Вы находитесь на странице: 1из 22

LINGKUNGAN ETIKA DAN AKUNTANSI

Makalah Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat

Disusun Oleh:
Riza Rizky Fitri

2015250973

Yoga Pradana

2015250975

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Etika Lingkungan untuk Bisnis:


Pertarungan Kredibilitas, Reputasi, dan Keunggulan Kompetitif
30 tahun terakhir telah menjadi masa dimana terjadinya peningkatan harapan bahwa
bisnis ada untuk melayani kebutuhan para pemegang saham dan masyarakat. Banyak pihak yang
memiliki kepentingan dalam bisnis, aktivitasnya, serta dampaknya. Jika kebutuhan para
stakeholders ini tidak dipenuhi bukan tidak mungkin terjadi hal-hal yang akan merugikan
shareholders, dan para pekerja akan terjadi. Karena tidak dapat dipungkiri, keberhasilan suatu
bisnis dalam mencapai tujuannya tidak terlepas dari dukungan para stakeholders, seperti
shareholders, karyawan, pelanggan, kreditur, pemerintas, masyarakat sekitar, serta aktivis.
Dukungan untuk bisnis-bisnis secara umum tergantung pada kredibilitas yang oleh para
stakeholders tempatkan pada komitmen perusahaan, reputasi perusahaan, dan kekuatan
keunggulan kompetitif. Dengan menempatkan kredibilitas yang tinggi ini, stakeholders berharap
aktivitas perusahaan juga akan menghormati nilai-nilai serta kepentingan mereka.
Atau dengan kata lain, dengan menunjukkan respek terhadap nilai serta kepentingan
stakeholders dapat terlihat bahwa perusahaan memiliki etika yang baik. Sebagai konsekuensinya,
direktur perusahaan diharapkan untuk mengatur perusahaan mereka secara etis, yang berarti
mereka harus memperhatikan apakah para eksekutif, karyawan, dan agen bertindak secara etis.
Selain itu, perusahaan juga diharapkan untuk bertanggung jawab kepada stakeholders secara
transparan atau beretika. Penilaian kinerja sekarang meluas melampaui apa yang dicapai untuk
mencakup etis atau tidak hal tersebut dicapai.
Akibatnya, pemerintahan dan akuntabilitas rezim untuk bisnis menjadi jauh lebih peduli
dengan kepentingan stakeholder dan hal-hal etis. Direktur, eksekutif, dan akuntan profesional,
yang seringkali menghadi konflik kepentingan para shareholders secara langsung dan masyarakat
secara tidak langsung, harus mulai berhati-hati karna masyarakat kini telah memiliki ekspektasi
yang berubah terhadap perusahaan. Kepentingan perusahaan kini tidak lagi semata bagi kaum
intelektual namun juga harus memenuhi ekspektasi masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional
yang ikut dipertimbangkan dalam pengambilan suatu keputusan.

Praktik Bisnis yang Tidak Beretika


Bentuk masalah etika masih kerap kali terjadi dalam dunia bisnis, ada lima kategori untuk
mengklasifikasikan bentuk bentuk masalah etika ini, yaitu :
a. Suap (Bribery)
Adalah tindakan berupa menawarkan, membeli, menerima, atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap bertujuan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh.Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayar sejumlah uang atau
barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana. Suap kadang kala tidak
mudah dikenali. Pemberian uang secara langsung dapat dikategorikan sebagai

suap,

namun hadiah tidak selamanya disebut suap karna tegantung dari tujuan pemberiannya.
b. Paksaan (Coercion)
Adalah bentuk tekanan, batasan, atau dorongan yang dilakukan secara paksa dengan
menggunakan suatu kekuasaan atau ancaman. Contoh paksaan adalah ancaman kesulitan
kenaikan jabatan, atau pemecatan oleh atasan kepada bawahannya.
c. Penipuan (Deception)
Suatu tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau
melakukan kebohongan.
d. Pencurian (Theft)
Adalah tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil properti milik
orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik atau
konseptual.
e. Diskriminasi tidak jelas (Unfair Discrimination)
Merupakan perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu hanya
berdasarkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan
untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang
beralasan antara yang disukai atau tidak.

Tuntutan Masyarakat Terhadap Bisnis

Masalah etika yang kerap terjadi diatas juga menjadi salah satu alasan bagaimana
perubahan harapan publik terhadap suatu perusahaan dapat terjadi, berikut ini terdapat beberapa
faktor utama yang mengakibatkan terjadinya perubahan terkait harapan publik:
Fisik
Moral

Kualitas udara dan air, keselamatan


Keinginan untuk keadilan dan kesetaraan
di rumah dan di luar negeri

Penilaian yang buruk


Aktivis pemangku
kepentingan
Realita lingkungan
Ekonomi

Kesalahan operasi, kompensasi eksekutif


Etika investor, kosumen, ahli lingkungan
hidup
Degenerasi alam
Kelemahan, tekanan untuk bertahan
hidup, untuk memalsukan

Persaingan
Penyimpangan keuangan
Kegagalan tata kelola

Tekanan global
Banyak skandal, korban, keserakahan
Pengakuan bahwa tata kelola dan
penilaian risiko etika merupakan suatu
hal yang penting
Keinginan untuk transparansi
Publisitas, perubahan sukses
Peraturan baru lingkungan

Akuntabilitas
Sinergi
Penguatan hukum
kelembagaan

a. Urusan Lingkungan
Kekhawatiran terkait pencemaran udara ini berfokus pada cerobong dan pipa asap
pabrik yang dapat menyebabkan iritasi dan gangguan pernafasan tidak hanya bagi para
pekerja namun juga bagi masyarakat sekitar.
Bentuk pencemaran lain yang sayangnya belum mendapat perhatian berbentuk
hujan asam, dan penipisan lapisan ozon. Baru-baru ini, disipasi lapisan ozon diakui
sebagai ancaman serius bagi kesejahteraan fisik kita semua. pelepasan CFC
(Chlorofluorocarbon) ke atmosfir yang dahulu dianggap sebagai refrigerant (bahan
pendingin) perumahan dan industri yang paling umum memungkinkan molekul CFC
menyedot molekul ozon.
Semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang dapat menimpa
mereka ini berbanding lurus dengan meningkatnya juga ekspektasi masyarakat terhadap
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.
b. Sensitivitas Moral

Sensitivitas moral berkaitan dengan tekanan publik akan adanya suatu keadilan
dalam ketenagakerjaan. Bentuk ketidakadilan kerap kali terjadi pada tahun 1980 hingga
1990an. Usaha menghapuskan ketidakadilan ini mulai berhasil dengan telah terbentuknya
kini hukum, peraturan, kontrak dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
Program-program kesetaraan upah mulai muncul untuk

menyesuaikan

kesenjangan yang ada antara skala gaji untuk pria dan wanita. Tes narkoba untuk
karyawan telah jauh lebih hati-hati ditangani untuk meminimalkan kemungkinan temuan
palsu pada hasil tes. Semua ini adalah contoh dimana tekanan publik telah membawa
perubahan kelembagaan melalui legislatif atau pengadilan untuk kejujuran yang lebih dan
kesetaraan, serta berkurangnya diskriminasi, dan oleh karena itu, kebalikan dari
perubahan ini hampir tidak mungkin terjadi.
Kepekaan moral juga terjadi di isu-isu internasional maupun domestik. Kampanye
untuk memboikot membeli dari perusahaan yang terlibat dalam masalah mempekerjakan
anak dibawah umur atau buruh murah di negara-negara asing, sebagai contohnya, telah
membentuk suatu kode etik terkait penggunaan tenaga kerja bagi para pemasok.
c. Penilaian Buruk dan Aktivis
Para pemangku keputusan dalam suatu perusahaan adalah manusia yang juga
mungkin membuat kesalahan. Namun pihak-pihak terkadang tersinggung pada tahap ini
lalu mengambil tindakan agar para direktur dan manajemen menyadari bahwa tindakan
mereka tidak benar secara etis.
Masyarakat tidak segan menyerang instansi yang dinilai buruk. Sebagai contoh
adalah Produk Nestle di boikot di Amerika Utara dan Eropa untuk menghentikan
distribusi bebas serbuk formula bayi untuk para ibu di Afrika yang mencampurnya
dengan air yang terkontaminasi, sehingga membunuh bayi mereka. Atau seperti
perusahaan sepatu Nike yang diboikot karena mempergunakan tenaga kerja dibawah
umur. Para investor berpandangan bahwa investasi mereka seharusnya tidak hanya untuk
mendapatkan pendapatan namun juga untuk masalah-masalah etis.
d. Ekonomi dan Tekanan Persaingan
Perkembangan pasar global telah berhasil memberi kesempatan bagi perusahaan
untuk mendistribusikan produknya ke seluruh penjuru dunia. Restrukturisasi telah dilihat
sebagai pendorong produkitivitas dan memungkinkan biaya yang lebih rendah dengan
tarif yang lebih rendah dari pekerjaan domestik. Oleh karena itu, diperlukan
restrukturisasi yang memungkinkan produktivitas yang lebih tinggi dan biaya yang lebih

rendah. mengingat persaingan yang lebih besar, volume yang lebih besar tentu akan
meningkatkan laba sehingga tekanan pada perusahaan tidak akan lebih rendah dari yang
telah dialami di masa lalu.
e. Skandal Keuangan: Kesenjangan Ekspektasi Dan Kesenjangan Kredibilitas
Krisis keuangan yang sudah berulang ulang terjadi tidak dipungkiri telah
mengecewakan masyararakat. Ketidak percayaan masyarakat terhadap integritas laporan
keuangan perusahaan menjadi salah satu buktinya. Istilah jurang harapan digambarkan
sebagai betapa berbedanya antara apa yang dipikirkan masyarakat akan mereka dapatkan
dalam laporan keuangan dan apa yang pada nyatanya diterima masyarakat.
Lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa penyimpangan keuangan menimbulkan
krisis kepercayaan terhadap seluruh elemen perusahaan, baik pelaporan ataupun tata
kelola perusahaan. Masalah ini jelas menjadi salah satu masalah penting untuk
ditanggulangi agar tidak terus terjadi kedepannya.
f. Kegagalan Tata Kelola Dan Penilaian Resiko
Pemerintah menyadari penting untuk melindungi kepentingan publik, dimana
dewan direksi perusahaan telah memperkirakan penilaian dan meyakini bahwa risiko
yang dihadapi perusahaan telah diatur dengan baik, serta risiko etika kini telah menjadi
aspek kunci proses pencapaian tujuan perusahaan. Akan tetapi, dalam kasus Enron,
WorldCom, dan kasus-kasus lainnya, pengawasan oleh direktur perusahaan ternyata tidak
menyadari bagaimana kerakusan para bawahannya.
Reformasi tata kelola dianggap perlu untuk melindungi kepentingan umum.
Dimana direktur diharapkan untuk menilai dan memastikan bahwa risiko yang di hadapi
oleh perusahaan mereka telah dikelola dengan baik, risiko etika sekarang terlihat menjadi
aspek kunci dari proses. Reformasi tata kelola memastikan bahwa tidak akan terjadi
keterlambatan pada hal tersebut.
g. Peningkatan Akuntabilitas yang Diinginkan
Kurangnya kepercayaan pada proses kegiatan dalam suatu perusahaan
menimbulkan peningkatan keinginan transparantasi bagi pihak pihak yang menyangkut
kepentingan investor dan stakeholders yang lain. Hal ini direspon langsung oleh banyak
perusahaan di dunia dengan menerbitkan informasi dalam web mereka terkait kinerja
CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan. Tren ini jelas ke arah peningkatan
laporan nonfinansial, yang sesuai dengan harapan masyarakat yang terus tumbuh.
h. Sinergi Semua Faktor Dan Penguatan Institusional

Hubungan faktor-faktor akhirnya berdampak pada ekspektasi publik terhadap


masalah etika. Masyarakat saat ini semakin sadar betapa pentingnya kontrol pada
perilaku perusahaan yang tidak etis. Kesadaran publik tersebut berimbas pada dunia
politik, yang menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan peraturan. Hal
tersebut akan mengakomodasi kesadaran publik dalam proses penguatan institusi dan
penegakan hukum.
Keinginan untuk standar global pengungkapan perusahaan, praktik audit, dan
keseragaman etika perilaku, para akuntan profesional telah menghasilkan standar
akuntansi dan audit internasional di bawah naungan Internasional Accounting Standards
Board (IASB) dan International Federation of Accountants (IFAC). Kreasi mereka
International Financial Reporting Standards (IFRS) dan

Kode Etik untuk Akuntan

profesional merupakan titik fokus untuk harmonisasi di seluruh dunia.


i. Hasil
Jelaslah bahwa harapan masyarakat telah berubah dengan ekspektasi lebih tinggi
dari para pelaku bisnis. Untuk merespons harapan ini, sejumlah pengawas dan penasehat
telah muncul untuk membantu atau mendesak masyarakat umum dan bisnis. Organisasiorganisasi, seperti Greenpeace, Pollution Probe, dan Coaliation for Environmentally
Responsible Economies (CERES, sebelumnya bernama Sierra Club) sekarang mengawasi
hubungan bisnis dengan lingkungan.
Ekspektasi Baru Dalam Bisnis
Bentuk ekspektasi baru dalam dunia bisnis terbagi atas 3, yaitu :
1. Tugas Baru Dunia Bisnis
Perubahan ekspektasi publik telah menyebabkan perubahan dalam tugas-tugas di
dunia bisnis. Pada masa ini, keuntungan tidak semata keuntungan, namun perlunya
kesadaran perusahaan mengenai bagaimana cara memperolehnya, harus berdasarkan
undang-undang dan etika yang berlaku dimasyarakat. Namun, sayangnya masih saja
banyak perusahaan yang hanya berfokus pada prinsip keuntungan murni sehingga
membahayakan kelangsungan perusahaan di jangka panjang.
Karena inilah diharapkan dimasa depan kesuksesan perusahaan akan tergantung
pada seberapa sanggup perusahaan menyeimbangkan profit dan kepentingan stakeholder.

Penilaian keberhasilan masa depan akan memperhitungkan apa yang telah dicapai dan
bagaimana cara mencapainya.
2. Kepemimpinan Baru dan Kerangka Transparansi
Berdasarkan analisis ini,perusahaan sukses akan dilayani dengan sangat baik oleh
mekanisme tata kelola dan akuntabilitas yang berfokus pada sebuah kumpulan hubungan
fidusia yang berbeda dan lebih luas dibandingkan dengan masa lalu.
Kesetiaan direktur dan eksekutif harus mencerminkan kepentingan para
stakeholders dalam hal pencapaian tujuan, proses, dan hasil. Tujuan dan proses tata kelola
juga harus mengarah pada perspektif yang baru, agar harapan masyarat dapat terpenuhi.
3. Penguatan Aturan Untuk Profesional Akuntan
Ekspektasi publik akan kebenaran laporan kinerja perusahaan tidak lepas dari
profesional akuntan yang menyiapkan atau mengaudit laporan keuangan tersebut.
Profesional akuntan tersebut berfokus pada loyalitas kepada kepentingan publik dan
adoptasi prinsip independensi, penilaian, objektivitas dan integritas.
Tanggapan dan Perkembangan
1. Kejelasan Kepemimpinan dan Model Transparansi Stakeholder
Tren penting lain yang dikembangkan sebagai hasil dari tekanan ekonomi dan kompetitif
yang memiliki efek pada etika bisnis dan kepada akuntan profesional. Tren ini mencakup:
a. Memperluas kewajiban hukum untuk direktur perusahaan dan CEO
b. Pernyataan manajemen kepada pemegang saham terkait pengendalian internal,
dan
c. Perhatian penuh untuk mengelola resiko dan melindungi reputasi, meskipun
i.

perubahan signifikan juga terjadi dalam pengelolaan organisasi, yang mencakup :


Reorganisasi, pemberdayaan karyawan, dan penggunaan data elektronik,

ii.

dan
Meningkatnya ketergantungan manajemen pada indikator kinerja non
keuangan.

Hasil dari perubahan terjadi adalah perusahaan mulai memberi perhatian lebih pada
bagaimana etisnya aktivitas perusahaan, dan untuk mengurangi terjadinya masalah etika.
Dari hal tersebut semakin terlihat jelas terlihat bahwa komando tradisional dan
pendekatan pengendalian dari atas ke bawah tidak lagi cukup dan perusahaan perlu
membuat lingkungan yang cocok untuk memelihara perilaku etika.
Gambar 1 : Peta Akuntabilitas Pemegang Saham

2. Manajemen Berdasarkan Nilai, Reputasi, dan Risiko


Dalam rangka menggabungkan kepentingan stakeholders ke dalam kebijakan,
strategi dan operasi perusahaan, direksi, eksekutif manajer, dan karyawan lainnya harus
memahami sifat kepentingan stakeholder mereka dan nilai-nilai yang mendukung
mereka.
Berbagai bentuk pendekatan telah dikembangkan untuk memeriksa berbagai
keperluan stakeholders seperti survey, fokus kelompok, dan pemetaan berdasarkan
stereotip. Hasil penyidikan terkait nilai-nilai dasar yang dihargai oleh para stakeholders,
nilai-nilai ini berbeda sedikit tergantung pada kelompok stakeholder, serta perbedaan
regional. Namun, kemajuan telah dibuat ke arah satu set hypernorms-nilai yang dihormati
oleh sebagian kelompok atau budaya di seluruh dunia. Menurut Charles Fombrun, dari
Institut Reputasi, dapat dikategorikan dalam 4 hal, yaitu:

3. Akuntabilitas

Masalah yang terjadi dalam kasus Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom, telah
meningkatkan keinginan untuk laporan yang lebih relevan dengan berbagai kepentingan
stakeholder, lebih transparan, dan lebih akurat daripada sebelumnya.
Perbaikan yang diperlukan dalam integritas ,transparansi,dan akurasi telah
memotivasi diskusi di antara akuntan (professional) untuk mengenali sifat pedoman yang
seharusnya mereka gunakan untuk menyusun laporan keuangan,aturan-aturan atau
prinsip-prinsip.Kekurangan integritas,transparasi,dan akurasi jelas terdapat pada laporan
keuangan.
Keinginan untuk relevansi telah melahirkan gelombang dalam laporan,terutama
yang bersifat nonfinansial,dan telah disesuaikan dengan kebutuhan pemangku
kepentingan tertentu.
Etika Perilaku dan Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Menanggapi adanya perubahan akuntabilitas bisnis dan pengambilan keputusan etis,
konsep dan istilah yang telah di pelajari selama berabad-abad oleh para filsuf mengenai etika
perilaku telah dikembangkan. Konsep tersebut antara lain :
1. Pendekatan Filosofis untuk Etika Perilaku
Berbagai filsuf di dunia memiliki teori etika terkait perilaku bisnis. Menurut
Aristoteles (Filsuf Yunani), berpendapat bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan dan
kebahagiaan dicapai dengan menjalani hidup secara bijak. Immanuel Kant (Filsuf
Jerman) berpendapat bahwa orang akan beretika ketika mereka tidak lagi memanfaatkan
orang lain demi dirinya sendiri, dan tidak lagi bersifat munafik, dengan menuntut tinggi
dari orang lain, namun membuat pengecualian pada diri sendiri. John Stuart Mill (Filsuf
Inggris) menyatakan bahwa tujuan hidup adalah untuk memaksimalkan kebahagiaan dan
mengurangi ketidakbahagiaan. Yang terakhir, John Rawis (Filsuf Amerika) menyatakan
bahwa penting untuk mengatur masyarakat, agar tidak ada yang merasa adanya
ketimpangan keuntungan.
Berdasarkan teori diatas dapat dikatakan bahwa ada standar tinggi dalam perilaku
bisnis saat ini. Dengan adanya teori-teori ini diharapkan dapat memahami para petinggi
dalam perusahaan untuk memahami dasar dari etika bisnis dan bagaimana cara
bertanggung jawabnya secara sosial.
2. Konsep dan Persyaratan Etika Bisnis

Secara khusus,ada dua perkembangan yang sangat berguna dalam memahami


etika bisnis, serta bagaimana bisnis dan profesi bisa mendapatkan keuntungan dari
penerapannya yaitu konsep stakeholders dan konsep kontrak sosial perusahaan.
3. Pendekatan Untuk Pengambilan Keputusan Etis
Perkembangan akuntabilitas terhadap stakeholders dalam versi kontrak sosial
perusahaan yang terbaru telah menjadikan eksekutif bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa keputusan mereka mencerminkan nilai etika yang diterapkan untuk
perusahaan, dan tidak mengabaikan hak-hak para stakeholder. Hal ini menyebabkan
perkembangan pengambilan keputusan etis yang menggabungkan kedua pendekatan
filosofis dan teknik praktis, seperti analisis dampak stakeholder. Prinsip-prinsip etika
yang dikembangkan oleh filsuf memberikan wawasan tentang dimensi kunci penalaran
etis.

Pembuat

keputusan

harus

memahami

tiga

pendekatan

filosofis

dasar:

konsekuensialisme, deontologi, dan etika moralitas.


Inisiatif Untuk Menciptakan Bisnis Berkelanjutan
Meningkatnya harapan untuk bisnis selalu berdampak pada tuntutan reformasi tata kelola
dan pengambilan keputusan etis. Penting bagi keberhasilan perusahaan untuk memahani harapan
etika. Sebuah perusahaan tidak dapat memiliki etika budaya perusahaan yang efektif tanpa etika
kerja yang terpuji. Melalui tata kelola perusahaan (Good Coorporate Government), diharapkan
seluruh organ perusahaan mampu bertindak secara etis. Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan Organ
Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai
perusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan, secara akuntabel dan berlandaskan peraturan
perundangan serta nilai-nilai etika.
Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari masyarakat karena
konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku
kepentingan di dalam suatu organisasi konsep ini mencakup beberapa hal antara lain:
1. Hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya
2. Hak dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders)
lainnya
3. Pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
4. Transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan

5. Tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan, kepada para


pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkrpentingan.
Konsep GCG sendiri muncul dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa
perusahaan-perusahaan besar, salah satu contohnya Endron WorldCom, KAP Arthur-Andersen.
Etika Lingkungan untuk Akuntan-akuntan Profesional
a. Peran dan perilaku
Efek dari terjadinya krisis di perusahaan-perusahaan besar membawa perubahan pada
perilaku para akuntan professional. Akuntan profesional harus meletakkan kesetiaan mereka
pada kepentingan umum, tidak semata untuk diri mereka sendiri, direktur atau manajer
perusahaan, ataupun para pemegang saham. Perubahan ini perlu dilakukan karna kredibilitas dari
para akuntan yang hampir hancur. Dibutuhkan reformasi, melalui peraturan, pengawasan yang
terstuktur serta standar internasional terkait kode etik perilaku akuntan profesional di seluruh
dunia.
Apresiasi terhadap berlangsungnya arus perubahan dalam lingkungan etika untuk bisnis
merupakan hal yang penting untuk memahami suatu informasi tentang bagaimana akuntan
profesional harus menafsirkan kode profesi mereka sebagai karyawan perusahaan. Akuntan
profesional harus memastikan nilai-nilai etika mereka saat ini dan mereka siap untuk bertindak
mematuhi nilai etika tersebut serta menjaga kredibilitas profesi akuntan.
b. Tata Kelola
Globalisasi dan internasionalisasi telah berkembang dalam dunia usaha, pasar modal, dan
akuntabilitas perusahaan. Dalam profesi akuntansi, gerakan menuju harmonisasi secara global
dalam sekumpulan prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang berlaku umum (GAAP) dan (GAAS)
untuk memberikan efisiensi analisis bagi penyedia pasar modal dunia serta efisiensi komputasi
san audit di seluruh dunia. Akibatnya, ada rencana untuk menyelaraskan secara bertahap
sekumpulan GAAP yang dikembangkan oleh berbagai negara yang menjadi suatu rangkaian
umum yang berlaku di semua negara.

Selain itu, Federasi Akuntan Internasional (IFAC) juga sedang mengembangkan kode etik
yang bersifat internasional untuk para akuntan profesional, yang diharapkan nantinya kode etik
ini akan menjadi dasar perilaku dan pendidikan para akuntan dunia di masa depan. KAP juga
saat ini sedang mengembangkan standar audit global untuk melayani para klien, serta standar
perilaku untuk memastikan penilaian mereka independen, objektif, dan akurat.
c. Layanan yang di Tawarkan
Dalam lingkungan global baru-baru didefinisikan ulang, penawaran layanan nonaudit
kepada klien audit, yang merupakan isu perdebatan Arthur dalam bencana Enron, akan dibatasi
sehingga ekspektasi konflik kepentingan yang lebih ketat dapat dipenuhi. Para akuntan
profesional harus mewaspadai terjadinya konflik, di mana nilai-nilai dan kode profesional lain
yang mereka pekerjakan berbeda dengan profesi akuntansi.
Mengelola Risiko-risiko Etika dan Kesempatan/Peluang
Dampak meningkatkan harapan untuk bisnis pada umumnya, dan khususnya untuk
direktur, eksekutif, dan akuntan, telah membawa tuntutan reformasi tata kelola, pengambilan
keputusan etis, dan pengelolaan yang akan mendapat manfaat dari pemikiran terkini tentang
bagaimana mengelola risiko etika dan peluang.
Para pengusaha yang telah berpengalaman menyadari bahwa krisis tidak dapat dihindari,
dan pendekatan manajemen krisis dikembangkan untuk melindungi perusahaan agar tidak
mengalami kehancuran reputasi yang lebih parah dari sebelumnya. Bahkan, jika aspek etika
dalam krisis dapat dikelola dengan baik, reputasi perusahaan bisa meningkat. Memasukkan etika
dalam manajemen krisis jelas dapat mengubah risiko menjadi peluang.
Studi Kasus Enron Corporation
Inter North merupakan perusahaan penyalur gas alam yang berbasis di Ohama. Pada
tahun 1985, Inter North mengakuisisi Houston Natural Gas. Dewan direksi Houston mengambil
kendali kegiatan perusahaan dan memindahkan kantor pusat ke Houston. Hingga akhirnya
perusahaan gabungan tersebut menggunakan nama yang lebih modern, yaitu Enron.

Enron muncul pada masa perusahaan pipa gas alam cukup sulit untuk berkembang. Pada
saat itu pemerintah sangat mengatur rantai distribusi dari produsen ke konsumen. Pemerintah
mengatur tingkat harga yang dibebankan perusahaan pipa kepada perusahaan utilitas lokal dan
yang dibebankan perusahaan lokal kepada konsumen eceran berdasarkan biaya plus. Pemerintah
mengubah peraturannya mengenai patokan harga gas alam untuk mendorong eksplorasi gas alam
dalam menanggapi krisis energi pada tahun 1970-an. Hal ini secara cepat menyebabkan
meningkatnya harga gas alam yang harus dibayarkan kepada produsen. Meskipun demikian,
harga eceran dijaga agar tetap rendah melalui peraturan pemerintah, dan perusahaan pipa
mengalami kesulitan untuk membeli seluruh gas alam yang mereka butuhkan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen perusahaan lokal.
Gejolak harga bahan bakar merupakan risiko utama yang dihadapi oleh produsen gas dan
perusahaan lokal dalam pasar bebas. Hal tersebut menyebabkan kedua pihak menghindari
kontrak harga tetap jangka panjang, sehingga sebagian besar gas alam dijual dengan
menggunakan kontrak 30 hari.
Pada tahun 1990, Enron mulai memberikan jasa sebagai perantara, atau pencipta pasar,
untuk kontrak 30 hari tersebut. Disebut Gas Bank, aktivitas ini melibatkan perjanjian jangka
pendek yang ditandatangani Enron untuk membeli gas dari beberapa produsen, menyatukan
kontrak-kontrak tersebut, dan kemudian menawarkan komitmen harga jangka panjang kepada
perusahaan lokal. Enron telah membuat langkah awal dalam melakukan transformasi aktivitis
perusahaan dari perusahaan pipa tradisional menjadi perusahaan jasa keuangan dan perdagangan.
Pada tahun 2000, Enron mengembangkan usahanya dengan menjadi pencipta pasar untuk
listrik, minyak, dan bahkan kertas. Harga saham perusahaan ini meningkat pesat pada Februari
2001, perusahaan ini bernilai $60 miliar, dan harga per lembar sahamnya $80, hal tersebut dipicu
oleh peningkatan pendapatan dan laba Enron. Fortune menamakan Enron Perusahaan Amerika
yang Paling Inovatif selama enam tahun berturut-turut. Enron, suatu perusahaan yang
menduduki rangking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan
merupakan perusahaan energi terbesar di AS yang kolaps dengan meninggalkan hutang sebesar $
31,2 milliar.
Kronologis Kasus Enron:

Adapun Kronologis yang didasarkan pada fakta, data dan informasi dari berbagai sumber
yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif, dan direktur non eksekutif)
membiarkan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan
dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di
akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan
bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
2. Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing
secara total atas fungsi internal audit perusahaan.
a. Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner
KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan.
b. Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
c. Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.
3. Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan
mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko
yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil
evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.
4. Salah seorang eksekutif Enron dilaporkan telah mempertanyakan praktek akunting
perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan
hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron
menugaskan

penasehat

kekhawatiran

tersebut

hukum
tetapi

perusahaan
tidak

untuk

melakukan

memperkenankan

penasehat

investigasi
hukum

atas
untuk

mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan.


Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal
yang serius yang perlu diperhatikan.
5. Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393
juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay,
menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat
baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus
(special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan

hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter
kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata
berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh
CEO Enron.
6. Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke
pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang
perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan
pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earnings) berkurang
dalam jumlah yang sama.
7. Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran
dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan
terhadap proses peradilan).
8. Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron.
Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampai hampir tidak ada nilainya.
9. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor Enron pada pertengahan juni 2002,
sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir
pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.
10. CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi
masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari
Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
11. Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi $750 juta untuk
menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
12. Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan
KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di
Amerika.
13. Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen
bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah
menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
14. KAP Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan
klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan
yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.

15. Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk
melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen
mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk
suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.
16. Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari
jabatannya.
17. Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak
sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan
hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci di pengadilan bagi kasus
KAP Andersen dan Enron .
18. Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai
presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.
19. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah
melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
Pembahasan Kasus
Kasus Enron dan KAP Arthur Anderson termasuk dalam praktik bisnis yang tidak
beretika, khususnya penipuan (Deception). Penipuan adalah suatu tindakan memperdaya,
menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan. Tindakan Enron
dan KAP Arthur Anderson yang termasuk dalam penipuan adalah sebagai berikut:
1. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393
juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. Nilai yang diperoleh tersebut
merupakan hasil manipulasi laporan keuangan. Diperlukan keahlian khusus dari para
profesional yang bekerja pada atau disewa oleh Enron untuk menyulap angka-angka,
sehingga selama bertahun-tahun kinerja keuangan perusahaan ini tampak tetap menarik
bagi investor. Dengan kata lain, telah terjadi sebuah kolusi tingkat tinggi antara
manajemen Enron, analis keuangan, para penasihat hukum, dan auditornya.
2. Kenneth Lay selaku CEO Enron membujuk karyawan untuk membeli saham perusahaan
yang harganya sedang jatuh ($25 per lembar saham) dengan mengataan perusahaan
dalam kondisi sehat secara keuangan dan harga saham Enron luar biasa murah. Dengan
dibelinya saham Enron yang sedang jatuh, diharapkan harga saham perlahan naik. Ken

Lay menutupi kenyataan bahwa terdapat praktek akuntansi dan bisnis dalam perusahaan
yang tidak sehat. Hingga terkuak bahwa Enron memiliki beban hutang sebesar $1 miliar
yang berasal dari transaksi oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CEO Enron
sehingga menyebabkan harga saham turun secara drastis hingga $0,26 per lembar
sahamnya pada tanggal 30 November 2001. Dana pensiun Enron sebagian besar
diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus
menurun sampai hampir tidak ada nilainya. Hal tersebut tentu sangat merugikan bagi
investor dan karyawan.
3. Kenneth Lay menyatakan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek
yang sangat baik dan ia memilih untuk tidak menjelaskan secara rinci tentang
pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/ expense) sebesar $1
miliar yang menyebabkan hasil aktual pada periode tertentu, bila dilaporkan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP) akan menjadi kerugian sebsar
$644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1
miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
4. David Duncan, akuntan KAP Arthur Anderson menghancurkan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan Enron yang sedang diselidiki untuk menghambat proses peradilan.
Departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Arthur Anderson bersalah, KAP
Andersen terus menerima konsekuensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien,
pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan
keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
Masalah etika diatas juga menjadi salah satu alasan terjadi perubahan terhadap ekspektasi
masyarakat. Adapun kaitan antara kasus Enron dengan etika bisnis, jika dilihat dari ekspektasi
masyarakat terhadap bisnis dan akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Financial Scandals: The Expectations Gap & the Credibility Gap
Kasus Enron dan KAP Arthur Anderson menyebabkan hilangnya kepercayaan
masyarakat akan integritas laporan keuangan. Manipulasi laporan keuangan yang
dilakukan keduanya membuat masyarakat percaya akan laba besar yang dibukukan oleh
Enron. Manipulasi laporan keuangan menyebabkan kerugian berbagai pihak yang
nilainya tidak sedikit. Nilai kerugian Enron diperkirakan mencapai $50 miliar. Sementara

itu, pelaku pasar modal kehilangan $32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus
kehilangan dana pensiun mereka tak kurang dari $1 miliar. Expectations Gap
digambarkan sebagai kesenjangan antara apa yang dipikirkan masyarakat atas laporan
keuangan dengan kenyataan dari laporan keuangan itu sendiri.
2. Increased Accountability & Transparency Desired
Skandal keuangan Enron membuat masyarakat menuntut peningkatan akuntabilitas dan
transparansi. Menanggapi itu pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX)
untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas
pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik.
3. Synergy among Factors & Institutional Reinforcement
Faktor-faktor yang saling berhubungan akhirnya berdampak pada ekspektasi publik
terhadap masalah etika. Masyarakat saat ini semakin sadar betapa pentingnya kontrol
pada perilaku perusahaan yang tidak etis. Kesadaran publik tersebut berimbas pada dunia
politik, yang menyatakan reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan peraturan. Hal
tersebut akan mengakomodasi kesadaran publik dalam proses penguatan institusi dan
penegakan hukum. Untuk mencegah kasus seperti Enron terulang kembali maka
pemerintah Amerika, American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), dan
International Federation Accountants (IFAC) membuat peraturan untuk menjamin
independensi auditor dan melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi
dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik.
Ringkasan:
The Corporation
The Corporation merupakan film documenter yang diproduksi di Canada pada tahun
2003 oleh Mark Achbar. Film ini diangkat dari buku karya Joel Bakan dengan judul yang sama.
Film ini digunakan sebagai materi kuliah tambahan untuk beberapa disiplin ilmu, seperti ilmu
pemerintahan, sejarah, filosofi dan etika, bisnis, ekonomi, huum, politik, media dan komunikasi.
Berikut ini merupakan ringkasan film The Corporation:
Korporasi telah mengalami peningkatan menjadi lembaga keuangan dunia yang paling
dominan. Korporasi memberi kehidupan, menentukan apa yang kita makan, tonton, kenakan,

kerjakan, dan lain sebagainya. Kita tidak dapat melarikan diri dari pengaruh budaya, simbolsimbol dan ideologi yang sengaja diciptakan oleh korporasi. Kekuatan korporasi sungguh luar
biasa, mampu menampilkan dirinya agar terlihat hebat, bermanfaat, dan mulia bagi manusia.
Penyakit korporasi sejatinya sudah muncul sejak lama, jauh sebelum kasus Enron
muncul. Korupsi dan penyalah-gunaan (fraud) adalah dua contoh aksi yang lazim terjadi di
korporasi. Praktek spekulasi yang dimaksudkan untuk memengaruhi harga saham juga mewarnai
praktek korporasi, harga saham dalam waktu singkat melonjak tinggi, namun tiba-tiba turun
drastis.
Menjawab kekhawatiran masyarakat, pemimpin bisnis mencanangkan Corporate Social
Responbility, sebuah langkah baru untuk melakukan koreksi atas visi serakah di masa lalu.
Namun demikian, meski telah terjadi pergeseran paradigma, perilaku korporasi tidak banyak
banyak berubah. Korporasi tetap berperilaku sebagaimana mereka lakukan di pertengahan abad
19. Kasus Enron mencerminkan hal ini, korporasi menunjukkan karakter buruknya. Sayangnya
perusahaan semacam Enron tidak hanya satu, Bakan mengatakan semua perusahaan publik
memiliki sifat serakah, meski pada korporasi sekelas Pfizer yang terkenal sangat murah hati, dan
memiliki program tanggung jawab sosial yang berhasil.
Korporasi terdiri dari sekumpulan orang, dan orang-orang ini membuat keputusan, tidak
semua orang yang bekerja di korporasi berperilaku buruk atau bersifat suka mengeksplorasi
orang lain. Di sisi lain, ada pemikiran dasar yang banyak dianut korporasi, bahwa tugas eksekutif
adalah mencari keuntungan semata untuk memenuhi kepentingan pemegang saham. Artinya,
value tertentu mendapat perhatian, di pihak lain justru diabaikan. Sayangnya yang selalu
mendapat perhatian penuh adalah segala sesuatu yang dapat mendorong terjadinya peningkatan
keuntungan.
Jika korporasi adalah manusia, maka korporasi merupakan seorang psychopath, selalu
mengutamakan kepentingannya sendiri dan tidak mampu merasakan kepentingan pihak lain
dalam berbagai konteks. Dr. Hare menyebut ada kesamaan sifat psychopathic yang ada pada
manusia dan korporasi. Beberapa sifat tersebut antara lain: tidak bertanggung jawab
(irresponsible), hanya karena ingin memuaskan sasaran korporasi semua orang harus
menghadapi resiko; mencoba untuk memanipulasi (manipulate) segala sesuatunya, termasuk

opini publik; dan merasa paling besar (grandiose), selalu menganggap dirinya nomor satu,
terbaik; tidak memiliki empathi (empathy) serta kecenderungan asosial (asocial tendency)
melengkapi sifat buruk korporasi. Selain sifat tersebut di atas, korporasi sering kali menolak
menerima tanggung jawab dari perbuatan yang dilakukannya dan tidak mampu menyesali diri,
jika korporasi melakukan kesalahan lebih baik membayar denda atas kesalahan yang
dilakukannya tersebut, dan terus melakukan kesalahan serupa di kemudian hari.
Akhirnya, korporasi berinterkasi dengan pihak lain hanya pura-pura belaka, tujuan utama
korporasi adalah untuk memresentasikan dirinya di hadapan publik sedemikian rupa sehingga
terkesan menarik namun pada kenyataannya tidak mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi di
dalam organisasi. Bagi korporasi, tanggung jawab sosial dapat diperankan sedemikian rupa
menyerupai sifat ini. Praktek semacam ini dicontohkan oleh Enron, yang akhirnya berujung pada
kebangkrutan akibat keserakahan, membanggakan diri sendiri mengabaikan saran orang lain, dan
melakukan tindak kriminal.
Kejatuhan perusahaanperusahaan besar dapat dilacak pada karakteristik umum
korporasi: obsesi kepada profit dan harga saham, keserakahan, kurangnya perhatian pada sesama,
mudahnya melanggar aturan hukum. Semua ini berakar pada budaya institusi, yang memberi
nilai tinggi pada kepentingan pribadi dan mengabaikan pertimbangan moral.

Daftar Pustaka
Leonard J. Brooks and Paul Dunn (2012). Bussiness & Professional Ethics for Directors,
Executives and Accountants, 6th edition
http://ainiueoo.blogspot.com/2013/06/makalah-etika-etika-lingkungan-untuk.html diakses pada 4
April 2015
http://www.slideshare.net/nastalisti/tugas-2-print-enron diakses pada 4 April 2015
http://memebali.blogspot.com/2013/03/etika-bisnis-dan-profesi-lingkungan.html diakses pada 4
April 2015
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg-2/ diakses pada 6
April 2015
http://www.insteps.or.id/kuliah/Book%20Reading/The%20Corporation-1.pdf diakses pada 6
April 2015

Вам также может понравиться