Вы находитесь на странице: 1из 37

MASTIKASI

MAKALAH

Oleh :
Vania Madethen
Dinda Cita Laksana
Tiara Aulia
Cassasiona Diandra

1603 2114 0005


1603 2114 0006
1603 2114 0007
1603 2114 0008

Pembimbing :
Dr. Rudi Hartanto, drg., MS, PAK.

PROGRAM STUDI DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Proses mastikasi merupakan suatu proses yang sangat berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Proses ini dapat terjadi karena adanya kolaborasi beberapa
organ, seperti bibir, geligi, lidah, palatum keras dan lunak, sendi temporomandibula,
faring, dan banyak otot. Koordinasi optimal organ-organ ini menghaluskan makanan
menjadi bolus (Andriyani, 2001; Rensburgh, 1995; Bradley, 1995).

Proses mastikasi berkaitan erat dengan proses pengecapan dan proses


penelanan. Pengecapan dilakukan oleh papilla pengecap yang berada pada lidah dan
palatum. Penelanan berhubungan dengan beberapa organ dan otot, serta kontrol
nervus secara sadar ataupun tidak sadar. Menelan dibagi menjadi fase persiapan, oral,
faring, dan fase esophageal (Andriyani, 2001; Rensburgh, 1995; Bradley, 1995).
Keseimbangan antara semua organ mastikasi, pengecapan, dan penelanan
memungkinkan

individu

untuk

mendapatkan

asupan

nutrisi

yang

baik.

Ketidakseimbangan kerja organ-organ ini dapat menyebabkan gangguannpada proses


mastikasi, pengecapan, ataupun penelanan (Andriyani, 2001; Rensburgh, 1995;
Bradley, 1995).

BAB II
MASTIKASI
2.1

Definisi dan Fungsi Mastikasi


Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan, yang

mempunyai komponen-komponen yang harus dapat bekerja serentak secara dinamis


dan sinergis dengan fungsi penelanan. Sistem mastikasi merupakan suatu sistem di
daerah stomatognati yang mempunyai fungsi komplek dan sangat bervariasi, dan
pada sistem ini terlibat kerja sama dari sistem saraf, otot-otot kunyah, rahang atas dan
bawah, gigi-gigi, seluruh jaringan lunak rongga mulut dan bibir (Bradley, 1995;
Rensburgh, 1995; Salleh, 2009; Wicaksono, 2013).
Fungsi mastikasi adalah untuk memotong dan menggiling makanan,
membantu mencerna selulosa, memperluas permukaan, merangsang sekresi saliva,

mencampur makanan saliva, melindungi mukosa, dan mempengaruhi pertumbuhan


jaringan mulut (Salleh, 2009; Wicaksono, 2013).
Mastikasi merupakan tahap awal dalam proses pencernaan. Potongan
potongan besar makanan dikurangi ukurannya menjadi kecil untuk proses penelanan,
makanan menjadi terpisah, dan luas permukaannya meningkat, aktivitas yang efisien
dari enzim pencernaan memfasilitasi solubilisasi zat makanan dalam air liur untuk
merangsang reseptor rasa. Pada proses mastikasi terjadi penghancuran partikel
makanan di dalam mulut dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah
sehingga mengubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk
bolus yang mudah untuk ditelan. Penghancuran makanan dilakukan oleh geligi
dangan bantuan otot-otot pengunyahan dan pergerakan kondilus mandibula melalui
artikulasi temporomandibula (Andriyani, 2001; Bradley, 1995).

2.2
2.2.1

Anatomi dan mekanisme organ yang berhubungan dengan mastikasi


Sendi Temporomandibular (TMJ)
Sendi temporomandibula adalah sendi syanovial jenis engsel termodifikasi.

Permukaan anrikular pada sendi ini ialah kondilus mandibula, tuberkulum articular,
dan fossa mandibularis. Sebuah diskus artikularis membagi kavitas menjadi
kompartemen superior dan kompartemen inferior. Kapsula artikularis bersifat
longgar. Kapsula fibrosa melekat pada tepi-tepi daerah artikular pada tulang temporal
dan sekitar collum mandibullae. Bagian kapsula artikularis yang tebal, membentuk
ligamentum lateral yang memperkuat sendi tempuromandibula di sebelah lateral. Di
dalam sendi terdapat dua membrana synovial: yang satu melapisi capsula articularis
diatas discus articularis; yang lain melapisi kapsula artikularis di atas duskus
articularis; yang lain melapisi capsula articularis di sebelah bawah discus articularis.
Selain ligamentum lateral, terdapat dua ligamentum lain yang menghubungkan
mandibula kepada cranium, tetapi kedua ligamentum ini tidak banyak membantu
memperkuat articulation tempuromandibularis. Ligamen stylomandibula melintas

dari processus stylodeus ke angulus mandibula. Ligamen stylomandibula melintas


dari spina ossis sphenoidalis ke lingual mandibula. TMJ merupakan artikulasi antara
tulang temporal dan mandibular. Sendi TMJ ini didukung oleh prosesus kondiloideus,
ligamen sendi temporomandibula, suplai darah pada sendi temporomandibula,
persarafan pada sendi temporomandibula, dan prosesus kondiloideus (Scheid, 2007).

Gambar 2.1 Sendi Temporomandibula (http:///www.physiopedia.com/TMJ_Anatomy)


2.2.1.1 Prosesus kondiloideus
Kondiloideus mandibula adalah bagian mandibula yang menonjol dan meluas
ke arah superior dan posterior, berbentuk cembung dengan panjang 20 mm
mediolateralis dan 8-10 mm ketebalan anterior-posterior. Permukaan artikulasi tulang
temporal terdiri dari dua bagian yaitu fosa artikularis dan eminensia artikularis. Fosa
artikularis cekung dalam arah antero-posterior medio-lateral. Eminensia artikularis
membentuk batas anterior dari fosa mandibularis yang meluas ke posterior dan
dibatasi oleh linggir meatus akustikus eksternus (Scheid, 2007).
Meniskus berbentuk oval yang membagi sendi menjadi dua bagian yang
terpisah, yaitu bagian atas antara meniskus dan permukaan artikularis tulang temporal
dan bagian bawah di antara meniskus dan permukaan kondiloideus. Bentuk
permukaan atasnya cekung-cembung dari depan ke belakang yang beradaptasi dengan
permukaan artikulasi tulang temporal sedangkan bentuk permukaan bawahnya
cekung yang beradaptasi dengan kondiloideus (Scheid, 2007).
Mandibula di bagian depan dan belakang tebal sedangkan tipis di antara kedua
penebalan ini. Ligamen kapsular melekat ke sekeliling meniskus ini, tendon muskulus
pterigoideus eksternus, muskulus maseter dan muskulus temporalis melekat ke
pinggir depan dari meniskus ini melalui ligamen kapsular. Meniskus ini terbentuk

dari kolagen avaskuler yang berfungsi untuk menstabilisasi kondilus terhadap


permukaan artikularis tulang temporal. Fungsi lapisan lemak yang terdapat di
muskulus pterigoideus lateralis adalah untuk memungkinkan terjadinya gerakan rotasi
pada saat membuka mulut. Daerah ini mengandung pleksus vena sehingga didapati
jaringan lunak yang fleksibel. Kapsul sendi di sebelah luar membentuk ligamen
kapsular yang terdiri dari jaringan ikat berserat putih yang melekat ke atas pada
bagian pinggir fosa artikularis dan tuberkulum artikularis, melekat ke bawah kolum
mandibula. Kapsul ini diperkuat oleh ligamen temporomandibula di sebelah lateral
sedangkan bagian depan diperkuat oleh muskulus pterigoideus (Scheid, 2007).
2.2.1.2 Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula
Di belakang meniskus ada suatu kelompok jaringan ikat longgar yang banyak
berisi pembuluh darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi ini oleh arteri
maksilaris interna terutama melalui cabang aurikular. Arteri maksilaris merupakan
cabang terminal dari arteri karotis eksterna yang mensuplai struktur di bagian dalam
wajah dan sebagian wajah luar. Awalnya berada di kelenjar parotis, berjalan ke depan
di antara ramus mandibula dengan ligamen sphenomandibula, kemudian ke sebelah
dalam dari muskulus pterigoideus eksternus menuju fosa pterigoideus (Scheid, 2007).
Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu:
-

Pars mandibularis yang berjalan mulai dari bagian belakang kolum mandibula

sampai ke fosa infratemporalis


Pars pterigoideus yang berada di dalam fosa infratemporalis
Pars pterygopalatinus yang berada di dalam fosa pterigopalatina.
Daerah sentral meniskus, lapisan fibrous dan fibrokartilago umumnya tidak

memiliki suplai darah sehingga metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang
terletak di dalam dan cairan synovial (Scheid, 2007).
2.2.1.3 Persarafan pada Sendi Temporomandibula
Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting dilakukan
oleh nervus aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama posterior dari nervus
mandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus maseterikus dan nervus

temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depankapsul dan meniskus. Nervus


aurikulotemporal dan nervus maseterikus merupakan serabut-serabut proprioseptif
dari impuls sakit nervus temporal anterior dan posterior melewati bagian lateral
muskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke permukaan dari muskulus
temporalis, saluran spinal dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular,
fibrokartilago, daerah sentral meniskus dan membran sinovial tidak ada
persarafannya (Scheid, 2007).
2.2.1.4 Gerakan Sendi Temporomandibula
Sendi temporomandibula manusia memiliki 3 jenis pergerakanan (Rensburgh,
1995):
a. Gerakan membuka dan menutup seperti egsel pada kondilus mandibula
sepanjang garis axis imaginer horizontal. Gerakanan ini digunakan dalam
mengunyah makanan, dan tipe gerakanan ini hanya terdapat pada spesies
karnivora.
b. Gerakan protrusi mandibula. Gerakanan ini digunakan pada tahap pertama
pengunyahan dan dapat terjadi dengan adanya aksi sliding / meluncur.
Gerakanan ini dapat disebut juga gerakanan translasi. Gerakanan ini dimulai
dari kondilus mandibular yang menyusuri bagian posterior lereng eminentia
artikularis pada tulang temporal. Gerakanan ini berhubungan dengan
gerakanan mandibula pada spesies pengerat. Sewaktu gerakanan membuka
seperti engsel dilanjutkan dengan gerakanan protrusif, permukaan insisif
mendekat satu sama lain. Gerakanan ini digunakan untuk menggigit makanan
lunak. Gerakanan ini juga diikuti langsung dengan gerakanan menutuip mulut,
menghasilkan aksi merobek pada makanan yang lebih keras. Hasil dari
gerakanan meluncur ini adalah aksi memotong seperti gunting (sliding
scissors-like action) pada gigi insisif satu sama lain.
c. Gerakanan ketiga dari temporomandibular joint ini adalah gerakan lateral
mandibula. Gerakan ini digunakan saat mengunyah makanan pada geligi
posterior dengan aksi grinding / menghaluskan. Gerakan ini berpasangan

dengan gerakan engsel yang secara simultan menghancurkan makanan.


Gerakan ini hampir simetris pada kebanyakan individu, adanya tetapi faktor
seperti sakit gigi dapat menyebabkan pengunyahan hanya berlangsung satu
sisi saja, dan nantinya akan menghasilkan kebiasaan mengunyah satu sisi yang
menetap.
2.2.2

Lidah
Lidah merupakan organ datar yang mengandung banyak otot, saraf dan

glandula. Lidah berada di dasar mulut di dalam rongga mandibula. Lidah dapat
berubah bentuk sesuai gerakan apa yang dilakukan. Dua pertiga bagian anterior lidah
disebut tubuh atau batang lidah dan sepertiga posterior disebut dasar lidah atau akar
lidah. Secara anatomis, ada dua macam permukaan lidah, yaitu permukaan dorsal dan
permukaan ventral (Scheid, 2007).

Gambar 2.3 Anatomi Lidah (Netter, 2007)

2.2.2.1 Permukaan Dorsal

Dorsum lidah terbagi oleh sebuah sulcus terminalis yang berupa V, menjadi
bagian oral anterior atau disebut bagian tubuh atau batang lidah (dua pertiga
depan) dan sebuah dasar atau akar lidah (sepertiga posterior). Pada ujung sulcus
terminalis terdapat lekuk median yang kecil, yaitu foramen caecum, sisa muara
ductus thyroglossus embrional yang semula melekat pada glandula thyroidea yang
sedang berkembang (Scheid, 2007).
Pars presucalis (anterior) bagian dorsal lidah dapat bergerak bebas, tetapi
melekat erat pada dasar mulut melalui frenulum lidah. Di masing-masing sisi
lipatan ini terlihat samar-samar vena profunda lidah berbayang membran mukosa.
Vena dorsalis lidah berguna untuk menyalurkan darah dari dorsum lidah dan sisisisi lidah. Pada dorsum Lingua bagian oral terdapat sebuah sulcus medianus lidah.
Permukaan membran mukosa ligua bagian oral bersifat kasar karena adanya
papilla lidah (Scheid, 2007).
Struktur-struktur yang juga menyusun pars presulcalis (anterior) dorsum lidah
antara lain adalah papilla vallata yang besar dan permukaan atasnya datar, terdapat
di depan sulcus terminalis, papilla foliata adalah lipatan-lipatan lateral kecil pada
mebrane mukosa, papilla filliformis yang panjang dan tersebar luas, berisi ujungujung akhir aferen yang peka terhadap sentuhan, dan papilla fungiformis yang
berupa seperti cendawan tampak seperti titik-titik merah muda atau merah. Papilla
valata, papilla foliata, dan papilla fungiformis terbanyak mengandung reseptor
pengecap dalam caliculus gustarius (Scheid, 2007).
Pars postsulcaris (posterior) dorsum lidah terletak posterior dari sulcus
terminalis archus palatoglossus. Membran mukosanya tidak mempunyai papilpapil, tetapi karena benjol-benjol folliculi lingalis dibawahnya, permukaannya
seakan-akan dialasi batu-batu bundar. Nodul-nodul limfatik sebagai keseluruhan
dikenal sebagai tonsila lingualis (Scheid, 2007).
2.2.2.2 Permukaan Ventral
Permukaan Ventral terdiri dari lima struktur. Kelima struktur itu adalah
(Scheid, 2007):

a. Ephitelium. Epitel yang terdapat pada permukaan ventral adalah epitel


squamosa berlapis berkeratin. Epitel ini menutupi seluruh permukaan
ventral.
b. Frenulum lingualis. Frenulum lingualis ini menghubungkan permukaan
ventral lidah dengan kavitas oral.
c. Papilla sublingual. Struktur ini menandai jalan masuk dari saliva dari
kelenjar submandibular ke dalam kavitas oral.
d. Plica fimbriata. Plica fimbriata merupakan cabang dari frenulum lingualis.
e. Deep lingual veins. Deep lingual veins dapat dilihat melalui mukosa yang
berada diantara plica fimbriata dan lingual frenulum.
2.2.2.3 Otot-otot Lidah
Pada masing-masing belah lidah terdapat empat otot intrinsik dan
empat otot ekstrinsik. Otot-otot intrinsic (musculus longitudinalis superior,
musculus longitudinalis inferior, musculus transversus lidah dan musculus
verticalis lidah) terbatas pada lingua dan tidak melekat pada tulang.
Perlekatan, persarafan dan fungsi otot-otot ekstrinsik (musculus hyoglossus,
musculus genioglosus, musculus styloglossus, dan musculus palatoglossus).
Semua otot lingua, kecuali musculus palatoglossus, dipersarafi oleh nervus
hyoglossus (nervus cranialis XII) (Scheid, 2007).
2.2.2.4 Fungsi Lidah
Lidah memiliki beberapa fungsi dalam proses mastikasi (Rensburgh, 1995):
a. Lidah dapat menghancurkan makanan lembut saat berkontak dengan palatum.
Fungsi ini dilakukan oleh rugae palatina dan permukaan dorsal lidah.
b. Lidah mencampur makanan dengan saliva dan menjadi penghubung /
penyalur makanan dari satu sisi ke sisi lainnya, serta menentukan dan
memastikan makanan sudah terkunyah dengan baik.
c. Bagian akhir dari permukaan dorsal lidah memberikan bantuan untuk fungsifungsi seperti yang telah disebutkan di atas dan memungkinkan manusia
untuk membedakan antara makanan yang sudah bisa ditelan dengan makanan
yang masih memerlukan mastikasi. Makanan yang bisa ditelan kemudian
disalurkan ke orofaring.

d. Lidah memiliki fungsi higienis, yaitu dengan memindahkan residu makanan


dari antara gigi dan juga vestibulum dengan aksi sweeping.
e. Lidah memiliki fungsi sebagai indera perasa. Terdapat kemoreseptor untuk
merasakan respon rasa asin, asam, pahit, dan rasa manis. Tiap rasa pada zat
yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang
-

berbeda-beda. Letak masing-masing rasa berbeda-beda yaitu :


Rasa asin
= lidah bagian depan
Rasa manis = lidah bagian tepi
Rasa asam
= lidah bagian samping
Rasa pahit
= lidah bagian belakang

Gambar 2.4 Bagian / Daerah Lidah yang Mengidentifikasi Rasa (http://betterright.blogspot.com/2012/05/cara-mudah-mengingat-rasa-yang-terdapat.html)


2.2.3

Palatum keras
Kekasaran yang terdapat di palatum mencegah makanan tergelincir atau

berpindah tempat. Palatum keras merupakan permukaan yang ideal untuk


menghancurkan makanan yang lunak saat berkontak dengan lidah. Besarnya
sensitivitas pada bagian akhir palatum keras memiliki peran dalam mengukur
kekasaran makanan dan membantu lidah memilah makanan yang siap ditelan.
Penggunaan gigi tiruan, terutama pada orang berusia lebih tua, mengurangi sebagian
kemampuan pengecapan. Gigi tiruan dapat menghambat individu untuk merasakan

tekstur makanan karena ujung syaraf tertutup oleh gigi tiruan. Karena alasan yang
sama juga, individu akan kurang merasakan temperatur makanan. Rasa pahit dan
asam pada pengecap juga menjadi terganggu karena sensasi kedua rasa ini banyak
terdapat pada palatum keras yang tertutup geligi tiruan (Rensburgh, 1995).

Gambar 2.5 Rongga Mulut dan Palatum (http://id.wikipedia.org/wiki/Palatum)


2.2.4

Bibir dan pipi


Fungsi sensorik bibir, terutama dalam menganalisa temperatur dan sentuhan,

memastikan tidak adanya benda / material yang berbahaya masuk ke dalam mulut.
Fungsi mekanis bibir yaitu memperkenankan makanan masuk ke dalam mulut.
Dengan menutup mulut, bibir mencegah keluarnya makanan atau cairan dari dalam
mulut. (Rensburgh, 1995)
Pipi juga memiliki peran yang penting dalam mastikasi. Pipi, dibantu dengan
otot buccinators, membantu menyalurkan makananan yang masuk ke vestibulum
untuk kembali ke mulut dan kembali dikunyah (Rensburgh, 1995).
2.2.5

Gigi

Gigi memegang peranan yang sangat penting pada proses mastikasi. Gigi geligi
manusia terdiri atas 20 buah gigi susu dan 32 buah gigi permanen. Gigi susu
merupakan gigi yang muncul pada masa anak-anak dan kemudian pada masa dewasa

10

digantikan oleh gigi permanen. Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu


(Raharja,2013):
a. Bagian akar gigi, adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

Gambar 2.6 Anatomi Gigi


(http://evhyavrilliachedward.blogspot.com/2011_08_19_archive.html)
Gigi memiliki bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya, yaitu
(Raharja,2013):
a. Gigi depan (gigi insisivus).
Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar untuk menggigit, hanya
mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada gigi yang
bawah. Gigi ini berfungsi untuk memotong makanan.
b. Gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah.

11

Gigi ini kuat dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar. Gigi
ini berfungsi untuk mencabik atau menarik makanan.
c. Gigi premolar / gigi molar kecil
Jenis gigi ini hanya ada pada gigi permanen tidak terdapat pada gigi sulung.
Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk kaleng tipis, mempunyai dua
tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah. Kebanyakan gigi
premolar mempunyai satu akar, beberapa mempunyai dua akar. Berfungsi
untuk membantu menggiling makanan.
d. Gigi molar
Merupakan gigi-gigi dengan bentuk paling besar di rongga mulut yang berada
di paling belakang dari gigi lain. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok- blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau
lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar
di rahang bawah mempunyai dua akar. Berfungsi untuk menggiling dan
mengunyah makanan.
Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu (Raharja,2013):
a. Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan satusatunya komponen dalam tubuh manusia yang tidak mempunyai kekuatan
reparatif karena itu regenerasi enamel tidak mungkin terjadi. Struktur enamel
gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian besar terdiri dari 97%
mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1% dan bahan organik 2%,
yang terletak dalam suatu pola kristalin. Karena susunan enamel yang
demikian maka ion-ion dalam cairan rongga mulut dapat masuk ke enamel
bagian dalam dan hal ini memungkinkan terjadinya transport ion-ion melalui
permukaan dalam enamel ke permukaan luar sehingga akan terjadi perubahan
enamel.
b. Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi dengan
proporsi protein yang lebih tinggi (terutama collagen). Dentin adalah suatu

12

jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma


odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan
hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase limfatik jaringan
pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai macam rangsangan,
misal: panas dan dingin serta kerusakan fisik termasuk kerusakan yang
disebabkan oleh bor gigi.
c. Sementum
Sementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya dengan
tulang.
d. Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang berisikan
syaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai dentin. Syaraf ini
mengirimkan rangsangan, seperti panas dan dingin dari gigi ke otak, yang hal
ini dialami sebagai rasa sakit. Rangsangan yang membangkitkan reaksi
pertahanan adalah rangsangan dari bakteri (pada karies), rangsangan mekanis
(pada trauma, faktur gigi, preparasi kavitas, dan keausan gigi), serta bisa juga
disebabkan oleh rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan
kedokteran gigi yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada
saat preparasi kavitas/pengeboran gigi.

13

Gambar 2.7 Berbagai bentuk gigi yang terdapat dalam mulut manusia
(http://www.kidport.com/reflib/science/HumanBody/DigestiveSystem/Teeth.htm)
2.2.5.1 Kontak oklusal antar gigi yang berlawanan
Berikut ini adalah pola pengunyahannya pada individu yang memiliki gigi
sehat dan lengkap. Makanan dihancurkan di antara oklusi geligi posterior. Makanan
kemudian didorong ke belakang oleh lidah yang menekan palatum keras dan
mendorong geligi anterior. Proses penghancuran makanan ini diselesaikan oleh geligi
posterior. Pengunyahan jarang dilakukan secara unilateral, kecuali untuk individu
dengan gigi yang sakit pada satu sisi, atau yang memiliki kebiasaan mengunyah satu
sisi (Rensburgh, 1995).
Hubungan antara jumlah gerakan dan jumlah kontak gigi yang berlawanan
bergantung pada jumlah makanan yang dikunyah. 50% individu memiliki kontak
oklusal dengan gerakan pengunyahan yang ringan pada wortel, apel, daging, atau roti,
serta memiliki kontak yang jauh lebih sedikit saat mengunyah biskuit. Kontak oklusal
langsung antara gigi yang berlawanan dilakukan dalam mastikasi dan dapat menjadi
tanda henti dalam gerakan mastikasi (Rensburgh, 1995).

14

2.2.5.2 Gerakan individual geligi


Gerakan independen individual geligi pada soketnya terjadi dalam proses
mastikasi. Gerakan ini kurang disadari manusia. Kerusakan gigi dapat terjadi jika ada
tekanan yang besar, karena gigi tidak dapat bertahan pada stres oklusal yang
dihasilkan dari gerakan otot mastikasi. Ligamen periodontal dan sistem vaskuler
meredam pada gaya yang diberikan ke gigi. Mobilitas gigi ditentukan oleh vaskuler
periodontal. Penelitian menunjukkan adanya penurunan mobilitas setelah dilakukan
anestesi lokal norepinephrine. Hal ini mungkin terjadi karena gerakan pada daerah
periodontal terhambat oleh stagnasi lokal (Rensburgh, 1995).
Pada penelitian yang dilakukan terhadap monyet, ditemukan adanya
perbedaan stres oklusal pada jaringan periodontal bergantung pada besarnya gaya
yang diberikan. Rapid stretching serat ligament periodontal terjadi ketika gaya ringan
diberikan dan diikuti oleh deformasi elastik tulang alveolar sewaktu gaya lebih besar
diberikan (Rensburgh, 1995).
2.2.6

Nervus
Gerakan mastikasi dikontrol oleh otot-otot yang berperan dalam mastikasi.

Kontrol ini digunakan sesuai kehendak secara normal dan sadar. Kontrol nervus
merupakaan aktivitas yang komplek dan oleh pusat vital subkortikal secara tidak
sadar diatur. Pada proses mastikasi ini juga terdapat gerakan refleks. (Rensburgh,
1995).
Penelitian yang dilakukan pada kucing yang teranestesi untuk melihat reflex
alami dari gerakan mastikasi sekitar 70 tahun yang lalu, menyimpulkan bahwa
gangguan mekanis pada lidah dapat menyebabkan refleks menutup rahang. Stimulus
mekanis pada permukaan oklusal gigi, gusi, dan anterior palatum keras terjadi pada
reflex membuka rahang (Rensburgh, 1995).
2.2.7 Otot pengunyahan
Otot-otot yang menggerakkan mandibula pada temporomandibular joint
dikenal sebagai otot mastikasi. Mastikasi adalah proses pengunyahan makanan dalam
persiapannya untuk penelanan dan pencernaan. Pada otot-otot pengunyahan terdapat
empat pasang otot-otot yang melekat pada mandibula dan bertanggung jawab

15

terutama untuk di elevasi, protrusi, retrusi, atau menyebabkan pergerakan mandibula


ke arah lateral. Otot-otot mastikasi berkembang dari 1st pharyngeal arch yang juga
berperan untuk perkembangan beberapa struktur tulang fasial. Karena otot-otot
mastikasi berkembang dari arkus ini, maka diinervasi oleh saraf arkus pertama, saraf
kranial ke lima (nervus trigeminal) (Scheid, 2007).
Dari keempat pasang otot yang terlibat dalam mastikasi, 3 otot merupakan
otot terkuat dekat rahang dan berfungsi sebagai kekuatan menggigit: masseter,
temporalis dan medial pterygoid. Dari ketiga otot ini, masseter merupakan otot
terkuat untuk mastikasi. Medial dan lateral pterygoid membantu dalam mastikasi
dengan menggerakkan dengan menggerakkan mandibula dari sisi ke sisi untuk
membantu menggiling makanan (Scheid, 2007).

Gambar 2.8 Otot-otot Pengunyahan (http://www.exetersurgsoc.co.uk/wpcontent/uploads/2012/09/muscles-of-mastication.jpg)


Otot masseter merupakan otot yang paling berperan pada proses
pengunyahan. Letak otot masseter berasal dari dua area pada arkus zygomatikus.
Kepala atau bagian depan superfisialnya berasal dari tepi inferior di dua pertiga
anterior arkus zigomatikus. Kepala bagian dalam muncul dari tepi inferior di
sepertiga posterior arkus zigomatikus dan seluruh sisi medial arkus zigomatikus.
Serabut dari bagian depan superfisial mengarah ke bawah (run down) dan sedikit ke

16

belakang ditempatkan pada angle atau sudut mandibula pada sisi lateral. Kepala
bagian dalam secara vertikal berorientasi serabut-serabut otot. Ketika otot masseter
berkontraksi, mandibula berelevassi sehingga mulut tertutup (Scheid, 2007).
Otot temporalis memiliki asal yang sangat luas dari seluruh fossa temporal
dan fascia yang membugkus otot. Serabut anterior bekerja hampir secara vertikal, tapi
serabut posterior bekerja pada arah horisontal di belakang telinga. Semua serabut ini
masuk ke dalam prosessus koronoideus di mandibula dan kadang-kadang bergerak ke
bawah (run down) ke tepi anterior dari ramus mandibula sejauh molar ketiga. Jika
seluruh otot berkontraksi, secara keseluruhan bekerja dengan menarik ke atas pada
prosessus koronoideous dan mengangkat mandibula, sehingga mulut tertutup. Jika
hanya serabut posterior yang di kontraksikan, hasilnya adalah sebuah penarikan
horisontal prosessus koronoideous dalam arah horizontal. Maka, akan menarik
mandibula ke belakang yang disebut retrusi mandibula (Scheid, 2007).
Otot medial pterygoid (pterygoid internus) mempunyai dua origo yaitu pada
permukaan medial dari lateral pterygoid plate dan pada maxillary tuberositas dan
pyramidal process dari tulang palatina. Otot ini akan berinsersio di permukaan medial
dari ramus dan angle dari mandibula (pterygoid process). Beberapa aksi dari otot ini
adalah elevasi mandibular, protrusi mandibular, dan lateral execursi dari mandibular
(Scheid, 2007).
Lateral pterygoid (pteygoid externus) mempunyai origo pada infratemporal
crest dari greater wing tulang sphenoid dan pada permukaan lateral dari lateral
pterigoid plate. Lateral pterigoid bertanggung jawab dalam menggerakkan rahang
bawah dari sisi ke sisi ketika lateral pterigoid kanan atau kiri aktif secara terpisah.
Kontraksi dari lateral pterigoid kanan akan menggerakkan rahang bawah ke kiri
sedangkan lateral pterigoid kiri akan menggerakkan rahang ke kanan (Scheid, 2007).
Tiga pasang otot mastikasi pergerakan elevasi dan lateral mandibula. Otot-otot
ini adalah otot maseter, temporal, pterigoid medial. Otot pterigoid lateral masingmasing dengan dua perut fungsinya secara horisontal selama penutupan dan
pembukaan. Perut inferior (atau pterigoid lateral inferior) bekerja selama pergerakan
protrusi,depresi dn lateral. Perut sepuerior (pterigoid lateral superior) bekerja selama

17

penutupan. Otot yang terakhir diperkirakan membantu memelihara integritas kondilus


disk dengan penarikan processus kondilaris dengan kuat melawan disk, karena perut
superior telah ditunjukkan melekat pada disk dan leher kondilus (Rensburgh, 1995).
2.3

Struktur Otak yang Mengontrol Mastikasi


Gerakan yang terlibat dalam pengunyahan memerlukan kegiatan yang

terintegrasi dari sejumlah otot, yang dikendalikan oleh trigeminal, hypoglossus,


fasial, dan mungkin nukleus motorik lain di batang otak. Koordinasi kegiatan dalam
nukleus motorik ini bergantung pada input sensorik dari rongga mulut yang berakhir
terutama dalam nukleus trigeminal serta traktus nukleus yang soliter. Struktur batang
otak yang lain, seperti pembentukan retikular, juga terlibat. Pemahaman tentang
mekanisme pengunyahan membutuhkan pengetahuan yang terperinci dari struktur
batang otak dan adanya interkoneksi diantara mereka (Bradley, 1995).
2.3.1

Nukleus Trigeminal Sensoris


Nukleus trigeminal sensoris adalah kolom neuron yang memanjang di

sepanjang perbatasan lateral batang otak dari pons ke sumsum tulang belakang.
Bagian yang paling rostral dari nukleus disebut nukleus sensorik utama (kadangkadang disebut sebagai nukleus sensorik utama) dan sisanya adalah nukleus
trigeminal tulang belakang. Nukleus tulang belakang dibagi, dari rostral ke caudal,
ke oralis subnukleus, interpolaris, dan caudalis. Karena caudalis subnukleus
merupakan perpanjangan dari horn dorsal sumsum tulang belakang dan memiliki
penampilan histologis serupa, sekarang sering disebut sebagai horn dorsal medulla
(Bradley, 1995).
Persarafan perifer dari kolom sel ini muncul dari saraf trigeminal. Pusat
cabang-cabang terbagi dalam dua cabang menjadi tungkai ascending dan descending
atau hanya turun memasuki batang otak untuk membentuk saluran trigeminal.
Ekstremitas rostral dari saluran trigeminal membungkus di sekitar aspek lateral
nukleus sensorik utama, sedangkan ekstremitas caudal menurun dari saluran

18

trigeminal tulang belakang sepanjang aspek lateral nukleus tulang belakang. Aksonal
cabang kolateral meninggalkan saluran trigeminal dan masuk nukleus sensorik
membentuk arbors terminal pada beberapa tingkat yang berbeda dari nukleus.
Cabang kolateral dilepaskan dari cabang ascending masuk nukleus sensoris masuk
nukleus sensori utama dan cabang kolateral descending masuk nukleus tulang
belakang. Kolateral merupakan topografi yang terorganisir. Akson mempersarafi
mulut dan wajah rostral berakhir di medial dan mensuplay wajah caudal berakhir
lebih lateral. Wajah dorsal diwakili di bagian ventral dari nukleus sedangkan akson
menginervasi wajah dan mulut ventral berakhir lebih ke dorsal. Morfologi arbors
terminal bervariasi tergantung pada asal-usul serat aferen primer (Bradley, 1995).

19

Respon, bidang reseptif, dan morfologi dari neuron nukleus sensori trigeminal
telah dipelajari dengan merekam gabungan intraseluler dan injeksi label, sehingga
perbandingan langsung dapat dibuat dengan neuron fisiologi dan morfologi. Nukleus

terdiri atas kelas yang berbeda dari neuron. Neuron sirkuit lokal memiliki akson yang
terbatas ke daerah batang otak, proyeksi neuron mengirim akson ke nukleus secara
estafet ke batang otak rostral; dan interneuron terlibat dengan interkoneksi dalam
nukleus sensorik. Dalam interpolaris subnukleus, proyeksi neuron memiliki daerah
reseptif, badan sel, dendritik, dan akson daripada neuron sirkuit lokal. Berdasarkan
perbedaan neuron morfologi dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari tiga
subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan zona perbatasan. Pembagian
ventrolateral mengandung interneuron dan dua populasi proyeksi neuron satu proyek
ke sumsum tulang belakang dan yang lain mengirimkan akson ke dorsal horn medula.
Dalam subdivisi dorsomedial merupakan serangkaian neuron yang diproyeksikan ke
korteks serebelar. Kelompok neuron dalam proyek zona perbatasan ke otak kecil dan
dorsal medula horn (Bradley, 1995).
Gambar 2.9 Nukleus sensorik dan motorik dari batang otak yang berhubungan
dengan saraf kranial III, V, V1, VII, VIII, IX, X. XI, Xll. Nukleus terjadi bilateral,
namun untuk kemudahan penggambaran, nukleus sensorik ditampilkan di kiri dan
nukleus motorik di sebelah kanan

20

Gambar. 2.10 Termination akson kolateral dari serat aferen yang merespon
rangsangan taktil lidah. Untuk penjelasan dari teknik yang digunakan untuk
mendapatkan data ini lihat Kotak 2-2, angka merujuk ke lokasi kolateral rostrocaudal
yang direferensikan ke obex tersebut. Kolateral caudal untuk obex memiliki
kekurangan jumlah, sementara rostral ke obex adalah positif. Akson tertentu ini
melahirkan 11 kolateral akson, 2 di caudalis subnukleus trigeminal dan sisanya di
subnukleus antar polaris. TRV, saluran tulang belakang saraf trigeminal; SpVi,
subnukleus interpolaris dari nukleus tulang belakang trigeminal; SG, substantia
gelatinosa; I, II, III, lamina dari subnukleus caudalis.

Gambar.2.11 Rekonstruksi proyeksi neuron (A) dan neuron sirkuit lokal (B) di
interpolaris subnukleus trigeminal dari tikus. Kedua neuron ini menjawab ketika
vibrissa yang dibelokkan. Perhatikan bar skala yang berbeda
Nukleus sensorik utama terletak pada tingkat motor nukleus trigeminal, dan
dibatasi medial oleh akar motorik trigeminal dan lateral oleh akar sensorik trigeminal.

21

Nukleus sensorik utama dapat dibedakan dari nukleus tulang belakang dengan
kepadatan yang lebih rendah dari neuron, dan kurangnya populasi neuron besar
dengan tebal, panjang, lurus, dendrit primer. Perbedaan lainnya antara pokok dan
nukleus tulang belakang adalah adanya berbagai rostrocaudally diarahkan mielin
akson bundel dalam nukleus tulang belakang. Pemeriksaan mikroskopis cahaya dan
elektron neuron dalam nukleus sensorik utama telah menunjukkan adanya fusiform,
segitiga, dan neuron multipolar. Pola percabangan dendrit relatif sederhana. Dendrit
primer berasal dari ekstensi pendek baik pada sel tubuh atau langsung dari sel tubuh.
Dendrit sekunder panjang tapi tampaknya tidak melampaui batas nucleus (Bradley,
1995).
Dalam nukleus sensorik utama, yang interpolaris subnukleus, dan medula
dorsal horn tikus dan hewan pengerat lainnya, kelompok termination aferen disebut
glomeruli atau barel dapat ditunjukkan dengan menggunakan teknik pewarnaan
histokimia. Pola glomeruli ulangan susunan mystacial vibrissae dan sinus rambut di
wajah tikus dan secara dramatis menunjukkan penyusunan topografi nukleus sensorik
(Bradley, 1995).

22

Gambar 2.12 Perlindungan topografi sistem vibrissae di hewan pengerat.


Vibrissae individu dipersarafi oleh proses perifer dari neuron ganglion trigeminal.
Mempersarafi setiap ganglion biasanya hanya satu kumis, meskipun masing-masing
kumis dipersarafi oleh banyak sel ganglion. Proses pusat sel-sel ini masuk batang
otak dan sinaps di batang otak ipsilateral nukleus trigeminal di kelompok cabang otak
afferen termination yang disebut glomeruli. Pola glomeruli ditemukan dalam nukleus
sensorik utama (P), interpolaris subnukleus (I) dan medulla horn dorsal (MDH)
adalah representasi langsung dari pola kumis di wajah. Representasi yang serupa
ditemukan di seluruh ascending sistem trigeminal pada tingkat thalamus dan korteks.
Baris individu dari vibrissae ditandai dengan huruf A, B, C, D, dan E. O = subnukleus
oralis
2.3.2

Inti / Nukleus Mesensefalik Trigeminal


Badan sel dari serat aferen menginnervasikan kumparan otot penutupan

rahang dan badan sel dari ligamen periodontal, gingiva, dan mechanoreceptor palatal
terletak di dalam inti mesensefalik, dan bukan dalam ganglion sensorik perifer.
Pengaturan ini unik dalam sistem saraf cental. Neuron inti mesensefalik bersifat
unipolar; akson ber bifurkasi menjadi cabang perifer dan sentral. Cabang pusat
mengeluarkan banyak cabang kolateral yang berakhir pada inti motorik, saraf tulang
belakang, dan area lain dari batang otak. Badan sel dari kumparan otot yang
menginnervasi neuron ditemukan di sepanjang inti dan juga dari reseptor ligamen
periodontal dibatasi untuk setengah ekor (Bradley, 1995).
2.3.3

Inti / Nukleus Motor Trigeminal


Motoneurons mengendalikan otot-otot pengunyahan yang terkandung dalam

inti motor trigeminal. Analisis distribusi dari ukuran soma motoneuron menunjukkan
bahwa inti motor trigeminal mengandung motoneurons dan . Sejumlah penelitian
tracing saraf telah menunjukkan bahwa motoneurons alpha yang menginnervasi otototot pengunyahan secara anatomi terpisah dalam inti, yang motoneurons rahang
penutupan terletak di dorsolateral, sedangkan motoneurons penutupan rahang terletak
di divisi ventromedial dari inti/nukleus (Bradley, 1995).
Perekaman intraseluler dan ekstraseluler dari motoneuron pengunyahan telah
menunjukkan bahwa input sinaptik ke motoneurons rahang pembukaan dan rahangpenutupan berbeda. Misalnya, aktivitas yang berasal dari kumparan otot penutupan

23

rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembukaan rahang, tetapi aktivitas saraf


yang berasal dari mechanoreceptors daerah mulut dan wajah menghambat otot
penutupan rahang dan menimbulkan reaksi pada otot pembukaan rahang. Teknik dari
penggabungan rekaman intraselular dengan injeksi intraseluler yang berikutnya dari
pewarna atau spidol telah digunakan untuk mengungkapkan struktur kompleks dari
motoneuron

trigeminal.

Motoneuron

penutupan

rahang

Masseter

dapat

dikelompokkan ke dalam jenis yang berbeda, tetapi motoneurons pembukaan rahang


memiliki morfologi yang serupa. Seperti dapat dilihat pada, pohon dendritik dari
motoneurons trigeminal cukup luas dan kompleks. Dendrit dari semua kelompok
motoneuron yang berbeda melampaui batasan dari inti motorik, tetapi ada sedikit
tumpang tindih antara dendrit motoneurons di daerah dorsolateral dan ventromedial
dari inti motorik. Teknik ini memberikan tampilan rinci dari struktur mikro dari inti
motor trigeminal dan sangat penting untuk memahami mekanisme refleks yang
mendasari pengunyahan (Bradley, 1995).

Gambar 2.13 Rekonstruksi dari motoneuron masseter (A) dan motoneuron


pembukaan rahang (B) di inti motor trigeminal dari kucing. D, dorsal; L, lateral.
2.3.4

Inti Motor Hypoglossus

24

Inti motor hypoglossus mengendalikan otot-otot lidah lebih homogen daripada


inti motor trigeminal. Hal ini terdiri dari motoneuron yang besar dan multipolar serta
populasi dari interneuron kecil. Dendrit dari motoneuron besar melintasi garis tengah
hngga ke inti hypoglossus kontralateral atau ke dalam formasi reticular yang
berdekatan. Para interneuron kecil ini hanya memiliki satu atau dua dendrit yang
benar-benar terkandung dalam inti (Bradley, 1995).
2.3.5

Inti Motor Facial


Inti Motor Wajah terdiri dari tiga kolom motoneurons longitudinal. Semakin

besar kolom medial dan lateral akan dipisahkan oleh kolom menengah yang lebih
kecil. Studi tracing saraf telah menunjukkan bahwa otot-otot wajah (serta satu otot
telinga tengah) diwakili secara topografi dalam inti. Otot mengendalikan bibir atas
dan nares memiliki motoneurons mereka di bagian ventral dan dorsal dari kolom sel
lateral. Otot bibir bagian bawah disuplai oleh motoneurons dalam kolom sel
menengah. Otot yang terkait dengan telinga dikendalikan oleh motoneurons dalam
kolom sel medial. Pelabelan intraseluler telah mengungkapkan perbedaan besar
dalam pola pohon dendritik antara motoneurons dalam tiga sel columns. Pohon
dendritik dari motoneurons wajah sebagian besar tetap dalam subdivisi yang sama
yang berisi soma, tapi kadang-kadang melampaui batas dari inti motor wajah
(Bradley, 1995).

25

Gambar 2.14 Pola kumis (A), representasi kortikal dari pola kumis (B), dan
pewarnaan histologis dari " barel " kortikal (C) dalam tikus. Pola normal adalah (a).
Dalam berbagai kumis (b-f) pada wajah yang telah dimanipulasi secara eksperimental
selama perkembangan, menghasilkan pola representasi vibrissa yang berubah di
korteks. Perubahan perifer di kumis telah mempengaruhi perkembangan pola normal
dari "barel" di seluruh jalur naik trigeminal sejauh seperti korteks. Dalam (a), L
lateral dan A, anterior. Panah di (e) menunjukkan wilayah berbentuk baji yang
mungkin mewakili bantalan kumis yang dihapus. Dalam kolom B, menunjukkan
barel di photomicrographs di kolom C. Batang Horizontal, 200pm.
2.3.6

Plastisitas
Jika deretan vibrissae mystacial dihilangkan dalam pengembangan tikus,

perubahan besar dalam pengaturan barel dalam inti sensorik trigeminus terjadi.
Rangkaian tersendiri dari barel digantikan oleh pita tunggal (Gambar 2.15). Selain
itu, perubahan dalam pola direfleksikan pada masing-masing relay di jalur trigeminal.
Pembelahan saraf trigeminal pada hasil kelahiran pada ketiadaan lengkap dari setiap
pola sentral. Ada periode sensitive di mana kerusakan vibrissae menyebabkan
perubahan dalam sistem barel. Hasil ini menunjukkan bahwa indera masukan perifer

26

yang berasal dari vibrissae sangat penting untuk pengembangan representasi topografi
karakteristik barel. Karena susunan unik dari barel, relatif mudah untuk mengamati
efek dari masukan aferen yang diubah pada pengembangan sistem saraf pusat.
Namun, fenomena ini mungkin lebih umum, mungkin berlaku untuk aspek-aspek lain
dari sistem trigeminal yang berkembang, dan mungkin penting dalam pengembangan
sirkuit saraf yang bertanggung jawab untuk pengunyahan dan fungsi orofasial lainnya
(Bradley, 1995).
2.4

Pengendalian Pengunyahan
Inti motor dan sensorik yang terkandung dalam batang otak memainkan peran

penting dalam pengendalian pengunyahan. Selain itu, semakin banyak bukti


menunjukkan bahwa pola osilasi dasar dari gerakan pengunyahan berasal dari
generator pola saraf yang terletak di batang otak. Input sensorik aferen untuk inti
batang otak ini memiliki pengaruh besar pada bentuk dari urutan pengunyahan.
Akhirnya pusat otak yang lebih tinggi mempengaruhi batang otak pengunyahan yang
mengkoordinasi sistem. Ketiga sistem ini saling berhubungan, generator pola batang
otak, input aferen ke generator pola batang otak, dan pengaruh pusat-pusat otak yang
lebih tinggi 'pada generator pola, telah dipelajari yang berkaitan dengan pengendalian
pengunyahan (Bradley, 1995).
2.4.1

Aktivitas Batang Otak Selama Pengunyahan


Hanya batang otak yang sangat penting untuk melakukan pengunyahan. Pada

hewan percobaan di mana batang otak diisolasi dari pusat-pusat otak yang lebih
tinggi, pengunyahan dan menelan makanan masih mungkin. Gerakan ritmis dasar
pengunyahan juga bisa terjadi disaat tidak adanya input sensorik dari rongga mulut,
fakta yang mengindikasikan bahwa gerakan naik dan turun dari mandibula selama
pengunyahan berasal dari dalam batang otak. Sekarang dipercaya bahwa sirkuit saraf
yang saling berhubungan membentuk jaringan osilasi saraf yang mampu
menghasilkan pola gerakan pengunyahan. Osilator saraf ini disebut generator pola
atau pusat pengunyahan. Batang otak mengandung generator pola lain seperti yang

27

bertanggung jawab untuk gerakan pernapasan dan menelan. Bentuk gerakan rahang
yang ritmik dihasilkan oleh generator pola ketika input pusat dan perifer dihilangkan
adalah sangat teratur dan mewakili pola dasar dari gerakan pengunyahan Dalam
pengunyahan normal di mana input sensorik perifer dan input dari pusat otak yang
lebih tinggi terlibat, aktivitas dasar generator pola dimodifikasi untuk memproduksi
jenis gerakan pengunyahan yang terlihat selama mengunyah (Bradley, 1995).
Meskipun keberadaan generator pola sudah tepat dan mapan, detail dari
sirkuit saraf dan lokasi anatomi yang tepat dari generator pola belum sepenuhnya
berhasil. Namun, beberapa dari sirkuit saraf yang terlibat dalam pengunyahan normal
telah diungkapkan oleh studi aktivitas otot refleks yang diawali dengan stimulasi
struktur orofasial (Bradley, 1995).
Sejumlah refleks dapat diperoleh dari daerah orofasial. Termasuk lidah, wajah,
dan berbagai refleks rahang. Karena aktivitas refleks otot di area tubuh lain telah
terbukti berguna dalam memahami hubungan saraf, refleks orofasial telah dipelajari
secara ekstensif dan telah mengungkapkan sirkuit saraf dasar yang menghubungkan
input sensorik aferen dengan output motorik eferen. Refleks orofacial ini mungkin
melibatkan satu inti motor dan relatif sedikit sinapsis, dan sederhana jika
dibandingkan dengan refleks kompleks seperti menelan. Kadang-kadang diasumsikan
bahwa refleks yang lebih kompleks terdiri dari sejumlah refleks sederhana. Namun,
refleks orofacial mungkin bukan salah satu pembangun untuk aktivitas refleks yang
lebih kompleks, tetapi mereka dapat menjadi fungsi pelindung dan jarang diaktifkan
(Bradley, 1995).
Mungkin refleks orofasial yang paling banyak dipelajari adalah rahangpenutupan atau rahang-jerk refleks, yang dapat diperoleh dengan menekan titik dagu.
Dagu-tekan membentang spindle muscle pada otot rahang-menutup dan mewakili
masukan sensorik yang reflek inisiasi. Setelah latency yang sangat singkat (sekitar 6
msec) electromyograph (EMG) aktivitas dapat direkam dalam masseter dan otot
temporalis. Aktivitas EMG menghasilkan motor keluaran dari busur refleks untuk
otot penutup rahang. Karena latency pendek ini, refleks ini hanya dapat melibatkan
satu sinaps (refleks monosynaptic) dan oleh karena itu sangat mirip dengan refleks

28

spontan di mana ketukan di patela dari sendi lutut memulai latency tendangan refleks
pendek dari kaki bagian bawah. Studi aktivitas sinaptik dengan rekaman intraseluler
dari rahang-penutupan menegaskan bahwa ini adalah refleks monosynaptic. Selain
itu, sirkuit saraf refleks yang baik diahami dan terdiri dari serat aferen dari spindle
otot dengan badan sel mereka di sirkuit saraf mesencephalicnudeus. Sirkuit saraf juga
melibatkan akson collateral dari cabang pusat akson yang sinapsis pada motoneurons
dari massetcr dan otot temporalis. Refleks ini, tampak sederhana untuk memahami
dan menunjukkan adanya hubungan antara mengangkat rahang monosynaptic spindle
otot serat aferen dan motoneurons alpha yang mengendalikan pengangkatan otot-otot
rahang. Namun, penelitian yang ekstensif telah menunjukkan refleks ini menjadi jauh
lebih rumit (Bradley, 1995).
Meskipun kumparan otot adalah sumber utama input ke refleks penutupan
rahang, stimulasi dari ligamen periodontal, sendi temporomandibular, dan receptor
wajah lainnya dengan menekan gigi, membuka rahang, atau menyentuh kulit wajah
dapat menyebabkan refleks penutupan rahang latensi pendek. Kemungkinan bahwa
input aferen lainnya berkontribusi untuk refleks sentakan rahang yang ditunjukkan
oleh fakta bahwa anestesi yang diterapkan pada gigi atau rahang bawah yang akan
menghilangkan ligamen periodontal dan pengurangan input wajah tetapi tidak
menghilangkan refleks. Posisi rahang juga dapat memiliki pengaruh pada refleks
dengan menghambat respon jika rahang ditutup. Refleks penutupan rahang dapat
ditingkatkan dengan kontraksi sukarela dari otot-otot penutupan rahang yang
menunjukkan kegiatan fasilitatori (Bradley, 1995).

29

Gambar 2.15 Refleks penutupan rahang atau sentakan rahang. Menekan dagu
membentangkan kumparan otot pada otot penutupan rahang. Eksitasi dari serat aferen
kumparan otot dengan badan-badan sel dalam inti mesensefalik secara
monosynaptikal mengaktifkan motoneurons penutupan rahang di inti motor
trigeminal, menyebabkan otot untuk berkontraksi dan rahang menutup.
Refleks pembukaan rahang dimulai dengan stimulasi mekanik dari
ligamentum periodontal dan mechanoreceptors mukosa. Hasilnya adalah eksitasi otot
pembukaan rahang dan penghambatan dari otot penutupan rahang. Ini bukan refleks
monosynaptic dan setidaknya satu interneuron terlibat dalam jalur refleks. Selain itu,
interneuron inhibitor mungkin bekerja dalam menekan aktivitas dari otot-otot
penutupan rahang. Sebuah refleks pembukaan rahang dapat dimulai dengan stimulasi
dari berbagai daerah lain yang dipersarafi oleh saraf kranial trigeminal dan saraf
kranial lainnya sehingga mungkin ada sejumlah jalur refleks yang terlibat dalam
refleks ini (Bradley, 1995).
Refleks sederhana lainnya melibatkan inti motorik wajah dan hypoglossus.
Untuk contohnya yaitu refleks berkedip mata dimulai oleh stimulasi dari reseptor
kornea yang dipersarafi oleh saraf trigeminal. Refleks lidah dihasilkan dari stimulasi
lingual (trigeminal) dan reseptor laring (vagus). Serat aferen dari reseptor ini berakhir
pada inti trigeminal dan soliter masing-masing dengan interkoneksi ke inti
hypoglossus (Bradley, 1995).
Stimulasi sensorik dari kumparan otot, gigi, lidah, mata, dan reseptor orofacial
lainnya menghasilkan berbagai kegiatan refleks, menggambarkan kompleksitas

30

hubungan saraf. Rekaman intraseluler dari motoneurons selama stimulasi dari bidang
reseptif yang sama mengungkapkan serangkaian perubahan yang kompleks. Dalam
potensial membran, menggambarkan konvergensi dan penjumlahan input oleh
motoneuron. Selain itu, input sensorik yang sama dapat menghasilkan perubahan
dalam sistem lain seperti aktivitas pernapasan dan kardiovaskular. Studi dari reflek
sederhana ini juga mengungkapkan kompleksitas mereka, yang menunjukkan rincian
dasar dari interkoneksi saraf batang otak (Bradley, 1995).

Gambar 2.16 Refleks pembukaan rahang. Stimulasi dari bidang reseptif intraoral
menimbulkan reaksi/mengeksitasi pada reseptor mukosa dengan serat eferen yang
mengakhiri dalam inti saluran tulang belakang trigeminal. Eksitasi dari intemeurons
sirkuit lokal kemudian mengaktifkan motoneurons pembukaan rahang. Dalam inti
motor trigeminal, menyebabkan otot berkontraksi dan membuka rahang.
Pengunyahan diawali oleh stimulasi listrik dari korteks yang menghasilkan
aktivitas penghentian eferen pada saraf yang memasok otot penutupan rahang dan
pembukaan rahang yang bergantian. Aktivitas tersebut berulang secara berirama
secara independen dari kortikal yang merangsang frekuenssi dan bahkan terjadi
ketika hewan lumpuh. Ritme ini adalah independen dari setiap aktivitas otot atau
umpan balik sensoris yang dihasilkan dari otot, sendi, periodontal, atau reseptor
mukosa. Berdasarkan temuan ini, secara umum diterima bahwa ritme pengunyahan
dihasilkan oleh generator pola di batang otak yang diaktivkan oleh input pusat
maupun perifer dan bahwa generator pola menghasilkan output ritmis pada sebuah set

31

frekuensi input yang independen ke generator. Atas dasar studi generator pola
tampaknya berada dalam formasi reticular dan di bagian yang berisi inti trigeminal.
Input turun yang besar ke generator pola adalah saluran piramida, dan stimulasi listrik
dari generator pola dugaan yang menghasilkan firing motoneuron yang ritmis
(Bradley, 1995).
Aktivitas motoneurons trigeminal selama mengunyah telah dipelajari dengan
menggunakan rekaman intraselular dari motoneurons yang mengontrol otot masseter
(penutupan rahang) dan digastrikus (pembukaan rahang). Perubahan potensial
membran yang istirahat berhubungan dengan fase yang berbeda dari siklus
mengunyah. massetericmotoneurons yang depolarisasi (tereksitasi) selama fase
penuttupan dan hyperpolarisasi (menghambat) saat pembukaan. Motoneurons
digastrikus yang terdepolarisasi selama pembukaan tetapi tidak terhyperpolarisasi
selama penutupan (Bradley, 1995).
2.4.2

Pengaruh Pusat Yang Lebih Tinggi


Stimulasi listrik dari bagian lateral dari daerah motor korteks menghasilkan

gerakan berulang dari rahang dan lidah. Meskipun hubungan antara korteks dan inti
motor trigeminal tidak langsung, stimulasi listrik dari korteks sensorimotor
menghasilkan

perubahan

latency

pendek

dalam

eksitabilitas

motoneurons

pengunyahan. Motoneurons pembukaan rahang terfasilitasi dan motoneurons


penutupan

rahang

menunjukkan

berkurangnya

eksitabilitas.

Ablasi

daerah

pengunyahan dari kortex menghasikan kesulitan parah di makan. Namun, jika hewan
secara hati-hati dirawat mereka akhirnya mendapatkan kembali kemampuan untuk
makan. Percobaan ini telah menyebabkan hipotesis bahwa daerah pengunyahan dari
fungsi korteks dalam inisiasi/awalan pengunyahan. Di sisi lain, karena hewan dimana
daerah ini telah dihilangkan akhirnya mendapatkan kembali kemampuan untuk
membuat gerakan pengunyahan sukarela, korteks tidak terlalu penting untuk inisiasi
pengunyahan (Bradley, 1995).
Stimulasi dosis listrik ke daerah masticatory cortical memulai lidah dan
gerakan orofasial lainnya. Karena lidah dan rahang gerakan harus dikoordinasikan

32

selama mengunyah telah menyarankan bahwa selain inisiasi pengunyahan, daerah


masticatory korteks mengkoordinasikan aktivitas berbagai sistem otot yang terlibat
dalam mengunyah dan memodulasi aktivitas mereka berdasarkan umpan balik
sensoris dari reseptor orofacial
(Bradley, 1995).
2.4.3

Pengaruh Input Aferen


Jenis, tekstur, dan konsistensi dari makanan dalam mulut menghasilkan pola

pengunyahan yang berbeda. Barangkali, berbagai pola pengunyahan merupakan hasil


dari sifat fisik dari bahan makanan serta umpan balik sensoris ke pusat yang
mengintegrasikan pengunyahan batang otak. Dalam stimulasi penambahan dari
berbagai bagian rongga mulut dan daerah perioral dengan tidak adanya makanan
dalam mulut menghasilkan gerakan mengunyah yang berbeda (Bradley, 1995).

Gambar 2.18 Pola aktivitas dari otot pembukaan rahang dan penutupan rahang dan
pola penembakan dari serat aferen di penginnervasian secara cepat dan perlahanlahan menyesuaikan periodontal dan mechanoreseptor mukosa selama siklus
pengunyahan.
Studi neurofisiologis dari aktivitas dalam serat saraf aferen telah menunjukkan
bahwa setelah mengunyah dimulai, penembakan berirama dari potensial aksi terjadi
dengan berbagai fase siklus mengunyah. Karena badan sel dari kumparan otot rahang

33

yang terletak dalam sistem saraf pusat, adalah mungkin untuk merekam aktivitas serat
aferen kumparan rahang (menggunaakan pengunyahan pada hewan yang terjaga).
Frekuensi dari aksi potensial dalam aferen primer kumparan otot terkait dengan
tingkat pembukaan rahang dan ada ledakan singkat dari potensial aksi pada awal dan
akhir fase pembukaan dari siklus mengunyah (Bradley, 1995).
Kegiatan dari serat aferen menginervasi mechanoreseptor periodontal juga
telah diperiksa selama mengunyah. Adaptasi mechanoreceptors yang cepat
menembakan ledakan potensial aksi ketika gigi bersentuhan, dan mechanoreceptors
secara perlahan-lahan beradaptasi menjadi aktif ketika gigi melakukan kontak dengan
atau menggigit bahan makanan, tetapi frekuensi tembakan meningkat etika tekanan
menggigit meningkat (Bradley, 1995).
Rekaman dibuat dari mechanoreceptors manusia dengan bidang reseptif pada
sudut mulut yang menunjukkan dua semburan aktivitas selama siklus mengunyah:
satu ketika pembukaan rahang dan satu ketika penutupan. Kegiatan mechanoreceptor
sangat minim pada titik-titik pembalikan gerakan mengunyah yang menunjukkan
bahwa peregangan jaringan perioral bertanggung jawab untuk merangsang reseptor.
Tanggapan yang dihasilkan dalam serat aferen ini selama gerakan mengunyah
menunjukkan bahwa mechanoreceptors perioral memberikan informasi proprioseptif
penting dalam pengendalian umpan balik pengunyahan (Bradley, 1995).

Gambar 2.19 Aktivitas saraf direkam dari mechanoreceptor manusia dengan bidang
reseptif pada mukosa bukal 1 cm lateral terhdap sudut mulut selama mengunyah.
Tracing puncaknya adalah gerakan mengunyah; Tracing tengah adalah Apakah
rekaman neurofisiologis dari serat mechanoreceptive pada saraf infraorbital; tracing
dasarnya adalah frekuensi sesaat dari potensial aksi.

34

DAFTAR PUSTAKA

Berkovitz, B. K. B.; G. R. Holland; and B. J. Moxham. 2002. Oral Anatomy,


Histology, and Embriology. Third Edition. Edinburg: Mosby International
Limited. 1-2, 4-5.

Bradley, R.M. 1995. Essentials of Oral Physiology. 1st Ed. United States of America:
Mosby, Inc. Page 187-234.

Dorland. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Alih Bahasa dr. Poppy
Kumala; dr. Sugiarto Komala; dr. Alexander H; et. al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Durham, D.W. 1984. TA: Journal Neurology of Comparative. Ed. 223. Wiley-Uss:
JohnWiley&Sons, Inc. 424-447.

Guyton, A. C.; and J. E. Hall. 1996. Textbook of Medical Physiology (Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran). Editor: I. Setiawan. Dalam: Fisiologi Gastrointestinal.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 999-1002.

35

Hilemae, K.M. 1978. Mamalian Mastication In Butler. In Joysey, K.A. Developmeny,


Function, and Evolution of Teeth. London: Academic Press, pp.359-398

Jacquin M.F.; Stennett R.A.; Renehan; et.al. 1988. Journal of Comparative


Neurology. Ed. 267. Wiley-Uss: JohnWiley&Sons, Inc. pp107-130.

Norton N, S.; and Netter, F. H., 2007. Netters Head and Neck Anatomy for Dentistry.
Philadelphia, PA: Saunders Elsevier.

Rensburgh, B.G. 1995. Oral Biology. 1stEd. Berlin, Germany: Quintessence


Publishing Co, Inc.

Scheid; and Ricknec. 2007. Woelfels Dental Anatomyits Relevance to Dentistry. 7th
edition. Philadelphia : Lippincot

Wicaksono, E. N. 2013. Mastikasi. Semarang: UNINSULA. Available online at:


http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/15/mastikasi/ (diakses
pada 19 Oktober 2014)

36

Вам также может понравиться