Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan kesadaran.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
1.
Tujuan
In
Defisit
perawatan
mandi,berpakaian, makan,
orang lain
5
Klien dapat memakai pakaian dengan
bantuan orang lain / mandiri
Klien dapat toileting dengan bantuan alat
menyediakan lingkungan
memberikan informasi m
memberikan penerangan
menganjurkan keluarga u
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC
Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler,
peningkatan suhu tubuh.
Kimia klinik.
Masa protombin.
Urinalisis.
2.DIAGNOSTIK.
SCAN KEPALA
Angiografi serebral.
EEG.
Pungsi lumbal.
MRI.
X ray tengkorak
B.PENGOBATAN.
1.Konservatif.
a.Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus.
b.Mencegah peningkatan TIK.
Antihipertensi.
Deuritika.
Vasodilator perifer.
Antikoagulan.
Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah
terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.
2.Operatif.
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi
hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan
klien.
3.Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari ) perlu :
Terapi wicara.
Terapi fisik.
Aspirasi.
Paralitic illeus.
Atrial fibrilasi.
Diabetus insipidus.
Peningkatan TIK.
Hidrochepalus.
PENCEGAHAN :
Menghentikanmerokok.
Cegah obesitas.
PENATALAKSANAAN STROKEUntuk
Dosen Pembimbing :
BAPAK KUKUH HERU SUBAGYO, SKEP, NERS.
Disususn Oleh :
FEBRIANI LYA RAHAYU
NIM : 02.12.012
PRODI DIII KEPERAWATAN TINGKAT II A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
HUTAMA ABDI HUSADA
Jalan Dr. WahidinSudiroHusodo No.1, Telp/Fax : 0355-322738
TULUNGAGUNG 66224
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN KASUS CVA INFARK
DI IGD RSUD dr. ISKAK TULUNGAGUNG
1.1
Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya
ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat berupa
deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung menimbulkan
kematian dan semat-mata disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatic.(Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 2, Hal 17)
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa deficit neurologi local atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis
dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang pembuluh darah
arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak di suplay oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta)
(Suzanne, 2002, Hal 2131)
CVA Infark adalah gangguan disfungsi otak baik sinistra atau dextra dengan sifat antara
lain :
Permulaan cepat dan akut atau sub akut
Terjadi kurang lebih 2 minggu
CT-Scan terdapat bayangan infark setelah 3 hari.
1.
2.
bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa
hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam
beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada umunya
berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang sangat cepat,
kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.
1.4
Patofisiologis
Faktor pencetus hipertensi, DM, Penyakit jantung,
Merokok, stress,Gaya hidup yang tidak bagus,
Faktor obesitas dan kolesterol yang tinggi dalam darah
arterosklerosis
Pembuluh darah
menjadi kaku
Trombus cerebral
Mengikuti
aliran
darah
Emboli
StrokeHemoragik
Kompresi
Jaringan otak
Herniasi
Proses metabolisme dalam otak terganggu
Proses menelan
tidak efektif
Kelemahan pada satu / ke
Refluk
empat anggota gerak
Ketidakmampuan berbicara
Disfagia
Kerusakan
artikulasi
1.5
3.
1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
3.
4.
5.
6.
Gangguan skem / maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise)
Disorientasi (waktu, tempat, dan orang)
Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
Agnosia (kedidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Disorientasi kanan-kiri
Lobus Occipital : Defisit Lapang Penglihatan penurunan ketajaman penglihatan, diplobia
(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal : Defisit Pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
1.6
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA Infark (Muttaqin, 2008 :253) :
Dalam hal imobilisasi :
Infeksi pernafasan (Pneumoni
Nyeri tekan pada decubitus
Konstipasi
Dalam hal paralisis :
Nyeri pada punggung
Dislokasi sendi, deformitas
Dalam hal kerusakan otak
a. Epilepsy
b. Sakit kepala
Hipoksia serebral
Herniasi otak
Kontraktur
1.7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
1.
a.
b.
c.
2.
3.
4.
ar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk
terjadinya penyakit jantung koroner.
Infeksi, peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria,
lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
Obesitas, merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada obesitas dapat terjadi
hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada
pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.
Peningkatan hematocrit
Diabetes Melitus, terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah.
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar.
Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi
dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada
akhirnya akan menyebabkan infark sel sel otak.
Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen tinggi)
Merokok, merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung. Pada perokok akan
timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.
Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks sirkulasi sudah tidak
baik lagi.
Penyalahgunaan obat (kokain)
Konsumsi alkohol
Faktor keturunan / genetic.
1.8
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA Infark :
Laboratorium :
Pada pemeriksaan paket stroke : viskositas darah pada pasien CVA ada peningkatan VD >5,1 cp,
Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF),
fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252).
Analisis laboratorium standart mencangkup urinalisis, HDL pasien CVA Infark mengalami
penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju Endap Darah (LED) pada pasien CVA
bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium(135-145 nMol/L), Kalium(3,6-5,0 mMol/l),
klorida). (Prince, dkk, 2005:1122)
Pungsi lumbal
Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang kecil biasanya warna
liquor masih normal sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan sinar X toraks : dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan infiltrate
paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif. (Prince, dkk, 2005:1122)
Ultrasonografi (USG) karotis : evaluasi standart untuk mendeteksi gangguan aliran darah
karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. (Prince, dkk, 2005:1122)
Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti lesi
ulseratif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar. (Prince, dkk, 2005:1122)
5.
Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark yaitu dengan
memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari
pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta
memberikan diet rendah garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.
1.10 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia, kerusakan
neuromuscular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidakmampuan bergerak, keterbatasan
rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder akibat cedera
serebrovaskuler.
3. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori yang
ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, perubahan dalam respon
terhadap rangsangan.
4.
Ganguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara di
hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara, tidak mampu
memahami bahasa tertulis/ucapan.
1.11 Intervensi
Diagnosa 1 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia,
kerusakan neuromuscular pada ekstremitas yang ditandai dengan ketidakmampuan bergerak,
keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan/kontrol otot.
Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan kriteria hasil :
1) Ekstremitas tidak tampak lemah
2) Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri
3) Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri.
Intervensi
1. Jelaskan pada pasien dan keluarga pasien akibat terjadinya imobilitas fisik
Rasional : imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan
gerak.
2. Ubah posisi pasien setiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang
tertekan.
3. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang sakit
Rasional : gerakan aktif memberikan dan memperbaiki masa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung da pernafasan.
4. Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstremitas yang tidak sakit
Rasional : mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk di gerakkan.
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi.
6. Observasi kemampuan mobilitas klien
Rasioanal : untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah dilakukan latihan dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
Diagnosa 2 : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder akibat cedera serebrovaskuler.
Tujuan : klien tetap menunjukkan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan berat badan, Hb dan albumin dalam batas normal Hb:
13,4 17,6 dan albumin: 3,2 5,5 g/dl.
Intervensi :
1. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien pada klien dan juga keluarganya
Rasional : nutrisi yang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot
2. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan
Rasional : untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien
3. Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama dan sesudah makan
Rasional : memudahkan klien untuk menelan.
4. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan di
atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan
Rasional : membantu dalam melatih kembali sensor dan meningkatkan kontrol muskuler
5. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui NGT
Rasional : membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu memasukkan secara
peroral.
6. Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi
Rasional : mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Diagnosa 3 : Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan penekanan pada
saraf sensori yang ditandai dengan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan orang, perubahan
dalam respon terhadap rangsangan.
Tujuan : meningkatnya persepsi sensorik secara optimal setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil :
1) Adanya perubahan kemampuan yang nyata
2) Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat dan orang.
Intervensi :
1. Tentukan kondisi patologis klien
Rasional : untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.
2. Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
Rasional : untu mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3. Latih klien untuk melihat suatu obyek telaten dan seksama
Rasional : klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
4. Observasi respon perilaku klien seperti menanggis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
Rasional : untuk mengetahui keadaan emosi klien.
Diagnosa 4 : Ganguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara di hemisfer otak yang ditandai dengan kerusakan artikulasi, tidak dapat berbicara,
tidak mampu memahami bahasa tertulis/ucapan.
Tujuan : proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil :
1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi
2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Intervensi :
1. Berikan metode alternative komunikasi misalnya bahasa isyarat
Rasional : memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai kebutuhan klien.
2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
Rasional : mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain.
3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya ya dan tidak
Rasional : mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat berkomunikasi.
4. Anjurkan pada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
Rasional : mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif.
5. Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional : memberi semangat pada klien agar lebih sering malakukan komunikasi.
6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara
Rasional : melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA INFARK
661102
2.1 PENGKAJIAN
NO. MR :
DATA IDENTITAS SOSIAL PASIEN
Nama Lengkap (Nama sendiri)
Sex
LAKI-LAKI
Tn. T
Alamat Pasien (Menurut KTP/SIM)
No. KTP/SIM : 350404510245006
Jln/Dsn
: MOJOAGUNG
Kel/Desa
: MOJOAGUNG
Kec.
: NGANTRU
Kodya/Kab. : TULUNGAGUNG
Agama
ISLAM
Suku
JAWA
Bangsa
INDONESIA
Kasus Polisi
-
Status Perkawinan
SUDAH
MENIKAH
Jenis Pembayaran
BPJS
Pendidikan
SMP
Pekerjaan
WIRASWASTA
Cara Datang
RUJUKAN DARI
PUKESMAS
NGANTRU
Transportasi ke IRD
AMBULANCE DARI
PUKESMAS
Komunikasi
Di
Nadi : 97 x/mnt
Infus R
Bebat
ETT
NGT
Bidai
Pipa oro/naso
O2 R
Pharingial
Dll.
Obat
Kateter
Suetion
Urine
Tidak R
S.ax : 37,5 C
S.rec : C
N : 97 x/mnt
T : 160/70 mmHg
P : 23 x/mnt
(Pediatri)
BB : 60 Kg
Riwayat Penyakit :
DM
PJK
- Dll
Asma
- Tidak ada R
Kategori Triage :
P1
P2R
P3
Sedang R
Sirkulasi : (C)
N.Carotis : 87 x/mnt
N.Radial : 97 x/mnt
Kulit Muskulo :
Normal
Jaundice
Cyanosis
Pucat R
Berkeringat
Akral hangat
PO
Buruk
GCS : 4-4-5
R.Mata : 4
R.Verbal : 4
R.Motorik : 5
Total
: 13
Keterangan
Jam : 20.55
WIB
Jam
21.15 WIB
Jawaban / catatan
PP
Operasi
Tanda Tangan
Ttd
2.2
ANALISA DATA
Nama pasien : Tn. T
Umur
: 45 tahun
No. Reg
: 661102
KELOMPOK DATA
DS: px mengatakan tangan
kirinya sulit digerakkan
DO:
K/U lemah
GCS 4-4-5
Skala otot
3
3
4
ADL di bantu kelurga
Terpasang O2 3 lpm
Terpasang infus RL 14
tetes/menit
TTV : TD 160/70 mmhg
Nadi : 97 x/menit
Suhu : 37,5 C
RR : 23 x/menit
KEMUNGKINAN
PENYEBAB
faktor pencetus
(DM, Hipertensi)
Penimbunan lemak
Penyumbatan
pembuluh darah
Metabolisme
terganggu
Kerusakan pada nervus
MASALAH
Kerusakan mobilitas fisik
pada daerah yang mengalami
kerusakan
Kerusakan
Verbal
Komunikasi
Penimbunan lemak
Arterosklerosis
Penyumbatan
pembuluh darah
Penurunan fungsi otot
fasial melemah
Ketidakmampuan
berbicara
Kerusakan Komunikasi
Verbal
2.2
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. T
Umur
: 45 tahun
No. Reg
: 661102
No
TANGGAL
DIAGNOSE KEPERAWATAN
.
MUNCUL
1
26 februari 2014 Kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
hemiparese/hemiplegia,
kerusakan neuromuscular pada
ekstremitas
yang
ditandai
dengan :
DS: px mengatakan tangan kirinya
sulit digerakkan
TANGGAL
TERATASI
TTD
DO:
K/U lemah
GCS 4-4-5
Skala otot
3
4
3
4
ADL di bantu kelurga
Terpasang O2 3 lpm
Terpasang infus RL 14
tetes/menit
TTV : TD 160/70 mmhg
Nadi : 97 x/menit
Suhu : 37,5 C
RR : 23 x/menit
2.4
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. T
Umur
: 45 tahun
No. Reg
: 661102
No
Diagnose
Tujuan
Kriteria hasil Rencana tindakan
Rasional
keperawatan
1
Kerusakan mobilitas Jangka
1. BHSP
1.
Menciptakan
k/u baik
fisik
berhubungan pendek:
hubungan
yang
GCS 4-5-6
dengan
Setelah
terapeutik
dengan
px
Ekstremitas
hemiparese/hemiplegi dilakukan
2.
Mengetahui
status
tidak tampak
a,
kerusakan tindakan
2. Observasi TTV
perkembangan px
lemah
neuromuscular pada selama 1x24
3. Menurunkan resiko
Ttd
ekstremitas
yang
ditandai dengan :
DS: px mengatakan
tangan kirinya sulit
digerakkan
DO:
K/U lemah
GCS 4-4-5
Skala otot
No
3
4
3
4
ADL di bantu
kelurga
Terpasang O2 3 lpm
Terpasang infus RL
14 tetes/menit
TTV : TD 160/70
mmhg
Nadi : 97 x/menit
Suhu : 37,5 C
RR : 23 x/menit
Diagnose
keperawatan
2
Ganguan komunikasi
verbal berhubungan
dengan efek dari
kerusakan pada area
bicara di hemisfer
otak yang ditandai
dengan :
DO: keluarga px juga
mengatakan berbicara
px pilo
DS:
Bicara sulit
Kata-katanya tidak
jelas
TTV :
TD 160/70 mmhg
Nadi : 97 x/menit
jam
trjadinya
iskemia
Ekstremitas
diharapkan
jaringan
akibat
dpt diangkat,
kelemahan
3.
Ubah
posisi
px
tiap
sirkulasi
darah
yang
digerakkan
pada
2 jam sekali
jelek pada daerah
mandiri
ekstremitas
yang tertekan
Kekuatan
dapat teratasi
4. Memperbaiki otot
sebagian
& melatih otot serta
mencegah
otot
otot
volunteer kehilangan
5
4.
Ajarkan latihan tonus
5
pasif dan aktif
5.
Meningkatkan
5
5
kemampuan mobilitas
TTV dalam
6.
Mempercepat
batas normal
proses penyembuhan
px
5. Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi
6. Kolaborasi dengan
ahli medis lain
Tujuan
Jangka
pendek:
Setelah
dilakukan
tindakan
selama 1x24
jam
diharapkan
mampu
berbicara
meski belum
jelas betul
Kriteria
Rencana tindakan
Standart
1. BHSP
1.
k/u baik
px
dapat
mengekspresik
an perasaannya
2.
px mampu
berkomunikasi 2. Observasi TTV
3.
secara verbal
maupun isyarat3. Berikan metode
alternative
komunikasi
4.
misalnya
bahasa
isyarat
4. Antisipasi setiap
kebutuhan px saat5.
berkomunikasi
5.
Anjurkan pada
keluarga untuk tetap
Rasional
Tercipta hubungan
yang
terapeutik
dengan
px
dan
keluarga px
Mengetahui
perkembangan px
Memenuhi kebutuhan
komunikasi px sesuai
kebutuhan px
Mencegah rasa putus
asa & ketergantungan
pada orang lain
Mengurangi rasa
isolasi
sosial
&
meningkatkan
komunikasi
yang
Ttd
Suhu : 37,5 C
RR : 23 x/menit
berkomunikasi
dengan px
6.
6. Hargai kemampuan
px
dalam
berkomunikasi
7.
7. Kolaborasi dengan
tim fisioterapi untu
latihan bicara
efektif
Memberi semangat
pada px agar lebih
sering berbicara
Melatih px berbicara
secara
mandiri
dengan baik dan
benar
2.5
TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. T
Umur: 45 tahun
No. Reg : 661102
Kasus:CVA Infark
No
No.
Tgl /jam
Implementasi
Ttd
Tgl/
Evaluasi
Dx
jam
1
1
26-0226-02S : keluarga px mengatakan
2014
2014
tangan kirinya masih lemas
20.30
BHSP
22.00
20.45
Observasi TTV:
O:
TD 150/80 mmhg
k/u lemah
Nadi 98 x/menit
ADL dibantu oleh keluarga
Suhu 37C
dan perawat
RR 23 x/menit
Makan dibantu keluarga
21.00
Memberi tahu keluarga px
A : kerusakan mobilitas fisik
untuk mengubah posisi px
tiap 2 jam
P:
21.15
Menginjeksi citicholin 250
Intervensi
dilanjutkan
mg
nomer 2-6
21.35
Mengajarkan latihan gerak
Masalah belum teratasi
aktif & pasif
2
26-022014
20.40
20.45
Menanyakan keluhan px
bicara pilo
Observasi TTV :
TD 150/80 mmhg
Nadi 98 x/menit
Suhu 37C
26-022014
22.00
S : keluarga px mengatakan
bicara px masih pilo
O:
k/u lemah
bicara disatria
bicaranya belum jelas
Ttd
20.55
21.00
21.20
RR 23 x/menit
Memberikan
metode
alternative
komunikasi
misalnya bahasa isyarat
Memberitahu
pada
keluarga
untuk
tetap
berkomunikasi dengan px
Memberi semangat pada
px untuk berkomunikasi
dengan
mengatakan
perasaan & keinginannya.
px sulit mengutarakan
perasaannya
A : kerusakan komunikasi
verbal
P:
intervensi
dilanjutkan
nomer 2-7
masalah teratasi sebagian
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marlyn,E. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan. Edisi 3.jakarata.EGC:2000
Mansjoer, Arief. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta. EGC: 1999
Tabrani Rab. Agenda Gawat Darurat jilid 2. Bandung. Penerbit Alumni: 1998
Carpenito, Lynda Juall. (1999) Diagnosa Keperawatan. (2000) alih bahasa Monica Ester. Jakarta
: EGC.
Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistic Edisi VI Volume II.
EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Salemba Medika : Jakarta
Prince, Sylvia A. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih bahasa
Huriawati, Hartanto. (2005). Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. (2002) alih bahasa Monica Ester.
Jakarta : EGC.
Diposkan oleh D3keperawatan di 21.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
2. Patologi
Secara patologi suatu infark dapat dibagi dalam : (1) trombosis serebri (2) emboli serebri (3)
artheritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis.Iskemik otak adalah kelainan gangguan
suplai darah ke otak yang membahayakan fungsi saraf tanpa memberi perubahan yang
menetap.Infark pada otak timbul karena iskemia otak yang lama dan parah dengan perubahan
fungsi dan struktur otak yang ireversible.Gangguan aliran darah otak akan timbul perbedaan
daerah jaringan otak: (1) pada daerah yang mengalami hipoksia akan timbul edema sel otak dan
bila berlangsung lebih lama, kemungkinan besar akan terjadi infark.(2) daerah sekitar infark
timbul daerah penumbra iskemik dimana sel masih hidup tetapi tidak berfungsi.(3) daerah diluar
penumbra akan timbul edema lokal atau hiperemis berarti sel masih hidup dn berfungsi.Orang
normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik
meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi).Sebaliknya, bila tekanan
darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran
darah ke otak tetap konstan. Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50
mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal.
Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200
mmHg untuk tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk tekanan diastolik. Ketika tekanan darah
sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada
peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral.
Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya
karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk
mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik
maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik
serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada
dinding kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan
perdarahan pada otak (Hariyono, 2003 ).
3. Tanda dan gejala klinis
Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.Gejala utama stroke iskemik akibat
trombosis serebri adalah timbulnya deficit neurologic secara mendadak/sub, didahului gejala
prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak
menurun.Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan gangguan neurology fokal otak dapat
berupa: (1) gangguan motoris: kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, kekakuan
pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan atau bibir mencong, lidah mencong, pelo,
melihat dobel (diplopi), kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali (chorea /
atetosis), kejangkejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar suara (disfoni/afoni)(2)
gangguan sensoris: gangguan perasaan (deficit sensoris), kesemutan (parestesi), rasa tebal tebal
(hipertesi), tidak bisa membedakan rabaan (anestesi), pendengaran terganggu (tinnitus/deafness),
penglihatan terganggu (gangguan visus) (3) gangguan bicara: sulit berbahasa (disfasia), tidak
bisa bicara (afasia motorik), tidak bisa memahami bicara orang (afasia sensorik), tidak dapat
mengerti apa yang dilihat (visual agnosia), tidak dapat menulis (agrafia), kepandaian mundur
(predemensia), tidak dapat berhitung (acalculia), pelupa (demensia) (5) gangguan psikiatris :
mudah menangis (force crying), mudah tertawa (force laughing), depresi, bingung, gangguan
otonom, keringat, seksual, sindroma menggerutu (7) gangguan kongnitif : yaitu pasien
mengalami kesulitan untuk mengorganisasikan informasi secara efisien dan terarah, dan juga
paisen mengalami kesulitan dalam mengingat perintah yang diberikan kepadanya (Soetedjo,
2004).
4. Komplikasi
Dari sudut pandang fisioterapi, komplikasi yang akan muncul bila kondisi stroke ini tidak
ditangani dengan baik adalah sebagai berikut : (1) penurunan LGS, hal ini bisa disebabkan oleh
ketidakaktifan, kelumpuhan, posisi yang tidak baik, serta mobilisasi yang kurang memadai
khususnya pada stadium flaccid. (2) subluksasi sendi bahu, terjadi karena kelayuhan otot rotator
sendi bahu pada kondisi flaccid dapat menimbulkan nyeri, oedema, penguluran kapsul sendi (3)
kontraktur hal ini terjadi karena program latihan terlambat dan atau tidak teratur, adanya
spastisitas yang berat, oedema tangan (4) shoulder hand syndrome hal ini bisa terjadi adanya
posisi yang tidak benar, tidak ada penyanggaan pada waktu duduk atau berdiri, kurangnya latihan
LGS secara efektif (5) efek tirah baring lama hal ini bisa disebabkan karena posisi tidur yang
kurang tepat, tidak adanya mobilisasi dini.
5. Prognosis
Prognosis jangka panjang suatu deficit neurologic pada stadium recovery mempunyai prognosis
yang cukup baik. Tetapi hal ini sangat tergantung dari usaha rehabilitasi pada pasien. Pada
umumnya, penyembuhan pada penderita stroke tidak dapat terjadi secara sempurna, melainkan
cacat sisa. Meskipun demikian dengan usaha-usaha rehabilitasi yang dimulai sedini mungkin dan
secara intensif pada fase akut dapat mengembangkan penderita pada aktifitas sehari-hari. Sekitar
30%-40% penderita stroke dapat disembuhkan secara sempurna bila ditangani dalam jangka
waktu 6 jam atau kurang dari itu, agar pasien tidak menglami kecacatan, tapi sebagian penderita
serangan stroke baru datang ke rumah sakit setelah 48 jam terjadinya serangan (Sutarto, 2003)
.Dilihat dari tingkat kesadaran akibat stroke haemoragik : (1) sadar 16 % meninggal (2)
somnolen 39 % mati (3) yang stupor 71 %(4) koma, maka 100 % meninggal (Aliah, dkk 2000).
Dilihat dari jenis kelamin dan usia, laki laki lebih banyak 61% yang meninggal dari perempuan
41 % dan usia 70 tahun atau lebih angka kematian meningkat tajam.(Aliah, dkk 2000).Di lihat
dari prognosis fungsional stroke (1) 75 % mampu merawat diri secara mandiri dengan bantuan
minimal (2) 75 % mampu melakukan ambulasi baik dengan atau tanpa alat bantu secara mandiri
(3) hampir semuanya mengendalikan BAB dan BAK (4) hanya 10 % mengalami disabilitas/bed
ridden(Indriastuti, 2004).Dilihat dari status keluaran rumah sakit menurut Misbach pada tahun
1990 yang dikutip oleh Soetedjo pada tahun 2003 (1). Hidup membaik : 59,9% (2) Mati : 23,3%
(3) Hidup tak membaik : 1,6 % (4) Hidup Memburuk : 4,3 % (5) Hidup status tidak tercatat : 5,1
% (6) Tidak diketahui : 9,7 %.
6. Diagnosis banding
Berdasarkan gejala gejala yang ada maka diagnosis banding adalah perbedaan antara stroke
non hemoragik sebab trombosis atau emboli, stroke hemoragik dan tumor pada otak. Hal ini bisa
dibedakan dari onset/awitannya, pada stroke yang non hemoragik awal mula terjadi kelumpuhan
biasanya saat istirahat / pasien tidak melakukan aktifitas, nyeri kepala sifatnya ringan atau sangat
ringan, tidak ditemukan adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi serta penurunan
kesadarannya bersifat ringan atau sangat ringan sedangkan pada stroke yang disebabkan
pendarahan terjadi saat penderita beraktifitas, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat,
adanya kejang atau muntah saat serangan terjadi, penurunan kesadarannya bersifat sangat nyata,
penderita biasanya hipertensi dengan tiba tiba terjatuh karena terserang kelumpuhan tubuh
sesisi secara serentak, biasanya adanya emosi (marah marah) yang mendahului sebelum
serangan.Pada tumor otak dengan gejala defisit neurologi sangat lambat bahkan sampai berbulan
bulan, pasien mengalami nyeri kepala yang hebat pada saat beraktifitas yang menyebabkan
peninggian liquor cerebrospinalis intracranial, seperti membungkuk, mengejan, atau excercaise
dan nyeri kepala menurun apabila tidak beraktifitas, keadaan mudah lesu, gangguan daya ingat
dan penurunan kesadaran.
Tentunya pemeriksaan dengan CT-scan akan lebih mudah diketahui adakah infark pada
otak, adanya trombosis, emboli maupun tumor, disamping itu pemeriksaan sekunder lain, seperti
pemeriksaan laboratorium juga mendukung
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa
yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan,
goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b. Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c. Eliminasi
Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena
adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau,
berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan
dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam
c.
menelan.
e. Dada
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
: Bentuk simetris
: Tidak adanya massa dan benjolan.
: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau
gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi
: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi
: Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi
: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase,
mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6)
Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya.
Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien.
4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila bergerak atau
berbalik dari tempat tidur.
Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat
melindungi diri diri dari valsava.
5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan.
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi
perdarahan ulang.
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial.
7) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel, antibiotika.
Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan
edema serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan
kriteria hasil :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur,
bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama ..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan
1)
2)
3)
4)
posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5.
melakukan
aktivitas
perawatna
diri
sesuai
dengan
tingkat
kemampuan,
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi
dan harga diri klien.
3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan
dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk
usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam
menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan
menganjurkan klie untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan
dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk
orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang
tidak adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal
1)
2)
3)
4)
5)
7. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC