Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Migren merupakan salah satu keluhan nyeri kepala yang banyak dijumpai
di masyarakat. Hal ini pastilah sangat mengganggu, bukan hanya menimbulkan
rasa tidak nyaman atau sakit, tapi juga menghambat produktifitas di kehidupan
sehari-hari. Migren dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti stres,
perubahan hormon, makanan, faktor fisik, dll.
Migren terjadi pada hampir 30 juta penduduk Amerika Serikat, 75 %
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya
muncul antara usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migren disertai
aura dengan persentase sebanyak 90%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut International Headache Society (IHS) migren adalah nyeri
kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam.
Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang
sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau
muntah, fotofobia, dan fonofobia.
B. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migren adalah sebagai berikut :
1. Riwayat penyakit migren dalam keluarga
2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada
fase luteal siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat),
4.
5.
6.
7.
8.
C. KLASIFIKASI
Menurut The International Headache Society (1988), klasifikasi migren
adalah sebagai berikut:
1. Migren tanpa aura
2. Migren dengan aura
a. Migren dengan aura yang khas
b. Migren dengan aura yang diperpanjang
c. Migren dengan lumpuh separuh badan (familial hemiflegic migraine)
d. Migren dengan basilaris
e. Migren aura tanpa nyeri kepala
1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (spreading
depression dari Leao)
Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat menerangkan tumbuhnya aura
pada migren klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia
menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah
gelombang (oligemia) yang menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak
spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang oligemia sama dengan yang terjadi
waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 25 mm per menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang
berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik.
Gelombang oligemia tersebut didahului oleh fase pendek hiperemia yang sangat
mungkin berhubungan dengan gejala seperti melihat kilatan cahaya. Oligemia
merupakan respon dari adanya penurunan fungsi neuronal (depressed neuronal
function) yang kelihatan jelas masih berlangsung ketika keluhan nyeri kepala
mulai muncul. Temuan tersebut, bersama dengan bukti langsung yang
menunjukkan bahwa suplai oksigen lokal ternyata lebih dari adekuat, menjadikan
pendapat yang menganggap migraine semata-mata hanya merupakan suatu
vascular headache tidak lagi dapat dipertahankan.
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen dan Lauritzen (1981).
dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang
sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa
penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan adalah akibat dari
depresi yang meluas.
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh Leao dan migren klinikal,
akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tak ada fase
vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang
berlangsung terus setelah gejala gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi migren terletak primer
di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder.
2. Sistem trigemino-vaskular
Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung.
substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin-gene related peptid
(CGRP). Semua ini berasal dari ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA. dan
CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain ltu, rangsangan
oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular
menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi.
Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar serotonin dalam plasma
meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan
bahwa serotonin bekerja melalut sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan
rasa nyeri kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin
misalnva cyproheptadine (Periactin) dan pizotifen (Sandomigran, Mosegor)
bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.
Faktor Pencetus
Intrinsik & Ekstrinsik
Spreeding
depression
Sist.Trigemino
vaskular
Gejala aura
Inti2 saraf di
batang
otak
(rafe & lokus
seruleus)
Gejala
autonom
-Vasodilatasi
-Me Ambang nyeri
Nyeri kepala
Meningkatkan aktv.
Sist. Saraf simpatis
aura
2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang
menyilaukan, suara bising, makanan,
3. Bau-bau yang tajam,
4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan"
internal (perubahan hormonal),
5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator,
atau angiografi.
Mekanisme Nyeri pada Migren
Patogenesis nyeri pada migren belum dapat diketahui dengan pasti, namun
ada 3 kunci yang dapat menjelaskan tentang pemahaman akan nyeri tersebut,
yaitu: pembuluh darah cranial, inervasi trigeminal dari pembuluh darah tersebut,
dan koneksi refleks dari sistem trigeminal dengan eferen parasimpatis kranial
(cranial parasympathetic outflow). Seperti kita ketahui bahwa, parenkim otak
merupakan salah satu organ yang tidak peka terhadap nyeri, sehingga rangsang
nyeri dapat dibangkitkan oleh pembuluh darah cranial yang berukuran besar,
pembuluh darah intracranial segmen proximal, atau selaput duramater. Pembuluh
darah tersebut diinervasi oleh cabang-cabang ofthalmik (ophthalmic division) dari
nervus trigeminalis, sedangkan struktur yang membentuk fossa posterior
diinervasi oleh cabang-cabang radiks C2.
Pada percobaan dengan binatang, stimulasi yang mengenai serabut aferen
vaskuler (vascular afferents) akan menimbulkan aktivasi: neuron-neuron lapisan
superfisial dari nukleus trigeminalis bagian kaudal (trigeminal nucleus caudalis)
yang berada setinggi cervicomedullary junction dan neuron-neuron lapisan
superfisial dari kornu dorsalis setinggi C1 dan C2 dari medulla spinalis yang
membentuk trigeminocervical complex. Begitu pula hal yang serupa, stimulasi
cabang-cabang radiks C2 akan mengaktivasi neuron neuron di regio otak yang
sama. Keterlibatan cabang-cabang oftalmik dari nervus trigeminalis dan adanya
tumpang tindih dengan wilayah yang diinervasi oleh C2 dapat menjelaskan
distribusi umum dari nyeri migraine yang melingkupi regio frontal dan temporal,
begitupula regio parietal, occipital, dan servikal bagian atas, yang pada
hakekatnya adalah merupakan suatu nyeri alih (referred pain).
Aktivasi trigeminal perifer (peripheral trigeminal activation) yang terjadi
pada migraine ditandai dengan dilepaskannya calcitonin-generelated peptide
(CGRP), yang merupakan vasodilator, namun mekanisme bangkitnya rasa nyeri
belumlah jelas. Studi binatang coba mengesankan rasa nyeri kemungkinan
ditimbulkan oleh suatu proses peradangan neurogenik steril (sterile neurogenic
inflammatory process) yang mengenai lapisan dura mater, namun mekanisme ini
belumlah jelas dibuktikan pada manusia. Rasa nyeri kemungkinan merupakan
kombinasi dari suatu perubahan persepsi (altered perception)yang diakibatkan
oleh adanya sensitisasi perifer atau sentraldari input kraniovaskuler yang tidak
selalu bersifat nyeri dan adanya aktivasi dari mekanisme dilator neurovaskular
yang menjalar kearah depan (feed-forward neurovascular dilator mechanism)
yang secara fungsional spesifik dimiliki oleh divisi pertama (ophthalmic) dari
nervus trigeminus.
E. MANIFESTASI KLINIS
Secara keseluruhan, manifestasi klinis penderita migren bervariasi pada
setiap individu. Terdapat 4 fase umum yang terjadi pada penderita migren, tetapi
semuanya tidak harus dialami oleh tiap individu. Fase-fase tersebut antara lain:
1. Fase Prodormal Fase ini dialami 40-60% penderita migren. Gejalanya
berupa perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah,
letih, lesu, tidur berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti
coklat) dan gejala lainnya. Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum
fase nyeri kepala. Fase ini member pertanda kepada penderita atau keluarga
bahwa akan terjadi serangan migren.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului
atau menyertai serangan migren. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit.
Aura ini dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari
aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis
yang paling umum terjadi. Yang khas untuk migren adalah scintillating scotoma
(tampak bintik-bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan
salah satu sisi lapang pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang
bergerak pelan (fenomena positif). Kelainan visual lainnya adalah adanya
scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada salah satu mata atau kedua mata.
Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan berbentuk zig-zag. Aura pada
migren biasanya hilang dalam beberapa menit dan kemudian diikuti dengan
periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang melaporkan tanpa
periode laten.
3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migren biasanya berdenyut, unilateral dan
awalnya berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah
1-2 jam menyebar secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung
selama 4-72 jam pada orang dewasa, sedangkan pada anak-aak berlangsung
selama 1-48 jam. Intensitas nyeri bervariasi, dari sedang sampai berat, dan
kadang sangat mengganggu pasien dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi
menurun, dan terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa
segar atau euphoria setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya
merasa depresi dan lemas.
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migren dengan aura, sementara
pada penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal,
fase nyeri kepala, dan fase postdormal.
F. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Migren tanpa aura
Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis dengan
manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, sangat khas yaitu nyeri kepala
unilateral, berdenyut-denyut dengan intensitas sedang sampai berat dengan
disertai mual, fonofobia, dan fotofobia. Nyeri kepala diperberat dengan adanya
aktivitas fisik.
2. Migren dengan aura
Nyeri kepala ini bersifat idiopatik, kronis dengan bentuk serangan dengan
gejala neurologik (aura) yang berasal dari korteks serebri dan batang otak,
biasanya berlangsung 5-20 menit dan berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Neri
kepaala, mual, atau tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau
setelah interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Fase ini biasanya berlangsung
4-72 jam atau sama sekali tidak ada.
Aura dapat berupa gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik,
hemifaresis, disfagia, atau gabungan dari gejala diatas.
10
3. Migren komplikata
(a). Migren kronik
Nyeri kepala yang berlangsung 15 hari atau lebih dengan paling tidak 8
hari serangan migren atau probable migraine dalam satu bulan selama lebih
dari 3 bulan dan tidak ada riwayat penggunaan obat berlebihan.
- Kriteria diagnostik
A. Nyeri kepala (tention type headache and/or migraine) dalam lebih dari
15 hari perbulannya, dan berlangsung lebih dari 3 bulan.
B. Didapati pada pasien yang mendapat lebih dari 5 serangan yang
memenuhi kriteria migren tanpa aura
a. Mempunyai gejala paling tidak 2 dari tanda berikut :
i. Lokasi unilateral
ii. Berdenyut
iii. Intensitas sedang berat
iv. Bertambah berat bila beraktivitas fisik rutin seperti
berjalan atau naik tangga
b. Mempunyai gejala paling tidak 1 dari gejala berikut :
i. Mual dan/atau muntah
ii. Fotopobia dan fonofobia
C. Didapati perubahan bila diberi obat triptan atau ergot pada saat
sebelum yang diduga akan timbul gejala tersebut diatas
D. Tidak ada penggunaan obat berlebihan dan tidak berkaitan dengan
penyebab gangguan lain
11
- Kriteria diagnostik
A. Adanya serangan pada pasien migren dengan aura yang khas
seperti serangan sebelumnya kecuali satu atau lebih tanda tanda
aura yang menetap lebih dari 60menit
B. Pemeriksaan neuroimaging menunjukan infark iskemia dengan
area yang sesuai.
C. Tidak berikatan dengan kelainan yang lain.
(e).Migraine-triggered seizure
12
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis
banding.
1. CT scan dan MRI kepala
2. Pungsi lumbal
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Nyeri kepala tegang (tension headache)
2. Nyeri kepala Kluster (cluster headache)
I. TERAPI
1. Terapi Medikamentosa
Pendekatan terapi migraine dapat dibagi kedalam terapi nonfarmakologis
dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis meliputi:
a. edukasi kepada penderita mengenai penyakit yang dialaminya
b. mekanisme penyakit
c. pendekatan terapeutik, dan
d. mengubah pola hidup dalam upaya menghindari pemicu serangan
migraine.
e. Tidur yang teratur
f. Makan yang teratur
g. Olahraga
h. Mencegah puncak stres melalui relaksasi, serta mencegah makanan
pemicu.
13
pemicu-pemicu
pada
waktu
tertentu.
Ketidakpastian
ini
telah
dipublikasikan
evidence-based
review
dari
pendekatan
14
nyeri
tanpa
menekan
mekanisme
patofisiologi
yang
15
penggunaannya
pada
keadaan
adanya
penyakit
16
melewati
second-order
neurons
dari
trigeminocervical
complex.
17
2. Terapi Preventif
Keputusan untuk memulai terapi preventif terhadap penderita migraine
sebaiknya diambil melalui persetujuan penderita; dengan mendasarkan
pertimbangan pada kombinasi dari frekuensi, durasi, tingkat keparahan, dan
resistensi (tractability) dari serangan akut yang dialami, termasuk juga
keinginan penderita. Penderita yang mengalami serangan yang tidak responsif
menggunakan
obat-obat
untuk
serangan
akut
serta
serangan
yang
18
dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum; dalam hal ini penderita
perlu diberitahukan bahwa pendekatan terapeutik seperti ini seringkali
memperpanjang waktu tercapainya efikasi yang diharapkan.
pengambilan
keputusan
pengobatan.
Hindari
penggunaan
19
Oral/nasal triptan
(nasal dehidroergotamine)
severe
intensitas
Dehydroergotamin
1mg I.M/S.C +anti emetik
attack
Refractory
DHE 1 mg+tiapride 100mg IM
Atau DHE 0,5mg iv kmd 1mg iv/8jam + anti emetik
20
Status migrain
penatalaksanaan
Muntah (-)
muntah
MRS
Kontrol
Inj metoklopramid/phenotiazine +inj/nasal triptan
Kontrol rehidrasi
muntah dengan inj phenothiazine/
Dehidroergotamin inj/intranasal
(bila kontraindikasi pakai phenothtiazine/ metoklopramid
Penggunaan triptan parenteral diberikan tanpa ergot dalam 24jam. Diulang 3 kali per 24jam jika diperlu
21
J. PROGNOSIS
Bagi banyak penderita migren,masa penyembuhan sangat penting,
terutama menghindari faktor pencetus. Migren pada akhirnya dapat sembuh
sempurna. Terutama pada wanita yang sedah memasuki masa menopause, akan
lebih aman mengalami serangan, berhubungan dengan produksi serotonin.
22
BAB III
KESIMPULAN
Migren adalah nyeri kepala vaskular berulang dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi (unilateral), sifatnya berdenyut,
intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh aktivitas, dan dapat
disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.
Migren diklasifikasikan menjadi; migren dengan aura, migren tanpa aura,
migren oftalmoplegik, migren retinal, migren yang berhubungan dengan
gangguan intracranial, migren dengan komplikata. migren dapat ditemukan
dengan memperhatikan cirri-ciri khusus dari beberapa klasifikasi migren diatas.
Selain itu dibutuhkan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk menyingkirkan
diagnosis banding.
Penatalaksaan migrain secara garis besar dapat dilakukan dengan
mengurangi faktor resiko, terapi farmakologi dan non farmakologi dan terapi
preventif yang disarankan untuk penderita yang tidak mengalami perbaikan
dengan obat-obatan serangan akut (terapi abortif).
DAFTAR PUSTAKA
23
Assesing And
Managing
All
Aspect
of
Migraine.
URL :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2676125
3. Dewanto George, dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
EGC. Jakarta.
4. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
5. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University. Yogyakarta.
6. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Dian
Rakyat:Jakarta.
7. Maria Piane, et al. 2007. Genetics of Migraine and pharmacogenomics: some
consideration. URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2779399
8. Peter J. Goadsby, M.D., D.Sc.et al. 2002. Migraine - Current Understanding
and Treatment. URL : http://content.nejm.org/cgi/content/short/346/4/257
9. Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian
Rakyat:Jakarta.
24