihat bingung menatap Finrana yang menunjukknya untuk
mencari kepribadian Arumi dari teman-temannya.
Bagaimana kami mencari tahu kepribadian
Arumi? Dia kan orang yang sangat tertutup, mungkin akan
sulit untuk mengetahuinya, Tanya Argi menatap Finrana
serius kemudian kembali menatap Arumi, iya kan tante?
Maafkan tante yah nak, tante tidak begitu tahu
dengan kepribadian anak tante. Itu adalah kesalahan tante
yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak meluangkan
banyak waktu untuk Arumi. Seru mama Arumi dengan
begitu bersalah.

62

Nggak kok, gak papa tante, itu bukan hanya


kesalahan tante, semua orang memiliki kepribadian masingmasing. Jangan merasa bersalah gitu dong tante, kami akan
tetap berusaha untuk mencari tahu tentang hal ini. Timpal
Stela.
Hmm begini, memang Arumi adalah sosok yang
sangat tertutup, tapi bukan berarti tak ada satupun yang dia
kenal dikampus. Selain dari pacarnya Luise, mungkin ada
satu orang yang dekat dengan dirinya. Pada saat mayatnya
ditemukan, ada seseorang yang mengenalnya kan? Dia
bilang fakultas sastra kan? Tanya Finrana menatap Stevy
dan Argi dengan jelas.
Stevy mengangguk, iya.
Finrana kembali melanjutkan, kalau begitu kamu
Gi dan Stevy harus benar-benar lebih fokus untuk
menemukan teman dekat dari Arumi, pasti kita akan
mendapatkan informasi baru dari dia. Jelasnya.
Oke, baiklah kami akan berusaha sebaik
mungkin, cetus Stevy dengan mimik wajah begitu seruis.
Iya, semoga kalian berhasil, tapi kalian juga ingat
untuk selalu beristirahat, jangan sampai kasus ini nantinya
membuat kalian jatuh sakit, kalian ini masih mahasiswa,
masih bukan tugas kalian untuk menangani kasus putri tante

63

yang tragis ini. Tukas mama Arumi memberikan semangat


dan tersenyum memandangi mereka berenam.
Tiba-tiba terdengar suara deringan ponsel yang
membuyarkan suasana tegang di rumah Arumi dan itu
adalah suara ponsel dari Flora.
Flora terlihat hanya memandangi layar ponselnya,
kaku. Entah apa yang sedang berputar-putar dalam
pikirannya, ia sepertinya kebingunan.
Hal itu membuat semua teman-temannya heran,
pandangan ditujukan pada Flora begitupula dengan mama
Arumi. Deringan itu terus saja terdengar dan Flora masih tak
berkutik, itu membuat teman-temannya semakin penasaran.
Ada apa Shel? Kenapa kamu diam aja? Apa yang
sedang kamu pikirkan? Kenapa telponnya gak diangkat?
Tanya Argi ingin tahu.
Stevy sepertinya tahu dengan apa yang sedang
dirasakan Flora, ia melangkah maju mendekati Flora
kemudian melirik layar ponsel yang digenggam Flora saat
itu dan pemikirannya benar, disana bertuliskan mama.
Stevy kemudian memegang pundak Flora seraya
meyakinkan Flora untuk mengangkat telepon itu.
Angkat aja Shel, sudah berapa kali dia
meneleponmu, pasti ada sesuatu yang ingin dia beritahu
kepadamu.

64

Semua pandangan lagi-lagi tertuju pada Flora,


teman-temannya jelas tak mengerti, mereka memerhatikan
wajah Flora yang terlihat begitu tegang. Tapi, sepertinya
Flora sudah ingin menjawabnya, ia menarik napas kemudian
menatap lebih dekat ponselnya, dan menaruh ponsel itu
dikupingnya, ha-lo, halo mah? Halo.., seru Flora. Tapi
kemudian Flora terdiam, tatapannya kosong, kemudian
menunduk.
Ada apa Shel? Apa sesuatu terjadi? Tanya Stevy
penasaran.
Hmm, gak kok. Gak ada apa-apa, jawab Flora
sambil menurunkan ponsel yang tadi berada dikupingnya, ia
hanya menggenggam ponselnya itu dengan kedua
tangannya.
Kenapa kamu terdiam?
Gak ada yang penting kok, ponselnya mati. Seru
Flora sedih menatap penuh yakin kepada Stevy seraya
mengatakan dia baik-baik saja.
Kamu kenapa? Apa kamu baik-baik saja? dari
siapa telepon itu? Celetuk Argi menoleh pada Flora ingin
tahu.
Digta dan Finrana pun demikian, mereka berdua
juga menoleh pada Flora, menatap wajah Flora lebih dalam,
penasaran dengan seseorang yang menelepon Flora hingga

65

membuat Flora menjadi aneh dan bertingkah dingin seperti


ini. Namun, Flora tetap tidak berkomentar. Ia hanya diam,
entah dia harus menjawab atau tidak. Flora sepertinya tidak
ingin jika Argi, Digta dan Finrana harus tahu mengenai
masalah keluarganya. Ia sudah tak ingin terlarut lagi dalam
kesedihan, sebenarnya ia tak ingin mengingat mamanya lagi
yang meninggalkannya dan membiarkan dirinya hidup
sendiri.
Melihat Flora yang tetap tidak berkomentar, Stela
tiba-tiba berguman, jangan bilang itu telepon dari mama
kamu.
Emang, mamanya Shela kenapa? Tanya Finrana
sambil menoleh kepada Stela yang tepat berada
disampingnya.
Hah? Stela tersendak bingung, tak sadar dengan
apa yang dikatakannya barusan. Kemudian membekap
mulutnya sendiri refleks dengan jemari tangannya.
Seharusnya ia tak boleh berkata apapun yang menyinggung
tentang orang tua Flora karena itu akan membuat Flora
menjadi sedih jika mengingat bagaimana kondisi
keluarganya yang tidak harmonis. Bodoh.. Bodoh.. berulang
kali Stela mengutuk dirinya sendiri dalam hati, namun hal
yang tidak disangka-sangka terjadi. Flora tersenyum, yah

66

gadis itu tersenyum kemudian manarik napas panjang dan


menjawab pertanyaan dari Stela.
Iya, tadi itu telepon dari mamaku. Jangan
khawatir aku gak papa kok, kenapa kalian semua menatapku
seperti itu? cetus Flora mencoba menenangkan suasana
seperti sebelumnya seolah tak ada hal yang terjadi.
Ada apa dengan kamu? Kenapa kau terlihat aneh
tadi, apa sesuatu terjadi di rumah? Tanya Argi lagi
penasaran.
Aku tidak tinggal dengan mama, ada masalah
antara aku dengannya. Mama sekarang berada di luar negeri.
Sekarang kan teleponnya udah mati, jadi kalian gak usah
khawatir. Tapi.., ehm, bisa nggak kita tidak bahas hal i-ni?
pinta Flora seraya memohon dengan nada suara agak
lembut.
Hah? i-iyah, ma-af, aku minta maaf, aku benarbenar mint maaf, timpal Argi kemudian.
Teman-teman Flora yang lain memandang dirinya
sedih, mereka sungguh tak bermaksud untuk membuat Flora
menjadi seperti ini. Mereka sungguh menyesal. Tak tahu
lagi harus mengatakan apa. Perkataan Flora barusan
sungguh membuat mereka tidak enak hati. Mereka benarbenar tak bermaksud untuk membuat sahabatnya itu kembali
mengingat rasa kesalnya bersama mamanya, sangat sedih.

67

Flora lalu menunduk dan mengagguk sedih, temantemannya juga memandangnya sedih, haru. Mereka
khawatir.
Flora, kamu sungguh tidak apa-apa kan? Stevy
meletakkan tangannya di pundak Flora mencoba untuk
menenangkannya.
Aku gak papa kok. kenapa kalian seperti ini?
Santai aja kali. Ujar Flora mencoba untuk tetap tegar, ia
tersenyum lembut.[]

68

Catatan 6

Terima kasih, kamu dengan senang hati


memanggilku dengan nama, Flora.

SUDAH tiga hari berlalu setelah Flora, Stela, Stevy, Argi,


Digta dan Finrana menemukan mayat Arumi di gedung baru
yang masih dikelilingi oleh tanda larang berwarna kuning.
Di setiap fakultas, tragedi ditemukannya mayat Arumi masih
menjadi trending topic. Begitu banyak pertanyaan yang
timbul di benak mereka semua tentang mengapa gadis
sebaik dan secantik Arumi bisa meninggal dengan begitu
tragis. Karena kejadian itu pula banyak mahasiswa merasa
takut kalau hal serupa menimpa mereka.
Flora, Stevy, dan Stela baru saja memasuki gerbang
kampus, di sepanjang taman kampus orang-orang masih

69

heboh membicarakan hal yang sama, yah.. tentang mengapa


Arumi bisa meninggal.
Sumpah, telingaku bener-bener panas denger
semua orang bicarain topik yang sama. Celetuk Stela.
Hush.. menurutku wajar aja sih kalau hal seheboh
itu dibicaraain sampai sekarang. Secara, itu baru pertama
kali terjadi di kampus kita yang selama ini terkenal aman,
tentram, dan damai. Timpal Stevy.
Hem, aku sih cuman pengen ngungkap semuanya
sekarang, aku benar-benar ingin tahu siapa dalang dari
semua ini. Aku masih gak bisa terima hal ini harus terjadi
padanya, aku merasa kasihan dengannya, dia pasti benarbenar merasa kesakitan. Ucap Flora dengan wajah lemas.
Tiba-tiba, tiga orang pria datang menghampiri
mereka yang ternyata adalah Digta, Argi, dan Finrana.
Selamat pagi ladies-ladies. Seru Argi begitu
ceria.
Ya ampun, datang lagi deh si cowok mulut
bawel. Gerutu Stela.
Stevy menyikut lengan Stela pelan, Hey, kamu
gak boleh ngomong gitu.
Abis dia itu kan cowok, tapi mulutnya itu loh,
bawel banget! Ucap Stela dengan wajah malasnya.

70

Hati-hati loh Stel, jangan terlalu banyak


mengkritik orang, tidak baik. Siapa yang tahu, nanti dia
bakal yang jadi pasangan kamu gimana hayoo? Stevy
menggoda saudara kembarnya itu.
Kalian lagi ngomongin apa sih? Tanya Finrana.
Ah, nggak kok, ini bukan hal yang penting untuk
kamu tahu, jawab Stevy yang disertai dengan senyumnya
yang manis.
Digta sedang menatap Flora dan memalingkan
wajahnya, kamu baik-baik aja kan Shel? Tanya Digta
dengan nada khawatir.
Ciee Digta perhatian banget sih, akhir-akhir ini
kamu udah banyak ngomong. Gak sedingin seperti dulu lagi,
iya kan Shela? ngaku aja deh, ciee.., Stela, Stevy, Argi, dan
Finrana sama-sama meneriaki kedua orang yang sepertinya
sudah saling menyimpan perhatian.
Kalian apa-apaan sih, pipi Flora bersemu merah
muda. Flora kemudian melanjutkan, aku baik-baik aja kok
Digta, kamu sendiri?
Tuh kan, akuin aja deh, kalian terlihat sangat
berbeda, ada apa? Tanya Stela.
Please deh Stel, aku sama Digta gak ada apa-apa
kok. iyakan Digta? Flora menatap Digta meyakinkan.

71

Dengan kaku Digta menganggukkan kepalanya,


Iya, kalian apa-apaan sih, aku sama Flora gak ada apa-apa
kok. bukannya kita semua ini adalah tim? Sudahlah, kalian
ini berisik sekali! Digta mencoba untuk menetralkan
suasana yang tadinya tegang kini menjadi cair. Ia terus
berjalan dengan pandangan lurus kedepan seperti biasanya.
Tim? kening Stevy berkerut.
Iya, Digta bener. Kita semua berada dalam tim
untuk memecahkan kasus pembunuhan yang menimpa
Arumi. Kalian udah siapkan pecahin masalah ini kan? Dan
kemarin aku udah bagi tugas untuk kalian, hari ini kita mulai
jalanin misi. Setuju? Finrana mengulurkan tangannya ke
depan ingin melakukan tos ala tim.
Pertama tangan Finrana, kedua tangan Stevy, ketiga
tangan Stela, keempat tangan Argi, kelima tangan Digta, dan
dengan malu-malu Flora meletakkan tangannya di atas
tangan Digta. Setuju! secara bersamaan mereka
meneriakkan kata yang sama.
Ya udah, kalau mata kuliah hari ini selesai kita
kumpul di kantin. Oke? kata Finrana yang terlihat begitu
semangat.
Oke. Kalau gitu kita masuk kelas sekarang yuk
soalnya dosen udah datang, ucap Stevy yang juga terlihat
bersemangat.

72

Keenam orang itu dengan wajah riang namun


penuh kekhawatiran berjalan bersama menuju kelas. Tak ada
yang tahu apa yang ada di benak meraka, yang terpampang
jelas adalah semangat mereka yang luar biasa.

Jam kuliah telah usai. Flora, Stela dan Stevy sudah


berada di kantin kampus menunggu Digta, Argi dan Finrana
seperti perjanjian mereka sebelumnya.
Beberapa kali Stela melirik sebuah yang berada
ditangan kirinya. Mereka sepertinya sudah menunggu lama.
Tapi, sampai sekarang batang hidung Argi, Finrana dan
Digta masih belum juga terlihat.
Mereka bertiga ke mana sih? Lama banget. Apa
kamu tahu Vy apa yang ingin mereka lakukan? Setelah jam
kuliah usai, mereka malah pergi terburu-terburu, katanya
hanya sebentar, tapi sekarang udah jam berapa ini? Huh..,
gerutu Stela.
Aku kurang tahu, kenapa kamu ingin tahu urusan
mereka? Jangan khawatir, mereka pasti kembali. Hemm,
gimana kalo sambil nungguin mereka kita pesan makanan
dulu? Stevy menyarankan.
Ya udah, cacing-cacing di perutku juga udah pada
demo nih. Aku pengen nasi goreng. seru Stela.

73

Aku es teh aja, perutku masih berasa kenyang


mungkin disumpal pake dua bungkus roti ini udah cukup.
Ucap Flora.
Oiya Shel, bagaimana kabar mama kamu? Apa dia
meneleponmu lagi? Tanya Stevy sambil menyantap bakso
yang berada dalam tusukan garpunya.
Flora tersendak. Ia kemudiam meminum es tehnya
terlebih dahulu, kemudian berkata dengan santainya, tidak!
Aku bilang tidak ada yang penting. Dia tidak akan pernah
peduli kepadaku. Dia sudah sangat sibuk untuk mengurus
suaminya.
Kenapa kamu berkata seperti itu, aku yakin dia
sangat peduli padamu apalagi kamu adalah putri satusatunya. kata Stevy menegaskan.
Tidak! Buktinya, belum beberapa hari semenjak
papa meninggal, dia tiba-tiba ingin menikah lagi dan malah
meninggalkanku sendiri. Apa itu yang dimaksud peduli?
tidak sama sekali! Kalian memang tidak mengerti, kalian
punya mama dan papa yang sangat sayang pada kalian.
Karena itulah kalian tidak bisa mengerti. Tapi, kalian tidak
usah khawatirkan aku, aku memang lebih suka sendiri kok.
jelas Flora sambil menatap Twins dengan tegar.
Twins terdengung mendengar perkataan Flora,
sangat menyentuh. Sejenak mereka terdiam, kemudian Stevy

74

mendekat merangkul Flora, Nggak kok. ada kami yang


selalu sayang sama kamu. Kamu tidak boleh berkata seperti
itu, mama dan papa juga sayang sama kamu kok Shel, kamu
tidak boleh berkecil hati. Cetus Stevy.
Stela juga mendekat ke pelukan Flora dan Stevy,
Iya, Stevy benar. Kamu jangan berkecil hati. Dan maafkan
kami karena meninggalkanmu sendiri di rumah.
Flora tersenyum kecil, Tidak apa-apa, aku sudah
terbiasa tinggal sendiri, jangan khawatir. aku juga sangat
sayang kepada kalian.
Suasana haru saat itu buyar ketika Finrana tiba-tiba
datang dengan wajah yang penuh keringat, dan langsung
duduk tepat dihadapan mereka bertiga, sepertinya ia sangat
kelelahan, hembusan napasnya tidak teratur, Stela kamu
harus ikut denganku! tukas Finrana menatap Stela serius
sambil mengusap keringat diwajahnya.
Flora, Stela dan Stevy jelas tersentak kaget melihat
Finrana yang tiba-tiba berada dihadapannya dengan tampang
seperti itu. Kamu kenapa Fin? Mana yang lain? Apa yang
sedang terjadi? Apa seseorang mengejarmu? Santai aja kali,
bikin kaget aja. Cerutu Stela.
Pertanyaan kamu banyak banget deh! Aku tak
tahu harus menjawab yang mana dulu. Argi dan Digta tak
tahu kemana, yang jelas, sepertinya aku melihat Luise!

75

Cepetan deh kamu ikut denganku. Tukas Finrana yang


kemudian berdiri dari tempat duduknya dan mengajak Stela
pergi.
Dimana? apa kamu tidak salah lihat?
Makanya, cepetan kita kesana, kita harus mastiin
terlibih dahulu, sapatahu aku salah orang dan kita harus
jangan sampai kita kehilangan dia. Karena itu kamu harus
ikut denganku!
Hah? Oke, baiklah!
Oiya, apa Argi dan Digta belum kesini? Kalau
mereka datang, Kamu Shel dan Digta harus cepet nyari
bukti, percuma kita nangkep pelakunya kalau gak ada
bukti!
Iya aku akan memberitahunya. Tapi kenapa
mereka belum datang. Memangnya kalian kemana sih?
Tanya Flora penasaran.
Kami dari kantor polisi, mencari tahu sedikit hal
tentang penyelidikan ini. Oiya, kamu Stevy, kamu bisa
mencari lebih banyak informasikan?
Iya
Baiklah, kalau begitu aku dan Stela pergi dulu
yah.
Stela dan Finrana pun secepatnya meninggalkan
kantin kampus. Mereka pergi ke tempat yang dimaksud oleh

76

Finrana tadi. Sementara berjalan, Finrana menghubungi Argi


dan Digta, meminta mereka untuk segera ke kantin karena
Flora dan Stevy sudah menunggu lama.
Dimana mereka? Apa mereka belum datang
juga? Tanya Stela kepada Finrana yang aru saja menutup
teleponnya.
Iya, mereka udah ada disana. Mereka juga
sekarang mulai pergi untuk mencari bukti-bukti dan
informasi mengenai kasus ini. Jawab Finrana tegas
kemudian membuka pintu mobilnya lalu melanjutkan,
Kamu masuklah ke dalam mobil.
Baiklah.
Sementara itu, Flora dan Digta sudah berada di
gedung baru tempat ia menemukan mayat Arumi. Flora
terhenti sejenak menatap ruangan yang penuh dengan tanda
larang berwarna kuning. Kakinya enggan untu digerkkan. Ia
menatap ruangan itu jelas, entah apa yang sedang
dipikirkannya.
Apa kamu tak apa-apa? Tanya Digta sambil
menepuk bahu Flora mencoba menghilangkan kegugupan
Flora.
Flora kemudian membuka pintu ruangan itu secara
perlahan dan berkata, Iya, aku tak apa-apa.

77

Bercak darah di lantai tempat Arumi tergeletak


masih terlihat. Namun, darah itu tidak lagi membuat mereka
ngeri. Mereka kini fokus untuk mencari barang bukti. Mata
mereka kemudian memandang disetiap sudut ruangan.
Mencari setiap keanehan dalam ruangan itu, di bawah meja,
di belakang kusi, di atas langit-langit ruangan, mata mereka
tertuju pada bagian-bagian kecil setiap ruang berharap
mereka bisa menemukan apa saja yang bisa menuntun
mereka untuk mengetahui pembunuh dari kejadian malang
yang menimpa sosok Arumi tersebut.
Beberapa menit berlalu. Tapi Digta dan Flora
belum menemukan apapun. Mereka terlihat lelah dan
kemudian beristirahat sejenak. Flora bersandar di kursi
lemah, wajahnya bercucuran keringat. Tapi ia tetap tidak
memedulikan keringatnya yang berjatuhan itu. Ia sepertinya
tidak menyadari hal itu dan malah memainkan ponselnya
mencari lagu-lagu favoritenya. Yah, ia ingin mendengarkan
musik.
Flora baru menyadari keringat yang bercucuran
diwajahnya itu ketika Digta mendekat dan menyodorkan
tangannya tepat dihadapannya, dilihatnya tangan Digta
menggenggam sesuatu berwarna biru tua dan itu sebuah
sapu tangan. Yah, Digta menawarkan sapu tangannya itu

78

untuk mengelap keringat Flora, nih, lap kerigatmu.


Tukasnya.
Flora tertegun menatap sapu tangan yang
digenggam Digta. Ia sepertinya tak tahu, harus
mengambilnya atau tidak. Kemudian ia kembali menatap
wajah Digta dan dilihatnya wajah itu lebih berkeringat
dibanding dengan dirinya, gak usah, biar kamu saja yang
gunakan. Tuh, keringatmu lebih banyak kan? Aku gak apaapa kok. tunjuk Flora menatap wajah Digta lebih dalam.
Digta tidak meresponnya, ia malah semakin
mendekat dan menatap lebih jelas keringat diwajah Flora.
Yah, Digta mengusap keringat Flora dengan sapu tangan
yang digenggamnya, kenapa kamu tida mau mendengar.
Ucap Digta dengan serius mengusap keringat diwajah Flora.
Flora tak bisa berkata apa-apa. Semakin Digta
mendekat, mulutnya semakin enggan untuk berbicara. Ia
hanya terdiam menatap wajah Digta diiringi dengan lagu
yang dia putar dari ponselnya membuat dirinya semakin
terlarut.
Digta masih mengelap keringat di wajah Flora dan
tanpa sengaja ia memerhatikan segala bentuk di wajah Flora.
Hidung, bibir, pipi, dan yang lainnya. Ia terlarut dalam
pikirannya, ada getaran aneh dalam dirinya. Tapi ia
mencoba menghilangkan getaran tersebut dan terus fokus

79

untuk mengelap keringat Flora dan tanpa sengaja ia melihat


mata Flora. Tangannya lalu berhenti bergerak ketika
mendapati Flora yang juga menatapnya. Itu membuat
mereka saling bertatapan. Keduanya terdiam, saling
memandang. Tak tahu harus berkata apa. Mereka berdua
sepertinya terlarut dalam pikirannya masing-masing entah
itu apa, sulit dijelaskan.
Mereka masih saling bertatapan selaras dengan
musik yang terputar diponsel yang digenggam Flora. Setelah
sibuk dengan pikiran-pikiran yang melayang di dalam otak
Flora, ia kemudia tersadar dengan tingkahnya yang masih
menatap Digta. Ia kemudian memalingkan wajanya, dan
kemudian tersendak, egghhemm.., Flora memegang
tangan Digta kemudian mengambil sapu tangan yang
digenggamnya, biar aku saja. ungkapnya tebata-bata.
Hah? iya, baiklah.. Digta kemudian melepaskan
genggamanya dan kemudian melanjutkan, apa kamu tidak
apa-apa? tanyanya khawatir.
Aku.., aku.. hem, aku ha-us.., jawab Flora gugup.
Digta kemudian berdiri dari tempat duduknya,
Flora memandang bingung dirinya, kamu kenapa?
Tanyanya.

80

Digta hanya melirik Flora sekali yang masih duduk


disampingnya, aku akan pergi beli minuman dulu, kamu
tunggulah disini, Digta kemudian melangkah pergi.
Melihat Digta yang sudah hampir keluar ruangan,
Flora tiba-tiba terpikirkan oleh sesuatu, ia kemudian
menyimpan ponselnya di atas meja dan berdiri menatap
Digta dari belakang, tunggu! Teriak Flora.
Digta sontak kaget. Langkahnya terhenti dan
kemudian ia menoleh kebelakang, ada apa?
Flora sejenak diam, kemudian melangkah maju
mendekati Digta, aku.., aku. Flota terbata-bata sambil
memandangi setiap sudut rungan, sepertinya ia tak ingin
tinggal ditempat itu sendiri.
Kamu kenapa?
Aku., hem, biar aku saja yang membeli minuman.
Kamu tunggu aku disini saja. Jawab Flora dengan mimik
wajah sedikit membingungkan.
Digta sebenarnya tak ingin jika Flora harus berjalan
lagi untuk pergi membeli minuman. Seharusnya ia
membiarkan Flora untuk tetap menunggu dirinya dan
beristirahat di tempat itu sejenak. Mengatakan bahwa itu
adalah tugasnya sebagai seorang lelaki untuk membelikan
minuman kepada seorang wanita, tapi ditahannya ketika ia
melihat wajah Flora yang seperti itu, sepertinya Digta tahu

81

kalau Flora takut dan tidak ingin tinggal diruangan itu


sendirian. Karena itulah ia membiarkan Flora pergi dengan
menjawab, iya, hati-hati yah.
Flora kemudian beranjak pergi keluar ruangan.
Sementara itu, Digta kembali masuk dalam
ruangan. Matanya kembali berkeliling mencari barang bukti
disetiap sudut ruangan tapi ia belum menemukan apapun.
Kemudian ia mendengar suara deringan telepon, ia
terdengung sejenak mendengar suara itu dan kemudian ia
tersadar bahwa suara deringan itu berasal dari ponsel Flora
yang tertinggal di atas meja.
Digta kemudian melangkah maju mengambil
ponsel itu. ditatapnya layar ponsel Flora dan disana
bertuliskan mama. Yah, itu adalah panggilan dari Flora.
Sesegera mungkin Digta mengangkat telepon itu tapi
ditahannya seketika ia mengingat bahwa Flora sedang ada
masalah dengan mamanya. Namun, hal itu malah membuat
dirinya semakin penasaran. Entah mengapa, jemarinya
sangat berkeinginan untuk mengangkat telepon itu. Ia
bingung! ditatapnya layar posel itu lebih dekat, kemudian
kembali melirik pintu ruangan berharap Flora sudah ada
disana. Tapi Flora belum juga datang. Dan entah apa yang
sedang dipikirkannya, ia kemudian mengangkat telepon itu
dan menaruh dikupingnya.

82

Flo? Flora sayang? Ini mama nak. Apa kamu


masih marah sama mama? Mama minta maaf karena
ninggalin Flora sendiri. Mama kangen sama Flora, apa kamu
baik-baik saja nak?
Mendengar suara itu dalam telepon, Digta tertegun.
Ia tak tahu harus berkata apa, pikirannya kosong. Suara dari
mama Flora membuat dirinya tak sanggup untuk
mengucapkan sepatah katapun, ia tak tega jika mama Flora
tahu kalau yang sedang mendengarnya berbicara ditelepon
sekarang bukan anaknya, Flora.
Haloo? Flora sayang? Apa kamu masih marah
sama mama, maafkan mama Flora.., Flora.., kenapa kamu
seperti ini nak? Berbicaralah, mama akan mendengarkanmu,
Flora..?
Digta tidak tahu harus mengatakan apa, ia tersentak
mendengar suara mama Flora yang tersedu-sedu dan entah
mengapa, dia langsung mematikan telepon tersebut. Yah,
teleponnya mati. Ada rasa bersalah berkecuat dalam hati
Digta. Ia tak tahu harus melakukan apa, hanya berdiri kaku
dengan tatapan kosong.
Kemudian Flora datang membawa sebotol air
minum dan menyodorkan air minum itu kepada Digta, hei,
nih minumannya. Digta tak merespon. Kemudian Flora

83

menatapnya bingung, ia menepuk pundak Digta, ada apa


denganmu? Kenapa kamu seperti in? Lanjut Flora.
Digta sontak kaget ketika melihat Flora yang tibatiba saja berada dihadapannya. Entah pikiran-pikiran apa
yang sedang melayang diotaknya. Ia tidak menyadari
kedatangan Flora, hah? Flo-ra, apa yang kamu lakukan
disini? Digta berkata dengan yang terbata-bata, ia tak tahu
harus mengatakan apa lagi.
Maksud kamu?
Hah? Nggak kok
Flora mengerutkan keningnya, ia bingung dengan
sikap aneh Digta. Tapi ia berusaha untuk tidak
memedulikannya. Yaudah, nih, lebih baik kamu minum
dulu.., ucapnya kemudian.
Digta lalu duduk dan meminum minuman itu, Flora
juga demikian. Digta menatap wajah Flora yang masih
meminum air botol dalam genggamannya, ia sepertinya
memikirkan sesuatu. Ada sesuatu yang ingin dia katakan,
tapi mulutnya enggan untuk mengatakannya.
Flora kemudian tersendak ketika mendapati Digta
yang menatapnya aneh, ada apa Digta? Kenapa kau
menatapku seperti itu? Ungkap Flora penasaran.
Hem, begini, apa tak apa-apa kalau aku
mengatakan ini? Tanya Digta kembali.

84

Emang ada apasih? Kenapa kamu seperti ini?


Aneh banget.
Hem, begini.., tadi, ketika kamu pergi, kamu lupa
membawa ponsel dan saat itu ada panggilan dari mama
kamu dan aku mengangkatnya. Maafkan aku karena
mengangkat telepon itu tanpa sepengetahuanmu..,
What? terus apa yang kamu dengar? Tanya Flora
dengan serius.
Dia bilang, dia sangat ingin bertemu denganmu,
dia minta maaf sama kamu. Tadi aku bingung, jadi aku
langsung mematikannya. Apa sesuatu terjadi? Tanya Digta
kemudian.
Flora tak tahu harus menjawab apa. Tapi, melihat
raut wajah Digta yang begitu ingin tahu, ia kemudian
menjelaskan, gak apa-apa kok. aku memang punya masalah
sama mama. Aku sudah tidak tinggal lagi dengannya.
sekarang dia tinggal di luar negeri karena setelah papa
meninggal dia menikah lagi dan meninggalkanku sendiri.
Tapi, gak papa kok. aku sudah terbiasa hidup sendiri..,
Digta kemudian menatap Flora dengan prihatin. Ia
meletakkan tangannya dipundak Flora seakan mengatakan,
kamu harus tabah. Tapi penasaran kecil masih saja muncul
dalam lubuk hatinya, Flora, siapa Flora, apa itu kamu?
Hah? Iya, aku memang Flora, Flora Nakisyah.

85

Tapi,

mengapa

orang-orang

memanggilmu

Shela?
Flora lalu tersenyum kecil menatap wajah Digta,
Apa kamu begitu ingin tahu?
Digta mengangguk.
Flora kemudian kembali melanjutkan, orang-orang
sudah terbiasa memanggilku Shela. Twins yang memberikan
nama itu. Mereka adalah sahabat terbaikku, mereka
menganggapku sebagai saudaranya, karena itulah mereka
mengganti namaku menjadi Shela agar nama kami sama,
Shela, Stela dan Stevy. Ungkap Flora.
Kau seharusnya menghargai nama yang diberikan
orang tuamu. Flora? Kedengarannya memang sedikit aneh
karena orang-orang pasti menganggap namamu disertai
dengan fauna seperti acara di tv itu, Flora dan Fauna.
Goda Digta.
Mimik wajah Flora seketika berubah menjadi kesal,
namun Digta langsung menyambung kalimatnya. Haha
segitu keselnya, aku bercanda kok. Menurutku, Flora nama
yang sangat bagus untuk kamu. Seperti bunga-bunga, kamu
itu mekar dan indah seperti mereka.
Pipi Flora bersemu merah muda, ah kamu gombal,
tapi makasih udah buat aku yakin kalau nama Flora itu
bagus.

86

Kalau begitu, kamu tidak pa-apakan kalau aku


manggil kamu Flora?
Yah nggak papalah, aku bahkan lebih senang jika
kamu bersedia memanggilku dengan nama itu, makasih
karena sudah mengerti. Tidak seperti si Twins yang sudah
berapakali kuingatkan. Tapi yahh, begitulah mereka. Mereka
selalu menggapnya sebagai lelucon. Ungkap Flora dengan
nada suara merujuk.
Digta tertawa kecil melihat ocehan Flora sekarang
ditambah lagi dengan ciri khas raut wajah Flora yang begitu
imut. Digta menyeringai lucu, kamu bisa ajah Flo.
Flora kemudian sontak diam ketika mendengar
Digta memanggilnya dengan sebutan Flo. Ada yang aneh
menurutnya dan ada rasa senang yang bergejolak dalam
hatinya. Ia sangat menyukainya! Flora semakin menatap
Digta lebih dekat, mata mereka kini saling bertatapan dan
kemudian mereka tertawa lepas bersama. Barukali ini Flora
melihat tawa Digta. Ia benar-banar merasa nyaman berada
didekat dengan Digta.
Tiba-tiba tawa lepas Flora berhenti seketika, sekilas
ia melihat benda berkilauan dari bawah tumpukan balok
sisa-sisa pembangunan gedung baru. Kening Digta berkerut,
pria itu merasa heran melihat Flora menghentikan tawanya
lucu itu.

87

Ada apa Flo? Tanya Digta dengan mimik wajah


khawatir.
Flora lagi-lagi tercengang mendengar Digta
memanggilnya Flora, namun ada hal lain yang membuatnya
lebih tercengang ketika matanya lagi-lagi mangkap kilauan
benda dari bawah tumpukan balok.
Hah? Aku tadi ngeliat ada benda berkilau di
bawah tumpukan balok itu. Ucap Flora yang tatapan
matanya menjurus ke arah benda berkilau yang ia lihat.
Benda berkilau? Kening Digta berkerut
kemudian melangkah maju mendekati tumpukan balok itu.
Kamu ngapain Digta?
Katanya kamu ngeliat benda berkilau di bawah
tumpukan ini.
Iya sih, tapi tunggu dulu!
Apa lagi? Digta sudah berjongkok di depan
tumpukan balok dan mendongak menatap Flora.
Kamu pake ini, sambil menyodorkan sapu tangan
berwarna biru tua ke arah Digta.
Untuk apa? lagi-lagi kening Digta berkerut.
Yah buat jaga-jaga aja.
Digta menghela napasnya, heh, iyadeh sini.
Kemudian mulai meraba bagian bawah tumpukan kayu.

88

Kamu nemu sesuatu gak? Tanya Flora dengan


nada cemas.
Tunggu masih di cari dan yah.., aku dapat. Digta
mengangkat tangannya yang dibungkus dengan sapu tangan
yang diberikan oleh Flora, ia mengenggam sebuah jam
tangan yang nampak cukup mahal.
Jam tangan? ujar Flora heran, itu jam tangan
siapa?
Digta berdiri dan menghampiri Flora, gak tahu,
tapi tunggu di sini ada namanya. Digta mulai menerawang
jam tangan yang ditemukannya. Luise.
Luise? Bukannya Luise itu? Flora mulai
mengingat.
Yah Luise itu nama pacarnya Arumi, tapi kok jam
tangannya ada di sini? Timpal Digta.
Yah, tidak salah lagi. Ini juga adalah jam tangan
yang ditemukan Stela pada waktu itu, ini benar-benar jam
yang sama, ada retaknya. Tukas Flora dengan tatapan lebih
yakin.
Dalam waktu itu, Flora kembali mengingat
kejadian dimana ia bertemu dengan Luise pertama kali. Ada
rasa tak percaya yang ia rasakan. Tak percaya bahwa Luise
dapat melakukan hal sekejam itu. Sangat berbeda dari wajah
lugunya. Tapi, mau tak mau Flora harus mempercayainya.

89

Bukti yang mereka temukan itu sudah sangat jelas.


Seseorang memang tak dapat dinilai dari luar saja.
Mereka berdua kemudian saling menatap, mata
mereka saling bertemu. Mereka sekarang memiliki
pemikiran yang sama. Yah, dengan menatap jam tangan itu,
mereka semakin yakin bahwa pelaku pembunuhan dari
kasus Arumi adalah Luise, pacarnya sendiri.[]

90

Catatan 7

Maafkan kami. Kami juga tak percaya


dengan hal ini.
MENDUNG sedang bergayut di langit Jakarta. Beberapa
mahasiswa masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
Hal serupa ini juga dialami oleh Argi dan Stevy. Mereka
berdua kini tengah sibuk berjalan kesana kemari, berbincang
dengan teman-teman Arumi. Yah, mereka mencari tahu
kepribadian Arumi selama berada di kampus beberapa hari
sebelum kejadian yang menimpa Arumi terjadi. Tapi tak
banyak yang mereka ketahui, Arumi sangat tertutup dan
teman-teman Arumi tak tahu apapun mengenai dirinya.
Arumi hanya meluangkan waktunya bersama Luise,
pacarnya sendiri.
Teman-teman Arumi tidak bergitu dekat
dengannya. Mereka tidak begitu akrab. Karakter Arumi

91

sangat berbeda. Ia enggan untuk berbicara dengan temantemannya yang lain. Semua waktunya hanya untuk Luise
tempat ia berbagi cerita.
Bagaimana ini, Vy? Apa yang harus kita lakukan?
Kita tidak mendapatkan info apapun tentang Arumi. Ucap
Argi sambil melihat ke arah Stevy.
Aku tidak tahu, jawab Stevy sambil mengangkat
kedua tangannya pertanda tidak tahu.
Bagaimana dengan Stela dan Finrana? Apakah
mereka sudah menemukan Luise?
Tunggu, aku akan menghubunginya.
Stevy kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya
dan menekan nomor telepon Stela. Ia lalu menempelkan
ponselnya itu ke telinga kanannya. Beberapa detik
kemudian, Stela mengangkat teleponnya.
Ada apa Stevy? Tanya suara dari seberang
telepon.
Apakah kamu sudah bertemu dengan Luise?
Belum, kami masih sedang mencari
keberadaannya. Bagaimana denganmu? Apakah kamu
mengetahui sesuatu?
Arumi sangat tertutup dengan teman-temannya.
Hanya Luise yang mengetahui apapun tentang dirinya. Saat
ini, hanya Luise yang bisa menjadi petunjuk untuk kasus ini.

92

Kita harus benar-benar menemukan Luise agar bisa


mendapatkan informasi yang jelas. Tukas Stevy dengan
tegas.
Oke baiklah. Eh, hem, sepertinya kami sudah
menemukan Luise. Yah, Finrana kini sedang
menghampirinya, sudah dulu yah, akan kututup
teleponnya..,
Sementara itu, Stela yang masih berjalan
dibelakang Finrana juga tengah melihat Luise yang berdiri
diseberang jalan. Firana semakin memantapkan langkahnya,
ia mengerutkan keningnya sambil mengikuti Luise.
Luise.., panggil Finrana dengan suara lantangnya.
Stela dengan tercompang-camping berlari-lari kecil
dibelakang Finrana. Namun, saat Finrana memanggil Luise
untuk yang kedua kalinya, pria itu malah terlihat panic dan
tiba-tiba saja mempercepat langkahnya. Finrana jelas merasa
dihindari, ia kemudian mengejar Luise. Mereka saling
berlarian, berbelok kesana kemari. Tapi sayangnya Finrana
tetap kehilangan jejak Luise. Luise tiba-tiba saja menghilang
dari pandangannya.
Ada apa? Tanya Stela dengan napas terengahengah menghampiri Finrana yang sedang berdiri sambil
bertolak pinggang.

93

Sial! Aku kehilangan Luise. Mengapa dia berlari


secepat itu? gila! Aku benar-benar kelelahan. Gerutu
Finrana sambil menghela napas lelahnya
Aduh, jadi sekarang gimana nih?
Sebaiknya kita balik ke kampus aja, kita kabarin
yang lain dulu
Baiklah. Sayang sekali kita kehilangan dia.
Padahal dia adalah petunjuk satu-satunya untuk mengetahui
pelaku dari pembunuhan Arumi. Ungkap Stela sambil
berjalan ketempat semula mereka memparkir mobil.
Finrana melirik Stela, Kenapa?
Stevy bilang, Hanya Luise tempat Arumi
bercerita, tak ada teman yang lain. Semua waktunya hanya
bersama Arumi dan teman-teman Arumi tidak tahu apapun
mengenai dirinya. Arumi sangat tertutup. Karena itulah kita
harus menemukannya segera. Tukas Stela. Kali ini mereka
sudah berada di dalam mobil.
Finrana dan stela memutuskan untuk kembali ke
kampus, ada rasa kecewa yang mereka rasakan dan semakin
lama jejak mereka berdua mulai menghilang dipenghujung
jalan.
Adapun dengan Luise ternyata sejak tadi berada
dibelakang Stela dan Finrana. Ia bersembunyi dibalik tong
sampah yang cukup besar. Pantas saja Finrana kehilangan

94

jejaknya. Tangan Luise bergetar, ada ketakutan yang


nampak dari raut wajahnya. Ada Sesutu yan sepertinya
melayang dipikirannya. Entah itu apa dan ia tak berani untuk
mengungkapkannya. Ia hanya memandangi kepergian
Finrana dan Stela dari balik tong sampah itu. Ia tak tahu
harus melakukan apa!
Sementara itu, Finrana masih sibuk dengan setiran
mobilnya. Sesekali ia melirik Stela. Finrana terlihat seperti
ingin mengatakan sesuatu. Stela menatap Finrana bingung,
ia mengerutkan keningnya.
Ada apa? Mengapa kamu melihatku seperti itu.
Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan? Tanya Stela.
Hem, gak kok Finrana tetap sibuk dengan setiran
mobilnya. Kemudian ia kembali melirik Stela dan
melanjutkan, Oiya, apa Stevy sekarang bersama dengan
Argi? Apa yang mereka lakukan? Apa mereka baik-baik saja
sekarang? Mereka juga pasti sangat lelah. Bagaimana kalau
kamu telepon mereka sekarang dan suruh mereka menuggu
di kantin kampus. Kita harus makan, aku sangat lapar.
Tukas Finrana.
Stela memandang Finrana aneh, Wooaa, ada apa
denganmu? Pertanyaan kamu banyak banget! Kamu
khawatir sama Stevy? Hayoo, ngaku ajah.. haha, goda
Stela.

95

Hah? Nggak kok!


Ngaku aja deh, tuh, liat tuh, wajah kamu merah.
Kamu benar-benar terlihat aneh. Kamu jangan bohong
deh.. Lanjut Stela sambil menunjuk-nunjuk wajah Finrana.
Hah? Nggak kok. Beneran, kamu tuh yang terlihat
aneh. Orang biasa-biasa aja kok. Finrana membela diri. Ia
kemudian melanjutkan, kamu telepon mereka aja deh, aku
benar-benar udah laper. Apa kamu nggak pengen makan?
Iya deh, kamu gak sabaran aja. Bilang aja pengen
cepet-cepet ketemu sama kembaran aku yang cantik itu,
ehh.., lebih cantikan aku deh kayaknya. Cerutu Stela
dengan tawa penuh kemenangan membuat Finrana tak
mampu mengatakan apapun lagi.
Finrana tersenyum kecil memandangi Stela yang
terlihat begitu senang mengusil dirinya. Mereka lalu tertawa
bersama. Tawa mereka kemudian semakin lama mulai
meredah apalagi ketika Finrana mendapat satu panggilan
telepon.
Telepon siapa itu? apa itu telepon dari Stevy?
Tanya Stela kembali menggoda Finrana.
Ah, Nggak. Ini panggilan telepon dari Digta,
jawab Finrana sambil mengangkat panggilan telepon itu.

96

Iya Digta, ada apa? Finrana kembali melirik Stela


dengan tatapan meyakinkan bahwa telepon itu benar-banar
dari Digta.
Stela tercengang. Ia hanya menatap jalanan yang
dilaluinya.
Iya, aku bersama Stela. Kami akan ke kampus
sekarang. Finrana kembali menjawab teleponnya.
Apa kamu sudah menemukan Luise? Apa yang dia
katakan? Tanya Digta dari telepon
Kami sudah menemukannya. Tapi entah mengapa
ia langsung berlari ketika kami memanggilnya. Maaf karena
kami kehilangan jejaknya. Apalagi dia adalah petunjuk satusatunya untuk kasus ini.
Maksud kamu dia kabur?
Kabur? Finrana mengerutkan keningnya sambil
menatap kembali ponsel yang digenggamnya. Ia bingung,
mengapa Digta berkata seperti itu.
Aku dan Flora sudah menemukan buktinya. Kami
menemukan jam tangan Luise di temapat kejadian. Itu
benar-benar jam tangan Luise. Kita harus menemukan dia
secepatnya. Jangan sampai dia bersembunyi lagi. Kita harus
mengintrogasi Luise secepat mugkin. Tukas Digta denga
jelas dalam telepon.

97

Hah? Iya baiklah, tapi., Flora? Finrana masih


belum begitu mengerti dengan perkataan Digta yang begitu
tiba-tiba. Luise adalah pelakunya? Dan Flo-ra? Finrana
terperanjat.
Finrana masih ingin mengatakan sesuatu. Ada hal
aneh yang ingin dia katakan. Tapi Digta begitu teburu-buru,
ia memotong perkataan Finrana dan langsung menyuruh
Finrana dan Stela untuk segera ke kampus dan kemudian ia
teleponnya mati.
Ada apa? Kenapa kamu seperti itu? Tanya Stela
kemudian ketika melihat Finrana sudah mematikan
panggilan telepon dari Digta.
Entahlah, aku juga bingung. Digta bilang bahwa
pelakunya adalah Luise. Ia menemuka jam tangan Luise di
tempat kejadian. Jawab Finrana.
Jam tangan yang retak itu?
Yah, mungkin. Ia benar-benar yakin jam itu milik
Luise. Tapi.., siapa itu Flora?
Flora? Stela mengerutkan keningnya.
Iya Flora. Digta menemukan jam itu bersama
Flora. Bukannya dia pergi bersama Shela? Apa kamu tahu
siapa Flora? Finrana dengan tatapan heran
Hah? Stela tercengang. Tak tahu harus berkata
apa. Mengapa Finrana menyebut nama Flora? Flora dan

98

Shela adalah orang yang sama! Tapi, Stela tetap tidak tahu
harus mengungkapkan hal itu mulai dari mana.
Apa Digta sudah tahu kalau Shela adalah Flora.
Aduh Shelaaa! Benak Stela.
Stela hanya memandang Finrana yang masih
menyetir mobil. Ia tersenyum kecil, menaikkan kedua
bahunya seraya mengatakan, aku tidak tahu.

Argi dan Stevy sudah menunggu di kantin kampus.


Sementara itu, Finrana dan Stela juga sudah berada di
parkiran kampus. Mereka segera mungkin menuju ke kantin
kampus menemui Argi dan Stevy. Ketika tiba di kantin
kampus, dilihatnya Argi dan Stevy yang tengah sibuk
berbincang di meja bagian pojok.
Apa yang kalian bicarakan? Tanya Finrana ketika
telah tiba di meja Argi dan Stevy.
Kami tidak berhasil menemukan satu pun
informasi tentang Arumi dari temannya. Jawab Argi
mendongak ke arah Finrana.
Kita tidak butuh informasi dari teman Arumi
lagi, ucap Finrana sambil menatap ke arah Argi. Yang kita
butuhkan hanya Luise.

99

Benar, hanya Luise yang mengetahui informasi


tentang siapa pembunuh Arumi, kata Argi menyetujui.
Kita harus menemukan Luise!
Informasi dari Luise tidak penting lagi. Yang
terpenting adalah Luise!
Apa maksudmu? Argi melongok, ia tidak
mengerti maksud dari ucapan Finrana itu. Otaknya masih
memproses kata demi kata yang diucapkan oleh Finrana
tadi.
Luise adalah pembunuh Arumi, tegas Finrana.
Bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? Tanya
Stevy dengan nada penuh kebingungan.
Digta yang mengatakannya, jawab Finrana
sambil mengalihkan pandangan ke arah Stevy. Digta sudah
menemukan barang bukti yang menunjukkan bahwa Luise
adalah pembunuhnya.
Apa yang Digta temukan? Stevy semakin
bingung mendengar penjelasan dari Finrana.
Jam tangan Luise ada di tempat kejadian. Digta
yang menemukannya sendiri. Itu benar-benar jam tangan
Luise.
Apa kamu masih ingat Vy jam tangan retak yang
kita temuin? Lanjut Stela sambil duduk disamping Stevy.

100

Jam tangan? Stevy mulai mengingatnya. i-iya,


aku masih ingat. Jam tangan itu yang mereka temukan?
Iya, timpal Finrana.
Keheningan tiba-tiba terjadi di antara mereka.
Tidak ada yang membuka mulut, mereka saling bergelut
dengan pikiran mereka masing-masing.
Stevy masih terlihat bingung. Ia terdiam, tak habis
pikir mengapa Finrana mengatakan hal itu. Apa benar
Luise adalah pembunuh Arumi? Tapi, kenapa bisa?
Bukannya Luise sangat menyayangi Arumi? Ahh! pikiranpikiran aneh melayang-melayang dalam otak Stevy.
Sepertinya Stevy belum menerima fakta tersebut.
Keheningan mulai buyar ketika Digta dan Flora
sudah datang. Mereka berdua langsung duduk berhadapan
dimeja makan kantin.
Kalian berdua dari mana? Tanya Argi kepada
Digta dan Flora.
Kami dari tempat kejadian dan menemukan ini.
Jawab Flora sambil memperlihatkan sebuah benda yang
berada di dalam kantong plastik yang ia pegang.
Apa ini benar-benar jam tangan Luise? Argi
memegang jam tangan dalam plastik itu dan menatapnya
lekat-lekat begitupula yang lainnya.

101

khem, khem.., Stela menggerutukan suaranya,


membuat membuat teman-teman yang lain memandang
dirinya bingung. Hem, bagaiman kalau kita makan aja
dulu, aku benar-benar udah laper nih ucapnya dengan nada
datar.
Hah? Argi tersentak, Stela ternyta masih
memikirkan makanan. Yaudah, kalau gitu kita lupain
masalah ini dulu. Biar makan kita jadi lancer dan energi kita
bisa berkumpul kembali, oke? Tukasnya.
Baiklah, aku juga sudah sangat lapar. Kalau gitu,
aku akan memesan makanan dulu. Timpal Stevy kemudian.
Mereka semua lalu mengisi perut kosongnya
masing-masing dan bergelut dalam cerita lelucon Argi dan
Stela. Ada-ada saja yang mereka bicarakan membuat yang
lainnya sangat sulit untuk mengunyah makanan. Sudah
berapa lama mereka duduk ditempat itu, bercerita, tertawa,
dan menjauhkan pikiran-pikiran mengenai kasus yang
mereka selidiki layaknya tak ada beban yang mereka miliki.
Stevy yang terkenal dengn sifat kedewasaannya
pun mulai tak terlihat. Ia bahkan tertawa melebihi suara
teman-temannya yang lain. Finrana sejak tadi sudah
memerhatikannya dan ketika Stevy mendapati bahwa
Finarana sekarang menatap dirinya dengan tatapan yang

102

sangat jelas, ia mulai berhenti tertawa. Ada rasa malu yang


ia rasakan. Dan hal itu bahkan terlihat oleh Stela.
Kenapa kau tiba-tiba diam? Stela menatap Stevy
yang tengah tunduk.
Stevy tak tahu harus berkata apa, Hah? Ia
gegelapan.
Apa karena Finrana memandangimu seperti itu?
Stela mengatakan apa saja yang ada dipikirannya.
Stevy tiba-tiba saja tersendak mendengar perkataan
Stela, apa yang kamu bicarakan? Gak kok.
Ngaku ajah deh, Stela menggoda Stevy kemudian
menatap Finrana dengan mimik yang begitu senang ketika
melihat Finrana menatap Stevy dengan kaku, itu membuat
Stevy benar-benar tersipu malu. keduanya saling
memandang, tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Stevy
dan Finrana benar-benar berada dalam suasana hati yang
entah itu apa, sangat sulit untuk dijelaskan.
Aduh Stela, kamu bawel banget. Emang kenapa
kalau Finrana suka sama Stevy, kamu cemburu yah?
Celetuk Argi.
Ahh, kalian semua gimana sih, aneh banget.
Gimana kalau kita bahas kasus Arumi ajah. Ini udah
seminggu loh. Kita belum nemuin apa-apa. Timpal Stevy
berusaha mengembalikan suasana.

103

Digta Semakin mendekatkan pandangannya dengan


jelas, ia menatap teman-temannya lebih serius, gini,
sekarang kita harus fokus untuk menemukan Luise. Dia
sepertinya menghindar, karena dia tahu pelaku pembunuhan
Arumi sendiri itu adalah dirinya. Bukti yang kita temuin ini
sudah sangat jelas. Pokoknya kita harus menemukan dia
secepat mungkin.
Baiklah, jawab Finrana. Hem, bagaimana kalau
kita membuat jebakan saja? Luise pasti akan menghindar
jika kita melihatnya. Kita harus membuat rencana.
Bagimana? Finrana mempertajam tatapannya.
Bagaimana caranya? Kitakan gak tahu keberadaan
dia sekarang Timpal Flora
Nggak. Gini, kita bisa mencari Luise dirumahnya.
Cepat atau lambat, dia pasti akan pulang ke rumah. Aku
sudah mencatat alamatnya. Kita nunggu kedatagan Luise
dirumahnya saja. Bagaimana? Jawab Argi tegas.
Mereka kemudian saling menatap serius.
Sepertinya usulan Argi sudah disetujui. Berbeda dengan
Stevy, ia masih sibuk memandangi langit dari luar jendela
kantin. Ada sesuatu yang masih menjanggal dihatinya. Ia
masih belum bisa menerima bahwa pelaku pembunuhan
Arumi adalah Luise. Dengan informasi-informasi yang dia
temukan mengenai kehidupan Arumi, sangat aneh jika Luise

104

yang melakukan perbuatan keji tersebut. Tapi, ia selalu


berusaha untuk menghilangkan keanehan itu dan tetap
percaya pada bukti yang terlihat.
Apa sekarang hujan? Stevy membuyarkan
suasana dengan nada suara santai ia masih tetap
memandangi langit yang memang sejak tadi sudah
mendung.
Teman-temannya yang lain sontak menoleh
kearahnya, bingung dengan perkataan Stevy yang jelas tidak
mengarah pada kasus Arumi. Tapi, hal itu juga tak bisa
disalahkan. Yah, tak salah lagi, seketika itu hujan lebat
mengguyur Jakarta terutama wilayah Universitas Indonesia
tempat mereka berada.
Yah, gimana dong? Hujannya lebat banget. Argi
memasang wajah lemas
Emang kenapa kalau hujan? Kita harus bergegas.
Kita tidak punya waktu lagi. Kali ajah Luise udah ada
dirumahnya. Bagaimana kalau kita kesana aja sekarang?
Tukas Finrana dengan tatapan meyakinkan.
Baiklah, timpal Digta.
Yaudah, kita berangkat ajah sekarang. Stela
bersemangat. Itu membuat Argi juga bersemangat
demikianpula Digta dan Finrana. Berbeda dengan Stevy, ia
hanya terdiam. Finrana menatap Stevy bingung, ada apa

105

dengan Stevy? Finrana menatapnya khawatir, kamu kenapa


Vy, apa yang sedang kamu pikirkan?
Hem, maaf yah temen-temen, aku gak usah i-kut
yah. Jawab Stevy pelan.
Kenapa?
Gini.., aku disini aja, aku pengen nyari informasi
lagi mengenai Luise, gak papa kan kalau aku gak ikut?
Stevy memasang wajah tak enak hati.
Hemm, emang gak apa-apa kalau kita ninggalin
kamu sendiri? Finrana khawatir.
Hah? gak apa-apa kok. Stevy tersenyum kecil.
Aku juga bakal tinggal disini, aku akan bantuin
Stevy nyari informasi lain. Gak apa-apa kan? Timpal Flora.
Sebenarnya sejak tadi Flora sudah bingung dengan sikap
aneh Sevy, ia khawatir.
Mendengar perkataan Flora, teman-teman yang lain
lalu menatap Flora dengan serius. Digta bahkan tersentak,
apa kamu yakin
Flora mengangguk kemudian memberikan
senyuman kepada Digta seraya mengatakan tak usah
khawatir, aku baik-baik saja. tatapan mereka berdua terlihat
sangat dalam.
Wooaa, pasangan kalian akan baik-baik aja kok..,
Stela menggoda Digta dan Finrana.

106

Apa kamu juga tidak akan pergi Stel? timpal


Argi.
Stela menggeleng. Ia merangkul Argi, tenang ajah
aku pasti pergi kok. hujan lebat ini membuatku tambah
semangat, hahaa. Stela terlihat begitu ceria. Itu membuat
perasaan teman-temannya yang lain juga semakin
bersemangat.
Baiklah, mari kita pergi.., sorak Argi.
Hujan masih masih mengguyur kota Jakarta. Argi,
Stela, Finrana, dan Digta sekarang sudah berangkat ke
alamat rumah Luise. Dalam mobil, mereka mulai menyusun
rencana untuk penangkapan Luise. Berbagi tugas, berusaha
agar Luise tidak bisa kabur lagi.
Sementara itu, Flora dan Stevy masih terdiam
memandangi hujan turun dengan tatapan kosong. Stevy
mengehela napas.
Apa yang sedang kamu pikirkan?
Gak tahu. Aku bingung aja.
Kenapa?
Aku tidak begitu yakin kalau pembunuhnya
adalah Luise, aku masih gak nyangka.
Kenapa kamu berpikiran seperti itu? buktinya
sudah jelas kan. Flora meyakinkan Stevy. Ia kemudian

107

melanjutkan, apa kamu mendapat informasi lain? apa yang


kamu dapatkan?
Karena itulah aku bingung, aku tak tahu harus
mencari informasi itu dimana. Tak ada satupun yang
kuketahui tentang Luise. Mereka berdua tidak akrab dengan
yang lainnya.
Sumpah! Bagaimanabisa ada orang yang tak
memiliki temen dekat satupun. Huh! Sosial media yang
dimilikinya sepertinya tidak bermanfaat. Cetus Flora.
Apa kamu baru saja mengatakan sosial media?
Stevy memperbaiki posisi duduknya. Ia menatap Flora
dengan serius kemudian melanjutkan, adduh, kenapa gak
kepikiran yah, seharusnya sudah lama aku mencari tahu dari
sosial medianya, kali aja ada yang bisa kita temuin. Stevy
menepuk jidatnya.
Oh iya yah, aku juga hampir lupa. Haha, hem..,
yah maklumlah, kitakan bukan detektif, belum tahu apa-apa.
Lagipula ini masih kasus pertama yang kita tanganin.
dimaklumin ajalah Flora mengeluarkan ponselnya sambil
menggeleng-geleng kepala. Sepertinya kita memang harus
menjadi detektif kali yah.
Mereka berdua lalu mencari informasi tentang
Arumi dan Luise dari sosial medianya. Mencari kirimankiriman terdahulu, komentar-komentarnya, tempat yang

108

mereka kunjungi, mereka mencari semua informasi itu


dengan sedetail mungkin.
Sementara itu, suasana dalam mobil Argi, Stela,
Finrana dan Digta masih tengah menyusun rencana, tapi
tiba-tiba Stela melihat Luise diseberang jalan. Mereka
semakin memastikan bahwa itu adalah Luise. Pria itu
tampak bingung, mondar-mandir, wajahnya pucat,
ketakutan.
Apa yang sedang dia lakukan? Mengapa dia
seperti itu? cetus Stela menatap luise dalam kaca mobil.
Finrana lalu menghentikan mobilnya, kemudian menatap
Luise dari kaca spion mobil, bagaimana ini? apa kita
menghampirinya saja?
Tungu., tunggu, apa sekarang dia sedang
melihatmu Fin? pupil mata Argi melotot, ia semakin
menatap Luise serius dalam kaca spion mobil.
Seketika itu, mereka beruguyar sontak melihat
Luise yang sekarang tengah berlari menjauh ketika melihat
Finrana dalam mobil.
Ahh, sial! Cepat, cepat, kita harus segera
mengejarnya.., Digta kemudian membuka pintu mobil dan
berlari mengejar Luise dengan secepat mungkin begitupula
dengan Stela, Finrana dan Argi. Mereka semua dengan

109

terburu-buru berhambur mengejar Luise yang sekarang


semakin berlari jauh.
Tunggu! Luise!..,
Berhenti.., kami tidak akan melukaimu!
Mereka berteriak-teriak berharap Luise segera
menyerahkan diri. Tapi tetap saja, Luise terus berlari,
menyusuri setiap jalan, berlari dan terus berlari tanpa
menghiraukan teriaka-teriakan tersebut dari belakang.
Fin didepan kamu belok kiri, kalian berdua ke
kanan, aku akan terus.., kita harus menghalangi setiap jalan
agar dia tak bisa kabur lagi, oke? Digta berteriak membagi
tugas dengan nada suara berbading lurus dengan kecepatan
larinya, ia memberi kode kepada teman-temannya.
Yah, baiklah! sorak Argi, Finrana dan Stela yang
tengah berlari terburu-buru.
Mereka masih saling mengejar, Luise sesekali
menoleh kebelakang, bingung, Berhenti atau tidak. Ia
ketakutan. Tapi ditengah ia berlari, Luise sempat
meneriakkan beberapa kalimat, bukan aku pelakunya..,
tolong aku! Luise tetap berlari, wajah pucatnya semakin
berkeringat, entah apa yang sedang berada dipikirannya,
matanya terus berkeliling disetiap sudut jalan dengan begitu
ketakutan seakan mencari seseorang untuk ia hindari. Tapi
ia tetap berlari, masuk gedung demi gedung untuk

110

bersembunyi dari dari Argi, Finrana, Stela dan Digta yang


masih terus mengejarnya.
Sementara itu, Stevy dan Flora yang masih merada
di kantin kampu masih sibuk mengotak-atiksSosial media
yang dimiliki Luise dan Arumi. Mereka terus mencari
informasi yang bisa mereka temukan hingga akhirnya
mereka menemukan suatu kalimat yang menjanggal. Stevy
dan Flora tercengang ketika melihat sebuah komentar di
akun twitter milik Luise. Ada sesuatu yang aneh, Stevy dan
Flora saling pandang tak percaya.
Tunggu saja, aku akan melakukan apapun untuk
memilikimu sayang..
Siapa dia? Apa dia mengenal Arumi? Tanya
Stevy penasaran, matanya masih ngotot tajam membaca
kalimat itu.
Aku juga tak tahu, sepertinya mereka tengah
bertengkar. Apa yang diinginkan lelaki ini? Flora semakin
menatap ponselnya dengan tajam, membaca setiap kalimat
demi kalimat dan mencerna baik-baik kalimat tersebut.
Fredy? Pria ini membuat Stevy dan Flora semakin
tercengang. Mereka berdua saling menatap, sepertinya
mereka sedang berada dalam pikiran yang sama. Yah,
komentar Fredy sangat aneh, dan dalam komentar itu, Luise
terlihat sangat baik, perhatian kepada Arumi berbeda dengan

111

pria bernama Fredy itu, sepertinya dia sangat menyukai


Arumi padahal jelas-jelas dalam komentar itu Arumi sudah
menolaknya.
Apa kita sudah salah orang? Apa kita sekarang
mengejar orang yang salah? Ungkap Flora pelan.
Stevy menganggukkan kepala, memasang wajah
tak percaya dengan apa yang dilakukan teman-temannya
sekarang, mengejar Luise sebagai pelaku pembunuhan itu?
salah besar! Yah, mereka sudah salah sangka, bukan Luise
pembunuhnya! Buru-buru Flora merogoh ponsel yang ada di
kantong bajunya. Flora kemudian menelepon Digta yang
tengah mengejar sosok Luise.
Halo, halo, halo, Dig? Kamu masih mengejar
Luise? Tanya Flora dengan nada suara panik.
Iya, aku masih mengejarnya. Memangnya ada
apa? Ucap Digta terengah-engah.
Ada sesuatu yang ingin kukatakan. Hem,
pokoknya jangan sampai kalian kehilangan Luise. Ikuti saja
dia. Oke? Jelas Flora.
Heh? Apa maksudmu? Tanya Digta heran.
Pokoknya lakukan seperti yang aku katakan tadi.
Tetap ikuti dia. Aku akan kesana secepatnya. Aku akan
tutup teleponnya.., tegas Flora kembali. Flora lalu bangkit
dari duduknya sembari menarik lengan Stevy.

112

Ayo, Vy! Ajak Flora


Kamu mau kesana? Tapi diluar kan hujan.
Ada apa denganmu? Bukannya sejak tadi kamu
memang gak yakin? Ayo kita sekarang harus pergi atau aku
akan meninggalkanmu disini sendirian, kata Flora
kemudian.
Akhirnya Stevy mengangguk setuju.
Mereka kemudian mempercepat langkah menuju
jalan raya mencari taksi.

Finrana! Argi! Stela! Kalian lihat bangunan itu?


tunjuk Digta pada sebuah pabrik kosong.
Aku lihat! Wah ternyata dibalik gang-gang sempit
ini ternyata berdiri pabrik. Ujar stela tak percaya
Iya, aku lihat! Bukankah tadi Luise masuk
kedalam pabrik itu? Apalagi yang direncanakannya? sahut
Finrana.
Apa kalian ingin masuk ke dalam pabrik itu? ini
kan udah malam. Bagaiman kalau besok aja? ujar Argi
sambil memandang ngeri pabrik itu.
Apa yang kamu bicarakan? Ada-ada ajah kamu
Gy! Yah sekaranglah! timpal Stela.

113

Sudahlah! Yang terpenting sekarang adalah apa


yang harus kita lakukan? Apa kita harus menunggu Stevy
dan Flora disini atau kita masuk saja sekarang? Tanya
Finrana sembari memandang temannya meminta
persetujuan.
Sepertinya kita harus menunggu, karena ia tadi
meneleponku dan katanya ia mengetahui sesuatu hal.
Timpal Digta.
Tapi.., kita bisa kehilangan jejak Luise, Dig!
Gumam Stela
Betul juga yang dikatakan stela, Dig! Kita harus
segera masuk, sahut Finrana.
Yaudah, mari kita masuk. Mereka pasti akan
menyusul juga kok. Ujar Argi memutuskan.
Digta hanya mengangguk setuju.
Belum sempat mereka melangkahkan kaki tiba-tiba
sebuah tangan menyentuh bahu Digta dan Finrana. Sontak
saja mereka berdua berbalik dan mendapati Stevy dan Flora
basah kuyup.
Huh, Kupikir kalian siapa, tukas Digta dan
Finrana bersamaan sambil mengusap dada.
Maaf kami terlambat, ujar Flora.
Tidak apa-apa. Tapi bagaimana kalian tahu kami
berada ditempat ini? Tanya Argi kemudian.

114

Bukankah ponselmu dilengkapi dengan alat


pelacak! Dasar bodoh! Ungkap Flora.
Oh aku lupa! Gumam Argi.
Kata Digta ada yang ingin kalian bicarakan. Apa
itu? Tanya Finrana dan Stela.
Bukan Luise pembunuhnya. Ada orang lain yang
melakukan itu! ungkap Stevy
Stela melongo tak percaya sembari berkata Heh?
Bagaimana bisa? Bukankah sudah jelas kalau Luise
pembunuhnnya?
Ceritanya panjang, tanpa sengaja kami mencari
social media yang dimiliki Arumidan Luise dan dalam
komentar-komentar akunnya, kami menemukan sebuah
kalimat yang begitu aneh. Fredy, nama pria itu Fredy. Ia
sepertinya sangat menyukai Arumi tapi ia mendapat
penolakan. Jelas Stevy.
Flora melanjutkan, iya! Pria itu sangat aneh, dia
bilang akan melakukan hal yang sangat menakjubkan
kepada Arumi dan Luise harus menyaksikannya hal
tersebut.
Jadi? Anehnya yang mana? Hal menakjubkan
apa? Tanya Argi penasaran.
Kapan komentar itu dibuat timpal Digta dengan
tatapan serius.

115

Sehari sebelum Arumi dibunuh! Jawab Stevy.


Iya! Dan apa kalian tahu? Fredy bahkan
mengatakan bahwa, hal yang ditunjukkan kepada Arumi itu
nantinya akan dia tunjukkan pada Luise! Apa kalian belum
mengerti? Lanjut Flora dengan tegas.
Semua tersentak. Saling memandang dengan
tatapan tajam, kalau begitu, yah, Luise dalam masalah
sekarang.
Kita harus segera menyelamatkan Luise.., Ahh,
Sial! Kenapa kita segegabah ini.., Stela, kamu harus
menelepon polisi sekarang. Kita membutuhkan
bantuannya. Tukas Finrana dengan jelas.
Mereka lalu berlari masuk ke dalam pabrik mencari
sosok Luise. Mereka kini tengah mengkhawatirkan
keberadaan Luise. Ada rasa bersalah dalam hati mereka,
semuanya terlihat panik, Luise pasti sangat membutuhkan
seseorang untuk membantunya.
Luise! Luise!
Luise? Kau dimana! Kami akan menolongmu..,
Luise? Luise!
Mereka berpencar, mencari keberadaan Luise.
Menyusuri setiap ruangan, mengarungi setiap tangga, hingga
akhirnya mereka lalu tersentak seketika mendengar teriakan.
Aarrgghhh!

116

Semuanya berlari menuju suara teriakan itu. Tak


salah lagi, itu benar-benar teriakan Luise dan suara itu
berada dilantai atas. Mereka segera mungkin mencari
sumber suara tersebut dan akhirnya, sebuah hal yang mereka
khawatirkan terjadi. Mereka tak menyangka hal sekejam ini
harus terjadi. Napas terengah-engah mereka mulai meredah
sembari melihat sosok Luis dari kejauhan yang kini sudah
tak sadarkan diri tergeletak dilantai. Ada rasa tak percaya
yang mereka rasakan ketika melihat hal tersebut. Tak
mungkin! Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa salah mereka?
Tanpa sadar, Flora meneskan air matanya, Stevy dan Stela
juga demikian. Sembari hal itu seakan menusuk jiwa
mereka. Permintaan maaf bahkan tak akan bisa
menghilangkan rasa bersalah yang mereka rasakan.
Seseorang yang berada di dekat Luise saat itu
bahkan memberikan senyuman miring dari kejauhan, sangat
kejam! itu membuat Digta ingin segera menangkapnya, tapi
dihentikan langkahnya ketika melihat polisi yang kini sudah
berdatangan. Polisi lalu menangkap pelaku itu, yah, pelaku
yang tak pernah berada dalam dekap pikiran mereka semua,
Fredy.
Mereka lalu melangkah demi langkah mendekati
Luise yang kini berlumuran darah diperutnya, sepertinya ia
ditikam oleh Fredy. Mereka semua tak mampu lagi

117

mengucakan sepatah katapun. Ini benar-benar hal diluar


dugaan mereka. Dengan perlahan mereka mencoba untuk
menyadarkan Luise berharap Luise masih bisa untuk
mendapatkan pertolongan. Tapi, apa daya hal itu tak terjadi.
Mereka pasrah dengan tatapan mata yang berbinar sedih, tak
sanggup untuk menyaksikan hal ini.
Luise? Kumohon, sadarlah.., Stevy berjongkok
sedih, dan Stela hanya tertunduk.
Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Apa
yang akan kita katakan? Mengapa ini terjadi! Flora terisak,
tak dapat menahan tangisnya.
Digta mendekat mencoba menenangkan Flora.
Menepuk-nepuk pundaknya memberi ketabahan. Finrana
juga demikan, ia merangkul pundak Stevy dengan pelan
memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Sedangkan Argi dan Stela masih tetap tertunduk, rasa
bersalah masih berkecuat dalam hati mereka.
Sementara itu, mereka lalu menoleh ketik
mendengar Fredy yang masih melontarkan kata-kata
terhadap Luise, tatapan pria itu sangat tajam.
Apa kamu sudah menyaksikannya? Huhh! Lihat
sekarang! Karena aku, kamu bisa melihat Arumi lagi, kalian
pasti akan bertemu dikuburan! Fredy berteriak tegas. Ia
kemudian tertawa, Haha.., aku memang sangat pintar.

118

Eksperesi wajahnya yang tertawa tajam itu tiba-tiba berubah


dengan tatapan penuh dendam, tapi.., tapii, mungkin Arumi
sudah tak ingin bertemu denganmu lagi! Saat itu kamu
hanya menyaksikannya kan? Lelaki macam apa kamu?
Kamu tak bisa melakukan apapun ketika melihat dia terluka.
Kamu bukan manusia! Bukaaannn! Fredy berterik-teriak.
Itu membuat polisi semakin memaksa Fredy untuk keluar
dari pabrik itu.
Mereka semua tercengang mendengar teriakan
Fredy saat itu. Dasar, lelaki gila! Kamulah yang bukan
manusia! Stela mendengus. Berbeda dengan temantemannya yang lain, mereka masih terdiam. Tak habis pikir
dengan perkataan yang dilontarkan Fredy barusan.
Jadi karena itu, jam tangan Luise berada ditempat
kejadian? Cetus Digta pada diri sendiri. Kemudian sebuh
suara tiba-tiba membuyarkan keheningan mereka dari
kejauhan. Apa kalian tidak apa-apa? Mereka menoleh ke
sumber suara itu, dilihatnya seorang polisi tengah berjalan
ke arah mereka, apa tak ada yang mendengar perkataanku
barusan? Lanjut Pak polisi.
Hah? i-iyaah? Flora terperanjat. kami baik-baik
saja kok, lanjutnya.
Tenanglah nak, walaupun kalian melakukan
kesalahan yang sangat fatal ini, saya tidak akan

119

menyalahkan kalian karena saya yang sudah mengizinkan


kalian. Kalian masih pemula, belum tahu apa-apa. Tapi
kalian sudah berusaha semaksimal mungkin. Karena
kalianlah, kita semua bisa menemukan pembunuh yang
sebenarnya, kalau tidak ditangkap, dia pasti akan membunuh
orang lebih banyak lagi. Kalian hanya harus terus belajar
agar kalian dapat memperbaiki kesalahan kalian.
Bagaimana? Apa kalian setuju? Ujar Pak polisi menatap
mereka semua dengan meyakinkan.
Akhirnya Flora, Stela, dan Stevy kembali
tersenyum. Finrana dan Argi pun demikian, sedangkan
Digta malah mengerutkan keningnya heran.
Kami setuju pak! Sahut mereka.[]

120

Catatan 8

Tak peduli betapa sakitnya itu, aku


akan tetap tersenyum.
KESALAHAN, semua orang pasti pernah melakukan hal
itu. Berulang kali. Baik itu disadari maupun tidak. Itu sudah
menjadi kodrat dari setiap manusia. Ketika kesalahan telah
menghampiri maka rasa sesal akan terus terngiang ke dalam
otak pikir. Begitupun dengan Flora yang kini tengah duduk
terdiam di sebuah taman kecil, matanya terlihat kosong
menatap lurus ke depan.
Suara tawa anak kecil di sekelilingnya seakan
memenuhi indra pendengarnya. Langit sore membuat udara
terasa sejuk, dan Flora memang sering menghabiskan waktu
senggangnya di taman itu. Taman kecil yang memang sudah
menjadi tempat favoritnya. Dari kejauhan, tiba-tiba wajah
Digta memenuhi pandangannya.

121

Kenapa kamu nggak ke ke kampus hari ini?


Tanya Digta dan membuat Flora sontak terkejut.
Digta? Ya ampun, kamu ngagetin aku aja.
Maaf, maaf. Tapi aku serius nanya ama kamu,
kenapa tadi gak ke kampus?
Flora mendesah pelan, kemudian berkata, heh, aku
cuman pengen tenangin pikiran aja. Tapi kok kamu tahu
kalau aku di sini?
Digta tersenyum ringan, Insting, aku punya radar
kayak Maudy Ayunda di film Perahu Kertas.
Omong kosong, kamu ada-ada aja. Flora
tersenyum malu. Kemudian melanjutkan kata-katanya,
kenapa kamu ke sini? Kangen sama aku? Flora tertawa
kecil, sengaja membuat wajah Digta memerah.
Karena aku ingin bertemu denganmu, ganjil aja
kalau sehari gak ngeliat kamu, aku memang kangen sama
kamu. Goda Digta, kali ini malah Flora yang tersipu malu.
Tercengang mendengar pekataan Digta yang menatapnya
lebih serius. Flora hanya membalasnya dengan tawa kecil.
Ada getaran yang dirasakan Digta saat melihat
senyuman memenuhi wajah Flora, ia menatap Flora dengan
tatapan penuh makna. Tersenyum miring, perlahan meraih
tangan Flora kemudian menggenggamnya. Aku tidak
tenang jika tak melihatmu. aku tak ingin kehilanganmu.

122

Pupil mata Flora semakin membesar, tak percaya


dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia hanya menatap
Digta dengan kaku, tak tahu harus berkata apa. Digta benarbenar terlihat sedih, itu membuat Flora semakin terpaku,
ada apa denganmu? Apa kamu baik-baik saja? Flora
memberikan senyuman hangatnya.
Digta membalas senyuman hangat itu, iya. Aku
akan baik-baik saja selama kamu berada disampingku.
Flora berusaha membuat suasana tidak setegang itu,
apa kamu benar-benar menyukaiku?
Apakah itu salah jika aku menyukaimu? Timpal
Digta dengan tatapan yang lebih dalam.
Hah? Flora terperanjat. Sekarang ia berada dalam
suasana hati yang tak menentu, ia terus berusaha untuk
menghilangkan kegugupannya, menanggapi hal itu dengan
santai tapi tetap saja, Digta terus membuat dirinya berada
dalam ujung perasaan yang sangat sulit untuk dijelaskan.
Sudahlah Dig, jangan bersikap seperti itu. Bagaiman kalau
kita pergi makan saja? aku sangat lapar sekarang. Lanjut
Flora dengan tersenyum lembut.
Digta mulai melepaskan tangan Flora dengan pelan,
Apa kamu tidak akan menjawabku? Aku harap kamu tidak
menanggapi perkataanku barusan. Digta tersenyum.
Sedangkan Flora tersentak bingung.

123

Digta kembali melanjutkan, Aku hanya ingin


mengutarakan perasaanku ini. Aku harap kamu tidak pernah
menaggapi hal tersebut. Aku hanya ingin kamu tahu kalau
kamu lah yang telah mengisi hatiku.
Flora kembali tercengang tapi ia tetap memasang
senyuman manisnya. Sekarang ia masih berada dalam
tatapan Digta dan seketika ia mengerutkan keningnya ketika
Digta malah berbalik dan melangkah pergi. Kamu mau
kemana Dig? Tanya Flora dengan refleks.
Digta menghentikan langkahnya, ia tersenyum
kecil kemudian melirik Flora dari belakang, Aku sudah
bertemu denganmu.
Flora sontak maju kedepan dan berdiri tepat
dihadapan Digta, tapi ku masih ingin bersama denganmu
ldbih lama lagi. Flora dengan sorot mata berbinar.
Digta hanya tersenyum, ia kembali melanjutkan
langkahnya sembari mengatakan, kamu bilang mau
makankan? ucapnya dengan pandangan lurus kedepan.
Flora menyeringai, ia terlihat senang dan berlari
kecil menyusul Digta. Sepertinya perasaan mereka sudah
terjawab. Digta menggenggam tangan Flora sambil
mengarungi jalan dan Flora membalasnya dengan tawa yang
begitu indah. Perasaan yang begitu sejuk, Meraka bersinar.

124

Kita duduk dimana? Tanya Flora celengakcelinguk ketika tiba di sebuah restoran sederhana.
Digta tak menjawab. Matanya sekarang tengah
berkeliling mencari meja kosong. Kemudian keningnya tibatiba berkerut ketika melihat sebuah meja yang ditempati
oleh empat orang. sepertinya mereka adalah Argi, Finrana,
Stela dan stevy. Yah, tak salah lagi. Itu mereka! Seketika itu
juga, Argi mendapati mereka yang masih berdiri dekat pintu
mencari meja kosong.
Hei.., Digta! Shel! Kenapa tinggal disina?
Kemarilah.., teriak Argi dengan begitu ceria.
Flora dan Digta jelas tersentak melihat temantemannya yang sekarang berada disana, mereka berdua lalu
melangkah maju ke tempat teman-temannya yang lain
sekarang duduk. Dengan perlahan mereka berdua saling
melepaskan genggaman dan duduk manis ditempat duduk
kosong yang berada dimeja makan itu.
Wooa, apa kalian sekarang bersama? Ciee.., kita
sekarang memiliki pasangan.., Stela meledek Flora dan
Digta. Stela terus menggoda mereka berdua, bahkan temantemannya yang lain pun ikut-ikutan. Membuat Flora dan
Digta tersipu malu, tak tahu harus berkata apa.

125

Kenapa kamu gak ngekampus Shel? Tanya Stevy


dengan nada serius.
Hah? Entahlah. Tiba-tiba saja aku singgah di
taman dekat rumah, aku merasa nyaman disana. Jawab
Flora santai.
Dan Digta? Lanjut Stela kemudian.
Belum sempat teman-temannya yang lain
mengeledek mereka berdua lagi, Digta langsung menjawab,
itu karena aku ingin bertemu dengan Flora! apa itu
masalah? Ungkapnya dengan tegas.
Flora terpengangah mendengar ucapan Digta. Ia
tidak habis pikir Digta akan mengatakan hal tersebut di
depannya dan di depan teman-temannya. Flora memandang
yang lain, ekspresi yang mereka tunjukkan hampir sama
dengan dirinya, kaget!
Tunggu, apa kamu tadi menyebut nama Flora?
Pertanyaan itu tiba-tiba saja meluncur dari mulut bawel
Argi.
Hah? Flora tercengang. Stela dan Stevy pun
demikian, Flora? Kenapa Digta memanggilnya Flora? Si
Twins ini benar-benar tak mengerti. Mereka berdua sontak
menatap Digta heran. Digta kemudian menjelaskan, Flora
itu nama lengkap Shela. Ia melirik Flora lalu melanjutkan,
Intinya, Flora dan Shela adalah orang yang sama.

126

Iya nih, ini semua dimulai dari ini nih, si Twins.


Stela ama Stevy. Mereka yang memberiku nama itu. Yah,
aku memang Flora dan Digta sudah mengetahui hal itu. Ia
lebih senang memanggilku dengan nama Flora. Jadi,
sekarang kalian berdua juga harus memanggilku dengan
nama itu. Oke? Lanjut Flora menjelaskan. Ia menatap
Finrana dan Argi dengan tatapan penuh yakin.
Stela dan Stevy tertawa kecil, akhirnya temantemannya mengetahui nama asli Shela sendiri. Sedangkan
Finrana dan Argi masih terlihat bingung. selang beberapa
waktu mereka akhirnya mulai mengerti.
Flora? Kalau begitu kami juga akan
memanggilmu dengan nama itu. Ucap Finrana sambil
merangkul Argi yang saat itu sedang duduk disampingnya.
Iya kan Gy? Tanya Finrana kemudan. Ia menoleh, dan
Argi kemudian mengangguk.
Bagus. Itulah yang kuharapkan. Flora tersenyum
lebar. Sembari ia menoleh pada Stela dan Stevy, kalian
juga harus seperti itu. Mengerti?
Stela dan Stevy tersenyum. Sepertinya si Twins ini
sudah tak keras kepala lagi, mereka berdua menatap Flora
dengan datar sembari mengatakan, baiklah!
Digta tersenyum, Flora juga demikian. Senyuman
rian itu ia berikan kepada Digta sebagai ucapan terima kasih.

127

Sore itu terasa sangat menyenangkan. Rasa gembira


terlihat jelas dalam raut wajah mereka. Penyelidikan kasus
Arumi membuat mereka semakin akrab. Mereka sudah
saling mengerti satu sama lain. berharap mereka akan terus
bersama selamanya, saling berbagi dalam hal apapun. Tawa
ceria begitu nampak, mereka sepertinya tengah sibuk
membicarakan hal-hal lucu hingga Flora bahkan terlihat
sakit perut karena kelelahan tertawa. Digta bahkan yang
awalnya terkenal dengan sikap dinginnya mulai terlihat
membaur. Wajah tampannya kini sudah sejalan dengan
sikapnya yang sangat baik, penuh perhatian, sempurna!
Argi dan Stela masih sibuk menceritakan hal-hal
lucu, Finrana terlihat begitu cermat mendengarkan cerita
mereka berdua. Stevy dan Digta sekarang masih tertawa,
sedangkan Flora disibukkan oleh pikirannya yang kini
tengah membaca sebuah pesan dalam ponselnya.
Ia terlihat bingung, tak yakin. Apa ini dari mama?
Ia masih tak percaya. Tapi, benar. Pesan itu benar-benar
nyata! Berulangkli ia membaca pesan singkat itu. Pikirannya
memang masih belum menerima, tapi entah mengapa
hatinya malah terasa begitu senang, tidak seperti dulu!
sayang, mama akan segera pulang.
Perasaan kesal yang ia rasakan dahulu sekarang
sudah tak datang berkunjung lagi. Ia begitu gembira.

128

Flora menggenggam ponselnya dengan begitu erat.


Ia tersenyum-senyum manis. Jelas, hal itu membuat temantemannya semakin bertanya-tanya, ada apa dengan dia?
Terburu-buru Flora mengangkat teleponnya ketika
ponselnya berdering. Ia tersenyum sembari berjalan keluar
pintu restoran untuk menjawab telepon, iya mah? Flora gak
apa-apa kok. Flora semakin mempercepat langkahnya.
Mendengar secercah kalimat yang dilontarkan
Flora barusan itu benar-benar membuat temannya semakin
penasaran, apa itu telepon dari mama Flora? Tanya Stela
bingung.
Yah, sepertinya itu mama Flora. Apa mereka
sudah baikan? Syukurlah. Timpal Digta kemudian yang
masih tengah memandangi Flora yang masih berbincang
dalam telepon bersama mamanya diluar pintu.
Setelah beberapa saat, Flora mulai masuk kembali.
Wajahnya bersinar, ia benar-benar telihat bahagia,
mengatakan kepada teman-temannya bahwa itu adalah
telepon dari mamanya. Sorot mata Flora berbinar. Mamanya
akan segera pulang. Ia akan tinggal bersama dengan
mamanya lagi. Ini seperti mimpi. Flora sepertinya sudah tak
membuang jauh-jauh sikap keras kepalanya. Ia mulai
menerima, dengan senang hati ia menunggu kedatangan
mamanya kembali.

129

Disisi lain, Digta malah terlihat aneh. Tidak tenang.


Ada sesuatu yang sangat ingin ia katakana, tapi sepertinya
sangat berat untuk mengatakan itu. Ia terus berada dalam
pikirannya. Teman-temannya menatap dirinya bingung.
begitupun dengan Flora, ia bertanya-tanya dengan sikap
aneh yang ditunjukkan Digta. Ia terus bertanya, tapi Digta
mengabaikannya. Digta nampak berpikir keras. Hingga
akhirnya, setelah beberapa lama bergelut dalam perasaan tak
menentu, Digta kemudian bangkit dari tempat duduknya. Ia
tersenyum datar, maaf. Maafkan aku teman-teman.
Sepertinya aku harus segera pergi. Terimah kasih karena
sudah menjadi teman baikku. Maaf, maaf. Aku akan pergi
sekarang. Ucap Digta dengan tatapan sedih sembari
melangkah pergi meninggalkan restoran.
Perkataan Digta barusan jelas membuat temantemannya terperanjat. Semakin tak mengerti! Apa Digta
akan segera pergi? Pergi kemana? Sangat jauh? Mereka
semua benar benar berada dalam kebingungan. Tak mampu
merangkai setiap pikiran yang datang. Semakin bingung!
Flora kemudian berlari mengejar Digta, meminta
penjelasan dengan apa yang Digta baru saja katakan. Stela,
Stevy, Finrana dan Argi secara bersamaan sontak berlari
mengikut dibelakang. Dilihatnya Flora yang sekarang
tengah berbincang dengan Digta dari kejauhan. Flora

130

berhasil membuat Digta berbalik kearahnya. Mereka berdua


sekarang saling menatap, ada suatu hal yang sedang mereka
utarakan. Argi, Stela, Stevy dan Finrana memutuskan untuk
tidak mendekat. Mereka hanya berdiri di depan pintu
restoran memandangi Flora dan Digta yang kini tengah
berada diseberang jalan.
Dig! Kamu ingin kemana? Tanya Flora sedih. Ia
meneteskan air mata.
Digta mendekat. Ia tersenyum sambil mengusap air
mata dipipi Flora, aku akan ke luar negeri dan menetap
disana. Aku harus pergi dan aku tidak bisa mengatakan
alasannya. Kuharap kamu bisa mengerti.
Tapi Dig..,aku tidak ingin jauh darimu!
Sudahlah, jangan menangis. Aku sangat senang
melihat wajahmu ketika tersenyum. Jangan bersedih. Aku
akan baik-baik saja. Aku akan mengakhiri perasaanku
untukmu sekarang.
Flora dengan murungnya menggeleng, tidak,
tidak, aku hanya ingin bersamamu. Aku tidak akan sanggup
untuk tersenyum jika tak melihatmu Dig, kumohon..,
Kau harus selalu tersenyum, agar hatiku ini bisa
tenang. Terima kasih karena sudah menjadi orang yang
penting dalam hidupku. Ucap Digta. Ia kembali mengusap
air mata Flora kemudian ia berbalik dan melangkah pergi

131

meninggalkan Flora sendiri yang kini masih memandangnya


dengan penuh kesedihan. Flora semakin terisak.
Digta sudah semakin menjauh, Flora masih
memandangi setiap langkahnya. Menangisi kepergian Digta
seakan Digta menjadi seseorang yang tak akan mungkin
kembali pada dirinya lagi. Flora masih bersedih hati ditepi
jalan senja dan kemudian hal yang tak perah dipikirkannya
terjadi. Ia tak menyadari hal itu, tiba-tiba saja tubuhnya
terasa begitu sakit ketika mendapat benturan yang begitu
keras. Ia tak dapat lagi menopang tubuhya, sangat sakit!
Sebuah mobil yang berlaju dari belakang tiba-tiba
saja menabrak dirinya. Walaupun berada ditepi jalan, tapi
sepertinya mobil itu tidak melihat keberadaan Flora. Mobil
itu tetap berlaju, meninggalkan Flora beriringan denga
Langkah Digta yang sekarang sudah semakin menjauh.
Rasa sakit yang dirasakan Flora semakin berguyur
dalam hatinya. Ia tak sanggup lagi mengutarakan apapun,
sangat sakit. Ia masih memandang Digta dari kejauhan itu.
darah yang mengalir dipelipis kepalanya tak lagi ia
hiraukan. Tubuhnya masih tergeletak ditepi jalan, Flora
sepertinya sudah berpasrah diri. Menatap kepergian Digta
ditemani dengan persaan sedih yang begitu mendalam. Argi,
Finrana, Stela dan Stevy yang sejak tadi menyaksikan hal itu
sesegera mungkin berlari mendekati Flora.

132

Teman-teman Flora juga meneteskan air mata.


Mereka semua sekarang berada dalam kesedihan.
Flora? Apa kamu tak apa-apa? Flora? Kenapa
kamu seperti ini?
Stela dan Stevy terlihat begitu khawatir. Argi dan
Finrana pun demikian. Belum lagi, Darah Flora semakin
bercucuran. Flora menolak untuk dibawah pergi. Ia menahan
tubuhnya seketika Finrana ingin membawanya kerumah
sakit. Teman-teman Flora menatap dirinya dengan begitu
panik. Mereka sangat khawatir.
Digta sepertinya tidak tahu dengan kejadian yang
baru saja dialami Flora. Ia terus melangkah pergi, semakin
jauh tanpa menoleh sedikitpun.
Flora menyaksikan hal itu, dalam tubuhnya yang
tak bisa lagi ia kendalikan, tubuh yang masih tergeletak
ditepi jalan lemah, ia tetap mengarahkan pandangannya
kepada Digta. Bahkan Flora tidak lagi mendengarkn
perkataan apapun. Ia tak memedulikan dirinya lagi. Temantemannya menatap dirinya sedih. Mengapa hal ini bisa
terjadi? Mengapa kamu seperti ini Flora! Tapi Flora tetap
menghiraukannya.
Pandangannya terus saja mengikuti langkah Digta
hingga Digta kini sudah berada dipenghujung jalan, Flora
masih tetap memandangi langkah tersebut.

133

Hingga sebuah langkah tak lagi terlihat, sosok


Digta sudah menghilang. Flora kemudian tersenyum lembut
seketika langkah itu benar-benar menghilang, lalu sembari
tersenyum memandangi setiap wajah teman-temannya.
Dengan perlahan Flora menutup kedua matanya ditemani
oleh sebuah tetesan air mata yang mengalir pelan dipipi
mungilnya, gelap.[]

134

Catatan 9

Hal aneh apa ini? Aku semakin tak


mengerti!
SEORANG gadis sedang terlelap dalam tidurnya. Suasana
kamar yang hangat membuat gadis itu terlihat enggan untuk
bangun dari tidurnya. Tapi entah mengapa, dari pelupuk
matanya terlihat ada sebuah bulir-bulir air mata yang
menetes jatuh di atas bantalnya. Gadis itu menangis, tapi
sedang tidur. Entah kepedihan apa yang sedang terjadi
dalam mimpi gadis itu, wajahnya terlihat begitu sedih tapi
matanya tetap terpejam. Ia tidak sedang bangun sekarang, ia
benar-benar masih terlelap dalam tidurnya. Dari arah pintu
kamar, seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kamar
dan melihat gadis yang sedang terlelap itu sedang menangis.

135

Flora? gumam wanita tua itu sembari meletakkan


satu nampan makanan di atas meja terdekat dan
menghampiri gadis itu di sisi tempat tidur.
Flora.
Yah, gadis itu adalah Flora, dan wanita paruh baya
yang sedang duduk di sampingnya tidak lain adalah mama
Flora. Wanita itu kemudian menggenggam tangan Flora
dengan hangat, sorot matanya dipenuhi dengan
kekhawatiran sekarang. Tiba-tiba Flora mulai bergerak
gelisah, mamanya melihat itu dan langsung menegur
putrinya.
Flora? Sayang, bangun, kamu tidak apa-apa?
Tanya mama Flora dengan nada khawatir.
Perlahan Flora membuka matanya, dan langsung
mendapati wajah mamanya memenuhi pandangannya.
Syukurlah kamu sudah bangun sayang, kata
mamanya membantu Flora untuk duduk sekarang.
Mama? Flora seakan terkejut melihat mamanya.
Kening wanita paruh baya itu berkerut, iya ini ,
kamu kayak ngeliat orang lain aja sih.
kok bisa ada di.., Flora tiba-tiba menghentikan
ucapannya, lalu melanjutkan dengan berkata, apa yang
terjadi sekarang? ia mendapati pipinya masih basah karena

136

air mata, apa yang terjadi padaku? Kenapa ada disini?


udah datang?
Kamu kenapa sih Flo, seperti orang kebingungan
gitu. Ini kamu, yang udah ngelahirin kamu. Dan untuk air
mata kamu, gak tahu karena pas masuk kamar ini ngeliat
kamu masih tidur pulas dan tiba-tiba nangis. Karena itu
bangunin kamu, apa kamu sudah merasa enakan sekarang?
Apa yang terjadi padamu? Sudah kubilang kan jangan
meminum obat itu terlalu banyak.., mama Flora mendesah.
Flora hanya diam, ia masih tak mengerti dengan
apa yang terjadi sekarang, maaf ma, aku benar-benar tidak
mengerti. Kapan aku tidur? Kenapa aku berada disini?
Tanya Flora sambil menatap hangat ke arah mamanya.
Kamu tidur mulai kemarin setelah mama kasih
obat tidur.
Obat tidur? Kenapa?
Iya obat tidur, kamu sendiri yang minta. Katanya
pengen ngilangin stres, dan pengen tidur tapi gak bisa tidur.
Aku minta obat tidur? Tanya Flora dengan mimik
wajah heran. Ia semakin tak mengerti!
Iya, kamu minta obat tidur. Kamu kenapa sih?
Kok kayak pangling gitu. Sepertinya, obat tidur yang kamu
minum itu tidak merubah apapun, otakmu belum kembali

137

jernih. Padahal kamu bilang, setelah meminumnya kamu


pasti akan lebih semangat untuk mengikuti ujian sekolah.
Heh? Ujian sekolah? Tunggu deh ma, bisa jelasin
aku lebih detail lagi gak? Timpal Flora kemudian, ia
memperbaiki posisi duduknya menatap mamanya serius.
Lagi-lagi kening mamanya berkerut, menatap heran
ke arah Flora yang sedang menanti penjelasannya. Ia
mendesah pelan kemudian berkata, iya. Sebentar lagi kamu
akan akan mengikuti ujian sekolah dan kamu sangat ingin
mendapatkan peringkat tertinggi agar bisa masuk di Fakultas
Hukum yang kamu idam-idamkan itu. Apa kamu lupa?
mama Flora melirik Flora. Flora mencermat perkataan
mamanya dengan serius. Flora benar-benar terlihat sangat
penasaran, ingin tahu dengan apa yang baru saja terjadi.
Flora tercengang, ia berusaha untuk merangkai
pikiran-pikiran anehnya. Apa aku masih berada disekolah
menengah? Kenapa seperti ini! Apa yang tengah terjadi
padaku! Flora semakin bingung hingga ia berusaha untuk
mengingat masa yang terjadi dihari-hari sebelumnya. Argi?
Finrana? Digta? Apa mereka tidak nyata? Tiba-tiba, Flora
kembali tercengang seketika mengingat nama Digta. Yah, ia
kemudian kmbali dalam ingatannya bersama Digta.
Semakin lama ia bergelut dalam pikirannya,
mencoba berpikir logis, Digta yang pergi meninggalkannya

138

saat itu hanya pandangan semata? Bukan kenyataan? Ia


semakin bingung! Hingga beberpa saat, ia lalu teringat
dengan suatu kejadian bersama sahabat karibnya, Stela dan
Stevy. Yah, Twins yang dahulu membangunkannya dari
mimpi anehnya pada suatu pagi. Tunggu dulu.., mimpi
aneh? Kata itu tiba-tiba saja menjanggal dalam hatinya.
Sangat asing! Ia mulai mengingat sesuatu, mencermat lebih
dalam.
Jangan-jangan
Pupil mata Flora sontak semakin melebar. Apa
sekarang aku baru saja terbangun? Apakah kejadian saat itu
masih berada dalam mimpi? Semuanya hanya mimpi?
Ekspresi wajah Flora berubah masam. Ada rasa sakit yang ia
rasakan. Kenangan itu? Semuanya tak nyata? Apakah
kejadian sebelumnya itu hanya pengantar bunga tidur
bagiku? Jujur, Flora merasa berada dalam sebuah permainan
aneh.
Ada rasa kecewa, semuanya sirna! kebahagian yang
baru saja ia alami tak akan pernah terjadi lagi. Tak ada lagi
candaan yang dibuat Argi dan Stela, tak ada lagi Finrana dan
Stevy yang terlihat begitu lucu ketika saling memandang
kaku, dan tak ada lagi Digta, yah Digta yang membuat
hatinya selalu merasakan kenyamanan, membuat hatinya
serasa ingin meledak ketika mendengar perkataan Digta

139

yang sangat mencengkram hatinya. Semuanya begitu indah.


Ia ingin semua hal itu menjadi kenyataan!
Tapi.., kehadiran teman-temannya itu benar-benar
hanya sebagai pengantar bunga tidur bagi Flora seharian itu.
Flora terlihat murung, kecewa. Ia kini sudah
mengingatnya. Kejadian itu benar-benar tak nyata. Bagai
rembulan sebelum fajar tiba, semuanya sirna. Kenangan
bersama teman-temannya dalam dunia mimpi itu akan ia
simpan direlung hatinya. Sepertinya, ini sudah menjadi
takdir baginya. Terbangun dalam mimpi sekarang adalah hal
yang sangat menyedihkan baginya seakan ia tak ingin
kembali ke dunia nyata ini. Ia ingin kembali, tapi ia tak bisa
memaksa, ia harus menerima semuanya.
Apa kamu baik-baik aja Flo? Aku akan
menghubungi Stela dan Stevy. Sejak kemarin mereka berdua
menunggumu terbangun, aku yakin mereka akan sangat
senang jika mengetahui kamu sudah bangun.., kata mama
Flora yang sejak tadi memandang Flora yang terus diam.
Seketika Flora tersenyum lembut seakan
mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Ia tak boleh menangisi
hal tersebut. Itu sudah berakhir, berharap semuanya akan
menghilang dalam beberapa waktu. Flora mencoba untuk
tegar, memulai semuanya dari awal, bersama dengan mama
yang sangat ia sayangi, bersama sahabat kecilnya, Stela dan

140

Stevy. Ia akan memulainya kembali dalam kehidupan nyata,


bukan sebagai pengantar tidur. Sebuah awal yang benarbenar nyata dan kebahagiaan untuk selama-lamanya.
Aduh, aku sangat sayang padamu. Flora
memeluk hangat mamanya, matanya berbinar dan terus
memeluk mamanya dengan erat seakan tak ingin
kehilangannnya. Bersandar tenang dalam pelukan hangat itu.
Mama Flora tersenyum lebar, membelai Flora
hangat sembari mengatakan, kamu memang seharusnya
begitu. Tapi, kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Tanya
mamanya heran.
Flora tak menjawab. mamanya kembali
melanjutkan, bau apa ini? oh tuhan, aku hampir lupa.
Anakku ini dari kemarin belum mandi dan hanya tertidur
pulas. Kamu mandi gih, Stela dan Stevy tak akan sanggup
mendekatimu.
Mendengar perkataan mamanya, Flora sontak
melepaskan pelukan tersebut. Ia menggeram, mama!!

Apa kamu sudah baikan sekarang, kamu benarbenar tertidur pulas yah? Tanya Stela datar.

141

Belum sempat Flora menjawab, mamanya yang


tengah meletakkan beberapa hidangan langsung memotong,
ia bahkan hampir tak mengenali ibunya sendiri.
Stela dan Stevy menyeringai Flora. Mereka berdua
tertawa kecil sembari menatap Flora yang sekarang tengah
memandang mamanya sendiri dengan sebal. yah, aku
bahkan tak berpikiran untu terbangun, ucap Flora lirih.
Mendengar itu, Stela dan Stevy malah semakin
tertawa keras. Ada rasa senang ketika melihat wajah Flora
yang ngotot tajam seperti itu, sangat lucu.
Oiya, bagaiman kabar Mama Amy sekarang?
Tanya Flora membuat suasana kembali tenang.
Mama? Dia baik-baik saja kok, Sekarang dia
berada di rumah. Oh iya, apa sekarang kamu hanya
mengkhawatirkan mama? Huh, kamu benar-benar.., kami
berdua bahkan menunggumu sejak kemarin! Stela dan
Stevy menggeleng kepala, tak habis pikir.
Flora tertawa, raut wajah yang ditampakkan Stela
dan Stevy membuat dirinya tak bisa menahan tawa. Aduh,
apa kalian tahu? kalian berdua bahkan berada dalam
mimpiku, gumam Flora menatap kedua gadis itu. Stela dan
Stevy saling menatap, tawa kecil tersungging dalam
wajahnya. Mama Flora ikut tertawa mendengar perkataan

142

anaknya itu hingga beberapa lama ia teringat dengan suatu


hal yang membuat suasana kembali tenang.
Oiya, bagaimana rencana kalian berdua
selanjutnya? Kalian akan masuk di universitas yang mana?
Aku belum terlalu yakin tante.., ucap Stela lesu.
Psikolog, aku ingin jadi psikolog tante.., lanjut
Stevy kemudian dengan senyuman manis dibibirnya.
Kenapa kamu belum yakin Stela? Hanya tinggal
beberapa hari lagi kalian akan melakukan tes. Kalian harus
segera mempersiapkannya.
Entahlah, aku belum tahu. Tapi tenang saja tante.
Aku akan segera memikirkan hal itu.
Bagaimana kalau kamu masuk di Fakultas Hukum
saja bersama dengan Flora? Usul mama Flora.
Stela tak menjawab. Ia masih berpikir. Berbeda
dengan Flora, ia tiba-tiba saja menggertak, tidak. Aku tak
ingin masuk di Fakultas Hukum. Tatapan Flora terlihat
begitu yakin, entah apa yang sedang dipikirkannya.
Perkataan itu jelas membuat mama Flora tersentak.
Bahkan Stela dan Stevy demikian. Yang mereka tahu Flora
sangat ingin masuk Fakultas Hukum. Sudah lama ia
mengidam-idamkannya. Jelas hal tersebut semakin membuat
mereka semua kebingungan. Mengapa Flora tiba-tiba saja
mengatakan hal seperti itu? Benar-benar aneh!

143

Bukankah kamu meminum obat tidur hanya


karena hal itu? kamu ingin menjernihkan pikiranmu agar
semakin bersemangat dalam belajar, iya kan? Ungkap
mama Flora penasaran. Ia mengerutkan kening.
Flora tak menjawab. Ia terdiam. Bahkan Flora
sendiri tak sadar dengan perkataannya barusan. Sekarang ia
bergelut dalam pikirannya, mengingat kembali cerita dalam
mimpinya. Dalam cerita tersebut, ia sudah menjadi
mahasiswa di Fakultas Hukum. Setelah beberapa lama ia
bergelut lebih dalam, ia lalu tersenyum lembut.
Menunjukkan senyuman itu kepada mamanya, Stela dan
Stevy sembari mengataka, aku akan menjadi Polisi Wanita.
Aku akan menyelidiki kasus kejahatan di negeri ini. Tegas
Flora dengan tatapan penuh yakin.
Hah? apa yang sedang kamu katakan, Stela
berkomentar pelan.
Flora masih tersenyum lebar. Ia benar-benar sudah
yakin. Stela, Stevy dan mamanya tak mampu untuk
berkomentar lagi. Apa Flora serius mengatakan hal itu?
Mengapa harus tiba-tiba? Mereka sungguh tak percaya.
Menatap Flora penuh dengan kebingungan. Hal aneh apa
yang tengah membuat impian Flora berubah? Sepertinya
obat tidur yang diminumnya itu tengah membuahkan hasil
diluar dugaan mereka. Mulut mereka mengangah secara

144

bersamaan, terperangah, terkejut dengan pernyataan yang


diumumkan Flora barusan.

Garis langit merentang jauh di ujung timur bumi


Indonesia mengawali hari yang akan menentukan arah kaki
mereka selanjutnya. Pagi itu merupakan hari di mana Flora,
Stela dan Stevy akan mengikuti ujian.
Mereka bertiga berjalan bersama namun di tengah
jalan pandangan Flora tertuju pada satu sosok lelaki yang
tengah berdiri di taman seberang jalan. Flora benar-benar
terkejut melihat lelaki itu. Sepertinya ia mengenal sosok itu
dan tiba-tiba saja mata Flora semakin terbelalak ketika
mendapati wajah lelaki itu tepat berada dalam
pandangannya.
Flora berdiri kaku ditepi jalan. Ia masih
memandangi lelaki itu. Flora semakin yakin. Yah, itu adalah
orang yang sama! Digta, salah seorang yang telah hadir
dalam bunga tidurnya. Yah, seseorang yang tengah menjadi
orang yang terpenting dalam cerita ingatannya, Digta
Fernanda!
Flora masih memandangi Digta, tak percaya
dengan apa yang dilihatnya, sembari ingatan dalam

145

mimpinya terbayang kembali. Sungguh, ini hal yang tak


sanggup untuk ia utarakan.
Apakah sekarang aku masih berada dalam mimpi?
Aku harap tidak! Aku lelah, lelah berada dalam
ketidakaturan takdir ini. Flora meneteskan air mata.
Ini benar-benar suatu keajaiban, sebuah takdir yang
sangat sulit untuk dijelaskan. Flora berharap, sosok Digta
yang memenuhi pandangannya sekarang benar-benar seuah
kenyataan. Digta yang pergi jauh dalam cerita ingatannya
kini tengah menghampir di dunia nyata. Sungguh, sebuah
hal yang tak dapat ia percayai. Takdir itu benar-benar telah
menuntunnya.
Kehadiran Digta yang sekarang masih berada
dalam pandangannya sungguh membuat hatinya begitu
bahagia. Sejuk, ketika senyuman dari wajah Digta
tersungging begitu ceria.
Dalam kejauhan itu, Digta yang tengah bermain
balon dengan segerombolan anak-anak kecil kini mendapati
Flora yang menatapnya dengan tatapan penuh arti, Flora
bahkan tak berkedip sedikitpun. Ia terperanjat, menatap
heran Flora. Mengapa gadis ini menatapnya begitu lama?
Digta tak mengerti!
Dalam keramaian taman saat itu, Digta masih
menatap penuh heran gadis yang tengah berdiri diseberang

146

jalan, mata mereka saling bertemu, mereka kini berada


dalam tatapan yang sama untuk waktu yang lama.
Flora tak tahu apa yang tengah dialaminya hingga
ia dapat bertemu lagi dengan Digta. Tapi, satu hal yang
pasti, ia tidak akan menjalani permainan aneh takdir ini. Ini
benar-benar kenyataan, bukan pengantar tidurnya lagi. Jika
ia ingin bersama dengan Digta, itu bukan dalam cerita
ingatannya saja. Tapi, itu dalam dunia nyata tempat mereka
bersama sekarang untuk selama-lamanya.
Setelah beberapa lama memandangi Digta, Flora
kemudian tersadar bahwa sekarang Digta tengah
menatapnya dengan tatapan bingung. Secara perlahan, Flora
tersenyum kecil, ia menunjukkan senyuman itu kepada
Digta, senyuman yang begitu bermakna.
Anak-anak kecil yang bermain ceria di taman ingin
beranjak pergi, mereka manarik-narik lengan Digta, hingga
tubuh Digta mengikut karena tarikan itu. Namun, sebelum ia
memalingkan pandangannya, sebuah senyuman tersungging
lembut diwajahnya, begitu tulus. Yah, ia memberikan
senyuman itu kepada Flora.
Flora tak bisa lagi menggambarkan isi hatinya
sekarang, ia benar-benar berada dalam puncak perasaan
yang begitu bahagia. Terus memandangi kepergian Digta
dari taman. Berharap ia akan bersama dengan Digta lebih

147

lama lagi, bukan untuk hari ini atau beberapa hari tapi untuk
selamanya hingga Digta menjadi seseorang yang benarbenar berada dalam rangkaian cerita ingatan dalam
mimpinya. Flora kembali tersenyum dalam tetesan air mata
yang membasahi pipinya.
Stela dan Stevy terlihat khawatir. Bingung dengan
sikap aneh Flora. Sejak tadi, Flora hanya terdiam dengan
raut wajah yang begitu membingungkan. Masih dalam
pandangan lurus ke depan, Flora menarik napas kemudian
berbicara dengan penuh hati, dalam sorot tatapan kosong.
Kumohon, katakan bahwa sekarang aku tidak lagi
bermimpi. Ini sebuah kenyataan! Aku ingin dia benar-benar
ada, bukan hanya sebagai pengantar dalam tidur, tapi berada
dalam kehidupanku yang nyata, seperti sekarang ini.[]

Tamat

148

Tentang Penulis
Rasdiana, lahir di
Bonto-bonto 21 maret 1997.
Merupakan anak ke-4 dari lima
bersaudara dari pasangan
Ratnawati Dg. Ngasih dan
Badwi Dg. Parau.
Ia biasa disapa Ras,
Las, Cinta Laura, dan Pinnicio.
banyak kan? yah, itulah dia.
Gadis periang yang memiliki hobi nonton drama ini
tengah menempuh pendidikannya di SMA Negeri 2
Pangkajene.
Wishes Sebuah novel yang akan membawa anda
masuk dalam permainan aneh dunia takdir ini merupakan
karya keduanya setelah menulis sebuah karya autobiografi
berjudul, I am In The World.

149

Вам также может понравиться