Вы находитесь на странице: 1из 12

Konjungtivitis Bakteri

Semuel Palalangan, Stella Lengkong


A. Pendahuluan
Konjungtivitis

merupakan

peradangan

pada

konjungtiva

bulbar

atau

konjungtiva palpebra, ditandai dengan pembengkakan, pembentukan cairan eksudat


dan mata tampak merah (pink eye).1,2 Peradangan konjungtiva (konjungtivitis)
menjadi penyakit mata yang paling umum di seluruh dunia, yang umumnya
disebabkan

eksogen,

namun

dapat

pula

endogen.3

Berdasarkan

penyebab

konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi, toksik dan
molluscum contangiosum. Konjungtivitis bakteri umumnya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Streptococcus
pyogenes (haemolyticus, Moraxella lacunate (Moraxella Axenfeld bacillus),
Pseudomonas

pyocyanea,

(meningococcus),

Neisseria

Corynebacterium

gonorrhoeae,

diphtheriae,

Neisseria

meningitidis

Haemophilus

influenzae.1,4

Konjungtivitis ringan biasanya jinak dan sembuh sendiri atau mudah diobati dengan
antibiotik. Konjungtivitis berat, seperti yang disebabkan oleh gonokokus, dapat
menyebabkan kebutaan dan dapat menandakan penyakit sistemik yang mendasari.5
Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis bervariasi tergantung dari
agen penyebabnya, dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva),
lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis, kemosis,
hopertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa
seperti adanya benda asing dan adenopati preaulikular.3,4

B. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah selaput mukosa transparan tipis yang menutupi permukaan
posterior kelopak (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbar).1
Garis konjungtiva palpebra pada permukaan posterior kelopak dan melekat kuat
pada tarsus. Pada tepi superior dan inferior dari tarsus, konjungtiva terletak di
posterior (di forniks superior dan inferior) dan mencakup jaringan episkleral menjadi
konjungtiva bulbar. Konjungtiva bulbar melekat secara longgar pada septum orbital
dalam forniks. Hal ini memungkinkan mata untuk bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik (Saluran dari kelenjar lakrimal terbuka ke forniks
temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu
sedalam 3 mm), konjungtiva bulbar melekat secara longgar pada kapsul Tenon dan
dasar sklera.1

Gambar 1. Anatomi konjungtiva1

C. Insiden dan Epidemologi


Konjungtivitis bakteri terjadi pada semua ras dengan perbedaan frekuensi dapat
tercermin dari variasi geografis prevalensi bakteri patogen. Prevalensi konjungtivitis
bakteri pada laki-laki dan perempuan sama. Perbedaan tingkat infeksi terjadi pada
pola lingkungan dan perilaku. Usia merupakan faktor yang berhubungan dengan
konjungtivitis bakteri.1,3 Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%.
Diperkirakan 10% dari jumlah penduduk Indonesia seluruh golongan umur pernah
menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama,
konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%).5
D. Etiologi dan Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab konjungtivitis pada orang
dewasa. Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella
lacunate lebih sering menyerang pada anak-anak. Penularan melalui kontak dengan
sekret atau permukaan yang terkontaminasi seperti seprei. Pseudomonas jarang
menyebabkan konjungtivitis. Spesies Gonococcus dan Chlamydia, yang dapat
menyebabkan bentuk serius konjungtivitis, cenderung menyebar secara seksual atau
vertikal (dari ibu ke anak). Dokter harus mempertimbangkan organisme pada dalam
setiap bayi yang baru lahir dengan peradangan mata.1,4
Konjungtiva merupakan organ yang terpapar banyak mikroorganisme dan
faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya
mengencerkan materi infeksi, mucus menangkap debris dan kerja memompa dari
pelpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus lakrimalis dan air mata

mengandung substansi antimikroba termaskl lisozim. Adanya agen perusak,


menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel
dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada
stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapisan limfoid stroma (pembentukan
folikel). Sel-sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel
kepermukaan. Sel-sel kemudian bergabung dengan fibrin dan mucus dari sel goblet,
embentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat
bangun tidur.1
Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluhpembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata
pada forniks dan mengurang kearah limbus. Pada hiperemi konjungtiva ini biasanya
didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papilla yang sering disertai sensasi benda
asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensai ini merangsang sekresi air mata.
Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hyperemia dan menambah
jumlah air mata. 1,,2,3

E. Manifestasi Klinis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau
panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan
tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang
biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Adanya nyeri menandakan inflamasi pada
kornea.3,6,7
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, produksi cairan
eksudat, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel
(hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan
adenopati pre-aurikuler.3,
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada
kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan
pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman
penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun
mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata
yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.5,8

Gambar 2. Injeksi konjungtiva1


Konjungtivitis bacterial yang ditandai dengan eksudat purulen disebabkan oleh
N.gonorroeae, N. kochii dan N. meningitidis. Konjungtivitis menigococcus kadangkadang terjadi pada anak-anak. Konjungtivitis mukopurulen sering terdapat dalam
bentuk epidemik dan disebut mata merah oleh orangawam. Penyakit ini ditandai
dengan hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang.1

Gambar 3. Konjungtiva purulen1

F. Pemeriksaan Laboratorium
Penegakan diagnosa konjungtivitis bacterial dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pewarnaan gram
atau giemsa. Pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakandi sarankan untuk
semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
pseudomembran. Tes sensitivitas antibiotika juga dilakukan untuk pemberian terapi
spesifik.3

Gambar 4. Kerokan konjungtiva2


E. Diagnosa Banding
1. Keratitits
Keratitis merupakan peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap terapi topikal
dan konjungtivitis menahun.. Gejala-gejala yang timbul pada keratitis memberikan
gejala mata merah, rasa silau, merasa kelilipan serta mengalami penurunan tajaman
penglihatan. Pada pemerikasaan fisik dijumpai injeksi siliar dan infiltrat pada kornea.5

Gambar 5. Injeksi siliaris (keratitis)1


2. Uveitis
Uveitis merupakan peradangan pada uvea yang dapat mengenai jaringan iris
atau badan siliar dan korois. Iritis dan iridosiklitis merupakan suatu manifestasi klinik
reaksi imunologikterlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.
Bakteremia atau viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdpat
antigen yang sama dalam tubuh dapat menimbulkan kekambuhan. Keluhan pasien
dengan uveitis mata sakit, merah, fotofobia, penurunan tajam penglihatan dengan
mata berair serta sukar melihat dekat akibat peradangan otot-otot akomodasi.5

Gambar 6. Injeksi siliaris (iritis akut)1

3. Glaukoma akut
Mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya merupakan
glaukoma sudut tertutup akut. Pada glaukoma sudut tertutup akut tekanan intraokuler
meningkat mendadak. cairan mata di belakang iris tidak dapat mengalir melalui
pupilsehingga mendorong iris ke depan. serangan glaukoma akut terjadi tiba-tiba
dengan rasa sakit hebat di mata dan kepala, perasaan mual dengan muntah, mata
menunjukan peradangan (kongestif) dengan kelopak mata bengkak, matah merah,
dilatasi pupil, kornea suram dan edem, papil saraf optik hiperemis dan penyempitan
lapangan pandang.5

Gambar 7. Glaukoma akut1


F. Komplikasi
Pembentukan jaringan parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat
merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan penyumbatan duktus lakrimal. Hal ini dapat
mengurangi komponen humour aquor prakornea secara drastis dan juga komponen
mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Jaringan parut juga dapat mengubah

bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu
mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada
kornea. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N.gonorroeae, N. kochii
N. meningitidis, H. aegyptius, S. aureus dan M. catarralis. Jika produk toksik dari N.
gonorroeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat timbul
iritistoksik.1,3
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang lain.
Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang
sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali
memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan
baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
2. Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya. Sebelum mendapatkan hasil kultur bakteri penyebab konjugtivitis
dilakukan penatalaksanaan terapi empirik.3 Terapi sistemik diberikan pada pasien
dengan infeksi N. gonorrhoeae and N. meningitidis. Norfloxacin 1.2 gm sehari
selama 5 hari, Cefoxitim 1.0 gm or cefotaxime 500 mg. IV atau ceftriaxone 1.0 gm
IM perhari selama 5 hari, atau Spectinomycin 2.0 gm IM selama 3 hari. 1 Antibiotik
topikal seperti tetes mata chloramphenicol (1%), gentamycin (0.3%) atau framycetin

10

3-4 kali sehari. bila tidak merepon dapat diberikan antibiotik topikal seperti
ciprofloxacin (0.3%), ofloxacin (0.3%) atau gatifloxacin (0.3%).1,10
Irigasi conjunctival dengan larutan

garam fisiologis dua kali suatu sehari

membantu dengan pemindahan material yang mengganggu. pemberian AntiInflammatory dan obat penghilang sakit seperti ibuprofen dan paracetamol dapat
diberi selama 2-3 hari untuk mengurangi keluhan yang dialami pasien. Pemberian
steroids tidak direkomendasikankarena dapat memperberat infeksi ke jaringan
kornea.1
H. Prognosis
Konjungtivitis bakterial umumnya baik dan dapat sembuh sendiri tanpa
penobatan yang berlangsung 10-14 hari dan jika diobati berlangsung 1-3 hari.
Penyulit konjungtivitis yang disebabkan oleh golongan gonokokus karena dapat
masuk ke dalam darahyang menyebabkan septikemia dan meningitis. Konjungtivitis
bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.1

11

DAFTAR PUSTAKA
1.

Khurana AK. Disease of the Conjunctiva. Dalam : Khurana AK. Author.


Comprehensive Opthalmology. Ed. 4th. New Delhi : New Age International.
2007. hal.51-87

2.

Lang GK, Lang GE. Bacterial Conjunctivitis. Dalam : Lang GK. Author.
Ophthalmology : A Short Textbook. Stuttgar-New York : Thieme. hal.82-3

3.

Garcia FJ, Schwab IR. Conjunctivitis. Dalam Eva PR, Whitcher JP. Editors.
General Ophthalmology. New York : Mc Graw Hill. 2007

4.

Cavuoto K, et al. Update on Bacterial Conjunctivitis in South Florida.


American Academy of Ophthalmology. 2008. vol.115. hal 51-6

5.

Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Normal. Dalam : Ilyas S. Author. Ilmu
Penyakit Mata. Ed. 3th. 2010

6.

Singer MS, Langston DP, Levy BD. Conjunctivitis (Red Eye). The Health Care of
Homeless Persons. 2003. hal.11-

7.

Quinn CJ, et al. Care of the Patient with Conjunctivitis. American Optometric
Association. 2002. hal.1-60

8.

Banks MR. Conjunctivitis: More than Meets the Eye. The Canadian Journal of
Continuing Medical Education. 2002. hal.65-77

9.

6Abelson MB, et al. Clinical Cure of Bacterial Conjunctivitis with Azithromycin


1% : Vehicle-Controlled, Double-Masked Clinical Trial. American Journal of
Ophthalmology. 2008. vol.145. hal.959-65

10. Sheikh A, Hurwitz B. Antibiotics Versus Placebo for Acute Bacterial


Conjunctivitis. The Cochrane Collaboration. 2009. hal. 1-17

12

Вам также может понравиться