Вы находитесь на странице: 1из 10

Batuan Vulkanik

Posisi Indonesia yang terletak di antara lempeng Eurasia dan Indo-Australia


menyebabkan Indonesia memiliki potensi panasbumi yang cukup besar dan bertemperatur
tinggi.

Gambar 1 Penampang vertikal sistem magmatik-vulkanik aktif, DiPippo (2007)


Gambar 1 memperlihatkan penampang vertikal model geologi daerah magmatik volkanik
aktif. Akibat tumbukan antara lempeng samudra (oceanic crust) dan lempeng benua (continental crust), lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua. Temperatur tinggi di kerak
bumi menyebabkan lempeng samudra meleleh. Lokasi lelehan (zone of partial melting) tersebut
diperkirakan berada pada kedalaman 100 km dari permukaan bumi diantara kerak bumi dan
bagian luar mantel bumi. Densitas lelehan biasanya lebih rendah dari sumber asalnya sehingga
lelehan tersebut cenderung bergerak naik ke atas menjadi magma. Hampir tidak pernah
ditemukan magma yang berbentuk cair (liquid) murni. Semua magma merupakan lelehan batuan
panas dengan campuran yang begitu kompleks antara silikat cair dan kristal mineral ditambah
gas, karbon dioksida serta senyawa beracun lainnya. Proses kristalisasi bisa jadi terbentuk dari
komposisi liquid-nya atau bisa juga berasal dari mineral batuan yang terbawa oleh pergerakan
lelehan magma saat naik ke permukaan. Ketika magma mendekati permukaan bumi, ia
menyebabkan letusan volkanik. Magma yang sudah dimuntahkan ke permukaan bumi disebut
lava. Wujud lava masih berupa lelehan batuan panas yang akhirnya enjadi dingin secara
perlahan dan membentuk batuan beku volkanik dipermukaan tanah. Alternatif lainnya, magma
terperangkap di dalam bumi dan perlahan menjadi dingin membentuk batuan beku yang seiring
berjalannya waktu akan tersingkap oleh erosi. Oleh karena itu, komposisi magma dapat
ditentukan oleh komposisi batuan beku. Akan tetapi karena proses volkanik melibatkan

unsurunsur gas yang terkandung di magma mengakibatkan komposisi batuan beku tidak selalu
sama dengan komposisi magma aslinya. (Suparno, 2009)

Gambar 2 Model sistem panasbumi dan fasilitas produksi Darajat, Kabupaten Garut yang
merupakan contoh sistem panas bumi Kaldera. (CGI, 1998)
Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas batuan
gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun
terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua juga sangat
melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan
abu gunung api, skoria, Peles tears dan Peles hair, bom dan blok gunung api, accretionary
lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran
piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan
debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.
Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan
kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom
letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari
tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan.
Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya

dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut
terbawa saat tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme.
Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif
(ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif
mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan
fragmental (rempah gunung api).
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut Fisher
(1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas
didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi
batuan vulkanik menurut keduanya.

Gambar VI.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri)
dan Fisher (1966; kanan)
Contoh batuan gunungapi
1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya
terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik, gelas
shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika

Gambar VI.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol
sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran
pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-64 mm;
biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung
api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan
batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik
yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar
VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam
massa dasar tuf.

Gambar VI.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan tertanam
dalam massa dasar tuf halus..
3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards, dihasilkan dari
fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis.

Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy hingga cuspate,
kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang
menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun
gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam
batuan (Gambar VI.4).

Gambar VI.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards
yang sedikit terkompaksi.

Gambar VI.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit
memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis
yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya.
Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara
petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas
gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu
memanjang kristal dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan
kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular
yang disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api
dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi
pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan
ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.

a.

b.

c.
Gambar VI.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf
terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
Batuan vulkanik yang terbentuk dari magma yang telah meletus ke permukaan bumi.
Akibatnya, mereka mendinginkan cepat dan berbagai bentuk pusat nukleasi, sehingga batu
berbutir halus. Jika butir yang cukup besar untuk dilihat dengan mata telanjang, batu dikatakan
memiliki tekstur phaneritic, jika tidak, itu dikatakan aphanitic.

Ukuran butir halus berarti bahwa klasifikasi tertentu spesimen tangan umumnya tidak
mungkin, sehingga kerja, atau kolom nama umumnya diterapkan sampai pekerjaan lebih lanjut
dapat dilakukan. Batuan asam cenderung lebih ringan dari pada batu berwarna dasar, meskipun
warnanya menjadi lebih gelap biasanya dengan ukuran butir halus. Kaca asam, disebut obsidian,
misalnya, adalah hitam. Atas dasar ini, cahaya batuan vulkanik berwarna umumnya disebut riolit
dan gelap batuan vulkanik berwarna umumnya dianggap basalt.
Umumnya, indikasi yang baik dari mineral keseluruhan batu dapat diperoleh dengan
mengidentifikasi fenokris. Batuan asam mungkin memiliki fenokris kuarsa, bersama dengan
feldspar. Fenokris dari mineral hydrous seperti biotit dan hornblende juga menyarankan
komposisi asam. Fenokris olivin adalah diagnostik dari komposisi dasar. Piroksen juga
menunjukkan komposisi dasar.
Batuan Vulkanik Asam
Batuan vulkanik asam adalah komposisi yang sama seperti granit, dan sehingga memiliki
mineral yang sama. Mereka umumnya memiliki fenokris kuarsa dan feldspar, hornblende dengan
ringan dan mika, tetapi ada biasanya tidak fenokris cukup untuk batu yang akan disebut
porfiritik. Kelimpahan kuarsa dan feldspar, baik sebagai fenokris dan dalam massa dasar,
memberikan batu warna terang. Dimana feldspar yang dominan feldspar alkali, batu adalah riolit
dan sering memiliki warna kemerahan merah muda. Dimana feldspar yang dominan plagioklas,
itu adalah sebuah dasit.
Batuan Vulkanik Menengah
Batuan vulkanik dengan komposisi antara adalah andesit. Mereka umumnya menengah
dalam warna antara riolit dan basalt, tetapi dapat menyerupai basal, menjadi media untuk abuabu gelap. Mereka mungkin berisi hornblende, bersama dengan plagioklas dan piroksen dan
dapat mengandung kuarsa ringan. Mereka diberi nama setelah pegunungan Andes, di mana
mereka yang umum. Plagioklas adalah komposisi andesin.
Batuaan Vulkanik Basa
Yang paling berlimpah batuan vulkanik adalah basalt. Ini adalah abu-abu gelap sampai
hitam, tapi cuaca ke abu-abu terang. Hal ini terdiri dari plagioklas dan piroksen dengan olivin
lebih rendah. Olivine adalah phenocryst paling sering terlihat, menjadi suhu tinggi, mineral
crystallising awal, tapi ringan, plagioklas persegi panjang dan piroksen hitam juga dapat dilihat
dalam sampel phaneritic.
Sebagian besar batuan vulkanik di bidang andesit / basalt. Perbedaan antara keduanya
adalah pada% berat SiO2 dengan basalt (batu vulkanik yang paling umum) memiliki kurang dari

52% SiO2. Sebagai kriteria ini tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan spesimen
tangan, persentase mineral mafik dapat digunakan, dengan basal memiliki lebih dari 35%
mineral mafik volume. Perbedaan ini juga agak tidak memuaskan dalam banyak kasus, karena
ukuran butir halus sampel, sehingga nama field tentatif basal umumnya diterapkan dalam banyak
kasus, dengan batu andesit yang disarankan jika batu menunjukkan karakteristik seperti warna
keseluruhan lebih ringan, sebuah warna kehijauan atau jika diketahui terkait dengan lainnya, batu
silika tinggi.
Batuan Volcanic Ultrabasa
Ini sangat langka, batu kuno yang dikenal sebagai komatiite yang tidak meletus hari ini.
Mereka terdiri dari fenokris panjang olivin, piroksen dengan baik dan plagioklas langka.
Komatiites adalah bukti dari periode sejarah bumi ketika suhu di mantel atas yang cukup panas
untuk menghasilkan mencairnya mantel atas ke tingkat yang cukup untuk menghasilkan magma
ultrabasa.
Batuan vulkanik yang memiliki kurang dari 90% mineral mafik, dan tidak ada
feldspathoids (sebagian besar semua batuan vulkanik) diklasifikasikan sesuai dengan persentase
relatif dari kuarsa, feldspar alkali dan plagioklas, seperti yang ditunjukkan di bawah ini.

Perhatikan bahwa persentase mineral perlu dihitung kembali 100% dan tidak hanya persentase
modal yang terkandung dalam batu.

Вам также может понравиться