Вы находитесь на странице: 1из 5

Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari atas perbedaan titik didih dari

masing-masing zat penyusun dari campuran homogen. Dalam proses destilasi terdapat dua
tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan dengan tahap pengembangan kembali
uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat peralatan destilasi
menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi diawali dengan pemanasan,
sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak
menuju kondenser yaitu pendingin, proses pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air
kedalam dinding (bagian luar condenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair.
Proses ini berjalan terus menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawasenyawa yang ada dalam campuran homogen tersebut. Sebelum dilakukan penyulingan
dengan menggunakan steam water distillation terlebih dahulu dilakukan proses pengecilan
ukuran pada bahan. Hal tersebut bertujuan untuk merusak jaringan kelenjar minyak pada
daun pala sehingga minyak atsirinya mudah keluar dan mudah terekstrak bersama uap air.
Kelebihan dari metode distillasi adalah dapat memisahkan zat dengan perbedaan titik
didih yang tinggi, produk yang dihasilkan benar-benar murni. Kekurangan dari metode
destilasi adalah hanya dapat memisahkan zat yang memiliki perbedaan titik didih yang besar,
biaya penggunaan alat ini relatif mahal.
Berat minyak atsiri yang didapat dari 4793 gram daun pala pada praktikum ini adalah
23,5 gr, sehingga diperoleh nilai rendemen minyak pala sebesar 0,5 %. Rendemen ini
termasuk tinggi, hal ini disesabkan daun yang digunakan masih dalam keadaan segar. Hal-hal
yang mempengaruhi hasil rendemen dari proses penyulingan antara lain apabila komposisi
sampel yang dipakai sedikit, maka minyak atsiri yang dihasilkan juga akan sedikit. Semakin
banyak komposisi sampel yang digunakan, maka minyak atsiri yang didapatpun semakin
banyak. Setiap sampel tidak memiliki kandungan minyak atsiri yang sama banyak. Lamanya
waktu yang digunakan untuk mendestilasi sampel dan kondisi sampel juga akan
mempengaruhi hasil rendemen minyak atsirinya. Luas permukaan sampel mempengaruhi
minyak yang dihasilkan. Semakin besar luas permukaan sampel, maka akan semakin cepat
minyak dapat ditarik dari sampel, karena uap langsung masuk ke pori-pori sampel karena
memiliki luas penampang yang besar. Temperatur pemanasan selama proses destilasi harus
tetap dijaga konstan. Uap yang menguap keluar dari kondensor dapat juga mempengaruhi
kandungan minyak atsiri yang didapat, hal ini dapat terjadi karena suhu pemanasan yang
terlalu tinggi (Arifin dkk., 2013).
Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi dengan pelarut mudah menguap pada
suhu dingin untuk mengekstraksi minyak atsiri bunga sedap malam. Pelarut yang digunakan
adalah Petroleum eter dan dietil eter, sedangkan perlakuan yang digunakan ada dua yaitu
bunga yang dirajang untuk kelompok 1 sampai 5 dan bunga utuh untuk kelompok 6 sampai
10. Pada ekstraksi ini digunakan dua macam pelarut yang berbeda karena dimaksudkan untuk
mengetahui perbandingan keefektifan pelarut untuk mengekstrak minyak atsiri bunga sedap
malam. Jadi pada praktikum ini ada empat sampel yang dibandingkan yaitu minyak atsiri dari
hasil perlakuan bunga utuh dengan pelarut PE, minyak atsiri dari hasil perlakuan bunga utuh

dengan pelarut DE, minyak atsiri dari hasil perlakuan bunga yang dirajang dengan pelarut
PE, minyak atsiri dari hasil perlakuan bunga yang dirajang dengan pelarut DE.
Alasan dilakukannya ekstraksi dengan pelarut menguap untuk bahan bunga sedap
malam adalah karena sifat bahan (bunga-bungaan) yang mudah rusak apabila terkena uap
dan air pada suhu tinggi. Kontak bahan dengan air dan suhu tinggi seperti pada destilasi akan
membuat bahan rusak dan senyawa atsiri yang terkandung tidak dapat terambil secara
keseluruhan.
Berdasarkan data yang didapat dari praktikum, warna minyak atsiri yang didapat dari
bunga sedap malam adalah kuning kehijauan dan keruh. Hal tersebut didukung oleh litertur
yang menyatakan bahwa warna minyak atsiri yang didapat dengan cara maserasi atau ektraksi
dengan pelarut mudah menguap umumnya agak gelap. Hal ini disebabkan pada maserasi,
pelarut akan melarutkan seluruh bahan-bahan yang ada dalam bunga antara lain pigmen dan
lilin (Guenther, 1987). Sehingga pada tahap pemisahan minyak atsiri memang harus
dilakukan dengan teliti agar minyak yang didapatkan tidak tercampur dengan komponen
pengotornya. Pada praktikum ini, tidak dihitung rendemen minyak yang didapat, karena tidak
terjadi endapan minyak sehingga rendemen minyaknya tidak bisa dihitung. Oleh karena itu
praktikan tidak dapat membandingkan keefektifan pelarut jika dilihat dari rendemen yang
dihasilkan.
Pada praktikum dengan ektraksi pelarut mudah menguap, langkah yang dilakukan
untuk ekstraksi adalah sebanyak 25 gram bunga sedap malam ditaruh dalam labu erlenmeyer
kemudian direndam dalam Petroleum eter untuk kelompok 1,2,3,6,7, dan 8 selama satu jam,
dan direndam dalam Dietil eter untuk kelompok 4,5,9, dan 10 selama satu jam. Selama satu
jam tersebut, pelarut PE dan DE berpenetrasi ke dalam jaringan bunga dan melarutkan
minyak serta beberapa zat resin, lilin, dan zat warna. Setelah satu jam, ampas bunga dan
larutan dipisahkan, kemudian larutan tersebut dimasukkan dalam corong pemisah lalu
ditambahkan alkohol sebanyak 100 ml kemudian dikocok. Setelah dikocok larutan didiamkan
sehingga akan terbentuk dua lapisan yang berbeda. Lapisan atas merupakan pelarut yang
bersifat non polar, sedangkan bagian bawah adalah pelarut polar. PE dan DE sifat
kepolarannya sama-sama lebih kecil jika dibandingkan dengan alkohol, sehingga PE dan DE
berada di lapisan atas sedangkan alkohol berada di lapisan bawah. Fungsi alkohol adalah
untuk mengikat minyak, sehingga minyak atsiri yang dihasilkan juga berada di lapisan
bawah. Setelah minyak dipisahkan dari PE dan DE diteruskan dengan proses evaporasi
menggunakan rotary evaporator. Tujuan dari evaporasi ini adalah untuk menguapkan alkohol
sehingga akan diperoleh minyak atsiri yang lebih murni.
Sebelum proses ekstraksi, dilakukan dua macam perlakuan pada bunga sedap malam
yaitu bunga dibiarkan utuh dan bunga dirajang terlebih dahulu. Proses pengecilan ukuran
(perajangan) ini bertujuan untuk memperluas permukaan bahan serta membantu memecah
jaringan minyak pada bunga, sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang
akan diekstrak dan mempercepat waktu ekstraksi karena minyak akan lebih mudah keluar
dari jaringannya. Di sisi lain ukuran bahan yang terlalu kecil juga menyebabkan banyak

minyak volatile yang menguap selama penghancuran. Bau wangi yang dihasilkan dari
ekstraksi bunga sedap malam ini kurang berbau wangi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kurang lamanya waktu kontak antara bahan dengan pelarut, karena pada praktikum ini hanya
dilakukan perendaman selama satu jam.
Proses ekstraksi lain yang dilakukan yaitu Enfleurasi. Enfleurasi merupakan metode
pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dengan bantuan lemak dingin sebagai adsorbennya.
Prinsip kerja proses enfleurasi cukup sederhana, yaitu mengontakkkan bunga dengan lemak
yang mempunyai daya absorbsi tinggi. Pada akhir proses, lemak akan jenuh dengan minyak
bunga. Kemudian minyak bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan
alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan menggunakan teknik pemisahan distillasi vakum
supaya alkohol menguap dan dihasilkan minyak atsiri absolut (Muchtar 2013).
Pada praktikum kali ini digunakan bunga melati sebagai bunga percobaan pada uji
enfleurasi. Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk
mendapatkan mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Caranya adalah lemak dingin
yang telah disiapkan dilumurkan secara merata kedalam chassis yang berbentuk persegi
empat. Hal yang perlu diingat adalah pada saat memoleskan lemak di permukaan bingkai
kaca (chassis), lemak hendaknya digores dengan alat apapun yang bisa menciptakan pola
garis-garis di permukaan lemak. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan penyerapan
minyak bunga oleh lemak, sehingga minyak bunga yang diserap akan lebih banyak (Guenther
1987).
Setelah itu, kelopak bunga melati yang telah disiapkan ditaburkan diatas lemak untuk
selanjutnya disimpan selama 12 jam. Setelah 12 jam, kelopak bunga melati yang telah jenuh
tersebut diganti dengan kelopak bunga melati yang baru. Proses tersebut dilakukan selama
beberapa kali sehingga akan menghasilkan pomade. Jika kelopak bunga melati telah disebar
sebanyak 4 kali, maka pomade yang dihasilkan disebut pomade 4. Pomade selanjutnya
diekstrak dengan alkohol yang berkonsentrasi tinggi, alkohol akan melarutkan minyak bunga
yang ada dalam pomade. Alkohol yang telah dipakai mengekstraksi minyak bunga dari lemak
disebut ekstrait. Kemudian dilakukan penyulingan dalam keadaan vakum dan suhu yang
rendah sehingga akan dihasilkan minyak bebas dari alkohol yang disebut enfeurasi absolut.
Dari hasil penelitian yg dilakukan oleh Muchtar (2013), di dapat bahwa semakin lama
waktu enfleurasi maka rendemen yang dihasilkan semakin tingi, karena waktu kontak fase
antara lemak (absorber) dengan bahan semakin lama sehingga minyak yang terambil semakin
banyak. Tetapi setiap jenis bahan mempunyai batas waktu penyulingan yang optimal yang
berbeda-beda.
Sampel yang dihasilkan dari ektraksi bunga melati ini berbau wangi khas bunga melati
dan bau wanginya sangat kuat serta warnanya kuning jernih. Hal tersebut sesuai dengan

literatur yang menyatakan bahwa absolute melati bersifat lengket, jernih, berwarna kuning
coklat, dan mempunyai bau khas minyak atsiri. Absolute melati mudah berubah warna
menjadi lebih gelap apabila mengabsorpsi udara yang akan mengakibatkan perubahan bau
alamiah, minyak menjadi kental dan akhirnya membentuk resin (Guenther, 1987).
Berdasarkan data percobaan, Golongan Praktikum 2 menghasilkan rendemen minyak
atsiri melati paling kecil jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak samanya perlakuan yang dilakukan antargolongan praktikum. Pada
Kelompok P2 ekstraksi minyak melatinya dijadikan satu, sedangkan pada kelompok lain saat
melakukan ekstraksi minyak atsirinya dilakukan oleh masing-masing kelompok kecil.
Keberhasilan proses enfleurasi tergantung pada kualitas lemak yang digunakan dan
ketelitian serta keterampilan dalam mempersiapkan lemak. Lemak yang digunakan tidak
boleh berbau, tidak berwarna, tidak mengandung asam lemak bebas, dan memiliki konsistensi
tertentu. Jika lemak terlalu keras, maka kontak antara bunga dan lemak relatif sulit sehingga
mengurangi daya absorpsi dan rendemen minyak bunga yang dihasilkan. Sebaliknya jika
lemak terlalu lunak, maka bunga yang disebarkan pada permukaan lemak akan masuk ke
dalam lemak, sehingga bunga yang layu dan lemak yang melekat pada bunga sulit
dipisahkan; dan hal ini dapat mengakibatkan penyusutan berat lemak yang digunakan.
Kekurangan dari proses ekstraksi pelarut jika dibandingkan dengan enfleurasi adalah
rendemen minyak yang dihasilkan lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kegiatan bunga dalam
memproduksi minyak atsiri akan terhenti dan mati jika terendam dalam pelarut organik.
Dengan demikian pelarut hanya dapat mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga
yang terbentuk pada saat bahan tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang
terbentuk sebelumnya sebagian telah menguap. Dengan demikian ekstraksi dengan
menggunakan

pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah. Untuk

mendapatkan rendemen minyak yang tinggi, maka selama proses ekstraksi

berlangsung

perlu dijaga agar proses fisiologi dalam bunga tetap berlangsung selama mungkin. Hal ini
dapat dilakukan dengan proses enfleurasi. Namun, proses enfleurasi membutuhkan waktu
yang jauh lebih lama daripada proses ekstraksi dengan pelarut menguap (Lubis 1999).

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Lukman dkk. 2013. Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Kayu Putih Secara Destilasi UapAir

Langsung.

file:///E:/laporan%20Minyak%20atsiri/Lukman%20Arifin_

%20Ekstraksi%20Minyak%20Atsiri%20Daun%20Kayu%20putih%20secara
%20Destilasi%20Uap-air%20langsung.html (diakses tanggal 06 Mei 2015) .
Guenther. 1987. Minyak Atsiri, diterjemahkan oleh S.Ketaren. Jakarta: UI Press.
Lubis, Ifri Handy. 1999. Pengaruh Jenis Lemak dan Frekuansi Penggantian Bunga pada
Proses Enfleurasi terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Melati. Skripsi. Bogor : IPB.
Muchtar, Muliasari Kurniati. 2013. Pengaruh Waktu dan Jenis Absorben pada Proses
Enfleurasi Bunga Melati (Jasminum Sambac). Jurnal Teknologi Kimia dan Industri,
Vol. 2, No. 4, Tahun 2013, Halaman 93-97.

Вам также может понравиться