Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sepsis adalah penyebab tersering di perawatan pasien di unit perawatan intensif.
Sepsis hampir diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidennya
diperkirakansekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan peningkatan sebesar
9% tiap tahunnya. Syok akibat sepsis merupakan penyebab kematian tersering di unit
pelayananintensif di Amerika Serikat (AS). Penelitian epidemiologi sepsis di AS
menyatakaninsiden sepsis sebesar 3/1.000 populasi yang meningkat lebih dari 100 kali
lipat berdasarkanumur (0,2/1.000 pada anak-anak, sampai 26,2/1.000 pada kelompok
umur > 85 tahun). Angka perawatan sepsis berkisar antara 2 sampai 11% dari total
kunjungan ICU. Angka kejadian sepsisdi Inggris berkisar 16% dari total kunjungan
ICU. Insidens sepsis di Australia sekitar 11 tiap1.000 populasi. Sepsis berat terdapat
pada 39 % diantara pasien sepsis. Angka kematian sepsis berkisar antara 25 - 80 %
diseluruh dunia tergantung beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin,ras, penyakit
penyerta, riwayat trauma paru akut, sindrom gagal napas akut, gagal ginjal dan jenis
infeksinya yaitu nosokomial, polimikrobial atau jamur sebagai penyebabnya.
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis umumnya
terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang disebabkan karena
adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas sepsis di negara yang sudah
berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat mortalitas pada negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau
toksindilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi
(infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS) : sepsis , sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapatdisebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkanproduk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal
dari infeksi local.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan
rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi
makrofag,sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil,
sehingga terjadidisfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan
trombosit yang menyebabkangangguan perfusi ke berbagai jaringan dan
disfungsi/kegagalan organ multipel.Oleh karena itu, sangatlah penting untuk dapat
memahami Sepsis dan Syok Sepsis mulaidari definisi, penyebab hingga
penatalaksanaannya
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 DEFINISI
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik (systemic
inflammatory response sindrom / SIRS ) terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik
adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh
adanya bakteremia, tetapi juga oleh sebab lain.
Dapat dikatan sepsis bila terdapat SIRS (systemic inflammatory response
sindrom) ditambah dengan infeksi yang diketahui ( ditemukan dengan biakan positif
terhadap organisme daritempat tersebut)
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon
tubuh yangberlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan
panas, takikardia,takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan
gangguan sirkulasi darah.Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik
dapatdisebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya
disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal
dari infeksi lokal(anonim, 2008).Umumnya disebabkan kuman gram negatif.
Insidensnya meningkat, antara lain karenapemberian antibiotik yang berlebihan,
meningkatnya penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi
penggunaan alat-alat invasive seperti
kateter intravaskuler, meningkatnya jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup
lama, serta meningkatnya infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap
antibiotic
II.4 PATOFISIOLOGI
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis. Pada
bakteri gramnegatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di
dalam plasma, dikenaldengan LBP ( Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis
oleh hepatosit, diketahuiberperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke
dalam sirkulasi, sebagian akan diikatoleh faktor inhibitor dalam serum seperti
lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan
berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan denganCD14.
Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler
melaluinuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase (TK), protein kinase C (PKC),
suatu faktor transkripsiyang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan,menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like
receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel
bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) danpeptidoglikan (PG) merupakan induktor
sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin
sebagai superantigen dan komponen dinding sel
Yang menstimulasi imun. Super antigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari
antigen presenting cells dan V -chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi
sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih
(Calandra, 2003). Peran Sitokin pada Sepsis Mediator inflamasi merupakan mekanisme
pertahanan pejamu terhadap infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi
pelepasan dan aktivasi mediator inflamasi yang berlebih,yang mencakup sitokin yang
bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit makrofag, sel endotel,
trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti komplemen,
pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator
proinflamasi, dilepaskan juga mediator antiinflamasi seperti sitokin
antiinflamasi,reseptor sitokin terlarut, protein fase akut, inhibitor proteinase dan
berbagai hormon (Widodo,2004). Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam
proses inflamasi
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi
pada sepsisberat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi (Hotckin,
2003).Peran Komplemen pada Sepsis Fungsi system komplemen: melisiskan sel, bakteri
dan virus, opsonisasi, aktivasi responsimun dan inflamasi dan pembersihan kompleks
imun dan produk inflamasi dari sirkulasi. Padasepsis, aktivasi komplemen terjadi
terutama melalui jalur alternatif, selain jalur klasik. Potonganfragmen pendek dari
komplemen yaitu C3a, C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel
menimbulkan respons inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil,
stimulasipembentukan radikal oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan
permeabilitas kapiler dan ekspresi faktor jaringan (Widodo, 2004). Peran NO pada
Sepsis NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus
vaskular. Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi
karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi dan
menghambat agregasi trombosit.Peningkatan sintesis NO pada sepsis berkaitan dengan
renjatan septik yang tidak responsif dengan vasopressor
Jenis Sepsis
Sumber Infeksi
MRSA Sepsis
Sepsis yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap
VRE Sepsis
Methicillin
Sepsis yang disebabkan oleh jenis bakteri Enterococcus yang resisten terhadap vancomycin
Urosespis
Sepsis yang berasal dari infeksi saluran kencing ( biasanya 4 minggu setelah kelahiran )
Wound Sepsis
Neonatal Sepsis
Sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir (biasanya 4 minggu setelah kelahiran)
Sepsis Abortion
Diagnosis awal sepsis atau syok septik tergantung pada kepekaan dokter untuk
menilaipasien dengan dan tanda awal yang tidak spesifik seperti takipnnea, dispnea,
takikardia dengankeadaan hiperdinamik, vasodilatasi perifer, instabilitas tempratur, dan
perubahan keadaanmental. Keadaan seperti ini penting di perhatikan pada seperti pada
wanita wanita dengan resiko tinggi seperti pyelonefritis, korioamnionitis,
endometritis, abortus septik, atau telah menjalani prosudur operasi emergensi. Diagnosa
dan penanganan awal ini sangat menentukankeberhasilan hidup pasien.Tanda yang
tampak tergantung dari fase syok septik dan tipe kerusakan organ yang terjadi,tetapi
hipotensi selalu ditemukan. Kebanyakan pasien mengalami peningkatan temperatur dan
lekosit , tetapi pada beberapa pasien terjadi penurunan temperatur dan kadar leukosit
dibawah normal. Sebagai akibat dari keadaan hiperdinamik jantung, terjadi gejalagejala
pada jantung seperti iskemia, gagal jantung kiri, atau aritmia. Konsekuansi klinik dari
DICadalah perdarahan, trombosis dan hemolisis mikroangiopati. Karena pada syok
sepsis potensi terjadinya disfungsi ginjal dan hipovulemia, manifestasi klinik dapat
berupa oligouria, hematuria dan proteinuria. Dalam hal membantu menegakkan
diagnosa sepsis atau syok septik, selain melalui pemeriksaan fisik, juga diperlukan
pemeriksaan rongen dan kultur. Dua kuman yang sangatvirulen dengan angka mortalitas
yang tinggi adalah Streptokokus pyogens ( group Astreptokokus ) dan Clostridium
Sordeli
Riwayat
Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah
pasienimmunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
1) Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi
2) Hipotensi, oliguria, atau anuria
3) Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas
4) Perdarahan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab
infeksi dan inflamasi yang terjadi,misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan
pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.
Laboratorium
Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi,
urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah
arteri, elektrokardiogram,dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain
yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri,
trombositopenia, hiperbilirubinemia, danproteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya
hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik.Penderita diabetes dapat mengalami
hiperglikemia. Lipida
serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu
trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC.
Azotemia dan hiperbilirubinemia lebihdominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot
pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum.Asidosis metabolik terjadi setelah
alkalosis respiratorik.
Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkanketoasidosis yang memperburuk hipotensi .
TABLE 2
10
SIRS
Denyut jantung
SEPSIS
kultur,
pemeriksaan
menit waktu
warna, atau
SEPSIS SHOCK
refraktori pada
disfungsi
arteri
organ,
Adanya
menyebabkan
Chain Reaction),
pemeriksaan
hipoperfusi
hipoperfusi
kadar laktat
(>100.4F atau
WBCs di dalam
hipotensi
38o C) atau
cairan normal
istirahat
Temperature
tubuh tinggi
PCR(Polymerase
hipotermia
(<96.8F atau
SEVERE SEPSIS
adanya
tubuh,
rontgen
dan
hipotensi atau
serum > 4
mmol/dL
Oliguria
Adanya
36o C)
RR >20 napas
abdominal yang
gangguan
abnormal atau CT
mental
scan,
rontgen dada
PaCO2 <32
mmHg(4,3kPa)
abnormal (CXR)
WBC (>12000
sel/L atau
<4000 sel/L
atau >10%
Bands
http://www.scribd.com/doc/62217236/Sepsis-Ppt
11
12
13
Recommended Process
evidence?)
Certainty about the balance of benefits vs.
Resource implications
recommendation
The lower the cost of an intervention compared to
14
II. 11 TERAPI :
Tujuan Terapi :
Menetapkan pathogen
Eliminasi sumber infeksi
- Tujuan: menghilangkan patogen penyebab sumber infeksi harus dicari dengan teliti
bila sumber teridentifikasi, dilakukan :
a.Drainase sumber infeksi
b.Melepaskan obstruksi
c. reaksi organ
15
Pertahankan tekanan darah arteripada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, missal
dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.
2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganismePerlu segera perawatan
empiric dengan antimikrobial, yang jika diberikan secara dinidapat menurunkan
perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah sampel didapatkandari pasien,
diperlukan regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah ditemukan
penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan agen penyebab sepsis tersebut
(Hermawan, 2007). Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik
yang kuat, misalnyaantara golongan penisilin/penicillinase resistant penicillin dengan
gentamisin.
a) Golongan penicillin
- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis
- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari.
b) Golongan penicillinase resistant penicillin
- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4x1 gram/hari iv selama 7-10 hari sering
dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini masing-masing dosis obat diturunkan
setengahnya, atau menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x
1gram/hari iv).
- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari
c) Gentamycin Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari,
hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.Bila hasil kultur dan resistensi darah
telah ada, pengobatan disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering
menyebabkan sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:
Escherichia coli , Ampisilin/sefalotin
- Sefalotin : 1-2 gram tiap 4-6 jam, biasanya dilarutkan dalam50-100 ml cairan,
diberikan perdrip dalam 20-30 menit untuk menghindari flebitis.
-Klebsiella, Enterobacter Gentamisin
3. Fokus infeksi awal harus diobatiHilangkan benda asing. Salurkan eksudat
purulen, khususnya untuk infeksianaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan
atau potong jaringan yang gangren.
Terapi suportif
16
a. Resusitasi
Terutama pada pasien sepsis berat dengan hipertensi atau syok
Tujuan resusitasi pasien dengan sepsisberat atau yang mengalami hipoperfusi
dalam 6 jam pertama adalah CVP8-12 mmHg, MAP >65 mmHg, urine >0.5
ml/kg/jam dan saturasi oksigen>70%. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi
oksigen tidak mencapai 70%dengan resusitasi cairan dengan CVP 8-12 mmHg,
maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit >30% dan/atau
pemberian dobutamin (sampai maksimal 20 g/kg/menit).
Dilakukan secepat mungkin, secara intensif :
1. Airway, breathing , circulation
Gagal nafas sering terjadi dan berkembang menjadi keadaan yang buruk sehingga
diperlukan pemeriksaan yang berulang . Penurunan kesadaran adalah yang paling sering
menyebabkan obstruksi . Pasien dengan reflex jalan nafas yang tidak adekuat harus
dirawat pada posisi pemulihan dan jika memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasi
mekanik . Jalan nafas yang bersih tidak menggambarkan pernafasan yang efektif.
2. Oksigenasi
3. Terapi cairan
4. Transfusi darah bila diperlukan Anemia sering terjadi pada pasien sepsis
b. Oksigenasi .
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunankesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
c. First line agen terapi sepsis antibiotik spektrum luas lactam karena tempat infeksi
dan mikroorganisme biasanya belum diketahui awalnya. Pemilihan antibiotika
berdasarkan :
Pengalaman tentang jenis organisme penyebab dengan sensitivitasnya di rumah
sakit, sumber infeksi, infeksi didapat di luar rumah sakit atau di rumah sakit. Antibiotika
yang diberikan harus dapat mencapai sumber infeksi dan diberikan dosis optimal. Untuk
gram positif sering dipakai vancomycin . Selain itu digunakan juga apabila pasien
resistan terhadap methicillin untuk melawan Staphylococcus aureus . Pada gram negatif
digunakan antibiotik yang mencegah pelepasan endotoksin
17
d. Terapi cairan
18
19
j. Kortikosteroid .
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan
dosis 50 mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien dengan renjatan septik
menunjukkan penurunan mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok,
kortikosteroid sebaiknya tidak diberikan dalam terapi sepsis. Pemberian
kortikosteroid pada binatang percobaan yang dibuat sepsis dapatmenurunkan angka
mortalitas. Pada suatu studi prospektif pada manusiapemberian dosis tinggi 30 mg metil
prednisolon/kgBB dan diikuti 5 mg/kgBB/jamsampai 9 jam pada ke dua studi ini tidak
didapatkan peningkatan angka mortalitas(Root, 1991).
Pada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama danhanya dapat memperbaiki
keadaan shock tetapi tidak memperbaiki angkamortalitas (Sprung,1984; Bone, 1987;
Hinshaw 1987; Cohen, 1991).
Implementasi EGDT dalam tatalaksana sepsis berat dan syok septik pada anak.
Implementasi EGDT di unit gawat darurat dan unit perawatan intensif dalam tatalaksana
sepsis berat dan syok septik pada bayi dan anak diajukan dalam bentuk diagram alur
berikut ini:
20
Algoritme berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan denyut jantung ke nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler < 2
detik, serta menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan ventilasi diberikan
sesuai dengan indikasi.
21
22
23
outcome (survival) yang lebih baik. Pemberian cairan secara cepat juga tidak
berhubungan dengan kejadian Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS).
Rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign 2008 yaitu resusitasi cairan
inisial diawali dengan pemberian cairan kristaloid bolus 20 mL/kgbb selama 5-10 menit,
dititrasi dengan pemantauan klinis terhadap curah jantung, dalam hal ini meliputi denyut
jantung, produksi urin, waktu pengisian kapiler, dan derajat kesadaran. Biasanya defisit
cairan cukup besar sehingga awal resusitasi memerlukan volume cairan 40-60
mL/kgbb,1 namun dapat mencapai hingga 200 mL/kgbb. Pemantauan terhadap tandatanda overload cairan yaitu dengan memperhatikan adanya onset baru hepatomegali,
bertambahnya usaha nafas pasien, ditemukannya rales pada pemeriksaan fisis paru, atau
bertambahnya berat badan lebih dari 10%. Untuk mengatasinya dapat diberikan
diuretik. Tindakan lain untuk mengatasi overload cairan yaitu dengan dialysis peritoneal
bila didapatkan oliguria, atau continuous renal replacement therapy (CRRT) bila
diperlukan.
Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan Maitland (2004)
didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian kapiler > 3 detik merupakan faktor
prognostik perlunya resusitasi cairan, sehingga cukup prediktif digunakan sebagai alat
untuk menilai adekuatnya terapi cairan yang diberikan pada pasien dengan sepsis berat
dan syok septik.
2.1.2 Jenis cairan resusitasi
Pemilihan jenis cairan pada resusitasi sepsis berat dan syok septik bersifat
liberal. Secara umum,cairan isotonis cukup efektif, aman, dan efektif dibandingkan
dengan koloid, sehingga disarankan sebagai cairan lini pertama pada resusitasi.
Penelitian di India yang dilakukan oleh Upadhyay (2005) mendapatkan tidak adanya
perbedaan outcome pasien syok septik yang diresusitasi dengan cairan kristaloid
dibandingkan dengan koloid. Namun hal yang berlawanan didapatkan dari penelitian
Schierhout dan Roberts, bahwa resusitasi dengan cairan koloid dapat menyebabkan efek
samping berupa gangguan hemostasis. Pada saat ini penelitian klinis banyak dilakukan
untuk mengetahui kegunaan penggunaan cairan hipertonis dalam resusitasi sepsis
berat dan syok septik.
2.2 Koreksi hipoglikemia
24
25
26
atas, maka diperlukan pemberian vasopresor dan terapi inotropik untuk memperbaiki
tekanan darah serta mempertahankan penghantaran oksigen ke jaringan.12 Dalam
penatalaksanaan sepsis, harus dilakukan usaha secepat mungkin untuk mengembalikan
hemodinamika. Oleh karena itu, vasopresor diberikan segera setelah resusitasi cairan
optimal diberikan.Pemberian vasoaktif direkomendasikan bila syok tidak teratasi
dengan resusitasi cairan sampai dengan 40 mL/kgbb. Jenis obat yang digunakan yaitu
katekolamin dan derivat sintetisnya, meliputi dopamin, dobutamin, epinefrin,
norepinefrin.
Dopamin disarankan sebagai pilihan terapi pertama untuk pasien pediatrik
dengan hipotensi yang refrakter terhadap resusitasi cairan, atau pada keadaan cold
shock. Dopamin dan norepinefrin diketahui berfungsi meningkatkan tekanan darah dan
curah jantung. Dopamin lebih poten dibandingkan norepinefrin, dan lebih sering
menyebabkan takikardia. Pada dosis rendah, dopamin menyebabkan vasodilatasi
sirkulasi renal dan mesenterika. Pada dosis 2-10 mikrogram/kgbb/menit, dopamin
memiliki efek inotropik positif dan kronotropik positif, sedangkan pada dosis yang lebih
tinggi menyebabkan vasokonstriksi perifer. Penelitian Levy dkk menemukan bahwa
populasi pasien syok septik yang resisten dengan terapi dopamine meningkatkan risiko
mortalitas. Bila syok refrakter terhadap terapi dopamin, maka diberikan epinefrin.
Epinefrin diberikan dengan dosis 0.05- 0.3 mcg/kgbb/menit. Pada keadaan warm shock,
diberikan titrasi norepinefrin. Norepinefrin pada dosis 1-20 mikrogram/menit baik
untuk meningkatkan MAP, resistensi vaskuler sistemik, penghantaran oksigen jaringan.
Dobutamin dapat digunakan sebagai agen inotropik pada pasien dengan curah jantung
yang rendah, diberikan dengan dosis 2,520 mikrogram/kgbb/menit.
3.2 Mempertahankan jalan nafas
Dilakukan penilaian terhadap usaha nafas pasien dan komplians paru. Keputusan
untuk melakukan intubasi bergantung pada penilaian klinis usaha nafas pasien, adanya
hipoventilasi, atau akibat penurunan kesadaran. Intubasi dipertimbangkan pada pasien
dengan syok refrakter disertai dengan tanda gagal nafas, penurunan kesadaran, serta
untuk pemantauan hemodinamik invasif. Selain itu, ventilasi mekanik juga dapat
membantu mekanika sirkulasi. Diketahui bahwa sekitar 40% curah jantung diperlukan
untuk mendukung fungsi pernafasan, sehingga ventilasi mekanik berguna untuk
27
28
29
30
31
cairan paru ekstravaskuler, sehingga dapat membantu penilaian apakah preload sudah
adekuat atau belum. Monitoring non-invasif seperti penggunaan pulse oxymetri, saturasi
oksigen vena per-kutan, dan lainnya masih dalam tahap evaluasi. Tujuan terapi pada
saat ini yaitu mencapai dan mempertahankan Cardiac Index 3,3 6 L/menit/m2.
Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan salah satu
alternatif terapi yang perlu dipertimbangkan, telah dilakukan secara terbatas pada syok
yang refrakter dan atau keadaan gagal nafas yang tidak bisa ditangani dengan terapi
konvensional. ECMO telah dilakukan pada pasien dengan syok septik, namun
pengaruhnya sendiri masih belum jelas. Penelitian yang menganalisis 12 pasien sepsis
dengan ECMO, 8 orang di antaranya bertahan hidup dan pada follow up rentang 4 bulan
hingga 4 tahun, didapatkan bahwa rata-rata setelah 1 tahun mereka dapat menjalani
kehidupan dengan normal.
4.5 Monitoring hemodinamik dan pencapaian target-target terapeutik
Tujuan akhir resusitasi syok septik yaitu tercapainya normalisasi denyut jantung,
waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas yang hangat, produksi urin yang cukup
(>1mL/kgbb/jam), skala kesadaran yang normal, serta kadar glukosa dan kalsium yang
normal. Tujuan akhir lainnya yang juga digunakan pada populasi dewasa yaitu
berkurangnya kadar laktat serum serta defisit basa, ScvO2 > 70% atau SvO2 > 65%,
CVP 8-12 mmHg atau dengan metode lainnya untuk menilai fungsi pengisian jantung,
yaitu mencapai dan mempertahankan Cardiac Index 3,3 6 L/menit/m2. Target
pencapaian ScvO2 > 70%, didukung pula dengan transfuse PRC bila hematokrit kurang
dari 30%, maupun dengan pemberian inotropik. Untuk pemberian transfusi, sebuah
penelitian multisenter terandomisasi mendapatkan bahwa batas ambang transfusi Hb 7
g/dL dibandingkan dengan ambang batas Hb 9,5 g/dL, ternyata memberikan
outcome yang sama. Namun, dalam rangka memperbaiki penghantaran oksigen ke
jaringan, Hb dipertahankan di atas 10 g/dL.
Target-target di atas diharapkan tercapai dalam 6 jam sejak pasien masuk unit
gawat darurat maupun pada tempat perawatan intensif, ternyata berhasil menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat sepsis, sepsis berat, dan syok septik.
32
33
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respon sistemik (systemic
inflammatory response sindrom / SIRS ) terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik
adalah keadaan yang melatarbelakangi sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh
adanya bakteremia , tetapi juga oleh sebab lain.
Dapat dikatakan sepsis bila terdapat SIRS (systemic inflammatory response
sindrom)ditambah dengan infeksi yang diketahui ( ditemukan dengan biakan positif
terhadap organisme daritempat tersebut).
Bila ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak
toksik,takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya
sepsis(tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran
klinis keadaan tersangkasepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis
atau lekopenia,trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+),
LED meningkatdan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).
Faktor Resiko antara lain : jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau
kongenital galaktosemia (Escherichia coli), pemberian besi intramuskular (Escherichia
coli), anomaly kongenital (saluran kencing asplenia, myelomeningokel, saluran sinus),
amfalitis dan kembar (terutama kembar dua dari janin yang terinfeksi) , prematuritas
Derajat Sepsis diantaranya adalah : Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) , Sepsis : Infeksi disertai SIRS , Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF,
hipotensi, oliguria bahkan anuria. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi
(tekanan sistolik <90 mmHg ataupenurunan tekanan sistolik >40 mmHg) , Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksisepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai
hipoperfusi jaringan.
Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda
syok (nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin,
danpenurunan tekanan darah). Keadaan syok sepsis merupakan kegawatdaruratan klinik
yang membutuhkan reaksicepat untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Terapi yang diberikan berupa resusitasi, eliminasi sumber infeksi, terapi
antimikroba, dan terapi suportif dengan tujuan Menetapkan pathogen, Inisiasi awal dari
34
35
DAFTAR PUSTAKA
36