Вы находитесь на странице: 1из 27

1. PERBEDAAN STERIL, STERILISASI DAN TEKNIK ASEPTIS!

Jawab :
- Teori dan praktek farmasi industri (Lachman, 2008: 1254)
Steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup.
Sterilisasi adalah sebuah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril
Tekhnik aseptis adalah proses atau kondisi terkendali dimana tingkat kontaminasi
mikroba dikurangi sampai suatu tingkat tertentu, dimana mikroorganisme dapat
ditiadakan pada suatu produk.
- Mikrobiologi (Irianto, 2006 : 215, 246)
Steril yaitu suatu keadaan bebas dari organisme hidup. Sterilisasi adalah proses untuk
membuat keadaan menjadi steril atau dengan kata lain membebaskan tiap benda atau
substansi dari semua bentuk kehidupan dalam bentuk apapun. Sedangkan tekhnik aseptis
yaitu suatu cara untuk membuat kondisi dimana tidak adanya mikroorganisme yang
berbahaya.
- Pharmaceutical technology (Parrot, 1970 : 274)
Sterilisasi adalah proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme dan kehidupan
sporanya.
Tekhnik aseptis adalah penggunaan prosedur dan pencegahan untuk mencegah
kontaminasi mikroba.
- RPS (Gennaro, 1990 : 1470)
Sterilisasi adalah sebuah proses dimana bentuk kehidupan mikroorganisme dihilangkan
atau dihancurkan berdasarkan fungsi yang memungkinkan.
Steril adalah hjilangnya kehidupan mikroorganisme
Tekhnik aseptis adalah tekhnik yang sering digunakan dalam pembuatan resep yang
tidak tahan proses sterilisasi namun semua komposisinya berupa bahan steril.
2. Jelaskan Metode Sterilisasi !
- Menurut Buku RPS (Gennaro, 1990 : 1471-1477)
Metode sterilisasi :
a. Metode umum, merupakan prosedur yang digunakan untuk proses sterilisasi suatu obat,
sediaan farmasi dan peralatan medis yang secara luas digunakan untuk produk alami.
Filtrasi steril adalah proses lain tetapi itu hanya menghancurkan, tidak memusnakan
mikroorganisme.
b. Metode uap, disterilisasi dengan menggunakan uap penuh dibawah tekanan udara lebih
15 menit pada temperatur minimum dari 121C dari tekanan bejana.
c. Metode panas kering, metode metode ini digunakan untuk beberapa bahan yang tidak
tahan terhadap sterilisasi uap dan lebih baik disterilisasi dengan panas kering. Contoh :
patroleum jelly, minyak mineral, lemak, lilin dan talk.
d. Metode gas, meskipun banyak variasi gas yang digunakan untuk membunuh kuman
(etilen oksida, formaldehid, klorindioksid, propilenoksid, klorankrin, asam perasetik dan
metal promida), hanya etilen oksid yang digunakan yang digunakan secara umum untuk
sterilisasi produk pengobatan.
e. Metode filtrasi, suatu metode penghilangan zat yang tidak berguna dari suatu cairan.
Penyaringan sterilisasi adalah suatu proses dimana penghilanganga mikroorganisme,
tetapi tidak untuk memusnakannya.
f. Metode radiasi, radiasi digunakan untuk sterilisasi skala industri dari persediaan rumah
sakit, vitamin, antibiotik, steroid, hormon, transplantasi tulang dan jaringan dan

peralatan kesehatan seperti semprotan plastik, jarum, peralatan bedah, tabung, kateter,
cawan petri dan jahitan luka.
Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel, 2008 : 410-418)
Metode metode sterilisasi, yaitu :
a. Sterilisasi uap (lembap panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam autoklaf dan
menggunakan uap air dengan tekanan
b. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven pensteril
yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat dipanaskan dengan gas aatau
listrik dan umumnya temperatur diatur secara otomatis.
c. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada penghilangan
mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring atau dengan mekanisme
penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. Sediaan obat
yang disterilkan dengan cara ini, diharuskan menjalani pengesahan yang ketat dan
memonitoring karena efek produk hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh
banyaknya mikroba dalam larutan yang difiltrasi.
d. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan
terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen
oksida atau protlen oksida.
e. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan untuk
sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gamma dan sinar-sinar
katoda, tetapi penggunaan teknik ini terbatas karena memerlukan peralatan yang sangat
khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi pada produk-produk dan wadah .
Menurut Buku Formulasi Steril (Lukas, 2006 : 104)
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam proses sterilisasi, antara lain :
a. Destruksi mikroorganisme
Metode ini merusak mikroorganisme menggunakan panas langsung. Cara termudah
adalah dengan menggunakan api dengan membakar peralatan atau wadah yang
digunakan. Cara lain adalah dengan mengoksidasi alat (biasanya gelas)menggunakan
bahan kimia berupa asam nitrat pekat, asam kromat atau asam sulfat pekat.
b. Inaktivasi (Pembunuhan)
Metode ini merupakan eliminasi mikroorganisme tanpa perlu menghancurkan sel secara
sempurna. Hal ini dapat dilakukan dengan cara panas kering, basah atau uap, cara radiasi
dan cara kimia.
c. Penghilangan secara fisiska
Metode ini dilakukan dengan cara penyaringan (filtrasi) karena ada beberapa zat
(partikel) dari cairan dan gas yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain.
Menurut Buku Sediaan Farmasi Steril (Rahman, 2009 : 47)
Secara umum, metode sterilisasi dapat dibedakan atas beberapa cara, yaitu :
a. Metode mekanik
Metode ini biasa disebut dengan sterilisasi filtrasi. Proses dalam metode ini memiliki
prinsip :
Filter ayakan didasarkan atas perbedaan ukuran mikroorganisme dengan pori-pori
dari filter, dimana ukuran pori-pori filter seragam sebesar 0,22 m dengan ketebalan
80-159 m. Filter ayakan tidak dapat membebaskan pirogen dan virus dengan ukuran
0,02 m.
Filter adsorpsi, dalam hal ini, filternya terbuat dariselulosa, abses, gelas sinter,
keramik dan kieselguhr serta karbon aktif. Filter ini dapat membebaskan pirogen dan
virus.

b. Metode Fisik
Metode ini dilakukan dengan cara berikut :
Cara panas. Cara ini dilakukan dengan panas langsung (langsung dibakar), panas
basah dan panas kering.
Cara radiasi
.: Sterilisasi panas dengan uap bertekanan (autoklaf)
Pada metode ini sebenarnya adalah dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan
tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada objek, sehingga terjadi pelepasan
energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara
irreversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel mikroorganisme.
.: Sterilisasi panas kering (oven)
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas
akan diabsorpsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, selanjutnya merambat ke
bagian dalam dari permukaan sampai pada akhirnya suhu serilisasi tercapai.
.: Sterilisasi radiasi
Sterilisasi radiasi bisa dengan UV, ion, atau sinar gamma.
c. Metode Kimia
Metode kimia yaitu teknik sterilisasi menggunakan bahan-bahan kimia.
Sterilisasi gas atau etilen oksida
Sterilisasi gas atau etilen oksida merupakan pilihan untuk mensterilkan peralatan
yang sensitif terhadap panas.
Sterilisasi plasma
Plasma berasal dari beberapa gas seperti argon, nitrogen, oksigen atau hidrogen
peroksida yang menunjukkan aktivitas sporasidal.
3. Jelaskan Jenis-jenis sediaan steril!
Menurut buku sterile dosage form, hal 16-18.
a . Injeksi
obat dalam larutan dalam wadah yang cocok dengan atau tanpa zat tambahan , ditujukan untuk
parenteral adalah pemberian ditunjuk injeksi. Injeksi bisa dikemas sebagai unit dosis tunggal
atau unit dosis ganda, volume bisa setengah mililiter. Istilah ini dapat juga digunakan untuk
emulsi steril .
b . cairan infus
cairan infus intravena merupakan kelompok injeksi ditandai dengan metode pemberiannya.
Mereka termasuk persiapan digunakan untuk nutrisi dasar, seperti Dextrose Injection , untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit , seperti suntikan Ringer mengandung natrium , kalium , dan
ion kalsium , untuk penggantian cairan, kombinasi seperti Dextrose dan Sodium injeksi Klorida ,
dan untuk beberapa manfaat khusus, seperti hiperalimentasi parenteral .
c . radiofarmasi
radioaktif kimia yang digunakan untuk tes fungsi organ sering dipisahkan sebagai kelompok
injeksi bawah istilah " radiofarmasi " . radiofarmasi berbeda dari injeksi lain dalam bahwa obat
ini dalam bentuk radioaktif , sehingga teknik yang berbeda diperlukan dalam persiapan dan
penanganan mereka .
d . padatan steril
karena beberapa obat tidak memiliki stabilitas yang cukup dalam larutan untuk memungkinkan

kemasan mereka sebagai injeksi , mereka disiapkan padatan kering untuk ditempatkan dalam
larutan pada saat penggunaan. Jika padatan kering tidak mengandung buffer , pengencer , atau
zat tambahan lainnya , mereka dicap sebagai obat steril , misalnya , steril Sodium nafcillin . Jika
bentuk obat kering juga mengandung buffer , pengencer , atau zat tambahan lainnya, persiapan
diberi label sebagai obat untuk injeksi , misalnya , amfoterisin B untuk injeksi. Perbedaan label
menunjukkan ada atau tidak adanya bahan tambahan .
e . suspensi steril
obat tersuspensi dalam wadah parenteral sesuai ditetapkan sebagai suspensi obat steril ,
misalnya , steril suspensi hidrokortison asetat . Jika obat ini dalam bentuk kering dan akan
memberikan sebagai suspensi dengan penambahan kwadah parenteral yang sesuai, diberi label
sebagai obat steril untuk suspensi, misalnya, kloramfenikol steril untuk suspensi . Tidak seperti
injeksi , dua jenis suspensi tidak pernah diberikan secara intravena atau disuntikkan ke kanal
tulang belakang .
f . solusi mata, suspensi , dan salep
obat dalam larutan atau suspensi diberikan berangsur-angsur dalam mata adalah persiapan steril
meskipun bentuk " steril " umumnya tidak dimasukkan dalam judul mereka , misalnya , natrium
sulfacetamid solusi optalmic adalah asetat hydrocortisone suspensi optalmic . Mereka juga
berbeda dari persiapan dibahas sebelumnya dalam bahwa mereka tidak memiliki persyaratan
bebas dari pirogen karena situs administrasi .
g . solusi untuk irigasi
Solusi yang digunakan untuk mandi atau menyiram luka terbuka atau rongga tubuh didefinisikan
sebagai mengairi solusi dan digunakan secara topikal , tidak pernah secara parenteral .
Sebelumnya , mengairi solusi diberi label dengan menggunakan terminologi yang sama seperti
yang digunakan untuk suntikan . Larutan natrium klorida yang digunakan sebagai solusi
pengairan diberi label natrium klorida injeksi , tapi itu dikemas dalam botol sekrup - tutup . Saat
ini , istilah " solusi klorida untuk irigasi " digunakan . Solusinya masih dikemas dalam botol
sekrup - topi .
h . Allergenio ekstrak
ekstrak alergi adalah konsentrat steril dari alergen , atau zat yang bertanggung jawab atas
kepekaan yang tidak biasa pada beberapa orang , yang digunakan untuk diagnosis atau
pengobatan reaksi alergi . Sebelum digunakan , ekstrak diencerkan dengan konsentrasi yang
dirancang dengan teknik aseptik dan cairan pengencer steril . Karena dosis kecil , situs
oadministration , dan sifat materi , kebebasan dari pirogen bukan spesifikasi yang diperlukan
untuk bentuk sediaan ini .
i . Solusi dialisis peritoneal
solusi yang digunakan dalam teknik yang dikenal sebagai dialisis peritoneal tindakan untuk
mengurangi limbah kelebihan tubuh , cairan tubuh , elektrolit SERM , dan bahan beracun
tertelan . Mereka harus memenuhi persyaratan yang sama seperti suntikan untuk sterilitas ,
bebas dari pirogen , dan kebebasan dari partikel
4) Jelaskan perbedaan larutan hipotonis, isotonis dan hipertonis !
The art of compounding (Scoville, Hal: 152 & 154)

Sebuah sistem dengan larutan lebih lemah disebut hipotonis sehubungan dengan
larutan lebih kuat dan cairan dengan konsentrasi lebih (tinggi) disebut hipertonis dalam
perbandingannya satu sama lain. Beberapa larutan dikatakan istonis ialah larutan yang
mempunyai tonisitas sama. Bila larutan hipotonis digunakan dalam kontak dengan sel, air
akan digambarkan masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan tekanan osmosis larutan
pada masing-masing sisi membran plasma. Sebaliknya jika larutan hipertonis digunakan, air
akan dikeluarkan dari sel, dan sel menjadi berkerut dan kusut (krenulasi) dan tidak mampu
berfungsi normal saat kondisi seperti itu.
Larutan hipotonis akan memberikan rasa sakit, kemungkinan sel dapat over ekspansi
dan pecah (hemolisis) sehingga menimbulkan kelumpuhan permanen. Sedangkan larutan
hipertonis menghasilkan rasa sakit namun kerusakan tidak permanen sebagaimana sel
kembali ke keadaan normal segera sebab larutan hipertonis dicairkan dengan cairan tubuh.
Pharmaceutical technology (Parrot, Hal: 196)
Larutan yang memiiki tekanan osmotik sama seperti cairan tubuh dikatakan isotonis
dengan cairan tubuh. Tekanan osmotik memiliki efek pada sel darah merah yang ditunjukan
dengan pengentalan sel darah merah dalam 3% larutan garam disebut hipertonik. Larutan
hipertonik memiliki tekanan osmotik lebih tinggi. Air dalam sel darah merah melewati
membrane sel semipermeabel dan mecairkan larutan garam. Akibat dari kehilangan air , sel
menyusut dan mengkerut, fenoena ini disebut krenasi.
Jika sel darah merah tersuspensi ke dalam suling, air melewati membran sel menuju
kedalam sel, menyebabkan sel mengembang dan pecah dengan pelepaan hemoglobin. Pross
ini dikenal dengan hemolisis, cairan bersifat hipotonik dengan darah dan memiliki tekanan
osmotik lebih rendah.
Formulasi Steril (Lukas, Stefanus, Hal : 60-61)
a) Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantra keduanya maka larutan dikatak isotonis
(ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
b) Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah
sehingga menyebabkan air akan melintasi mebran sel darah merah yang semipermeabel
memperebsar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel.
c) Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari srum darah
sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membrane
semipermeabel dan mengakibatkan terjadnya penciutan sel-sel darah merah.
RPS ( Gennaro, 1990 : 223)
Tekanan osmosis larutan sama atau hampir sama dengan dalam, sel ini disebut
larutan isotonis dengan dalam sel. Larutan dengan konsentrasi lebih besar daripada dalam
sel dikatakan hipertonis dan larutan dengan konsentrasi rendah dikatakan hipotonis
Farmasi Fisik I (Martin, et al, 1990 : 481-482)
Larutan yang isotonis tidak akan menyebabkan suatu jaringan membengkak atau
berkontraksi bila mereka berkontak dan juga tidak menyebabkan rasa tidak enak bila

diteteskan ke mata, saluran hidung, darah atau jaringan tubuh lainnya. Larutan dapat
dikatakan mempunyai konsentrasi garam yang sama dan tekanan osmotik yang sama dengan
konsentrasi garam dan tekanan osmotik sel darah merah; larutan ini dikatakan isotonis
dengan darah. Keluarnya air dari dalam sel menyebabkan sel mengerut dan mengecil. Dalam
hal ini larutan garam disebut hipertonis dengan sel darah. Jika darah dicampur dengan
Natrium klorida 0,2 % atau air suling, air akan memasuki sel darah, akibatnya sel itu akan
membengkak dan pecah dengan membebaskan hemoglobin. Gejala ini dikenal dengan
peristiwa hemolisis. Lautan garam lemah atau air disebut hipotonis dengan darah.
5. Jelaskan Perhitunngan Isotonis/tonisitas!
Scoville (Jenkins, dkk., 1957 : 158-171)
a) Metode perhitungan : penurunan titik beku
Dalam perhitungan semua larutan isotonic, kita akan mengambil nilai 0,52% sebagai
daerah titik beku maupun cairan mata. Dengan demikian sama halnya dengan larutan
0,9% NaCl yang isotonic dengan darah juga isotonic dengan air mata. Titik beku dari
sebuah larutan telah digunakan sebagai petunjuk konsentrasi suatu larutan, karena titik
beku menurun ketika konsentrasi salut meningkat. Dengan demikian sama halnya seperti
kemungkinan untuk mengatur titik beku dari larutan hipodermik ataucollyrium dimana
tiap bagian dari cairan membeku, larutan tersebut akan menjadi isotonic karena titik
bekunya dipengaruhi sama halnya dengan tekanan osmosis dengan kata lain dengan
menghubungkan jumlah molekul atau partikel ion yang terkandung dalam larutan
beberapa ini metode ini dapat digunakan
Metode I
Metode ini dianjurkan oleh British Pharmaceutical Laderi dan menyertakan
penggunaan -0,52oC sebagai titik beku darah dan air mata. Larutan hipotonik dapat
dijadikan isotonic dengan substansi pengontrol menurut persamaan dibawah ini:

Dimana,

= berat dalam gram dari substansi pengontrol dalam 100 ml dari larutan

akhir
a = penurunan titik beku dari air dengan adanya substansi dalam larutan,
ditentukan dengan mengalikan tiap 1% larutan yang diberikan
b = penurunan titik beku air yang ditimbulkan oleh penambahan 1% w/v dari
substansi
Metode II
Metode ini juga menyertakan penggunaan tabel yang menyertakan titik beku dari
larutan encer dari data tersebut dimungkinkan untuk menghitung kuantitas dari
solute yag ditambahkan untuk merupakan titik bekunya sampai sama dengan serum
darah atau cairan lacrimad (-0,520C).
b) NaCl ekuivalen
NaCl ekuivalen dapat didefinisikan sebagai factor yang merabah sejumlah spesifik dari
solute ke sejumlah NaCl yan menghasilkan efek osmosis yang sama. Contohnya NaCl
ekivalen dari asam borat adalah 0,55. Ini artinya bahwa 1 gram asa borat dalam larutan
menghasilkan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 gram NaCl, juga bahwa 10 butir
borat ekuivalen dengan 5,5 gr butir NaCl.
Mellen & Slelzer yang mula-mula membuat metode NaCl ekuivalen menggunakan
metode Nicola untk memperoleh factor ionisasi yang lebih baik untuk NaCl ekuivalen

dapat diperoleh dari data titik beku. Sebagaimana dihitung oleh Wells dandiukur oleh
Husa dan Rossi. Metodeini didasarkan oleh fakta bahwa penurunan modal dari titik beku
proporsional dengan rasio penurunan titik beku dengan adanya sout tiap konsentrasi
molalnya.
Persamaan di bawah ini dan pada halaman pengganti diberikan oleh Wells.
Dimana, L = penurunan molal titik beku
t = penurunan titik beku
C = konsentrasi molal dari solute
Karena substansi dengan tipe ionic yang sama cenderung untuk memperlihatkan
penurunan molal mengklasifikan komponen-komponen ini berdasarkan tipe ionic dan
telah menetapkan nilai NaCl ekuivalen.
Tabel. Klasifikasi senyawa tipe ionic dengan nilai L rata-rata
Tipe 1A: L = 1,9
Non elektrolit substansi yang tidak terdisosiasi sangat sedikit dalam larutan.
Contoh: sukrosa, dekstrosa, champer, gliserin
Tipe 1B: L = 2,0
Elektrolit lemah substansi yang terdisosiasi sangat sedikit dalam larutan.
Contoh: asam borat, asam sitrat, merkuri, sianida.
Tipe 2A: L = 2,0
Elektrolit bivalent substansi yang terdisosiasi dalam larutan menjadi dua ion
masing-masing divalent. Contoh: magnesium sulfat, kupri sulfat, zink sulfat
Tipe 2B: L = 3,4
Elektrolit univalent dua ion, masing-masing univalent. Contoh: sodium klorida,
potassium klorida, perak nitrat, efedrin HCl.
Tipe 3A: L = 4,3
Elektrolit uni-divalent tiga ion, kation univalent, anion divalent. Contoh: sodium
karbonat, sodium fosfat (Na2HPO4), atropin sulfat
Tipe 3B: L = 9,4
Elektrolit di-univalent tiga ion, kation divalent, anion univalent. Contoh:
kalsium klorida, zink phenolsulfonat.
Tipe 4A: L = 5,2
Elektrolit uni-trivalent empat ion, kation univalent, anion trivalent. Contoh:
sodium nitrat
Tipe 5: L = 7,6
Tetraborates sodium borat, potassium borat
Untuk menghitung NaCl ekuivalen dari sebuah substansi digunakan:
atau
Dimana E adalah NaCl ekuivalen dari substansi dengan berat molekul M dan penurunan
titik molal L. Angka 58,45 dan 3,44 adalah keterangan nilai untuk NaCl. Jika titik beku
dari suatu larutan dengan persen konsentrasi yang diketahui; NaCl ekuivalen dapat
ditentukan dengan menggabungkan dua persamaan yang diberikan.

E adalah NaCl ekuivalen dari substansi yang menurunkan titik beku air t oC pada
konsentrasi W gr dalam Wo gr. Pada kebanyakan konsentrasi praktek yang terjadi adalah
w/v persen, konsentrasi dari substansi.
c) Factor disosiasi
Metode ini didasarkan atas nilai NaCl 0,9% adalah isotonis dengan darah dan air mata
Metode 1

Dimana: % W/V= persentasi bahan aktif dalam larutan


K
= factor disosiasi zat aktif
M
= berat molekul zat aktif
K
= factor disosiasi substansi yang ditambahkan
M
= berat molekul substansi yang ditambahkan
F
= factor isotonik
Metode 2
Metode ini dapat digunakan untuk menghitung nilai isotonic larutan non-elektrolit
ini didasarkan atas fakta bahwa dari satu molekul larutan dari suatu non-elektrolit
akan menurunkan titik beku air menjadi serupa dengan darah, -0,52 kemudian
dihitung.
d) Metode grafik
Substansi ditandai dengani persen sepanjang ordinat dan penurunan titik beku dalam
derajat sentrigrade sepanjang absis. Kurva penurunan titik beku dari Sembilan substansi
yang biasa digunakan diperlihatkan dengan menggunakan cerminan kurva NaCl,
proses penentuan sejumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan isotonis
disederhanakan dengan baik.
Farmasetika dasar dan perhitungan farmasi (Syamsuni,
:132)
Ada beberapa cara perhitungan isotonis, yaitu:
a) Cara penurunan titik beku (PTB) molekuler;
Suatu larutan dinyatakan isotonis dengan serum atau cairan dengan serum atau cairan
mata jika membeku pada suhu -0,52oC. Untuk memperoleh larutan isotonis, dapat
ditambahkan NaCl atau zat lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

Ket: B = bobot zat tambahan (NaCl) gram unutk tiap 100 ml larutan
0,52 = titik beku cairan tubuh (-0,52oC)
b1 = PTB zat aktif
c = konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
b2 = PTB zat tambahan (NaCl)
Terdapat tiga jenis keadaan tekanan osmosis larutan obat, yaitu:
Keadaan isotonis apabila nilai B=0; b1C=0,25
Keadaan hipotonis apabila nilai B positif; b1C < 0,25
Keadaaan hipertonis apabila nilai B negatif; b1C > 0,25
b) Cara ekuivalensi NaCl (E);

Yang dimaksud ekuivalen dengan NaCl (E) adalah jumlah gram NaCl yang memberikan
efek osmosis yang sama dengan 1g suatu zat terlarut tertentu. Jika E efedrin HCl = 0,28
berarti tiap 1g efedrin HCl 0,28 g NaCl. Jadi, dapat dianalogkan sebagai berikut:
Ex = a; artinya tiap 1g zat X1xa g NaCl
Ex = E; artinya tiap 1g zat X1xE g NaCl
Jika bobot zat X=W gram, dan Ex=E ekuivalennya = WxE gram NaCl. Larutan
isotonis NaCl 0,9% b/v; artinya 0,9 gram NaCl untuk tiap 100 ml NaCl. Jika bobot NaCl
= WxE gram; volume yang isotonis = (WxE)/0,9x100; sehingga dapat dirumuskan:

Ket: V = volume larutan yang sudah isotonis (ml)


W = bobot zat aktif (gram)
E = nilai ekuivalen zat aktif
Untuk tiap 100 ml larutan NaCl, isotonisnyang dibutuhkan 0,9 g NaCl. Jika volume
larutan = V ml dan volume yang sudah isotonis = V ml, volume yang belum isotonis
adalah (V-V) ml sehingga bobot NaCl (B) yang masih diperlukan agar larutan menjadi
isotonis adalah:
B = [(V-V)/100] x 0,9 atau
B = [(0,9xV/100)] [(0,9xV)/100] atau
B = (0,9/100 x V) (0,9/100 x V)
Jika V diganti dengan (WxE)100/0,9; maka
B =[

] dan akhirnya dapat dirumuskan B =

Ket: B = bobot zat tambahan (gram)


V = volume larutan (ml)
W = bobot zat berkhasiat (gram)
E = ekuivalen zat aktif terhadap NaCl
Tiga jenis keadaan tekanan osmotic larutan obat, yaitu:
Keadaan isotonis apabila nilai B = 0,9/100 x V = (WxE)
Keadaan hipotonis apabila nilai B = 0,9/100 x V < (WxE)
Keadaan hipertonis apabila nilai B = 0,9/100 x V >(WxE)
Larutan NaCl 0,9% b/v adalah garam fisiologis yang isotonis
c) Cara factor disosiasi;
Larutan NaCl 0,9% b/v sudah ditetapkan isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan osmosis
larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer,
dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.
NaCl

Na+ +Cl-

Dari sebuah molekul NaCl terbentuk dua ion. Jadi, factor disosiasi NaCl adalah 2; tetapi
sebetulnya lebih tepat adalah 1,8 karena adanya sedikit keseimbangan reaksi. Jadi, factor
isotonisnya:
Ket: Fa adalah factor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenarnya, yaitu:
Untuk zat-zat yang tidak terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin, F2=1
Untuk asam-asam lemah dan basa-basa lemah F2=1,5
Untuk asam-asam kuat dan basa-basa kuat F2=1,8
M2 adalah bobot molekul zat

a, b, c,,dst adalah kadar dalam larutan (g/L)


jadi, larutan isotonis yang dapat dihitung dari NaCl 0,9% b/v tersebut adalah:
(fNaCl/MNaCl) x kadar NaCl (dalam satuan g/L) = (1,8/58,5 x 9 = 0,28 (berarti setiap
larutan yang memiliki factor isotonis).
Dapat kita turunkan rumus sebagai berikut:
(
Untuk menghitungkan banyaknya zat penambah (h) dalam pembuatan larutn isotonis,
dapat kita rumuskan sebagai berikut:
(
(

ket: harga: (Mh x Fh) untuk


NaCl
= 32
Glukosa = 198
Etanol 96% b/v = 43
Na.Nitrat =47
Gliserin = 81

d) Cara grafik;
Untuk cara grafik ini, di dalam farmakope terdapat tabel yang langsung dapat berisi
jumlah penambahan NaCl atau kalium nitrat dalam 9/100 ml yang harus ditambahkan ke
dalam larutan untuk mendapatkan larutan yang isotonis dengan cairan tubuh atau
jaringan tubuh.
Larutan isotonis yang mengandung satu senyawa
Konsentrasi dalam 9/100 ml senyawa yang disebutkan digambar pada sumbu X
(absis) dan sumbu Y (ordinat) yang bersesuaian. Ini menyatakan jumlah NaCl atau
kalium nitrat dalam 9/100 ml yang harus ditambahkan ke dalam larutan untuk
mendapatkan larutan isotonis dengan jaringan.
Larutan hipotonis yang mengandung lebih dari satu senyawa
Jika larutan mengandung sejumlah n senyawa, sedangkan banyaknya NaCl atau
kalium nitrat yang ditambahkan ke tiap senyawa itu dalam konsentrasi yang diminta
dapat dicari. Untuk mendapatkan suatu larutan dari masing-masing senyawa yang
isotonis dengan jaringan, jumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan
senyawa-senyawa itu isotonis dengan jaringan.
RPS (Gennaro, 1990: 1488-1489)
Pembekuan titik perhitungan
Untuk zat yang paling tercantum dalam tabel konsentrasi larutan isotonic, yaitu salah satu
yang memiliki titik beku -0,52. Jika hal ini tidak tercantum dalam tabel, maka dapat
ditentukan dengan akurasi yang memadai dengan proporsi yang sederhana. Sebenarnya

depresi titik beku larutan elektrolit tidak mutlak sebanding dengan konsentrasi tetapi
bervariasi sesuai dengan dilusi. Sebgai contoh, suatu larutan yang mengandung 1 gram
hidroklorida prokain dalam 100 ml memiliki depresi titik beku 0,120 sedangkan larutan
yang mengandung 3 g garam yang sama dalam 100 ml memiliki depresi titik beku 0,330
bukan 0,360 (3 x 0,120).
Farmasi Fisik II (Martin, dkk., 1993: 484)
Tonisitas larutan dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu metode berikut ini:
Pertama, dalam metode hemolisis, pengaruh berbagai obat diperiksa berdasarkan efek yang
timbul ketika disuspensikan dengan darah. Metode kedua yana dipakai untuk mengukur
tonisitas suatu larutan didasarkan pada metode untuk menentukan sifat koligatif larutan.
Metode ini didasarkan atas pengukuran perubahan temperature yang naik dari perbedaan
tekanan uap sampel terisolasi yang ditempatkan dalam sebuah ruangan dengan kelembaban
yang tetap.
Perhitungan tonisitas dengan harga L150. Karena penurunan titik beku larutan elektrolit
lemah atau kuat lebih besar dari yang dihitung dengan persamaan Tf = KfC, maka dipakai
factor baru, L = Kf dapat juga dihitung dengan persamaan
Nilai L dapat diperoleh dari penurunan titik beku larutan senyawa dalam bentuk ionnya dan
pada konsentrasi C isotonis dengan cairan tubuh. Nilai L disimbolkan dengan L150. Nilai L150
untuk larutan NaCl 0,90% (0,154 M) dengan titik beku 0,52 oC dan yang isotonis dengan
cairan tubuh adalah 3,4.

Pharmaceutical Technology (Parrot, 1971: 197)


Metode L, sejumlah solut yang harus ditambahkan unutk mengatur larutan hipotonik dari
obat untuk isotonisitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan termodinamika.
Perkenalan istilah akan memberikan penyimpangan dari keidealan.
Lebih dari rentang ekstrim dari konsentrasi akan berubah. Untuk kenyamanan pada system
farmasetik dimana larutan mencair dan konsentrasi molar dapat diganti dengan konsentrasi
molal, penurunan titik beku dapat dinyatakan dengan:
Nilai L berubah lebih dari rentang konsentrasi yang luas, akan tetapi L 150 mewakili nilai
ketika knsentrasi senyawa pada larutan isotonic dengan cairan tubuh.
6. Jelaskan Pembagian ruang/kelas produksi
Menurut Formulasi steril (Lukas, hal:1)
Sebelum melakukan suatu pekerjaan steril, langkah pertama yang diperlukan adalah
mempersiapkan ruangan, meliputi:
- Ruang penyimpanan, digunakan untuk menyimpan bahan baku dan produk jadi atau
sebagai gudang.
- Ruang pencucian, digunakan untuk preparasi dalam persiapan produksi atau kemasan
produk.

Ruang preparasi, digunakan untuk preparasi peralatan yang digunakan. Selain itu,
ruangan preparasi juga dipakai untuk melakukan penimbangan, pencampuran serta
penyaringan komponen bahan aktif obat.
Ruang steril, adalah tempat yang disiapkan secara khusus, terbuat dari bahan-bahan dan
tata bentuk yang sesuai dengan CPOB. Ruangan ini dipersiapkan untuk produksi obat
steril. Obat atau bahan obat yang diproduksi harus dipastikan dalam kondisi tidak
terkontaminasi.
Ruang pengemasan, ruangan ini digunakan untuk pengepakan produk obat yang akan
diedarkan.

Menurut CPOB (balai POM, 2006: 13-19)


a. Area penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan
hendaklah dilakukan diarea penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan
trsebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b. Area produksi
Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
- Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan diarea yang saling berhubungan antara satu
ruangan dan ruangan lainnya mengikuti urutan tahap produksi dan menururt kelas
kebersihan yang dipersyaratkan.
- Mencegah kerusakan dan ketidakteraturan
- Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang terlaksana.
Tingkat kebersihan ruang area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai
dengan jumlah maksimum pertikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan
sesuai dengan table dibawah ini:

Kelas
Ukuranpartikel

Non-operasional
operasional
Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan

A
B
C
D
E

3520
35200
352000
3520000
3520000

29
290
2900
29000
29000

3520
352000
3520000
Tidak
ditetapkan

20
2900
29000
Tidak
ditetapkan

c. Area penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan
rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas
produk antara produk ruahan dan produk jadi produk dalam status karantina, produk yang
telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik
dari peredaran.
d. Area pengawasan mutu, laboratorium pengawasan mutu hendaklah sesuai kegiatan yang
dilakukan. Luas ruang yang hendaklah memadai untuk mencegah pencampuran dan
pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai
untuk sampel, baku pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan.

e. Sarana pendukung
Ruang istitahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet
harus disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.Toilet tidak boleh
berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian
hendaklah berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.
7. Pengertian Injeksi
The art of compunding (Scoville, Hal: 190)
Injeksi atau parenteral adalah larutan atau suspensi dari obat untuk disuntikkan dibawah atau
menembus satu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa.
RPS (Gennaro, Hal: 1369)
Injeksi adalah pemberian obat secara berturut-turut pada interval terntu dimana obat sama
sekali tidak meninggalkan tubuh pada setiap interval pemberian dosis. Pengguanaan
prosedur pada pengaturan obat dosis ganda digunakan pada pemberian obat yang berulangulang dengan interval dosis yang konstan.
Pharmaceutical Technology (Parrot, Hal: 283)
Injeksi atau parenteral adalah sediaan steril yang pemberiannya menembus satu atau lebih
lapisan kulit.
Teori dan Praktek Farmasi Industri (Lachman, Hal: 1292)
Sediaan parenteral adalah sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena
sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh.
Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel, Hal: 399)
Obat suntik (injeksi) didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang
dimaksudkan untuk pemberian secara parenteral.
Sterile Dosager Forms ( Turco, Hal: 163)
Injeksi adalah sediaan steril yang digunakan secara berulang-ulang atau lebih dari satu kali
dan dikemas dalam wadah 10 ml atau lebih dan mengandung zat antibakteri.
8. Jelaskan rute-rute injeksi !
The art of compounding (Scoville, Hal: 193-194)
1. Dibawah kulit melalui suntik, obat yang disuntikkan kedalam jaringan longgar
dibawah kulit. Morfin dan kodein suntikan biasanya diberikan dengan injeksi
subkutan.
2. Injeksi intramuskular memungkinkan perkenalan obat kedalam atau antara lapisan
otot. Larutan obat diserap dengan cepat melaui rute ini. suspensi atau larutan obatobatan dalam minyak diserap perlahan dan merata dan memberikan efek
berkepanjangan.
3. Injeksi intravena adalah pemberian larutan obat langsung ke pembuluh darah. Ketika
volume cairan dalam jumlah yang besar disuntikkan kedalam vena proses tersebut
dikenal sebagai infus phlebodysis atau renoclysis.
4. Intratekal, subrachnoid, atau subdural adalah suntikan larutan kedalam diserap
kedalam cairan cerebrospinal atau penyerapannya sangat lambat.
5. Injeksi intraperitoneal jarang digunakan, tetapi dapat digunakan sesekali untuk
memperkenalkan obat langsung kedalam rongga peritoneal darimana mereka dengan
cepat diserap.

Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ansel, Hal: 400-404)


Pada umumnya, rute-rute injeksi yakni :
1. Rute intravena
Pemberian obat secara intravena menghasilkan kerja obat yang cepat dibandingkan
dengan cara-cara pemberian lain dan karena absorpsi obat tidak menjadi masalah,
maka tingkatkan darah optimum dapat dicapai dengan ketepatan dan kesegaran yang
tidak mungkin didapat dengan cara lain.
2. Rute Intramuskular
Pemberian obat lewat intramuskular menghasilkan efek obat yang kurang tepat,
tetapi biasanya obat berlangsung lebih lama dari yang dihasilkan oleh pemberian
intravena.
3. Rute Intradermal
Tempat injeksi yang biasa adalah permukaan anterior dari lengan muka. Biasanya
digunakan jarum suntik yang pendek (3/8 inci) dan sempit (ukuran 23-26 gauge).
Jarum tersebut disisipkan secara horizontal kedalam kulit dengan serongan
menghadap ke atas..
4. Rute Subkutan
Pada rute ini obat disuntikkan dibawah permukaan kulit yang umumnya dilakukan di
jaringan interstitial longgar lengan, lengan bawah, paha atau bokong. Tempat
suntikan ini biasanya berbeda bila suntikan diberikan terus menurus.
Pharmaceutical Technology (Parrot, Hal: 283)
a. Subkutan
Subkutan atau injeksi hipodemik dibuat untuk menembus jarinagan dibawah kulit.
Jika larutan dalam volume besar diberikan pelan secara subkutan, prosesnya disebut
hipodermoculis. Obat-obat yang mengiritasi tidak diberikan secara subkutan.
b. Intramuskular
Injeksi intramuskular dibuat untuk menembus lapisan otot. Larutan air dari obat
diabsorpsi dengan cepat tetapi suspensi dan larutan minyak diabsorpsi dengan
cepat,tetapi suspensi dan larutan minyak diabsorpsi dengan lambat.
c. Intravena
Injeksi intravena dibuat untuk kedalam urat halus (pembuluh vena). Dengan
beberapa pengecualian hanya larutan berair yang diberikan dengan cara ini. proses
absorpsi tidak terlibat.
d. Intraperitoneal
Injeksi intraperitoneal dibuat dalam rongga perut. Contohnya rongga abdomen.
Bahaya akan infeksi dan adesinya sangat besar untuk menjamin penggunaan klinis
dari injeksi peritoneal, tetapi rute ini secara luas digunakan pada percobaan dengan
binatang.
e. Intratekal
Injeksi kedalam cairan serebrospinal dikenal dengan injeksi subraknoid, subdural,
atau intrasponal, tergantung dari daerah injeksi. Biasanya volume cairan
serebrospinal sama dengan volume larutan yang diambil sebelumnya untuk injeksi.

RPS (Gennaro, Hal: 1545)


Injeksi diberikan melaui rute seperti intravena, subkutan, intradermal, intramuskular, intra
artikular dan intratekal.

Parenteral Technology Manual (Graves, Hal: 6-8)

Menggunakan jarum berongga diameter apporiate , injeksi parenteral dapat diperkenalkan


ke dalam tubuh oleh sejumlah rute yang berbeda digambarkan .
1 . Subkutan
suntikan dimasukkan ke dalam jaringan lunak persis di bawah permukaan kulit . Karena
ruang yang tersedia dalam jaringan terbatas , volume suntikan ini tidak melebihi 1 ml .
2 . Intramuskular
Suntikan yang dimasukkan langsung ke dalam otot , biasanya dari lengan atau wilayah
gluteal . Routeis ini juga digunakan jika obat ini mengiritasi atau tidak larut dalam air atau
minyak sehingga harus digunakan dalam bentuk suspensi .
3 . intravena
suntikan yang dimasukkan langsung ke dalam aliran darah . Hal ini dimungkinkan , dengan
hati-hati , untuk memberikan volume kecil larutan pekat yang woulkd jaringan normal
irriate .
4 . Intrakutan
suntikan yang dimasukkan langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum . Rute
ini digunakan untuk memberi volume kecil ( 0,1-0,5 mL ) dari bahan diagbostic vaksin .
5 . Intratekal
solusi digunakan untuk menginduksi spinalk atau lumbar anestesi oleh solusi injeksi ke
dalam ruang sbarachnoid ..
6 . Intra - artikular
suntikan yang digunakan untuk memperkenalkan bahan seperti obat anti inflamasi langsung
ke sendi yang rusak atau teriritasi .
7 . Intracardial
Langsung ke jantung , adalah rute yang dapat digunakan untuk menyuntikkan ke dalam
volume besar aliran darah larutan hipertonik atau menjengkelkan seperti 70 % dekstrosa .
8 . intraperitoneal
rute yang digunakan untuk aplikasi seperti vaksin rabies . Hal ini juga dapat digunakan
untuk solusi dialisis ginjal .
9 . intracisternal
rute adalah injeksi ke dalam sumur intrakranial dan dura mater dari sumsum tulang belakang
.

Teori dan Praktek Farmasi Industri (Lachman, Hal: 1321-1322)


Parenteral bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena,
intramuskular, subkutan, intrakutan, dan intraspinal.
a) Untuk injeksi intrakutan, volume lebih dari 0,2 ml jarang digunakan karena
kurangnya pembuluh darah.
b) Volume 1ml atau kurang bisa diinjeksikan secara subkutan.
c) Volume lebih dari 2 ml hanya kadang-kadang diberikan secara intramuskular
d) Volume 10 ml atau kurang bisa digunakan secara intaspinal.
e) Hanya dengan rute intravena volume besar bisa diberikan dengan aman, asal
dilakukan kontrol teliti pada laju pemberian.
Sterile Dosage Forms (Turco, Hal: 9-10)
Intradermal Route, obat yang disuntikkankedalamlapisanpermukaankulitdalamadministrasi
intradermal , kadang-kadangdisebutsebagaiintrakutan . Hanya volume
kecildarisolusidalamurutan 0,1 ml ,

dapatdiberikandenganruteinidanumumnyadicadangkanuntuktesdiagnostikdansejumlahvaksin
.
Subkutan( sc ) rute, injeksi volume kecildiberikandalamjaringanlonggar di bawahkulit ,
umumnyakepermukaanluardarilenganataupaha .
Responterhadapobatdiberikanmelaluiruteinilebihcepatdaripadaadministrasisehinggaintrader
mal .
Intramuskular( IM ) Route , injeksidapatdibuatmenjadiadministrasimassalintramuskularotot .
Sebuahsitusumumadalahotot deltoid di lenganatas di manasebanyak 2 ml dapatdisuntikkan
Intravena( IV ) rute, volume besarataukecildarisolusidapatdiberikankedalam vena
untukpemberianefek - intravena yang cepat .
Rute Intra - arterial ,merupakanmetode yang jarangdigunakanadministrasi .
Injeksiobatkearteriberakhir di area target , yang mungkinmerupakan organ .
Rutelain , kurangumumdigunakantermasukruteintrakardiak , injeksikedalamruangjantung,
artikular intra , injeksikedalamsendi , hypodermolycis , injeksi volume
besarlarutankedalamjaringansubkutan , intraspinal , injeksikedalamcairantulangbelakang .

9. Jelaskan Keuntungan dan kerugian injeksi


A. Menurut Parrot, 1971, Pharmaceutical technology, hal: 283
Keuntungan:
Sediaan injeksi mempunyai beberapa keuntungan dari pada pemberian oral. Rute pemberian
ini penting ketikasaluran gastrointestinal tidak dapat bekerja dikarenakan perawatan atau
ketiadaan stabilitas obat, contohnya insulin danpenislin G. Respon farmakologi dari injeksi lebih
cepat dan lebih efektif dari pemberian secara oral. Pada keadaan darurat bagi pasien yang tidak
sadar atau tidak dapat diberikan pengobatan secara oral, injeksi parenteral memberikan respon
yang cepat dan jelas.
Kerugian:
Untuk mencegah terjadinya infeksi parenteral harus dalam keadaan steril dan harus
diberikan secra aseptik sehingga kebanyakan orang tidak menyukai pemberian secara injeksi.
Pada umumnya pemberian injeksi menyusahkan bagi tenaga kesehatan. Reaksi sensitifitas lebih
sering terjadi pada pemberian parenteral dari pada pemberian lain.
b. Menurut Michael J. Groves, 1988, Parenteral Technology Manual, hal: 6 dan 11
Keuntungan:
Kerja obat biasanya lebih cepat
Seluruh dosis obat diberikan
Beberapa obat, seperti insulin atau heparin, benar-benar tidak aktif ketika diberikan
secara oral dan harus diberikan secara parenteral.
Beberapa obat iritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan
secara intravena, misalnya, larutan dekstrosa yang kuat
Jika pasien mengalami dehidrasi atau shock, pemberian cairan intravena seringakan
menyelamatkan hidupnya.
Kerugian:

Beberapa elemen kecil seperti nyeri mungkin ada yang sering tidak menyenangkan bagi
pasien, terutama jika ada kesulitan dalam mencari vena yang cocok untuk pemberian
intravena
Dalam kebanyakan kasus, diperlukan dokter atau perawat untuk mengelola dosis.
Setelah diberikan, obat segera tersedia untuk target organ sistemik. Jika pasien
hipersensitif terhadap obat, atau over dosis sulit untuk membalikkan efeknya
Pemberian dari berbagai bahan melalui kulit membutuhkan perawatan yang cukup besar
karena udara atau mikroorganisme dapat dimasukkan ke dalam tubuh. Efek samping ini
biasanya dimanifestasikan sebagai reaksi flebitis, di tempat suntikan.
C. Menurut Salvatore Turco, 1974, Sterile Dosage Form , hal: 11-12
Meningkatnya penggunaan obat secara parenteral karena adanya beberapa keuntungan sebagai
berikut:
Respon fisiologi slang sung dapat dicapai utamanya dalam kondisi klinis seperti serangan
jantung, asma dan shock.
Terapi parenteral diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau yang dirusak
oleh sekret pencernaan, seperti insulin, hormonlain, dan antibiotik
Untuk pasien yang tidak kooperatif, mual, atau tidak sadar obatnya harus diberikan
melalui suntikan
Ketika diinginkan, terapi secara parenteral memberikan kontrol dokter obat karena
pasien harus kembali untuk perawatan lanjutan. juga, dalam beberapa kasus pasien tidak
dapat diandalkan untuk mengambil obat oral.
pemberian parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti
pada gigi dan anestesi
dalam kasus-kasus di mana obat yang diberikan berkepanjangan tersedia tindakan yang
diinginkan bentuk secara parenteral, termasuk long acting, steroid disuntikkan intraartikuler dan penisilin long acting diberikan dalam intramuskular
Terapi secara parenteral menyediakan sarana untuk mengoreksi gangguan serius karena
keseimbangan cairan dan elektrolit
ketika makanan tidak dapat diambil melalui mulut total kebutuhan nutrisi dapat diberikan
melalui rute secara parenteral
Kerugian Penggunaan obat secara parenteral:
Bentuk sediaan harus diberikan oleh tenaga yang terlatih dan membutuhkan lebih banyak
waktu daripada yang diberikan oleh rute lainnya.
Pemberian parenteral membutuhkan kepatuhan yang ketat untuk prosedur aseptik dan
rasa sakit pada injeksi tidak bisa dihindari.
Setelah obat diberikan secara parenteral, menjadi lebih sulit untuk membalikkan efek
fisiologisnya.
bentuk sediaan secara parenteral lebih mahal daripada sediaan yang diberikan oleh rute
lainnya.

D. MenurutGoeswinagoes, 2009, Sediaanfarmasisteril, hal: 12-13


Keuntungan:

Respon fisiologi ssegera dapat dicapai jika diperlukan, dan merupakan pertimbangan utama
dalam kondisi klinik tertentu, seperti asma dan shock.
Terapi parenteral dipersyaratkan atau diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral
atau akan dirusak oleh sekresi saluran cerna, seperti insulin, hormon lain dan atibiotik
Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif, atau tidak sadar harus diberikan melalui
injeksi.
Jika dibtuhkan terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter untuk mengontrol
obat (pengobatan) karena pasien harus kembali untuk melanjutkan pengobatan. Juga dalam
beberapa kasus, terapi parenteral diberikan jika pasien tidak dapat diandlakan untuk
menerima pengobatan secara oral.
Pemberian obat secara parenteral dapat pula memberikan efek lokal jika diperlukan, seperti
pada dokter gigi dan anestesiologi
Pada kasus dimana perpanjangan kerja obat diperlukan, tersedia pula bentuk sediaan
parenteral yang bekerja diperlama, seperti steroid yang disuntikkan secra intra-artikular, dan
penisilin yang diberikan dengan cara injeksi intramuscular dalam
Terapi parenteral dapat pula merupakan cara untuk melakukan koreksi gangguan serius
kesimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Jika makanan tidak dapat diberikan kedalam lambung, baik melaui mulut maupun tabung,
maka pemberian nutrisi secra total dapat diberikan menurut cara parenteral
Kerugian:
Sediaan harus diberikan oleh personal yang terlatih (dokter, mantri, perawat, bidan).
Membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan pemberian obat menurut
rute lain
Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti ketentuan atau prosedur aseptik,
dan kadang-kadang rasa nyeri yang timbul pada pemberian obat secra parenteral tidak dapat
dihindarkan
Begitu obat sudah diberikan secra parenteral, sulit untuk membalikkan atau mengurangi efek
fisiologinya
Karena Persyaratan manufaktur dan pengemasan, sediaan parenteral lebih mahal harganya
dengan sedaian yang diberikan menurut rute lain.
E. MenurutLachman, 1994, Teoridanpraktekfarmasi industry, hal: 1292
Keuntungan:
Sediaan ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi karena sediaan ini
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan
mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien yakni membrane dan mukosa,
sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik, dan harus
mempunyai kemurnian yang tinggi.
F. Stefanus Lukas, 2011, Formulasisteril, hal: 13-14
Keuntungan:
Obat memiliki onset yang cepat karena respon fisiologis dapat segera tercapai
Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
Kerusakan obat dalam tractusgastrointestinalis dapat dihindari

Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma
Beberapa obat tidak efektif diberikan secara oral
Sangat membantu saat diperlukan efek lokal untuk anestesi
Bermanfaat untuk terapi keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh
Kelemahan:
Rasa nyeri pada saat disuntik, apalagi jika harus diberikan berulang kali
Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama
sesudah pemberian intravena
Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktik
dokter oleh dokter dan perawat yang kompeten
Pemberian obat secara parenteral mengikuti prosedur aseptik
Proses pemberian secra parenteral membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan sediaan oral
Biaya pembuatan dan kemasan lebih mahal daripada sediaan oral
g. MenurutAnsel, Pengantarbentuksediaanfarmasi, hal: 399
Keuntungan:
Pada umumnya pemberian secra parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang cepat, seperti
pada keadaan darurat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak
dapat menerima pengobatan melalui mulut sendiri, tidak efektif dengan cara pemberian lain.

10. Jelaskan Komposisi sediaan injeksi


Menurut The art of compounding (scoville, 1958:199)
a. Air u/ injeksi, Air untuk injeksi. Untuk dapat diterma air hrs disuling, bebas pirogen, tidak
berwarna, jelas tdg berbau dn tdk berasa. Air jg tdk blh mengandung lebih dri 2 mg total
padatan per 100 ml. pH adl 5-7,1 saat diuji oleh metal merah dn metal biru indicator
bromothymol. Air juga harus menghassilkn tes negative untuk klorida, sulfat, ammonia
kalsium dioksida, karbon, logam nerat dan zat2 troksidasi. Pembawa air lainnya seperti
larutan natriun klorida isotonic dan larutan ringer ini sering dgunakan untuk pelarut sediaan
parenteral.
b. Minyak untuk injeksi, suspense atau larutan obat dalam minyak adl umum digunakan untuk
injeksi ketika diinginkan durasi kerja obat lama juga penyerapannya.
Pembawa lainnya, pripolen glikol, polietilen glikol, dan gliserin biasanya diencerkan dgn air
steril, kadang digunkn dlm komposisi larutan untuk suntikan. Pembawa ini digunakan tidk
hnya untuk sifat pelarut mereka, tetapi juga untuk meningkatkan stabilitas sediaan trtentu
Menurut Pengantar bentuk sediaan farmasi (Ansel, 406-410)
a. Penbawa air:
- Water for injection (USP), dimana air dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis
terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dgn purified water. USP
dlm jumlah zat padat yg ada tdg lbh baik dari 1mg per 100ml. usp tdk boleh
mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetap
harus bebas pirogen,

Steril water for injection, adl air untuk oabt suntik yang teah disterilkan dan dikemas
dalam wadah2 dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter, seperti air untuk
oabt suntik harus bebas pirogen dan tiddak boleh ada zat mikroba atau ada zat tambahan
lain.
- Bacteriostatic water for injection, USP adl air steril untk obat suntik yang mengandung
satu atw lebih zat antimokroba yang sesuai
- Sodium chloride injection, USP adl larutan steril dan isotonic natrium klorida dalam air
untuk sediaan suntik. Tidak mengandunng zat antimikroba. Kandungan ion natriun dan
klorida dalam obat suntik kurang lebih 154 mEq per liter.
- Bacteriostatic sodium chloride injection, USP adl larutan steril yang isotonis natrium
klorida dlam air untuk oabt suntik. Mengandung satu atau lebih zat antimikroba yang
sesuia dan harus tertera di etiket. Kadar sodium klorida sebesar 0,9% untuk membuat
larutan yang isotonic.
- Ringer injctio USP adl larutan steril natrium klorida, kalium klorida, dan kalsium klorida
dalam air untuk oabt suntk. Ketiga zat trsebt dlm larutan fisiologis.
b. Pembawa bukan air, diantara pelarut bukan air yang sekarang diguanakan sebagai produk
parenteral adl minyak2 lemaak nabati. Gliserin, polietilen gglikol, propilenglikol, alkohol
dan yang digunakan lebih jarang adl etil oleat, isopropyl miristat, dan dietilasetamid.
c. Zat2 penambah, semua penambah kebanyakn adl pengawet antimokroba, dapar, penambah
kelarutan, antioksidan dan zat2 pembantu farmasi lainnya. Zat yg dipergunakan hnya untuk
pewarna dilarang keras dalam sediaan parenteral.
Menurut RPS (gennaro. 1990:1547)
a. Pembawa, karena suntikan cairan sebagian besar cukup encer, komponen dalam proporsi
paling tinggi adl pembawa yang biasanya tidk memiliki aktivitas terapeutik dan tidak
beracun. Namun, pembawa sangat penting dalam formulasi sejak diajukan kejaringan tubuh
dlm konstituen aktif untuk penyerapan. Pembawa paling penting untuk produk parenteral adl
air, kualitas air yang cocok untuk pemberian parenteral harus disiapkan baik dengan
penyulingan atau osmosis terbalik. Pmbawa tdk larut air, kompenen ini yang paling utama
adl minyak yang digunakan sbg pembawa khususnya untuk sediaan hormone tertentu.
b. Zat terlarut, persyaratan ini untuk kemurniaan senyawa obat yang digunakan dalam suntikan
sering membuat perlu untuk melakukan pemurnian khusus dari zat kimia yang tersedia.
c. Pirogen, mungkin kontaminasi yang diantisipasi dalam sdian. Selama pemrosesan, sumber
pirogen dapat memasukkan Persiapan dengan cara apapun untuk memperkenalkan
mikroorganisme hidup atau mati.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV (Hal: 10)
a. Zat pembawa
Pada umumnya digunakan air untuk injeksi sebagai pembawa. Natrium klorida dapat
ditambahkn dlm jumlah yg sesuai untuk memperoleh larutan yg isotonis. Injeksi natrium
klorida atw injeksi ringer dpt digunakan sebagian atw keseluruhan sbg pengganti air untuk
injeksi kecuali dinytakan lain dlm monografi. Zat pembawa lain seperi lemak, merupakan
zat pembawa untuk injeksi yang berasal dari tanaman, tdk berbau atw hampir tdk berbau,
dan tdk memiliki bau atw rasa yg tengik.
b. Bahan tambahan, pemilihan dan penggunaan bahan tambahanharus hati2 untuk sediaan yg
diberikan lebih dari 5ml kecuali dinyatakan lain berlaku. Zat yang mengadung zat raksa dan

surfaktan kationik td boleh lbh dari 0,5% dan belerang dioksida atw sejumlah setara dgn
kalium atw natrium silfat, bisulfit, atw metabisulfit, tdk boleh lebih dari 0,2%.
Pharmaceutical technology (parrot, 1971 : 248-288)
a. Zat pembawa , dari sudut pandang fisiologi, air adalah pelarut yang sangat cocok dan yang
paling lazim digunakan sebagai zat pembawa dalam parenteral. Air tidak boleh
terkontaminasi pirogen, sepetri penyebab demam, metabilit dari pertumbuhan
mikroorganisme. Air untuk injeksi digunakan untuk injeksi yang disterilkan kemudian
dimasukkan kedalam wadah. Produksi injeksi yang disterikan kemudian dimasukkan
kedalam wadah.
b. Pelarut bukan air, ketika bahan obat tidak larut dalam air seperti estradiol valerate, atau
rusak oleh air, boleh dibuat dengan pelarut bukan air yang tidak toksik, tidak mengiritasi dan
tidak sensitive. Dan tentunya pelarut bukan air ini harus memiliki aktivitas farmakologi.
Viskositasnya harus sesuai ketentuan injeksi. Campuran minyak seperti minyak jagung,
minyak kacang dan minyak wijen biasanya digunakan sebagai cairan pembawa bukan air
untuk sediaan parenteral.
c. Kosolven, gliserin biasanya digunakan sebagai koslven untuk meningkatkan kelarutan obat
dalam larutan seperti injeksi deslanosid dan injeksi digitoksin. Alkohol juga sering
dikombinasikan dengan gliserin sebagai zat pembawa untuk digitalis glikosida.
Zat tambahan, produk parenteral boleh mengandung bahan tambahan yang meningkatkan stabilitas
atau kegunaan injeksi jika tidak bebbahaya dan tidak mempengaruhi kemanjuran terapi, contohya
seperti buffer, bahan pengawet dan antioksida.
11. Jelaskan Syarat-syarat injeksi !
a) Sterile Dosage Forms (Turco, Hal: 37)
1)
Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan beberapa
alat medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan yang harus
steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup. kebebasan dari mikoorganisme hidup
dijamin pada awalnya dengan pembuatan produk dengan proses sterilisasi yang sah,
kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk yang meyakinkan
penyimpanan dari sifat ini. Istilah steril adalah mutlak dan seharusnya tidak pernah
digunakan atau betul-betul dipertimbangkan dalam suatu cara relatif baik sebagian atau
hampir steril juga diharapkan dalam penanganan berikutnya dari produk selama
pemberian, teknik aseptik dan manipulator akan menjamin pengeluaran berlanjut dari
mikroorganisme hidup. Teknik aseptik yang tepat untuk penyiapan dan pemberian
bentuk sediaan steril akan didiskusikan selanjutnya.
2)
Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut, yang tanpa sengaja
ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan partikulat dalam sediaan larutan
parenteral diperhatikan karena konsep rute pemberiannya. Walaupun rute parenteral
dapat menyiapkan lama penyimpanan, penampilan, kebutuhan, dan metode efektif dari
pemberian, namun dipercaya bahwa bahan-bahan dari luar yang tidak disengaja dapat
berbahaya. Komposisi dari bahan partikulat yang tidak diinginkan bervariasi. Dalam
beberapa hal, komposisi ini dari berbagai sumber, mengingat yang lain memiliki sumber

khusus tersendiri. Bahan asing yang ditemukan dalam sediaan parenteral meliputi
selulosa, serat kapas, gelas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia tidak larut, karet
diatomae, ketombe dan sebagainya.
Pengaruh Secara Biologis
Kejernihan, atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan
sebagai persyaratan untuk produk parenteral. Bagaimanapun, awalnya ini adalah alasan
fisiologis misalnya pengaruh larutan terhadap bahan yang tampak terhadap pasien yang
menerimanya dalam injeksi akan merupakan gambaran kesimpulan produk yang
beredar di pasaran, dengan adanya bahan yang mengapung. Saat gelas ampul mulai
terkenal sebagai wadah pengemasan, hal ini dapat dicatat bahwa kemungkinan partikel
gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul dibuka.
Sumber
Bahan partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan sumber:

Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya.

Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti lingkungan, peralatan dan


personil.

Komponen kemasan dan kandungannya.

Alat dan peralatan yang digunakan saat pemberian produk.

Manipulasi yang melibatkan peralatan produk untuk pemberian sama baiknya


dengan lingkungan saat produk tersebut dibuat.
3)
Bebas dari Pirogen
Sekarang dalam praktek pemberian obat secara parenteral, reaksi piretik sering diamati.
Reaksi-reaksi ini antara lain malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu tubuh
(demam). Istilah seperti "sait fever", "protein fever", "serum fever", dan "salvarsan
fever", umum digunakan untuk mengartikan reaksi ini.
Definisi
Pirogen didefinisikan sebagai produk metabolit yang berasal dari mikroorganisme
hidup, atau mikroorganisme mati yang dapat menyebabkan respon demam setelah
penyuntikan. Pirogen diproduksi oleh mikroorganisme gram-negatif yang sangat poten.
Ekstrak pirogen kering muncul menjadi stabil sepanjang waktu, bahkan larutan yang
terpirogenik kehilangan beberapa aktivitasnya sampai beberapa tahun.
4)
Kestabilan
Dalam perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian utama ditujukan pada
kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung menjadi kurang stabil daripada obat
dalam bentuk kering. Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi
dibutuhkan atau berupa faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati.
Pemilihan bahan tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara fisika
dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada kenampakan
secara fisika dari produk saat penyimpanan. Pembentukan endapan atau warnanya
biasanya mengindikasikan ketidakstabilan. Penguraian obat tidak begitu nyata
ditunjukkan oleh perubahan secara visual, sutau larutan subpoten dapat tetap jernih dan
tidak berwarna.
5)
Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah (SDF : 164)
Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma
pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik dapat diberikan dengan sukses.

Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi parenteral.


Untuk meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara perlahan dengan kateter
pada vena besar seperti subclavian.
b) Pharmaceutical Technology (Parrot, Hal: 284)
Semua bahan-bahan yang dimasukkan ke epidermis tubuh harus bebas dari
mikroorganisme, pirogen dan iritasi. Dalam injeksi volume besar, pH dan tekanan osmotik,
dan aliran harus secara fisiologi bercampur dengan cairan tubuh.
c) Parenteral Technology Manual (Groves, Hal : 11)
Karena kritikal alami, sediaan parenteral harus disiapkan secara hati-hati,
mengontrol kondisi lingkungan dan pengemasan untuk menjamin bahwa pada penggunaan
produk :
Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah
kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
d) Berdassarkan buku The Art of Compounding (Scoville: 152-154)
Isotonis
Larutan yang mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan dikatakan bahwa
yang isotonik dengan yang lainnya jika suatu larutan yang digunakan berkontak dengan
sel air akan masuk kedalam sel karena perbedaan osmotik dari larutan disekitarnya.
Larutan hipotonik dan hipertonik
Jika larutan hipotonik mengalami kontak dengan sel maka cairan akan masuk ke dalam
sel karena perbedaan tekanan larutan. Pada sisi lain membran plasma sel merupakan unit
yang tertutup sehingga pemasukan air banyak kedalam sel akan menghasilkan
pembengkakan dan selanjutnya hal ini menimbulkan rasa sakit.
e) Berdasarkan RPS (Gennaro, 1990; 1545 1570)
Bebas bahan partikulat
Bahan parrtikulat berbahaya jika mengandung partikel tidak larut karena dapat
menghambat aliran kapiler (usus). Walaupun bahan tambahan tidak lebih dari 50
partikel / ml yang sama atau lebih besar dari 10 mm dan tidak lebih dari 5 partikel/ml
yang sama atau lebih besar dari 25/ml dalam ukuran yang seimbang (1570).
Bebas pirogen
Walaupun sediaan telah steril, tetapi tetap harus bebas dari pirogen dapat timbul dari
produksi pertumbuhan mikroorganisme yang telah mati yang tahan terhadap panas dan
jika tidak didepirogenesasikan dapat menyebabkan reaksi demam pada manusia (1550).
12. Mengapa injeksi harus steril?
a. Menurut buku Teori dan Praktek Industri, Lachman, 1994, Hal : 1292
Harus steril karena sediaan injeksi akan disuntikkan melalui membran kulit atau membran
mukosa ke bagian dalam tubuh dan karena sediaan tersebut mengelakkan garis pertahanan
pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik, dan harus mempunyai
tingkat kemurnian tinggi atau luar biasa.
b. Menurut buku formulasi Steril, Lukas, 2006, Hal : 46
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan sangat hatihati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing.

c. Berdasarkan buku Parenteral Quality Control (Michael, dkk, 2002; 1)


Produk injeksi yangterkontaminasi dengan mikroorganisme hidup akan menyebabkan multi
komplikasi terhadap kemampuan imunokompromise pasien.
13. Jelaskan perwadahan injeksi
Menurut Sterile Dosage Forms, Torcus,Hal: 299
ampul
suntikan dikemas dalam ampul tidak diharuskan untuk mengandung pengawet
antimikrobial, meskipun mereka sering lakukan karena produsen kadang-kadang
menggunakan rumus produk yang sama untuk paket injeksi dalam ampul seperti yang
digunakan untuk beberapa dosis botol. kerugian besar dari ampul kaca adalah kontaminasi
injeksi oleh particel kaca saat wadah terbuka. selain ampul adalah dalam nyaman kepada
pengguna karena mengandung harus ditransfer ke jarum suntik sebelum pemberian.

botol
ketersediaan botol multi-dosis disegel dengan fleksibilitas karet closurespermitted dosis dan
mengurangi biaya unit per dosis. namun sejumlah masalah menjadi jelas: peningkatan
kemungkinan kontaminasi mikroba dengan penarikan berulang, coring dan peningkatan
contmination tertentu, mungkin kesalahan dalam perhitungan dosis, waktu yang dibutuhkan
untuk menarik volume yang diinginkan dan peningkatan limbah. kerugian ini cenderung
meningkatkan biaya pasien akhir per dosis.

pra diisi jarum suntik sekali pakai


banyak rumah sakit apoteker dan praktisi madical lebih memilih obat dikemas dalam
syringers prefilled. Namun banyak produk belum disediakan oleh industri dalam bentuk
ini.untuk produk ini apoteker rumah sakit harus sendiri prefill jarum suntik untuk digunakan
dalam rumah sakit.

Menurut Pharmaceutical Technology, Parrot Hal :285-287


Wadah atau pengemasan sebaiknya mudah untuk disterilkan dan pembawaannya. Dan
sebaiknya sesuai untuk dibuka dalam cara aseptic. Wadah untuk parenteral , sebagian besar
biasanya terbuat dari kaca. Terdapat 4 tipe kaca : I, II, III dan NP. Tipe NP untuk produk
nonparenteral. Tipe I merupakan kualitas paling baik dan digunakan untuk sediaan parenteral apa
saja adalah kaca borosilikat dan boleh berulang kali dalam autoklaf. Dan memuaskan untuk larutan
yang bukan penyangga dan air. Tipe II dan III merupakan kaca natron-kapur, dimana kaca natronkapur seperti autoklaf.tipe II memiliki perlakuan dengan gas asam pada temperature tinggi untuk
meningkatkan resisten untuk air dan asam. Produk dengan Ph kurang dari 7 sebaikya di kemas
dalam kaca tipe II. Tipe III tidak dapat digunakan untuk larutan yang disterilkan dengan panas
dalam pewadahan akhir. Produk dengan Ph lebih besar dari 7 sebaiknya tidak diwadahkan dalam
kaca tipe tiga. Serbuk steril dapat diwadahkan dalam kaca tipe tiga.Semua kaca harus bersih untk
memberikan pemeriksaan meluruh secara visual dari bahan.Wadah plastic dikelompokan dalam 6
kelas menurut uji menggnkan biologi dlam menetapkan reaksi dari kehidupan jaringan. Dan
kehadiran hewan dari bagin plastic atau injeksi sri dri bhn njeksi.
Menurut Formulasi steril, Lukas Hal:71

Wadah dan penutup, wadah botol kaca dari plastic mempengaruhi proses sterilisasi sediaan obat
yang akan dibuat. Wadah infuse terbuat dari plastic dengan bahan polopropilen menghasilkan
bentuk soft bag yang dapat disterilkan dengan cara overkill. Apabila wadah menggunakan bahan
polietilen maka menghasilkan bentuk plabottle yang tidak dapat disterilkan dengan cara overkill,
tetapi dengan cara bioborden.
Menurut Teori dan Praktek Farmasi Industri, Lachman,Hal : 1303-1307
Wadah berhubungan erat dengan produk, tidak da wadah yang terseda sekaraang ini yang benarbena tidak reaktif, tertama dengan larutan air.Sifat fisika kimia diberikn pertimbangan utama dalam
pemlihan wadah pelindung.Wadah gelas secraa tradisional telah digunakn untuk prodk
steril.Banyak diantaranya ditutup dengan karet.
a. Wadah plastic.
Bahan utama dari berbagai bahan ptik yang duignakan untuk wadah adalah polimer
termoplastik. Wdah plaastik digunakan terutama Karen bobotnya yang ringan, tidak ddapat
pecah, serta bila mengandung bahan penambah daalam jumlah kecil mempunyai toksisitas
dan reaktifitas dengan produk yang rendah
b. Wadag gelas
Gelas masih merupakan bahan pilihan utama untuk wadah produk yang dapat
disuntikan.Wadah gelas ummnya tersusun dari silicon dioksida tetrahedrop, dimodifiksi
secara fisika kimia dengan oksidasi seperti okksida natrium, kalium, klsium, magnesium,
lminium, boron dan besi.

Menurut Encyclopedia Pharmaceutical Technology, SwarbrickHal : 231-233


1.

Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III
(tabel 8).Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan
barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa
yang ekstrim.Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang
digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral.Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat
dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya
gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime.Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk
kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan
pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas
berbeda.
2.
Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan
catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks.Tidak hanya
mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan
pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan.Banyak
bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat
bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral.Seperti gelas,
formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet
yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.

Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah
alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang.Butil karet lebih disukai
karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh
karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana
dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan
aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi
benang.Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan
potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui
peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur
dengan obat hidrofilik, khususnya protein.Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi
dapat menghasilkan agregasi protein.
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol
plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril,
suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas
dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan.
Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan
masalah fisika dan kimia.Formulasi plastik adalah sedikit.Kompleks daripada karet dan
cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya.Paling umum digunakan plastik
polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume
kecdil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen,
poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
3.

Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas
atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk
sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah
aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge
mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan
vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi,
sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk
diberikan.Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).
Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata.Salep dengan tube logam digunakan
untuk kemasan salep mata steril.

Menurut The art of compounding Scoville's, Hal : 200


Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda.Wadah dosis tunggal
yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus
tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial
serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup
karet spiral.Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml
dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral.Labu atau tutup yang
lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl
isotonis.

Menurut Voight, Hal: 464-467


a. Ampul
ampul adalah wadah berbentuk silindris dari gelas yang memiliki ujung runcing (lembing)
dan suatu dasar datar. Ukuran nominalnya berjumlah 1, 2, 5, 10, 20 dan kadang-kadang juga
25 dan 30 ml. ampul adalah wadah takaran tunggal oleh karena jumlah cairan
keseluruhannya ditentukan untuk satu kali injeksi.
b. Ampul semprot
Ampul semprot suatu istilah gabungan untuk wadah dan peralatan yang tidak hanya
memiliki fungsi penyimpanan melainkan sekaligus juga memiliki fungsi penggunaan.
c. Ampul silinder
Pada ampul silinder cairan injeksi dijumpai dalam sebuah silinder gelas yang satu bagiannya
ditutup dengan sebuah penutup karet yang tebal atau penutup buatan yang berlaku sebagai
torak, sisi lainnya semata-mata ditutup dengan sebuah membrane karet yang tipis atau
membrane bahan buatan yang ditusuk hingga menenbus sebuah jarum injeksi dari ujung
belakangnya pada pemasangan ampul dalam sebuah peralatan semprot spesial.
d. Penyemprot satu kali
Mereka memiliki suatu silinder gelas yang terbentuk sangat kuat dengan satu tambahan
cetakan jari seperti stempel dan memungkinkan lakukan injeksi tanpa tambahan
penyemprot.
e. Botol kecil dan botol
Botol kecil injeksi sebagai wadah takaran tunggal atau wadah takaran ganda. Mereka
berlaku untuk menerima serbuk bahan obat larutan atau suspense dan pada umumnya
meliputi 5 mm. akan tetapi juga lebih besar diperdagangkan. Botol kecil gelas berleher
panjang ditutup dengan sebuah penutup karet dengan suatu kapsul untuk ditekuk dari logam
ringan pada leher botol.

Вам также может понравиться