Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah
dilakukan sebanyak empat kali telah mempengaruhi secara substansial dan telah
mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Aturan dasar atau yang
disebut dengan konstitusi ini, pada hakekatnya merupakan landasan eksistensi suatu
negara sebagai organisasi kekuasaan, pembagian dan pembatasan kekuasaan. Setelah
Indonesia merdeka pada tahun 1945, sistem hukum yang berlaku tidak segera
mengalami perubahan. Untuk mengatasi agar tidak terjadi situasi tersaebut, maka
undang-undang maupun peraturan-peraturan yang ada sebelum kita merdeka tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945. 1
Konstitusi atau Undang Undang Dasar yang disusun dan ditetapkan untuk
mencegah adanya kemungkinan menyalahgunakan kekuasaan. Dengan perkataan
lain, dalam konstitusi berisi pembatasan kekuasaan dalam negara. Adapun
pembatasan kekuasaan tersebut terlihat dengan adanya tiga hal dalam setiap
konstitusi, yaitu (a) Bahwa Konstitusi atau Undang Undang Dasar harus menjamin
hak-hak manusia atau warga negara; (b) Konstitusi atau Undang Undang Dasar juga
harus memuat suatu ketatanegaraan pada suatu negara yang bersifat mendasar; (c)
1
Konstitusi harus mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat
mendasar. 2
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, konstitusi yang diberlakukan di
Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya sejak Orde
Lama hingga Orde Reformasi yaitu; UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember
1949); Konstitusi RIS (27 Desember 1949 17 Agustus 1950); UUDS 1950 (17
Agustus 1950 5 Juli 1959 19 Oktober 1999); UUD 1945 ( 5 Juli 1959 19
Oktober 1999) UUD 1945 dan Perubahan Pertama ( 19 Oktober 1999 18 Agustus
2000); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, dan Kedua ( 18 Agustus 2000 10
November 2001 ); UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua dan Ketiga ( 10
November 2001 10 Agustus 2002); dan UUD 1945 dan Perubahan Pertama, Kedua,
Ketiga dan Keempat (10 Agustus 2002 sekarang). 3
Perubahan Pertama terjadi pada Sidang Umum MPR tanggal 14-21 Oktober
1999, kemudian Perubahan Kedua berlangsung dalam Sidang Tahunan MPR 7-18
Agustus 2000, Perubahan Ketiga berlangsung pada Sidang Tahunan MPR tanggal 1-9
November 2001, dan Perubahan Keempat berlangsung pada Sidang Tahunan MPR
dari tanggal 1-11 Agustus 2002. 4 Salah satu gejala yang menandai perubahan tersebut
kelembagaan yang ditentukan oleh Undang Undang Dasar 1945 maupun undangundang di luar UUD 1945 yaitu: 9
1. Presiden
2. Wakil Presideen
3. Dewan Pertimbangan Presiden;
4. Kementerian Negara;
5. Menteri Luar Negeri;
6. Menteri Dalam Negeri;
7. Menteri Pertahanan;
8. Duta;
9. Pemerintahan Daerah Provinsi;
10. Gubernur/ Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi;
11. DPRD Provinsi;
12. Pemerintahan Daerah Kabupaten;
13. Bupati/ Kepala Pemerintahan Daerah Kabupaten;
14. DPRD Kabupaten;
15. Pemerintahan Daerah Kota;
16. Walikota/ Kepala Pemerintahan Daerah Kota;
17. DPRD Kota;
18. Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR);
19. Dewan Perwakilan Rakyat;
9
Ibid., hal. 14
20. Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri, yang diatur
lebih lanjut dengan undang undang;
21. Bank Sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan
independensinya diatur lebih lanjut dengan undang undang;
22. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
23. Mahkamah Agung (MA);
24. Mahkamah Konstitusi (MK);
25. Komisi Yudisial (KY);
26. Tentara Nasional Indonesia (TNI);
27. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);
28. Angkatan Darat (AD);
29. Angkatan Laut (AL);
30. Angkatan Udara (AU);
31. Satuan Pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa;
32. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman seperti
Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) dan sebagainya;
33. Kesatuan masyarakat hukum adat.
Oleh karena perubahan-perubahan sistem ketatanegaraan yang tidak menentu,
maka dibentuklah lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi. Kehadiran Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga baru di bidang kekuasaan Kehakiman merupakan salah
satu perkembangan mutakhir ketatanegaraan Indonesia.
11
berada di bawah Presiden, melainkan dipandang sebagai salah satu tugas Presiden
dalam kapasitasnya selaku kepala negara. 13
Secara konsepsional ada empat pokok pikiran yang menjadi landasan
Mahkamah Konstitusi dalam kerangka amandemen UUD 1945, antara lain:
Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara saling melengkapi;
Pemisahan kekuasaan dan prinsip checks and balances; Pemurnian sistem
Presidensial; dan Penguatan cita persatuan keragaman dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. 14
Jika kita melihat perkembangan sistem presidensial Indonesia yang dianut
pada masa sebelum perubahan UUD 1945 terjadi pemusatan kekuasaan negara
kepada satu lembaga yaitu Lembaga Kepresidenan dan Presiden tidak bertanggung
jawab langsung kepada DPR. Pada masa ini pejabat-pejabat negara yang diangkat
cenderung dimanfaatkan untuk loyal dan mendukung kelangsungan kekuasaan
kekuasaan presiden. Oleh karena hal tersebut, maka kekuasaan Presiden sebagai
kepala negara tidak tak terbatas ditutupi oleh kekuasaan tertinggi negara yaitu di
tangan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Namun sistem presidensial pada masa tersebut berdampak positif bagi
kelangsungan kinerja pemerintahan karena Presiden dapat mengendalikan seluruh
penyelenggaraan pemerintahan karena konflik dan pertentangan antar pejabat negara
dapat dihindari.
13
Ibid., hal.21
Jimly Assidiqie, dalam Firdaus, Pertanggungjawaban Presiden Dalam Negara
Hukum Demokrasi, Bandung Yrama Wijaya, 2007, hal.2
14
15
Ibid., hal.3
Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta, Gama Media-Pusat Studi
Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1999, hal.20
16
telah
mengeluarkan
putusan
Nomor
49/PUU-VIII/2010
melalui
permohonan yang diajukan oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dengan materi Pasal
22 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004, bahwa Jaksa Agung
sebagai Pejabat Negara ( yang pada masa itu diduduki oleh Hendarman Supandji
S.H., CN,) seharusnya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden
berdasarkan kondisi yang pasti, yaitu, jika ia meninggal dunia, atas permintaan
sendiri, atau karena sakit jasmani dan rohani terus-menerus, namun demikian tentang
kapan berakhir masa jabatannya merupakan kondisi yang tidak menentu. 19
17
Ibid., hal.2
Marwan Effendy, Kejaksaan RI, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,
Jakarta, Gramedia, 2009, hal. 19
19
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 hal. 18
18
Hal itu menimbulkan perbedaan pendapat dengan para ahli, bahwa jika Jaksa
Agung yang diangkat dalam jabatan politik setingkat Menteri maka masa jabatannya
harus sudah berakhir bersamaan dengan masa jabatan Presiden yang mengangkatnya,
sedangkan apabila Jaksa Agung diangkat berdasarkan karirnya sebagai Jaksa maka
masa tugasnya harus berakhir pada saat mencapai usia pensiun. 20
Ada juga yang berpendapat bahwa jika masa bakti Jaksa Agung yang dilantik
bersamaan dengan Kabinet Indonesia Bersatu (periode 2004-2009, yang dikenal
dengan KIB I) telah berakhir pada tanggal 20 Oktober 2009 maka bersamaan
berakhirnya masa pemerintahan (yang pada saat itu diduduki oleh Susilo BAmbang
Yudhoyono sebagai Presiden dan Wakil Presiden Jusuf Kalla) telah berakhir pula
masa jabatan Jaksa Agung. 21
Berangkat dari perbedaan pendapat tersebut, kedudukan Kejaksaan sebagai
non Departemen maka Jaksa Agung dimasukkan menjadi anggota kabinet dengan
kedudukan setingkat menteri negara sesuai dengan masa jabatan Presiden. Dengan
demikian Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan Pasal
19 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004. 22
Sebagai rujukan, bahwa berdasarkan Keppres Nomor 83/P Tahun 2009, yang
telah membubarkan Kabinet Indonesia Bersatu yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Periode 2004-2009 pada tanggal 20 Oktober 2009, maka
berakhir pula masa jabatan Hendarman Supandji selaku Jaksa Agung dengan
20
Ibid., hal. 19
Ibid., hal.20
22
Ibid., hal.3
21
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat latar belakang, penulis berpendapat bahwa
studi Hubungan Jaksa Agung dan Presiden dalam Ketatanegaraan Indonesia menjadi
perhatian para ahli hukum, khususnya hukum tata negara. Hal ini disebabkan Pejabat
Negara setingkat menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang secara
otomatis berakhir masa jabatannya sesuai dengan masa jabatan Presiden, namun
belum ada undang undang yang mengatur hal tersebut.
Maka penulis melakukan suatu penelitian, yang pada hakekatnya setiap
permasalahan yang akan diteliti berkaitan dengan latar belakang dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sejarah perkembangan institusi Kejaksaan di Indonesia?
2. Bagaimana hubungan kelembagaan Presiden dan Kejaksaan?
3. Bagaimana dampak Implementasi Kewenangan Presiden dalam mengangkat dan
memberhentikan Jaksa Agung dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
49/PUU-VIII/2010 ?
23
Ibid., hal.18
2. Manfaat Penulisan
a. Secara Teoritis
Secara teoritis, pembahasan terhadap hubungan kelembagaan negara
khususnya Jaksa Agung dan Presideen yang dikaji melalui amar Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010 mengenai pengangkatan dan pemberhentian
Jaksa Agung oleh Presiden. Jadi secara teoritis manfaat penulisan skripsi ini adalah
untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, menambah dan melengkapi
perbendaharaan dan koleksi karya ilmiah serta memberikan kontribusi pemikiran
yang menyoroti dan membahas kekuasaan Presiden sebagai lembaga pemerintahan
serta hubungannya dengan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.
b. Secara Praktis
Hasil penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua orang, terutama untuk
peminat pada perkuliahan di Fakultas Hukum khususnya Hukum Tata Negara dan
untuk sumbang pemikiran ilmiah hukum positif di Indonesia. Hal ini tidak terlepas
dari penempatan hukum tata negara sebagai unsure terpenting dalam sistem hukum
Indonesia, dimana salah satu ciri dari negara yang demokratis dengan menjunjung
tinggi supremasi hukum (supremacy of law). Penulisan ini diharapkan mampu
menggambarkan hubungan kelembagaan pemerintahan khususnya Presiden dan Jaksa
Agung terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010.
D. Tinjauan Kepustakaan
Adapun definisi negara menurut para ahli adalah sebagai berikut; Menurut
Aristoteles, Negara adalah persekutuan dari pada keluarga 24 dan desa guna
memperoleh hidup yang sebaik-baiknya; Menurut Jean Bodin, Negara adalah suatu
persekutuan dari pada keluarga dan keluarga dengan segala kepentingannya yang
dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat. 25
Menurut Hugo de Groot, Negara adalah suatu persekutuan yang sempurna
dari orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum. 26
24
Menurut Bluntschil, Negara adalah suatu diri rakyat yang disusun dalam suatu
organisasi politik di suatu daerah tertentu. 27
Menurut Hans Kelsen, Negara adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama
dengan tata paksa. 28
Menurut Prof. Sumantri, Negara adalah suatu organisasi kekuasaan oleh
karenanya dalam setiap organisasi yang bernama Negara selalu kita jumpai adanya
organ atau alat perlengkapan yang mempunyai kemampuan untuk memaksakan
kehendaknya kepada siapapun juga yang bertempat tinggal di dalam wilayah
kekuasaannya. 29
Menurut Leon Duguit, Negara adalah kekuasaan orang-orang yang kuat, yang
memerintah orang-orang yang lemah dan kekuasaan orang-orang yang kuat tersebut
diperoleh karena faktor-faktor publik. 30
Menurut Herman Finer, Negara adalah organisasi kewilayahan yang bergerak
di bidang kemasyarakatan dan kepentingan perseorangan dari segenap kehidupan
yang multidimensional untuk pengawasan pemerintahan dengan legalitas kekuasaan
tertinggi (kedaulatan yang sah). 31
Pemerintahan adalah suatu ilmu dan seni. Dikatakan sebagai seni karena
berapa banyak pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan mampu
berperan serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan. Sedangkan
27
Ibid.,
Ibid.,
29
J.C.T. Simorangkir, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1998, hal. 123
30
Ibid.,
31
Ibid.,
28
dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan adalah karena memenuhi syaratsyaratnya yaitu dapat dipelajari dan diajarkan, memiliki objek, baik objek material
maupun formal, universal sifatnya, sistematis secara spesifik (khas). 32
Adapun ilmu pemerintahan menurut para ahli adalah sebagai berikut; Menurut
D.G.A van Poelje De bestuurskunde leert, hoe men de openbare dienst het beste
inricht en leidt, maksudnya adalah ilmu pemerintahan mengajarkan bagaimana
dinas umum disusun dan dipimpin dengan sebaik-baiknya. 33
Menurut U. Rosenthal De bestuurwetenschap is de wetenschap die zich
uitsluitend bezighoudt met de studie van interneen externe werking van de structuren
en prosessen, maksudnya ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi
tentang penunjukkan cara kerja ke dalam dan keluar struktur dan proses pemerintahan
umum. 34
Menurut H.A. Briasc: De bestuurwetenschap waaronder het verstaat de
wetenschap die zich bezighoudt met de wijze waarop de openbare dienst is ingericht
en functioneert, intern en naar buiten tegenover de burgers, maksudnya ilmu
pemerintahan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana
lembaga pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan baik secara ke dalam
maupun ke luar terhadap warganya. Maksudnya pemerintah dalam definisi terbaiknya
32
dalam
menyelenggarakan
rangka
peraturan,
membiayai
hal
ongkos
tersebut
keberadaan
dalam
rangka
negara
dalam
penyelenggaraan
kepentingan negara. 36
Menurut R. Mac. Iver Government is the organization of men under
authorityhow men can be governed, maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai
suatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan bagaimana manusia itu
35
36
Ibid.,
Ibid., hal.13
bisa diperintah. Jadi bagi Mac Iver ilmu pemerintahan sebuah ilmu tentang
bagaimana manusia-manusia dapat diperintah (a science of how men are governed). 37
Menurut Wilson, Government in last analysis, is organized armed force, but
two of a few men, of many men, or of a community prepared by organization to
realize its own purpose with references to the common affairs or the community,
artinya bahwa Pemerintah dalam akhir uraiannya adalah suatu pengorganisasian
kekuaatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau kelompok orang yang dipersiapkan
oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud-maksud bersama mereka, dengan
hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan. 38
Menurut Apter, Government is the most generalized membership unit
possessing (a) defined responsibilities for maintenance of the system of which it is a
part and (b) a practical monopoly of coercive power, bahwa Pemerintah itu
merupakan satuan anggota yang paling umum yang memiliki (a) tanggung jawab
tertentu untuk mempertahankan sistem yang mencakupnya, itulah bagian dan (b)
monopoli praktis mengenai kekuasaan paksaan. 39
Menurut Merriam, tujuan pemerintah meliputi external security, internal
order, justice, general welfare dan freedom, maksudnya bahwa ilmu pemerintahan
adalah
ilmu
yang
mempelajari
bagaimana
menyeimbangkan
pelaksanaan
37
Ibid., hal. 14
Ibid., hal. 15
39
Ibid.,
38
40
41
42
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden
tidak dipilih oleh parlemen.
d. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti pada sistem parlementer.
e. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan.
Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
f. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen.
45
Ibid.,
46
Ibid.,
Nimatul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Edisi Revisi, Rajawali Press,
2003, hal.7
48
Ibid.,
47
49
Sehubungan dengan istilah konstitusi tersebut para sarjana dan ilmuan Hukum
Tata Negara terjadi perbedaan pendapat:
1. Kelompok yang mempersamakan konstitusi dengan UUD, antara lain;
G.J. Wolhaff berpendapat bahwa kebanyakan negara-negara modern adalah
berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi). Sementara itu Sri Sumantri menggunakan
istilah konstitusi sama dengan UUD (grondwet) dan J.C.T. Simorangkir menganggap
bahwa konstitusi adalah sama dengan UUD.
53
Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991
ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diangkat dan diberhentikan
oleh Jaksa Agung. 56
Penjelasan pasal tersebut menguraikan bahwa jabatan Jaksa sebagai jabatan
fungsional, terkait dengan fungsi yang secara khusus dijalankan oleh Jaksa dalam
bidang penuntutan sehingga memungkinkan organisasi Kejaksaan menjalankan tugas
pokoknya. 57
Ditentukan
Jaksa
adalah
pejabat
fungsional
dimaksudkan
untuk
memungkinkan terlaksananya tugas dan wewenang Kejaksaan dengan lebih baik dan
untuk lebih mengembangkan profesionalisme Jaksa. Dengan adanya jabatan
fungsional memungkinkan Jaksa berdasarkan prestasinya mencapai pangkat puncak.
Dan sebaliknya Jaksa yang tidak cakap menjalankan tugas misalnya banyak
melakukan kesalahan besar dalam menjalan tugasnya diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 12 huruf a Undang Undang Kejaksaan
Nomor 5 Tahun 1991. Atau bila seorang Jaksa terus menerus melalaikan
kewajibannya dalam menjalan tugas/pekerjaannya maka menurut Pasal 13 huruf b
UU No. 5 Tahun 1991, ia diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya. 58
56
Ibid., hal. 39
Ibid.,
58
Ibid.,
57
E. Keaslian Penulisan
Sepanjang pengetahuan Penulis, HUBUNGAN JAKSA AGUNG DAN
PRESIDEN DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA yang diangkat menjadi
judul skripsi ini belum eprnah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Topik permasalahan ini sengaja dipilih dan diulas oleh penulis karena sepengetahuan
penulis, topic permasalahan ini semakin menghangat pembahasannya dalam
amsyarakat.
Penulisan skripsi ini oleh penulis adalah berdasarkan hasil pemikiran penuli
sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat,. Kalaupun sudah ada, penulis
yakin bahwasanya substansi pembahasannya adalah berbeda. Dalam skripsi ini,
penulis mencoba mengarahkan pembahasannya ke arah bagaimana hubungan
kelembagaan Presiden dengan Kejaksaan. Dengan demikian keaslian penulisan
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Metode Penulisan
Metode dapat diartikan sebagai jalan kea tau suatu jalan/cara untuk mencapai
sesuatu. Namun demikian, menurut kebiasaan,metode dfapat dirumuskan dengan
kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian
2. Suatu proses pelaksanaan
3. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan
2. Metode Pendekatan
Dalam menyelesaiakan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
pendekatan yuridis (Legal Approach) mengingat permasalahan-permasalahan yang
diteliti adalah kewenangan Presiden dalam mengangkat dan memberhentikan Jaksa
Agung maka penulis melakukan pendekatan terhadap Undang Undang Kejaksaan
Republik Indonesia dengan Keppres Nomor 84/P Tahun 2009 dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-VIII/2010). Sehingga dapat diketahui
hubungan kelembagaan negara tersebut.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library Research) akan
dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang
berpedoman
kepada
bagaimana
implementasi
kewenangan
Presiden
dalam
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasan harus
diuraikan secara sistematis. Oleh karena itu, untuk memudahkan pembahasan ini
maka diperlukan sistematika penulisan yang teratur, terbagi dalam bab/sub bab, serta
berkaitan satu dengan yang lain.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN, yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai
mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penulisan, Tinjauan Pustaka, Keaslian, Metode Penelitian, dan kemudian diakhiri
dengan Sistematika Penulisan.
BAB V :