Вы находитесь на странице: 1из 52

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yang
pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan
morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain sebagainya, dan kelompok
yang kedua dimana sebenarnya yang terbanyak kasusnya, akan tetapi belum banyak disadari
adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian, tujuan yang
kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi.
Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan
reaksi atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah demikian pada yang kedua, dimana
disini yang perlu dibuktikan atau dicari korelasinya adalah sampai sejauh mana reaksi obat
tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya berbagai peristiwa tadi.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah maupun
jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya macam-macam zat
pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak jumlah dan
jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakan-tindakan kriminal. Walaupun tindakan
meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab UndangUndang Hukum Pidana maupun di dalam Hukum Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan
dari keracunan tersebut, sehingga banyak dipakai batasan-batasan racun menurut beberapa ahli,
untuk tindakan kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum.
Arsenic, As, banyak digunakan sebagai bahan campuran obat pembasmi tikus
(rodentisida). Arsen juga banyak digunakan dalam masyarakat sebagai hasil industri, misalnya
sebagai bahan pengawet, bahan cat, insektisida, herbisida, campuran dalam pupuk, maupun
mencemari lingkungan masyarakat karena dampak dari industri. Arsen juga digunakan dalam
bidang pengobatan. Dalam hal ini digunakan arsen jenis tertentu dan dalam dosis tertentu pula,
seperti neosalveran untuk pengobatan penyakit sifilis, frambusia (sampar / patek), sebagai salah
satu campuran dalam tonikum, dan obat-obat lainnya seperti solarson, optarson, arsentriferrol,

liquor arsenicallis, dan lain-lain. Senyawaan arsen lainnya ialah Arsine, AsH3 (arsenicum lekas
uap), Arsen Trioxide (As2O3), Arsen putih, As2S2, As2S3.
Karena sifat beracunnya, mudahnya di dapat serta mudahnya digunakan oleh masyarakat,
maka wajarlah jika ada yang menyalahgunakannya untuk hal-hal yang bertentangan dengan
hukum, misalnya pada kasus pembunuhan, yang bisa dilakukan secara langsung maupun
perlahan-lahan dengan gejala yang tidak jelas.
Dalam menghadapi kasus yang demikian, maka peranan kedokteran kehakiman sangatlah
penting dalam menentukan apakah korban benar-benar meninggal karena arsen, atau sebab lain.
Selain dengan pemeriksaan otopsi, dokter juga bekerja sama dengan bagian toksikologi dalam
menentukan adanya arsen dan jumlahnya yang ada pada korban. Pada orang-orang sehat, juga
bisa ditemukan arsen, misalnya pada orang yang minum tonikum yang mengandung arsen. Oleh
karena itu dalam menentukan sebab kematian karena arsen, selain ditemukannya arsen dalam
jaringan atau organ, juga harus dapat ditentukan kuantitas dari arsen yang ada dalam jaringan
atau organ tersebut. Dan yang tak kalah pentingnya, walaupun mungkin tidak begitu banyak
terjadi, keracunan arsen dapat berupa kontaminasi lingkungan dari zat-zat atau benda hasilan
atau yang mengandung arsen.
1.2.
-

Rumusan masalah
Apa pengertian racun ?
Apa pengertian arsen ?
Bagaimana arsen dapat menyebabkan keracunan?

Tujuan
Untuk mengetahui pengertian racun
Untuk mengetahui tentang arsen
Untuk mengetahui mekanisme dan bahaya racun didalam tubuh dalam sebuah kasus

1.3.

keracunan arsen

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Racun
2

2.1.1. Pengertian Racun


Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal),
yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi
kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
Menurut Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila
mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian,
bahkan kematian.
Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam
jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa
kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek
yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.
2.1.2. Jalan masuk
Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Melalui mulut (peroral / ingesti).
2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)
3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit.
5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)
2.1.3. Klasifikasi racun
Berikut klasifikasi beberapa racun, racun dapat digolongkan sebagai berikut:
A. Pestisida
1. Insektisida
- Organoklorin
- Derivat Chlorinethane: DDT
- Derivat Cyclodiene : Thiodane, Endrim, Dieldrine, Chlordan, Aldrin,
Heptachlor, toxapene.
- Derivat Hexachlorcyclohexan
: Lindan, myrex.
- Organofosfat: DFP, TEPP, Parathion, Diazinon, Fenthoin, Malathion.
- Carbamat: Carbaryl, Aldicarb, Propaxur, Mobam.
2. Herbisida
- Chloropheoxy
3

- Ikatan Dinitrophenal
- Ikatan Karbonat: Prepham, Barbave
- Ikatan Urea
- Ikatan Triasine: Atrazine
- Amide: Propanil
- Bipyridye
3. Fungisida
- Caplan
- Felpet
- Pentachlorphenal
- Hexachlorphenal
4. Rodentisida
- Warfarin
- Red Squill
- Norbomide
- Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide
- Aepha Naphthyl Thiourea
- Strychnine
- Pyriminil
- Anorganik
5. Contoh beberapa anorganik
- Zinc Phosfat
- Thallium Sulf
- Phosfor
- Barium Carbamat
- Aluminium Phosfat
- Arsen Trioxyde
B. Bahan Industri
C. Bahan untuk rumah tangga
D. Bahan obat-obatan
E. Racun (tanaman dan hewan)
Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka
racun dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu:
1. Racun-racun yang banyak terdapat dalam rumah tangga.
Misalnya: desinfektan, deterjen, insektisida, dan sebagainya.
2. Racun-racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian, perkebunan.
Misalnya: pestisida, herbisida.
3. Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia kedokteran / pengobatan.
Misalnya: sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan, dsb.
4. Racun-racun yang banyak dipakai dalam industri / laboratorium.
Misalnya: asam dan basa kuat, logam berat, dsb.
4

5. Racun-racun yang terdapat di alam bebas.


Misalnya: opium ganja, racun singkong, racun jamur serta binatang.
2.1.4. Mekanisme kerja racun
1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Misalnya:
-

Racun bersifat korosif (lisol, asam dan basa kuat)


Racun bersifat iritan(arsen, HgCl2)
Racun bersifat anastetik (kokain, asam karbol)
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi

nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan
oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari
perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan
2. Racun yang bekerja secara umum (sistemik)
Walaupun kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya
memiliki akibat / afinitas pada salah satu sistematau organ tubuh yang lebih besar bila
dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya.
Misalnya:
-

Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf

pusat.
Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama
berpengaruh terhadap hati.

3. Racun yang bekerja secara setempat dan secara umum


Misalnya:
-

Asam oksalat
Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada

susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam
karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi, 1989).
-

Arsen
Garam Pb

2.1.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun


1.

Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara
pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan
memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun
tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat
yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja
pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c),
ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke

dalam tubuh melalui kulit yang sehat.


2. Keadaan Tubuh
1. Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti
barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.
2. Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan
lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat
dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan
dengan baik, demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang
menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada
saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika
pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil
kesimpulan bahwa kematian penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula
kita tidak boleh tergesa-gesa menentukan sebab kematian seseorang karena
penyakit tanpa melakukan penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan
arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala
gastroenteritis yang lumrah dijumpai.
3. Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan
gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi
perlu diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi
6

sering terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak
menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan
mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang
digunakan sama besarnya.

4. Hipersensitif (alergi idiosinkrasi)


Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat
yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena sikorban sangat rentan
terhadap preparat-preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut
tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang
benar disebabkan oleh karena hipersensitif dan harus ditentukan pula apakah
pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi
preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan
dikenakan pada pemberi preparat tersebut.
3. Racunnya sendiri
a. Dosis
Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang
ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan
intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun
racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan
intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat
setelah seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ
yang berfungsi melakukan detoksifikasi dan ekskresi.
b. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat
korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan
tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini
dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang
ditimbulkan oleh racun tersebut.
c. Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam

keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan
dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
d. Adiksi dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau
CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh
di bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinankemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika
menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam
hal demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat
aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan
bahwa kematian korban disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena
adanya intoleransi.
5. Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal
yang sebaliknya.
6. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam
racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling
menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan
untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi
depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut obatobatan golongan narkotik.(Idris, 1985)
2.1.6. Kriteria diagnosis kasus keracunan
1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun (secara
injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau mukosa).
Pada umumnya anamnesa tidak dapat dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai
kriteria diagnostik, misalnya pada kasus bunuh diri keluarga korban tentunya tidak
akan memberikan keterangan yang benar, bahkan malah cenderung untuk
menyembunyikannya, karena kejadian tersebut merupakan aib bagi pihak keluarga
korban.
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang diduga.

Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat
darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai dengan
data-data klinis tentang kemungkinan kematian karena kematian sehingga harus
dipikirkan terutama pada kasus yang mati mendadak, non traumatik yang sebelumnya
dalam keadaan sehat.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan / obat / zat
yang masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan
korban itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan secara
analisa kimia, kemungkinan-kemungkinan seperti tertukar atau disembunyikannya
barang bukti, atau si korban menelan semua racun kriteria ini tentunya tidak dapat
dipakai.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik atau
mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun yang
bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan, selain
untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting untuk
menyingkirkan kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih
penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya, dimana pada kasuskasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau metabolitnya, tetapi yang dapat
ditemukan adalah kelainan-kelainan pada organ yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam tubuh /
jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa
pemeriksaan tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak memiliki
arti dalam hal penentuan sebab kematian. Sehubungan dengan pemeriksaan
toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu zat, mengingat faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan ada tidaknya racun harus
dibuktikan secara sistematik, diagnosa kematian karena racun tidak dapat ditegakkan
misalnya hanya berdasar pada ditemukannya racun dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasuskasus keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan
kriteria yang terpenting dan tidak boleh dilupakan.

2.1.7. Analitikal Toksikologi


Analitikal toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:
1. Analisa tentang adanya racun.
2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun organophospat.
5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate, narkotika,
ganja, dan lain sebagainya.
Analitikal toksikologi meliputi isolasi, deteksi, dan penentuan jumlah zat yang
bukan merupakan komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam
otopsi. Guna toksikologi adalah menolong menentukan sebab kematian.
Kadang-kadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya
darah, rambut, potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini
membantu dalam menentukan kasus-kasus yang diduga keracunan.
Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter
mengirimkan material sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan
pemeriksaan dan hasilnya akan lebih sempurna.
Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racunracun tertentu, misalnya:
-

Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun

organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan keracunan

logam berat yang akut.


Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non

volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.


Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk pemeriksaan
keracunan logam yang bersifat kronis
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau

organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum
cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya
sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi
10

untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai dalam lambung
tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam lambung sudah
cukup untuk dapat dibuat diagnosa.
2.2. Arsen
2.2.1. Sejarah
Sebenarnya arsen sudah dikenal sejak dulu dari sulfide-sulfidenya, dan ahli kimia
dari Yunani mendapatkan arsen putih dengan membakar salah satu diantaranya.
Pada abad ke XVI, buruh-buruh tambang dariSaxony menjadi kebingungan dan
tak menentu ketika mereka mencium bau smaltite, Co As2, karena zat tersebut
mengeluarkan asap arsen yang beracun, dan zat tersebut tak menghasilkan perak
walaupun zat tersebut nampak seperti perak putih metalik.
Para petambang tadi mengira bahwa terdapatkobold atau goblin dalam biji
tambang tersebut, yang menyebabkan kebingungan yang tak layak. Dan hal ini
merupakan asal kata Cobalt.
Pengertian tentang senyawa arsen sudah dimulai sejak tahun 1733, ketika Brandt
memperlihatkan bahwa arsen putih merupakan oksidasi dari elemen arsen. Pada tahun
1956, dalam De Re Metallica, Agricolas menggambarkan efek dari arsenical-cobalt,
yang saat itu disebut Cadmia. Dimana dikatakan zat tersebut dapat merusak kulit tangan
pekerja, dan dia kemudian mengharuskan pemakaian sarung tangan panjang pada
pekerja-pekerja yang menanganinya.
Warangan yang merupakan salah satu bentuk arsen in organik yang merupakan
bentuk logam berat yang sangat beracun yang banyak digunakan oleh masyarakat,
terutama bagi mereka yang memiliki wesi aji. Sebagai salah satu tradisi, setiap kali
mereka menyucikan wesi aji, mereka mengoleskan warangan padanya. Senyawa arsen
in organik yang melebihi golongan racun lainnya, telah digunakan untuk tujuan-tujuan
pembunuhan. Pelaku pembunuhan memberi racun pada korban dalam suatu dosis fatal.
Pada sejarah pembunuhan dengan menggunakan arsen sering terjadi pada
pembunuhan masal, dimana sejumlah orang diracuni oleh seorang individu. Pada masa
lalu, karena arsen ini (yaitu arsen trioxide) memiliki aroma yang kurang mencolok, maka

11

akan memudahkannya untuk disembunyikan ke dalam makanan atau minuman dengan


tujuan untuk melakukan sesuatu tindak kejahatan yang tersembunyi.
Dalam beberapa perihal pembunuhan, preparat yang mengandung senyawa arsen
ada yang dimasukkan ke dalam anus, uretra, ataupun vagina. Kadang terjadi dimana
preparat arsen dimasukkan ke dalam vagina dengan maksud pengguguran, tetapi malah
berakibat kematian.
Dalam Office of The Chief Medical Examiner (Kantor Pemeriksaan Obat),
pembunuhan dengan senyawa arsen termasuk jarang terjadi. Diantara tahun 1918-1951
tercatat 13 kali kejadian.
Peracunan yang dilakukan dengan tujuan bunuh diri, terjadi lebih sering, dan
biasanya akibat dari racun tikus atau Paris-Green. Dia antara tahun 1918-1951, kematian
karena bunuh diri dengan senyawa arsen inorganic tercatat sejumlah 145 orang. Masalah
keracunan yang tak disengaja dan hanya secara kebetulan akibat dari arsen inorganik
agak umum terjadi. Di New York pada interval antara tahun 1918-1951 ada 114 kasus
fatal dari tipe ini.
Namun sekarang cara pembunuhan dengan arsen seperti itu sudah tidak begitu
terkenal. Beberapa pengadilan di Amerika Serikat bahkan memakai apoteker / ahli obat
untuk mencatat semua penjualan yang mengandung senyawa arsen.
2.2.2. Kegunaan Arsen
Pada suatu saat logam-logam berat menempati tempat-tempat yang menonjol
dalam pengobatan. Disamping juga merupakan penyebab-penyebab keracunan yang
penting. Kecuali emas, pemakaian pengobatan dari logam-logam telah dikemukan
dimana-dimana. Arsen sudah diketahui sebagai bahan untuk pengobatan oleh orang-orang
Yunani dan Roma zaman dulu. Diantaranya digunakan sebagai parasitisida untuk
protozoa, misalnya trypanosomiasis, spirochaeta, yaros, demam kambuhan, amoubiasis,
vaginitis trichomonal; dan arsen terutama digunakan untuk mengobati filariasis pada
anjing.
Memang dasar-dasar dari banyak konsep-konsep modern tentang kemoterapi
berasal dari kerja awal Ehrlich dengan arsen-arsen organic. Derivate-derivat arsen yang
terkenal ialah salversan neoarsphenanime (mapharsan, arsenoxide).
12

Bagaimanapun sekarang medical interest terhadap logam-logam berat telah


menurun tajam, oleh karena penggantian dengan obat-obat antimikrobial alam dan
sintetik yang mujarab dan aman, serta untuk ukuran kesehatan masyarakat dan higiene
pencegahan dapat mengatasi masalah keracunan dari pemakaian industri-industri mereka.
Namun perhatian lingkungan, telah turut membantu untuk suatu kejutan dari penelitian
yang aktif dan berkelanjutan, dan sebagai literatur dalam toksikologi logam berat.
Ditemukannya penisilin menyisihkan arsen sebagai obat anti lues, dan juga obatobat baru lain yang hampir sama halnya dalam menurunkan penggunaan senyawaan
arsen organik yang lain.
Pada pengobatan manusia sekarang, arsen-arsen yang masih dipakai hanya untuk
pengobatan beberapa penyakit tropis. Terutama masih dipakai pada penyakit-penyakit
hewan.Untuk masa-masa mendatang, di Amerika Serikat dan juga di negara-negara lain,
imbas dari arsen pada kesehatan, akan lebih banyak yang berasal dari industri dan
lingkungan daripada yang berasal dari pemakaian obat-obatan.
Tinjauan yang menarik dari segi biologis toksikologi dan lingkungan tentang
arsen telah ditulis antara lain:
- Valce dan Dialoni 1960
- Buchanan

1962

- Schraeder

1966

- Frost

1967

- Lisella & Co. Workers 1972


Salah satu campuran yang paling penting adalah arsen triokside atau arsenious
okside, As2O3, dengan kata lain arsen putih yang banyak digunakan sebagai bahan utama
racun tikus dan kadang-kadang dikelirukan dengan asam arsenium. Ini terjadi dalam
bentuk bubuk putih atau kristal oktahedral yang tidak mempunyai rasa. Arsenic trioxide
beracun dan ditemukan pada beberapa pemberantasan tikus. Beberapa obat yang sering
digunakan seperti cairan acidi arsenasi dan Fowlers solution mengandung arsen
trioxide.Dosis letal (yang mematikan) dari keracunan arsenic tergantung pada
senyawaannya. Keracunan fatal oleh arsen trioxide adalah 0,2 0,3 gram bagi orang
dewasa.

13

Campuran arsen yang beracun dalam bentuk lain yaitu trichloride, triyodide,
sodium arsenate, pada Pearsons solution, Scheeles green atau Copper arsenite, Paris
green, Realgar, atau arsenic sulfide, Donovans solution, (masing-masing 1 % merkuri
yodide dan arsenic yodide), Clemens solution (potassium arsenat pada bromidi) dan
pigmen-pigmen yang serupa Brunwick green, Vienna merah dan mineral biru dimana
terdapat sejumlah arsen dalam bentuk lain. Arsen dalam beberapa campuran arsen
organic lain juga toksis.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa penggunaan arsen dalam pengobatan
sudah sangat jarang, hanya terbatas pada hewan. Di Indonesia, terutama pada masa
pembangunan ini arsen banyak digunakan untuk / pada pabrik-pabrik, alat-alat kesenian,
pertanian, pertanian dan perkebunan yang kadang-kadang menyebabkan keracunan,
misalnya:
1. Arsenicus acid / white arsenic
-

Bentuk kristal putih transparan, ada yang afogne seperti enamel, rasa sedikit

pahit.
Banyak dipakai untuk: pada peternakan untuk membersihkan bulu-bulu domba

(campuran bentuk sulfur atau cairan ter), racun tikus.


2. Persenyawaan Na dan K, liquor arsenicals (Fowlers sol)
- Fly water merupakan campuran dari 1 bagian larutan arsenic sodium dengan 2
bagian gula dalam 20 bagian air. Kertas yang diberi larutan ini disebut Fly
-

Paper atau Kertas lalat.


Banyak dipakai untuk: membersihkan semak-semak, pengawetan kayu

(membunuh serangga / preservatives).


3. Perseny arsenic / arsenic pigment dengan tembaga
- Antara lain copper arsenic, scheele green, emerald green (aceto arsenite of
-

copper)
Banyak dipakai untuk: membuat pigmen-pigmen hijau pada kertas hiasan

(dekorasi), bahan-bahan cat.


4. Asam arsenic dan persenyewaan arsenic K dan Na
- Banyak dipakai untuk: pada pabrik untuk membuat magenta, rasa nilin, warnawarna aniline, jenis-jenis tinta cetak.
5. Sulfida dari arsenic
- Antara lain jenis realgar, orpiment (yellow arsenic sulfide).
- Banyak dipakai untuk: Orpiment digunakan untuk membuat lukisan-lukisan, cat
kertas, warna pada mainan anak-anak, bahan perontok rambut; Orpiment ini bila
14

dicampur dengan linae (jeruk) dapat digunakan untuk penyamakan kulit


(menghilangkan wol dari kulit).
6. Arsenic Chloride
- Larutan arsenic dalam asam hidroklorida mengandung 1 % arsenioz acid yang
sangat beracun.
7. Arsin (AsH3, Arsen uretted hydrogen)
-

Berbentuk gas yang sangat beracun, menyebabkan hemolisa kematian yang dapat
bersifat mendadak, gas tidak berwarna berbau bawang. Banyak terbentuk dalam
proses produksi hydrogen, karena proses produksi persenyawaan gas arsenic
dengan bantuan Hn.

8. Arsen dengan Pb
-

Banyak dipakai untuk: membuat peluru / mimis.


Arsen sendiri sebagai unsur tidak digunakan. Elemen arsen adalah metal,

berwarna hitam, sering digunakan bersama timah yang digunakan dalam pabrik, kadangkadang ditemukan dalam bentuk metal murni, dimana bentuk alamiahnya tersebut tidak
toksik. Campuran tersebut tersebut bagaimanapun juga dapat beracun dan sebagian
darinya terkontaminasi dengan bahan tambang, arang dan batu bara.
Jejak arsen didapat pada minyak, air dan tumbuh-tumbuhan. Sebagian kecil
terdapat sebagai campuran kimia yang digunakan sebagai industri, misalnya mineral
arsen, mineral alkali dan metal seperti besi, seng dan timah.
Arsenik merupakan salah satu unsur yang ada di dalam tanah, sehingga perlu
diketahui jika menghadapi kasus dimana korban telah dikubur. Contohnya tanah disekitar
tubuh korban; yaitu di atas, bawah, dan di sekitar tubuh korban harus diambil guna
dilakukan pemeriksaan toksikologis. Tindakan tersebut selayaknya diambil untuk
mencegah timbulnya interpretasi yang keliru.
Air dapat mengandung arsenic sebagai akibat kontaminasi dari sisa-sisa
pembuangan pabrik / industri. Dalam proses pembuatan bir, arsenic dapat terbentuk, yaitu
sewaktu membuat glukosa untuk dijadikan bir.
Arsenic juga ditemukan dalam jumlah yang cukup tinggi di dalam kerang, oleh
sebab itu orang-orang yang mempunyai kebiasaan makan kerang, ekskresi arsenic dalam
urin cukup tinggi, sama halnya dengan mereka yang keracunan arsenic kronis.

15

Arsen dalam tabel periodik tidak termasuk golongan logam, tetapi karena
mempunyai sifat mirip logam, maka dimasukkan ke dalam golongan metalloid.
Yang dimaksud logam berat ialah:
1. Logam yang mempunyai sifat membentuk garam dengan asam.
2. Logam yang mempunyai berat molekul antara 59-232.
3. Logam yang dapat bereaksi dengan ligond (pengikat berupa gugus atom, ion, atau
molekul yang memiliki kesanggupan untuk menjadi donor pasangan dalam satu atau
lebih ikatan koordinat (coordinate bound).
Arsen digolongkan ke dalam persenyawaan organic dan in organic; pembagian ini
sebagian untuk memudahkan penggolongan kimia. Arsen in organik berbeda dengan
arsen organik dalam beberapa hal yang penting dalam farmakologi.
Hampir semua arsen in organik dapat dianggap sebagai garam asam meta arsenit
(HAsO2). Arsen yang sering digunakan untuk insektisida, racun tikus, dan herbisida
adalah

karbason

(4-ureidobenzen-asam

arsenat),

glikobiarsol,

drokarbil,

dan

oksofenarsin. Arsen trioksida (AsO3) sering disebut Arsenous acid yang merupakan
anhidrid dari asam meta arsenous (HAsO 2). Hampir semua trivalent arsen in organik
dapat dianggap sebagai garam-garam dari asam meta arsenous.
Potassium arsenat adalah salah satu pemakaian untuk segala macam pengobatan.
Sodium arsenites calcium arsenite copper acete Cupie aceto arsenite dipakai terutama
sebagai insektisida, rodentisida, fungisida, dan herbasida. Arsen trichlorid sekali-sekali
dipakai sebagai pengganti potassium arsenat.
Senyawa-senyawa arsen dari Pb, calcium, dan sodium; masih dipakai dalam
formula lama insektisida, yang terkadang merupakan kepentingan dalam hal
toksikologinya. Misalnya yang berasal dari arsen pentoxide, dipakai sebagai herbisida
dan defoliant.
Cocodyl dan sodium sodium cocodilate Na; digolongkan sebagai asam in organik,
karena bentuk aktifnya adalah asam arsenikus, dimana kebanyakan cocodyl yang masuk
dalam badan dikonversikan.
Arsine adalah gas beracun yang menyebabkan keracunan-keracunan industri yang
sering terjadi. Dimethyl arsine, dimethyl arsenic acid, dan methyl arsenic acid,

16

sebagaimana garam-garam sodium dan amoniumnya, muncul sebagai bentuk biotik


kontaminan lingkungan; dan juga dipakai sebagai herbisida.
Arsen organic yang terbanyak / terpenting adalah derivat dari benzene arsenic
acid. Ada tiga derivate pentavalen yang digunakan dalam pengobatan; carbosone (4urcide benzene arsenic acid), tryparsonide (sodium N-Carbomyl methyl p-amine
benzene arsenat) dan glicobiarsol.Benzene arsenic adalah golongan ikatan arsenic karbon
dan invivo yang betul-betul tidak dirubah menjadi asam in organik.
Ada atau tidak adanya berbagai substituent pada cincin benzene tidak hanya
menandai kelarutan dari obat, tetapi juga kemampuan penetrasinya pada membran sel,
baik pada organisme parasit maupun pada inang.Pemilihannya dapat dicapai dengan
penggantian grup-grup yang tepat. Arsen-arsen organik tanpa grup polar tinggi larut
dalam lemak dan siap menembus kulit; beberapa senyawa biasanya mempunyai aksi
nesicant.
Tanpa memperhatikan apakah suatu arsen mengenai tubuh sebagai arsen trivalent
atau pentavalen; semua keracunan berat dan aksi mikrobial dapat dihubungkan dengan
bentuk trivalent. Beberapa arsen pentavalen, dikurangi sebagai in vivo, diubah menjadi
bentuk aktif trivalent, yaitu suatu arsen ozide.
Bagaimanapun redok aqnilibia penguapan oksidasi in vivo, dan arsen trivalent
dioksidasi pelan-pelan dalam tubuh menjadi pentavalen arsenic.Toksisitas yang rendah
dan pengembalian yang tinggi dari arsen pentavalen di dalam urin dan ekskreta
menandakan bahwa sangat kecil reduksi yang berlangsung. Arsen-arsen organik
pentavalen semuanya menunjukkan sifat anion dalam cairan tubuh. Dan dalam hal
menembus sel-sel inang / pejamu tidaklah sesiap jika dibandingkan dengan sel-sel dari
parasit yang rentan / peka. Dan ini menunjukkan efek terapi yang lebih tinggi dari bentuk
trivalent.
Arsen, seperti telah disebut di muka adalah racun klasik dari pembunuhan dan
bunuh diri, tapi tak kurang pentingnya untuk toksikologi industri.Efek kronis dari arsen
trioxide dan dapat diduga debu-debu arsen lain, terutama terdiri dari luka pada membran
mukosa dan kulit. Menurut Harsen, ulkus dan perforasi septum hidung tak jarang dapat
dijumpai pada pekerja-pekerja arsen.

17

Pentingnya arsen sebagai penyebab kanker masih diragukan. Tapi kejadian


abnormal dari kanker eksterna dan saluran pernafasan pada kelompok pekerja-pekerja
yang terkena debu arsenic oxide telah dilaporkan.
Banyak senyawa-senyawa arsen organic yang sangat toksik. Lewisite Ch Cl = Ch
As Cl2 merupakan satu diantara gas-gas yang digunakan dalam kimia yang merupakan
suatu vesicant yang kuat dan dephenyl chloro arsino, dipenylamine chloro arsine, serta
dipenyl cyano arsine merupakan jenis senyawa yang sangat iritan. Konsentrasi kecil
dapat mengakibatkan muntah-muntah. Cairan arsen triklorid juga vesicant dan sangat
toksik bila menyentuh kulit.
Arsine: As H3
-

Berat molekul : 77,9

Titik didih

: 35

Efek berbahaya
Derajat
M.A.C.
Penilaian

: Perubahan-perubahan darah, kerusakan hepar.


: Serius, fatal.
: 0,05 p.p.m. 0,5 mg As / liter urin.
: - Analisis udara
- Analisis urin

Arsine merupakan gas tidak berwarna, berbau bawang, dan sangat beracun.
Arsine telah diperagakan terjadi dari campuran Ca hydride dan metal oxida yang ada
dimana penderita bekerja, pada konsentrasi rata-rata 0,5 ppm.
Besarnya bahaya arsine terletak terutama pada penguapan selektifnya daripada
toksisitasnya, lain dari pada itu mungkin saja. Demikian suatu debu dari senyawa incet
terdiri dari 0,1 % arsen tidak akan menyebabkan keracunan yang sama. Tapi bila zat
tersebut menyebabkan proses reduksi kimia atau elektrolit, arsen mungkin menguap
hampir seluruhnya seperti arsine, dan suatu konsentrasi yang berbahaya bisa dihasilkan
dari material yang relatif kecil.
9. Arsen an Organik
Bentuk arsen in organik ini sifatnya sangat beracun dan paling sering digunakan
karena sifatnya tersebut. Campuran ini, lebih banyak digunakan untuk pembunuhan

18

dimana racun diberikan dalam dosis besar atau pemberian dosis kecil tetapi berulangulang, supaya dapat menimbulkan gejala-gejala seperti sakit biasa.
Dahulu pembunuhan pada sejumlah manusia dengan racun tunggal, paling banyak
menggunakan jenis arsen ini. Cara pemberiannya dengan cara dicampur pada makanan
atau minuman. Tetapi cara pembunuhan seperti ini sudah jarang dilakukan lagi, karena
racun ini mudah diketahui dan dicurigai secara langsung sebagai tindakan kriminal. Pada
sebagian kecil kasus pembunuhan dengan preparat yang mengandung arsen dimasukkan
lewat rektum, vagina, dan uretra serta kematiannya serupa dengan yang diakibatkan oleh
obat secara injeksi. Secara pervaginam dapat untuk menginduksi abortus.
Kasus-kasus bunuh diri menggunakan racun lebih sering dan biasanya
menggunakan racun tikus atau Paris Green. Kecelakaan akibat racun in organik sering
terjadi. Sebagian kasus yang diperiksa tersebut ditenggarai menggunakan jenis racun
tikus, atau semprotan untuk tanaman (makan buah-buahan, sayuran dimana berasal dari
daerah yang disemprot), untuk pengawet kertas atau untuk kain, kertas dinding (karena
mengandung arsen yang kemudian menjadi partikel debu dalam rumah) dan untuk
campuran warna. Campuran arsen juga ditemukan pada minuman, air, bir, kopi, obatobatan, mineral, gas, dan produk batu bara.
Penggunaan obat dalam bentuk campuran arsen harus diperhatikan karena
bahayanya; apakah itu diberikan secara internal ataupun secara topikal seperti lotion, salf,
atau bedak untuk luka, tumor, atau kerusakan pada kulit yang lain. Gejala keracunan
kadang disebabkan oleh absorbsi obat. Pada beberapa contoh kasus, arsenic trioxide
sering dikelirukan dengan bubuk putih yang lain.
Senyawa in organik, hanya mempunyai kemampuan kecil untuk mematikan
jaringan tubuh, tapi tetap meracuni protoplasma sel tubuh, yang selama berada dalam
sirkulasi darah dan jika terjadi kontak dengan sel hidup dapat menyebabkan perubahanperubahan degeneratif.
Pada umumnya aksi dari iritasi lokal tidak diketahui, tidak begitu jelas,
tapi setelah diabsorbsi, akan terus ke aliran darah menuju bagian-bagian organ tubuh
hingga timbul efek-efek pada kapiler.Intensitas dari toksemia tergantung dari jumlah obat
dan kecepatan absorbsi obat yang diberikan. Jika racun dalam bentuk cairan akan cepat
diabsorbsi, tetapi jika diberikan dalam bentuk yang padat akan diabsorbsi lebih
19

lambat.Racun ini akan diabsorbsi dan ditimbun dalam jaringan hepar dan organ lain
untuk beberapa hari, dan akan dieliminasi melalui ginjal dan traktus gastrointestinal.
10. Arsen Organik
Preparat arsen organik banyak dibuat, sebagian besar diantaranya merupakan
senyawa sintetis.Senyawaan organik, termasuk diantaranya merupakan golongan alifatik
dan aromatik, yang mengandung baik trivalent maupun pentavalen arsenic. Bersifat
kurang toksis apabila dibandingkan dengan bentuk in organik, mungkin disebabkan
karena absorbsinya yang lebih lambat. Bila masuk ke dalam tubuh, akan terurai secara
perlahan-lahan dan biasanya tidak menyebabkan kerusakan / kesulitan-kesulitan yang
serius, namun kadang-kadang bila karena sesuatu hal, dapat mempercepat absorbsinya
sehingga dapat menimbulkan efek toksis yang lebih berat.
Beberapa bentuk dari trivalen digunakan pada pengobatan tripanosomiasis dan
spirochaeta misalnya pada demam kambuhan sifilis. Bentuk arsen ini ditimbun dalam
berbagai organ, khususnya pada hati dan arsen jenis ini menghilang secara bertahap. Hal
ini menyebabkan efeknya terhadap parasit (durasinya) arsen menjadi panjang.
Arsen pentavalen organik tidak seefisien arsen trivalent, dan jika digunakan untuk
obat bisa berbahaya. Arsen trivalent organik yang paling penting adalah derivat dari
Arsphenamine

(Salvarsan

atau

606,

formula

HCL.NH 2.C6H3As=AsC6H3.OH.

NH2HCL.2H2O) diantaranya silver arsphenamine, sulfarshphenamine, bismarsen (bismuth


arsphenamine sulfonate) dan neoarsphenamine (mapharsen, arseoxide, dasar dari
kelompok arsphenamine). Bentuk di atas semuanya efisien dalam pengobatan spirochaeta
dan penyakit protoza.
Diberikan secara intra vena dalam larutan sekali dengan dosis 0,3-0,6 gram,
kecuali silver arsphenamine diberikan dengan dosis lebih kecil. Sekitar tahun 1954,
pengobatan berkembang dengan pemberian dosis yang lebih besar, dengan berbagai cara,
misalnya intra vena perdrop lambat, intravena perdrip cepat, dan pemberian dengan spuit
injeksi. Pemberian marphasen yang dikombinasi dengan bismuth atau vaksin typoid,
dengan hasil pengobatan yang lebih baik. Pemberian arsen trivalent sebagai pencegahan
tidak menimbulkan kerugian, tapi dalam kasus yang jarang dapat menimbulkan kematian.

20

Kadang-kadang pasien mati dengan gejala kolaps seluruh tubuh sesudah


pemberian dosis tunggal dengan injeksi.Pada otopsi, sedikit memperlihatkan gejala khas,
hal ini mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas.
Pada kasus lain, kematian terjadi akibat keracunan kronik oleh pemecahan /
disosiasi arsen organik dari preparat arsphenamine dalam tubuh, dan efek ini memerlukan
waktu beberapa hari sampai beberapa minggu untuk berkembang.
Satu gejala yang paling mencolok adalah dermatitis exfoliativa pada seluruh
tubuh, khas dengan adanya skuama epidermis dan infiltrasi leukosit di sekelilingnya dan
pada korium.
Pada kasus yang lain, terjadi asphenamine enchephaloragi dan pasien meninggal
setelah koma, dan dari otopsi memperlihatkan petichae dan perdarahan yang difus dan
dapat juga terjadi perdarahan pada pons.Diatesa hemorrhagi juga terjadi pada jaringan
subserosa khususnya pada mesenterium, intestinum tenue, dan otot jantung.Kadang
granulositopenia atau anemia aplastik, atau berkembang menjadi trombosis umum dapat
terjadi. Efek berikutnya berlangsung proses degenerasi berat yang terjadi pada parenkim
organ dan hati yang bisa saja terlibat, akhirnya terjadi kematian mendadak (akut) atau
subakutyellow atrofi dengan sakit kuning.
Pada kasus dimana korban dapat diselamatkan, dapat terlihat bercak fibrosis pada
parenkim hepar dan hepatitis kronik akibat proses degeneratif yang lama. Jika pemberian
tidak hati-hati, dan keluar dari vena, dapat menyebabkan tormbosis.Pemberian BAL pada
komplikasi akibat arsen organik grup salvarsan misalnya dermatosis, dermatitis
exfoliativa, perdarahan otak, sakit kuning, akan memberikan hasil yang baik.
Arsen organik pentavalen termasuk sodium cacodilate, (CH3)2AsO.ONa, arrhenal,
arsacetin, acetarsone tryparsamide dan lainnya, pada dosis toksis akan menimbulkan efek
subakut atau kronik. Tryparsamide punya efek lain yang dapat menyebabkan amblyopia.
2.3. Farmakokinetik
2.3.1

Absorbsi
Senyawa-senyawa arsen yang larut dalam air diabsorbsi dari semua selaput lendir

dan secara pemberian parenteral. Absorbsi senyawa arsen yang sukar larut dalam air

21

misalnya As2O3 yang sangat tergantung pada kehalusan dari bagian-bagiannya (fineness
of subdivision).
Dalam obat pembasmian tanaman pengganggu (herbicides), terutama As2O3 terbagi
dengan agak kasar. Walaupun senyawa arsen yang pentavalen lebih banyak mengalami
imitasi daripada senyawa yang trivalent, namun senyawa arsen in organik yang
pentavalen diabsorbsi lebih baik daripada yang trivalent, namun karena mereka kurang
bereaksi dengan isi usus dan mukosa senyawa arsen organik yang trivalent adalah juga
sedikit diarbsorpsi dari saluran gastro intestinal, kecuali melarsopral.
Bagaimanapun juga zat-zat tersebut dihancurkan di dalam usus dan darinya
dihasilkan senyawa arsen in organik yang siap diabsorbsi senyawa arsen yang
pentavalen diabsorbsi dengan variasi yang luas carbarsone dan melarsopral absorbsinya
cukup pada pemberian peroral dalam pengobatan penyakit infeksi yang sesuai.
Carbarsone cukup banyak yang tidak diabsorbsi sehingga efektif untuk melawan
parasit dalam usus. Triparsamide sedikit diabsorbsi dari saluran pencernaan. Absorbsi
melalui kulit merupakan fungsi dari pelarut lipid. Secara umum senyawa arsen trivalent
diabsorbsi lebih baik dari pada yang pentavalen.
Di Amerika Serikat, masukan harian untuk senyawa arsen sangat bervariasi, tapi rataratanya 1 mg perhari dan beban untuk tubuh orang dewasa normal biasanya 14-21 mg (II927). Pembicaraan di atas kiranya akan menjadi lengkap bila dikaitkan dengan hal-hal
sebagai berikut:
1. Absorbsi melalui saluran pencernaan biasanya terjadi pada usaha bunuh diri.
Pembunuhan dan keracunan anak-anak dapat terjadi karena mereka tertarik akan
warna atau rasa enak suatu obat, sehingga menyebabkan keracunan karena overdosis.
Saluran pencernaan masih merupakan lingkungan luar (milious externa), sehingga
adanya zat-zat beracun di dalam saluran pencernaan tidak akan mengakibatkan
keracunan hanya racun-racun yang bersifat kanotik atau korosif yang dapat merusak
selaput lendir usus, yang selanjutnya bisa terjadi perforasi, peritonitis, yang akhirnya
dapat menyebabkan kematian.
Pada umumnya zat beracun lebih mudah menyebabkan keracunan jika diberikan
pada perut kosong karena lebih cepat diabsorbsi. Juga pada umumnya bentuk non ion
akan lebih mudah diabsorbsi daripada bentuk ion, serta ph dapat mempengaruhi difusi
zat beracun melalui membran epitel usus. Selain ph, konstante dinosiasi (p Ka)

22

berpengaruh atas bentuk non ion dan bentuk ion, menurut persamaan Handecson
Hasselbach:
- Untuk asam: P Ka ph = log (bentuk non ion) (bentuk ion)
- Untuk basa : P Ka ph = log (bentuk ion) (bentuk non ion)
2. Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa hal:
-

Stratum corneum merupakan therato limiting basic sehingga bila lapisan ini

rusak atau jika integritas kulit terganggu, maka absorbsi akan dipermudah.
Spesies pada hewan.
Beberapa zat kimia dapat merubah kulit sehingga lebih permeabel terhadap zat

kimia lain.
Sifat-sifat psikokimia.
Zat-zat yang larut dalam lipid kurang mudah diabsorbsi kulit jika dibandingkan

dengan zat-zat yang larut dalam air.


Zat-zat kimia yang berbentuk non ion lebih mudah diabsorbsi daripada yang

berbentuk ion.
Ph, ukuran molekul, temperatur dan vaskularisasi juga ikut menentukan.

3. Sebagian dari zat-zat beracun yang masuk melalui pernafasan terabsorbsi melalui
selaput lendir di bagian tracheo-bronchial, non pharynx dan oropharynx serta
sebagian dari zat-zat tadi tertelan dan masuk ke dalam alat pencernaan. Partikelpartikel sebesar 5 mikrometer atau lebih tetap berada di dalam nasopharynx (bernafas
melalui mulut), dan yang berukuran 2-5 mikron bisa sampai ke dalam bagian tracheobronchial, yang kemudian oleh lendir dan silia dapat dibersihkan dengan atau tanpa
perantaraan batuk. Partikel-partikel sebesar 1 mikrometer atau kurang dapat masuk ke
alveoli dimana partikel-partikel itu dapat diabsorbsi masuk ke dalam darah.
2.3.2

Distribusi
Setelah zat beracun memasuki plasma darah, baik dengan perantaraan absorbsi

maupun langsung melalui intravena, maka zat tersebut dapat terdistribusi ke seluruh
bagian tubuh. Kecepatan distribusi ditentukan oleh banyaknya vaskularisasi, mudahnya
zat itu memasuki pembuluh kapiler dan menembus membran sel jaringan, serta adanya
afinitas jaringan terhadap zat tersebut.

23

Konsentrasi zat beracun ini di dalam darah setelah beberapa waktu tertentu maka dari
sini tergantung pada volume distribusinya (Vd); makin besar Vd-nya, makin kecil
konsentrasi zat beracun tersebut berada di dalam darah (X).
Penimbunan senyawa arsen terutama di dalam hepar, ren, dinding saluran
pencernaan, limpa dan paru-paru. Dalam jumlah kecil terdapat pada otot dan jaringan
syaraf. Dan selain itu juga terdapat dalam rambut dan kuku, dimana disini mulai terdapat
2 minggu sesudah pemberian dan dapat tinggal sampai 1 tahun. Pada keratin banyak
terdapat gugus salf hydril, demikian juga pada jaringan tulang yang dapat menetap untuk
selama-lamanya (II).
2.3.3

Biotransformasi
Biotransformasi dari senyawa arsen hanya sedikit sekali diketahui. Dari studi pada

hewan percobaan nampak kemungkinan senyawa arsen yang trivalent sedikit demi sedikit
diubah kearah bentuk pentavalen, dan keduanya sebagian-sebagian diubah ke arah methyl
arsenator.
2.3.4

Ekskresi
Sebagian dari suatu dosis senyawa arsen trivalent yang diabsorbsi akan diekskresikan

secara lambat melalui urin setelah pemberian secara parenteral yang dimulai dalam waku
2-8 jam. Namun hal ini dapat bertahan sampai 10 hari untuk eliminasi dari arsen secara
komplit setelah pemberian dosis tunggal dan dapat sampai 20 hari pada pemberian
berulang.
Ekskresi yang lambat ini merupakan dasar untuk terjadinya keracunan arsen yang
kumulatif. Arsenate dan bentuk pentavalen yang lain pada tubuh manusia sangat cepat
diekskresi, dan oleh sebab itu maka sangat kecil kemungkinannya untuk menjadi
keracunan yang bersifat kumulatif, kecuali pemberian dengan dosis yang sangat tinggi
dalam periode waktu tertentu.
Lisella dkk. (1972), telah mengkalkulasi bahwa pada pemberian arsen pentavalen
secara terus-menerus pada dosis maksimal yang diperkenankan di dalam makanan, udara,
dan air, maka akan memerlukan waktu 30 tahun untuk terjadinya penimbunan beban
toksis bagi badan.

24

Sejalan dengan kenyataan bahwa senyawa arsen trivalent adalah mungkin untuk
diekskresikan di dalam jaringan dan bentuk pentavalen cepat diekskresi, maka arsenate
diabsorbsi pada bagian proksimal dari tubulus kontortus renir dan diekskresikan sebagai
arsenite (Ginsbing, 1965). (II)
Senyawa arsenite dapat menembus placental barcick dan telah ditemukan pada janin
yang meninggal (sugoctal, 1969). Kira-kira 45 % dari senyawa arsen yang dihisap ketika
merokok diekskresikan melalui urin dan kurang lebih 2,5 % melalui feses (Holland et all,
1959). Pada pemberian BAL (dimecarpol), maka ekskresi melalui urin sangat jelas
menanjak tanpa adanya kerusakan pada alat ekskresi. Bila pemberian BAL tepat, maka
akan dapat menekan sebagian besar tanda dan gejala keracunan akut (Woody and
Kometani, 1948).
2.3.5

Mekanisme keracunan
Mekanisme kerja toksik yang utama dari senyawa arsen ialah dengan menghambat

kerja enzim sulfihidril. Senyawa arsen organik yang trivalent misalnya phenyl arsen
oxide lebih poten dalam hal menghambat kerja enzim sulfihidril daripada arsenites in
organik. Arsenoxide sebagai senyawa antara yang aktif (active intermurate) tidak dapat
bereaksi dengan kelompok-kelompok kimia yang lain, kecuali sulfihidril. Consparasid
arsen arsen misalnya aesphenamine dansenyawa arsen yang pentavalen harus dikonversi
menjadi arsenoxide atau arsenit terlebih dahulu sebelum dapat bereaksi, kecuali
dikloroarsen yang dapat bereaksi langsung.
Formulasi yang umum dan komplit dari reaksi arsenoxide (arsenite) dengan gugus
sulfihidril dari protein adalah sebagai berikut:
R As = O + 2 Hs PR

S-PR
R + As + H-O-H
S-PR

Dimana R adalah gugus kimia, dan PR adalah protein. Inertivasi dari enymen
sulfihifdril yang esensial mungkin merupakan langkah pertama ke arah kerusakan sel. Di
antara senyawa arsen, klorvinilkloroarsen (lewisite) mempunyai daya inhibisi yang
terkuat. Ion arsenat dapat bekerja sebagai uncouplers pada fosforilasi oksidatif, karena itu
pembentukan ATP terganggu.

25

Sistem oksidasi piruvat dan sejumlah besar enzim lain adalah rawan terhadap
senyawa arsen. Peranan dari interaksi antara senyawa arsen dengan thiocic (x liporc)
acid, suatu bagian esensial dari reaksi dekarboksilasi piruvat menjadi perhatian utama,
lebih dari reaksi dengan sulfihidril dari dua molekul yang berbeda seperti dilukiskan pada
formula di atas senyawa arsen yang dapat bereaksi dengan kedua gugus sulfihidril dari
thiocic acid untuk membentuk cincin bersegi enam, yaitu suatu cincin yang lebih stabil
daripada monocyclic thio arsenites.
Pembentukan cincin menunjukkan kemanjuran dimercaprol dalam pengobatan
keracunan arsen. Arsine (AsH3) bergabung dengan hemoglobin dan dioksidasi menjadi
campuran (compound) hemolitik dan tidak menunjukkan aksi dengan menghambat enzim
sulfihidril.
2.3.6

Efek local
Senyawa arsen baik organik maupun in organik dapat menembus epitel dan

menyebabkan nekrosis dan pengelupasan. Campuran yang larut dalam air, daya toksis
lokalnya sangat lemah; triparsamide dan senyawa organik pentavalen yang pada
umumnya diberikan secara intramuskular tidak menyebabkan iritasi lokal. Zat ini larut
dalam air dan cepat diabsorbsi.
Dermatitis kontak dan konjungtivitis yang non alergika sering terjadi di antara para
perkerja yang terpapar terhadap debu yang mengandung senyawa arsen. Menghisap udara
yang mengandung arsen secara terus-menerus dapat menyebabkan perforasi septum nasi.
2.3.7

Efek sistemik
- Efek pada peredaran darah
Senyawa arsen dosis kecil in organik menyebabkan vasodilatasi ringan.
Dosis besar menimbulkan efek pada sistem sirkulasi. Perlukaan dapat terjadi pada
semua anyaman kapiler, tapi yang sering terjadi di daerah splanchnicus. Sebagai
hasilnya adalah transudasi dari plasma dan penurunan darah yang tajam,
selanjutnya terjadi kerusakan arteri dan myocard serta tekanan darah turun
sampai terjadi syok.
Gambaran EKG yang abnormal tetap terjadi sampai satu bulan sesudah
penyembuhan dari intoksikasi akuta. Senyawa arsen organ trivalent terutama
mengenai kapiler, tekanan pembuluh darah (resistant vessels), dan tentang
jantung, pengaruhnya sama dengan arsen in organik.
26

Pada dosis terapeutik obat, efek pada sirkulasi bervariasi dengan jarang
terjadi reaksi seperti syok angioneurotik yang segera mengikuti pemberian
tryparsamide. Hal ini terjadi mengikuti pemberian senyawa arsenic sejenis
dengan sifat simpatomimetik yang secara efektif meninggikan tekanan darah
selama suatu krisis; dimana hal tersebut tidak terjadi selama syok oleh karena
senyawa arsen in organik. Krisis ini terjadi disebabkan oleh karena flocylasi
plasma protein.
Arteriosclerosis perifer (clackfoot disease0 dapat disebabkan oleh
pemasukan senyawa arsen in organic secara kronis (Heydoen, 1970).
-

Tractus gastrointestinal
Dosis kecil senyawa arsen in organik terutama yang trivalent
menyebabkan splanchnic hyperemia. Transudasi plasma pada kapiler sebagai
akibat pada dosis besar membentuk vesikula di bawah mukosa gastrointestinal.
Vesikula tadi akhirnya pecah, fragmen epitel terlepas, lalu plasma tercurah ke
dalam lumen, yang kemudian akan membeku.
Jaringan yang rusak dan aksi cathartic dari meningkatnya cairan dalam
lumen menyebabkan naiknya peristaltik dan keluarnya tinja yang karateristiknya
seperti air beras. Protiforens epitel yang normal ditekan, yang menyebabkan
kerusakan lebih lanjut. Segera sesudah itu feses menjadi berdarah, muntah
seringkali terjadi, dan muntahan mungkin mengandung darah. Stomatitis
mungkin juga terjadi, serangan gastrointestinal mungkin terjadi dengan sedikit
demi sedikit sehingga kemungkinan cara cuman arsenic mungkin diabaikan.
Sindrom nausea, vomiting, diare, sakit kepala dan malaise merupakan tipe
reaksi yang sering terjadi sebagai akibat pemberian injeksi senyawa arsen
organik. Reaksi ini tidak segera terjadi, tetapi terjadi dalam waktu 4-12 jam
sesudah injeksi dan berlangsung selama beberapa jam sampai hitungan hari. Hal
ini disebabkan oleh intoksikasi oleh bagian senyawa arsenic yang aktif dari obat
tersebut.
Insidensi tertinggi terjadi setelah pemberian senyawa arsen trivalent dan
paling rendah setelah pemberian senyawa arsen pentavalen; misalnya
tryparsamide. Over dosis yang sangat besar dari senyawa arsen organik efeknya
sama dengan pemberian senyawa arsen in organik.
27

Tractus urinarius
Aksi dari senyawa arsen pada kapiler ginjal, tubuler dan glomeruli dapat
menyebabkan kerusakan ren yang hebat. Efek pertama pada glomeruli, pembuluh
darah mengalami dilatasi sehingga memungkinkan hilangnya protein dan
kemudian terjadi pembengkakan untuk mengisi glomerulair. Variasi tingkatan
dari nekrosis tubuler dan degenerasi terjadi, urin berkurang dan berisi protein,
eritrosis dan carts.
Sejumlah carts, albuminuria ringan dan darah pada urin sedikit meninggi,
sering terjadi setelah pemberian senyawa arsen organik dengan dosis terapeutik
namun efek ini hanya bersifat sementara. Kerusakan ginjal akut yang jarang

terjadi akibat arsen organik adalah idiosyncrasi.


Kulit
Pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis rendah dan secara
kronis akan menyebabkan vasodilatasi kulit dan milk and corce complexion.
Penggunaan

senyawa

arsenic

yang

berkepanjangan

juga

menyebabkan

hiperkeratosis dan hiperpigmentasi, yag akhirnya aksi ini menuju ke arah atrofi
dan degenerasi serta mungkin juga ke arah kanker. Erupsi pada kulit umumnya
terjadi setelah pengobatan dengan senyawa arsen in organik.
Senyawa arsen trivalent yang sistemik mengganggu dengan respon
peradangan pada kulit dan dapat menyebabkan terjadinya pyoderma. Hal tersebut
juga mengganggu penyembuhan luka pada kulit dan jaringan lain.Insidensi
dermatitis pada penggunaan senyawa arsen organik pentavalen adalah rendah dan
-

reaksinya biasanya ringan. Luka bisa lokal atau menyeluruh dalam distribusinya.
Sistem syaraf pusat (SSP)
Pada penggunaan secara kronis atau terpapar dengan senyawa arsen in
organik (namun jarang pada senyawa arsen organik) dapat menyebabkan neuritis
periferal. Pada kasus yang berat, sumsum tulang belakang bisa terkena juga. Pada
pemberian senyawa arsen in organik dengan dosis toksis secara akuta, hampir 5
% akan menunjukkan depresi sentral tanpa gejala-gejala gastrointestinal.
Dari arsen yang masih digunakan oleh manusia, tryparsamide tapi bukan
carborsone atau glico biarzol menyebabkan insidensi yang tinggi dalah hal efek
pada SSP, bila digunakan dengan dosis terapeutik. Efek ini biasanya visual.
Ensefalopati dapat ditimbulkan pada penggunaan:

28

Senyawa arsen organik trivalent misalnya: melarsoprol (paling umum sebagai

rekasi toksik).
Senyawa arsen organik pentavalen, glico biorsal pada dosis klinis (tapi

jarang).
Overdosis carbarsone.
Gejalanya termasuk sakit kepala yang berat, konvulsi dan koma. Gejala-

gejala sebelumnya terlihat pada cairan serebro spinal jumlah sel dan protein
bertambah. Kerusakan pada otak terutama yang berasal dari vasculair dan terjadi
pada massa putih dan abu-abu, gejalanya berupa perdarahan nekrosis dengan
focus yang multipel dan simetris.
Perlu ditambahkan pada pemberian dimecaprol ialah pengobatan sedatif,
anti konvulsan dan tindakan untuk mengurangi oedem otak, yang mana antara lain
dapat dengan memberi mannitol hipertonik atau larutan ureum.
-

Darah
Senyawa arsen in organik mengganggu sum-sum tulang dan mengubah
komposisi sel-sel darah. Vaskularisasi pada sumsum tulang bertambah. Pada dosis
sedang menyebabkan pengurangan eritrosit dan pada dosis besar menyebabkan
perubahan morfologis sel-sel darah dengan tampak adanya megalocytes dan
microscytes. Senyawa arsen in organik juga menekan produksi leukosit. Beberapa
efek kronis pada adarah dapat disebabkan oleh karena terganggunya absorbsi
asam folat.
Arsenite juga mengganggu syntore parpyrine (Van Togeran et all, 1965).
Gangguan pada darah dan sumsum tulang yang ditimbulkan oleh senyawa arsen
in organic merupakan masalah yang benar-benar serius, tapi untungnya jarang
terjadi. Sejumlah kasus agranulasitosis disebabkan oleh glico biornd yang mana

telah dilaporkan pernah terjadi.


Hati
Senyawa arsen in organik dan sejumlah yang organik, terutama toksis
terhadap lever dan menimbulkan infiltrasi lemak, nekrosis sentralis dan chirossis
triparsamide yang dapat merusak kapur pada dosis terapeutik. Kerusakan bisa
sedang atau berat; menyebabkan acute yellow athrophybahkan kematian.
Kerusakan pada umumnya mengenai parenkim hepar, tetapi pada beberapa
kasus memberikan gambaran klinis yang menyerupai aclusi saluran empedu
29

secara umum yang disebabkan oleh pericholangitis dan thrombus empron pada
-

cabang saluran empedu yang paling halus.


Metabolisme
Aksi toksis yang mula-mula dari senyawa arsen organik menimbulkan
oedema tersembunyi disebabkan oleh kerusakan kapiler. Pada kerusakan arsen
eliminasi nitrogen bertambah oleh karena degenerasi jaringan yang terjadi pada
banyak organ.
Percobaan untuk mendemonstrasikan aksi tonik dari senyawa arsen pada
hewan percobaan menunjukkan bahwa elemen ini tidak berguna pada
pertumbuhan dan perkembangan.

2.4. Simptomatologi
2.4.1

Keracunan akut:
1. Gejala biasanya timbul - 1 jam sesudah masuknya obat, tapi mungkin
terlambat sampai beberapa jam, terutama bila arsen masuk bersama makanan.
2. Rasa manis metalik, bau bawang putih pada nafas dan feses.
3. Penyempitan pada tenggorokan dan kesukaran menelan. Rasa seperti terbakar
dan sakit kolik pada aerophagus ventriculus dan usus.
4. Muntah dan diare dan ekskretanya air beras seperti pada kolera dan kemudian
feses berdarah.
5. Dehidrasi dengan rasa haus yang sangat dan kram otot.
6. Sianosis, pols lemah, dan anggota badan menjadi dingin.
7. Vertigo, sakit kepala bagian depan.Pada beberapa kasus (tipe serebral) vertigo
stupor, delirium dan mania dapat terjadi tanpa gejala gastro intestinal yang
menonjol.
8. Syncope, koma, kadang-kadang konvulsi, paralisis umum dan kematian.
9. Bila fase akut bisa sembuh, maka neuritis perifer yang termasuk syaraf sensoris
dan motoris tidak jarang terserang.
10. Berbagai erupsi pada kulit, lebih sering terjadi pada keracunan kronis.
11. Pada saat penyembuhan, kelemahan dan diare akan tetap ada sampai beberapa
minggu dan kadang-kadang sindrom sukar dibedakan dengan keracunan kronis.

30

2.4.2

Keracunan kronis
Terdapat manifestasi sebagai berikut, mulai dari anoreksia, gangguan pencernaan

yang ringan, sedikit demam, pucat, lemah, peradangan catarrhal pada hidung,
tenggorokan, konjungtiva dan laring seperti pada infeksi coryza; stomatitis dan salivasi
juga sering terjadi.
Gangguan kulit dapat berupa eritrema, eczema, pigmentasi (arsenic melanosis),
keratosis (terutama pada telapak tangan dan kaki), bersisik dan desquamasi, kuku rapuh,
rambut dan kuku rontok dan oedema subkutan yang lokal.Gejala kerusakan ginjal timbul,
pembesaran hepar dengan ikterus dan kadang-kadang dengan pruritus dan dapat menjadi
sirosis dan asites.
Komplikasi jantung (fibrilasi ventrikular dan kardiak akut) pernah dilaporkan walau
jarang. Kadang-kadang ada reaksi kehilangan protein pada diskrasia darah enteropathy
yang hebat, akibat dari deposit semua elemen seluler dari sum-sum tulang. Kejadian ini
mungkin berhubungan dengan metabolisme folic acid. Pada keracunan yang lanjut, maka
gejala syaraf menonjol yaitu encephalopaties dan neuritis perifer lebih umum terjadi.
Mula-mula yang terkena syaraf sensorius hingga timbul parestesia, hipertesia dan sakit,
namun kemudian muncul paralisa, atrofi otot, biasanya pada kaki. Kemungkinan akan
menonjol distribusi kehilangan perasaan yang disebut Glove and Stocking.
Dalam hal simptomatologi ini, lebih khas pada keracunan arsen in organik, yaitu
ada empat tipe dan gejala keracunan yang terjadi:
1. Bentuk paralisis akut
Akibat pemberian arsen in organik dalam jumlah besar dan cepat masuk ke dalam
sirkulasi.Manifestasi dari bentuk ini ialah kolaps sirkulatori dengan tekanan darah
rendah, nadi yang cepat dan lemah, pernafasan sukar dan dangkal, sesak nafas,
semicommatore atau stupor dan kadang-kadang konvulsi. Pasien tidak menunjukkan
gejala gastrointestinal (kalaupun ada berupa muntah-berak, nyeri perut).
Gejalanya timbul mendadak. Penderita dapat meninggal sebelum 24 jam. Gejala
di atas disebabkan oleh penekanan syaraf pusat oleh senyawa arsen dosis tinggi
terutama pada medulla oblongata.
2. Tipe gastro intestinal
Tipe ini lebih umum terjadi dan gejala-gejala yang khas ditimbulkan oleh karena
perlukaan / lesi pada ventrikulus, usus, dan organ-organ yang parenkimateous. Segera

31

setelah masuknya senyawa arsen, terjadi muntah yang berlangsung selama 1 atau 2
jam kemudian diikuti dengan diare.
Perbedaan gejala-gejala klinik yang menonjol, bervariasi pada tiap-tiap kasus.
Pada beberapa kasus diare berat adalah gejala yang paling menonjol, sedangkan pada
pasien lain adalah mual, muntah, rasa panas dan terbakar, sakit dan kram pada
abdomen yang menjadi keluhan utama. Pada pasien yang lain lagi dapat menderita
gatal / serak pada tenggorokan, sensasi haus yang sangat, mulut terasa kering.
Kombinasi dari gejala-gejala tersebut bisa terjadi.
Muntah bisa terjadi terus-menerus dan muntahannya nampak seperti air beras dan
terkadang berisi lendir darah dan cairan empedu. Diare mungkin hebat dan feses
mungkin berdarah atau seperti air beras sama dengan feses pada cholera asiatica. Pada
kasus yang lebih jelas terdapat muka yang livid, sianosis, merasa gelisah, kulit dingin
lembab, kram pada lengan, betis, delirium, albuminuri, urin yang berkurang dan
dehidrasi oleh karena muntah yang terus-menerus dan diare.
Hal ini bermakna pada kasus muntah dapat terjadi setelah makan arsen bebas, dan
ini menimbulkan keragu-raguan berhubung dengan adanya arsen sesudah diabsorbsi
yang telah dikeluarkan kembali ke dalam lambung. Kematian terjadi dalam beberapa
jam atau hitungan hari. Bila pasien dapat bertahan terhadap serangan maka akan
terjadi pemulihan.
Penanganan pada keracunan akut adalah dengan mengeluarkan lambung dengan
tube dan mencuci dengan air hangat dan susu. Emetic mustart 1 bagian dan garam 6
bagian, pada air dengan jumlah banyak lebih berarti.
Antidotum spesifik - 1 ons tincture dari ferri chloride dengan air dan
ditambahkan magnesium Castor oil dapat diberikan untuk membersihkan usus.
Kantor farmasi dan kimia di Asosiasi Kesehatan Amerika (American Medical
Ascociation)

menganjurkan

pemberian

BAL

(British

Anti

Lewisite

2,3

dimercaptopropanol) secepatnya. Ini akan mengambil arsen dari jaringan dan


menyebabkannya cepat diekskresi. BAL diberikan intramuskuler pada 10 % larut
minyak tiap 4 jam dengan dosis 5 mg/kg BB sampai gejala keracunan hilang.
Hasil Otopsi

32

Lesi yang berupa nekrosa mempunyai tingkatan yang sangat bervariasi. Pada
kematian yang terjadi dalam beberapa jam karena kolapsnya sirkulasi, membran
mukosa lambung dan usus dapat tidak memperlihatkan perubahan yang bermakna.
Lambung dapat kosong atau berisi lendir, atau sejumlah cairan kemerahan. Kadangkadang pada lipatan membran mukosa lambung terdapat kristal oktahedral dari As
trioxide atau bercak Paris Green, atau deposit kekuningan dari As sulfide yang
terbentuk oleh kombinasi kimiawi antara arsen dengan hydrogen sulfat dalam
lambung.
Pada kasus lain, mukosa lambung merah kongesti dan edema, sementara itu
tampak garis gelap karena korosi pada lipatan, berbentuk karet atau bentuk
pemanggang besi pada tempat korosi oleh racun. Lambung dapat berisi lendir warna
gelap yang bercampur darah. Pada tahap awal usus tidak menunjukkan perubahan
yang berarti, meskipun arsen diperkirakan sudah sampai jaringan.
Selanjutnya pada tahapan menyerang tubuh lebih lanjut, lesi meluas. Dinding
lambung dan usus dapat bengkak dan kelihatan edema dan kongesti pada lapisan submukosa, dan biasanya berwarna merah kecoklatan dengan perdarahan bagian dalam
sub-mukosa dengan berbagai ukuran di sana-sini. Pada suatu kasus, terdapat
pseudomembran warna abu-abu kekuningan pada jejunum bagian atas. Pada beberapa
bagian usus dapat berwarna kuning akibat penimbunan arsenic sulfide. Usus dapat
berisi sejumlah besar cairan mirip cucian beras, atau dapat kosong dan berisi lender
darah. Perluasan lesi sangat bervariasi., kadang lamban, dan sebagian usus mengalami
inflamasi, bahkan kadang seluruh gastrointestinal terlibat.
Mulut, faring dan esophagus kadang memperlihatkan proses yang sama, hanya
intensitasnya lebih rendah. Pada kulit kadang terbentuk bulla pada bagian yang
terkena racun, edema pada muka dan sekitar mata pernah dilaporkan bahkan sampai
terjadi perdarahan atau purulen.
Inflamasi lambung dan usus sebagian besar akibat ekskresi As melalui membran
mukosa dan efek lambung secara langsung mengenai pembuluh darah sub-mukosa,
dan yang lebih jarang korosif langsung pada dinding usus.Pada beberapa kasus,
pemberian arsen in organik pada ulkus kulit atau pada kulit yang utuh, akan diikuti
dengan gejala gastrointestinal, meskipun pemberian tidak melalui mulut.
33

Pemeriksaan mikroskopik pada lesi yang meliputi mulut dan usus pada keracunan
arsen, memperlihatkan perdarahan pembuluh darah kecil sub-mukosa yang berisi sel
darah merah dan sel leukosit plimorfonuklear, disertai bengkak dan membesarnya
endothelium,

jaringan

ekstravaskuler

(pada

sub-mukosa)

edema dan

juga

mengandung sel darah merah dan leukosit polimorfonuklear.


Pada korban yang mampu bertahan hidup selama beberapa hari, terjadi perubahan
pada parenkim dan degenerasi lemak pada jantung, hepar, dan ginjal dengan warna
suram, abu-abu kemerahan, abu-abu kekuningan. Obat akan ditimbun dalam hepar,
parenkim sel akan menjadi bengkak dan ikterik, dan jaringan tubuh akan
memperlihatkan berbagai tingkatan dari ikterik hepatogenous.
Sesudah racun menjadi subakut atau kronik, akan terjadi komplikasi atrofi kuning
akut. Perdarahan atau purpura dengan ukuran yang berbeda-beda dapat terjadi pada
jaringan subserosa atau pada jaringan longgar seperti mesenterium, jaringan
retroperitoneal, epikardium, preaortae, dan lain-lain.
Jaringan subendokardial, khususnya pada permukaan septum ventrikel kiri dapat
terlihat bercak kecil menyala seperti perdarahan atau perdarahan yang luas. Lesi ini
dapat berubah menjadi perlemakan atau terjadi perubahan degenerasi lain pada
endothelium

kapiler

dan

dengan

mikroskopik

dapat

terlihat

infiltrasi

polimorfonuklear yang jelas pada daerah perdarahan. Pada suatu kasus keracunan
arsen akut, pemeriksaan kelenjar adrenal pada bagian korteks mengalami nekrosis
disertai dengan infiltrasi leukosit.
Jika arsen diberikan dalam bentuk padat dan kematian terjadi pada stadium awal,
sebagian besar arsen diketemukan dalam lambung. Jika perjalanan penyakitnya lebih
panjang, jumlah arsen dalam lambung berkurang. Seseudah diserap, racun disebar ke
organ-organ dan terbanyak ditimbun di hepar, lien, ren, dan jaringan lain dalam
beberapa minggu, secara bertahap dikeluarkan lewat urin dan feses. Hepar biasanya
mengandung lebih banyak ketimbang organ lainnya, akan tetapi jumlahnya sangat
bervariasi sehingga sukar untuk menentukan jumlah minimal dalam jaringan yang
menyebabkan kematian.
Adanya sejumlah besar arsen dalam organ akan memungkinkan lambatnya
pembusukan mayat. Bukti yang nyata perihal jumlah arsen dalam organ akan
34

tergantung pada jenis kasusnya. Meskipun demikian, riwayat penyakit dan penemuan
pada otopsi sangat mengarahkan keracunan karena obat ini, memperhitungkan jumlah
tiap menitnya harus hati-hati, banyak jumlah arsen yang ada dalam tubuh merupakan
akibat pengobatan. Jika analisa kimia hanya terbatas pada luar tubuh atau hanya ada
arsen dalam lambung, usus, tetapi organ lain seperti hati, ginjal, dan otak tidak, maka
kesimpulan sebab kematian tidak bisa dibuat.
Pada penanganan lain jika terasa sejumlah arsen ditemukan pada jaringanjaringan dan organ lain dalam tubuh, khususnya pada hubungannya dengan bentuk
tanda klinis dan lesi patologis, hasilnya akan signifikan adanya aksi absorbsi dan
toksis antemortem.
Pada kasus akut organ, yang paling baik untuk pemeriksaan adalah lambung dan
isinya, hati, ginjal, dan otak. Pada beberapa kasus ini, isi usus dan urin dapat
berharga.Pada otopsi bongkar jenazah, tanah di sekitarnya, cairan di sekitar peti dan
sebagian dari peti seharusnya diambil untuk di tes adanya arsen untuk membatasi
kontaminasi yang mungkin terjadi.
3. Tipe subakut
Tipe ini terjadi pada pemberian senyawa arsen dalam dosis kecil, berulang-ulang,
dan dalam interval tertentu. Atau pada pemberian dosis tunggal yang besar yang tidak
menyebabkan kematian dalam waktu cepat namun tinggal di dalam tubuh dan
menyebabkan kerusakan selama waktu ekskresinya yang lambat.
Korban tetap hidup selama beberapa minggu atau sampai beberapa bulan.
Beberapa dapat berkembang menjadi keracunan hepar yang degeneratif, yang
melanjut menjadi acute / subacute yellow atrophy dan diikuti oleh icterus toxic yang
berat.
Perdarahan multipel dapat terjadi pada lapisan subserosa atau pada jaringan
longgar di daerah areola. Tractus intro intestinal mungkin mengalami radang kronis
dengan diare yang terus-menerus, kram dan dehidrasi.Ginjal dapat menunjukkan
inflamasi, nefrosis dengan albuminuria dan urin berdarah. Erupsi pada kulit, daerah
yang eczematous dan keratosis timbul di beberapa tempat.Pasien kehilangan berat
badan, menjadi kurus dan lemah, sakit yang serius, dan akhirnya meninggal.
4. Tipe kronis
35

Dapat terjadi akibat perkembangan pada sejumlah kasus, sesudah gejala akut
menghilang dan ini dapat menunjukkan sejumlah manifestasi yang berbeda-beda.
Pada suatu tipe neuritis kronis dapat timbul dengan degenerasi serabut syaraf
yang dimulai dari daerah perifer berlanjut ke arah pusat. Lesi ini ditandai dengan
paralise otot tangan dan kaki, anastesia gangguan pertumbuhan seperti atrofi otot,
rambut dan kuku rontok. Pada beberapa kasus gastritis kronis dapat diamati dengan
anoreksia, nausea dan diare. Kelemahan yang progresif, coryza, keratosis pada
telapak tangan dan kaki, kelopak mata yang oedematous, mata yang menonjol,
kehilangan berat badan, anemia, pucat, penurunan daya tahan tubuh secara umum dan
sakit-sakitan dapat terjadi.
Sindrom ini dapat ditimbulkan intoksikasi dari senyawa volatil yang dihasilkan
oleh jamur padawall papers yang mengandung senyawa arsen atau dengan paparan
terhadap asap industri, atau dengan menelan secara terus-menerus dalam jumlah kecil
di dalam makanan, atau absorbsi oleh kulit secara terus-menerus dari cat / pewarnaan
baju.
Bentuk keracunan akut dapat tidak didahului gejala akut. Tipe kronis dari
keracunan ini tidak didahului oleh gejala akut dan nampak kronis.
Di India, Sirian dan Austria biasa diberikan sebagai obat-obatan, - 2 gram
arsenic trioxide tiap minggu. Dan ada beberapa kasus dengan pemberian dosis besar
tidak menimbulkan efek toksis. Hal ini dapat diterangkan dengan teori peningkatan
eliminasi atau penurunan absorbsi. Sedang laporan lain melaporkan terjadinya efek
toksis pada pemberian arsen.
Pemeriksaan toksikologi pada kasus subakut atau kronik dapat diperlihatkan
hanya sedikit jumlah arsen yang di dapat dalam tubuh. Meskipun jarang, pemeriksaan
toksikologi postmortem didapatkan hasil negatif. Misalnya pada keracunan kronis
dengan komplikasi jaundice berat dan beberapa lesi perdarahan dengan
pemeriksaan toksikologi ketika masih hidup pada urin dapat ditemukan adanya arsen,
tapi pada saat otopsi tak bisa dideteksi pada organ-organ yang rusak. Pada kasus yang
berlanjut, keracunan logam dapat ditimbun pada tulang, kulit, dan rambut yang terjadi
lambat, dan sebagian dari rambut, kulit dan tulang tadi dapat dipergunakan untuk
pemeriksaaan kimiawi sebaik organ yang dimaksud.
36

Arsine (Hidrogen Arsine, arsiniuretted hydrogen AsH 3), merupakan gas tak
berwarna, yang berbau sangat busuk. Contoh ekstrim keracunan tersebut jika
hidrogen bersenyawa dengan arsen trivalent pada tes Marsh. Kasus keracunan bisa
terjadi di laboratorium kimia, industri pabrik, dimana logam mencair dan terbentuk
asam dan hidrogen dalam jumlah besar. Sejumlah logam dan bahan kimia yang
mengandung As dari proses tersebut menghasilkan arseniuretted hydrogen. Beberapa
penulis menyebutkan timbulnya gas ini dalam kapal selam yang berasal dari lapisan
baterai.
Gejala keracunan dapat terjadi sangat cepat sesudah menghisap gas, atau dapat
timbul setelah beberapa jam berlalu. Korban menjadi sakit atau tak berdaya dan
mengeluh lemas, pusing, sakit kepala, sakit perut, mual, dan muntah. Arsen dapat
menyerang syaraf pusat dan mengakibatkan nekrose dan kelumpuhan.
Akibat penting dari gas ini adalah menyebabkan hemolise darah merah,
hemoglobinuria, dan jaundice. Umumnya muncul kurang lebih 4 jam sesudah
menghisap gas. Kerusakan eritrosit dapat menginduksi anemia berat. Kematian terjadi
pada 36 % kasus karena kolaps jantung yang diperberat edema paru atau seperti
typoid disertai delirium.
Keracunan arsine kronis terjadi karena menghirup secara berulang-ulang.
Gejalanya terutama multipel neuritis. Penanganan awal dengan memindahkan korban
dari daerah beracun dan pemberian O2. Transfusi dapat diberikan untuk menangani
anemianya. Istirahat merupakan pengobatan simptomatis.
Hasil otopsi:
Pada otopsi ditemukan semua jaringan kekuningan, perubahan degeneratif pada
hati yang meluas ke lien, dengan deposit pada parenkim, toksik pada ginjal dan pada
paru.
Pemeriksaan toksikologi dari arsine pada tubuh sama dengan campuran arsenic
trioxide yang teroksidasi dalam jaringan. Pada keracunan akut, paru dan otak sangat
baik untuk bahan analisa.

2.5. Laboratorium
2.5.1

Prosedur pemeriksaan toksikologi


37

1. Reinsch Test
Reinsch tes merupakan suatu cara untuk memancing logam-logam dari
campuran dengan mempergunakan:
- Logam Cu untuk memancing logam As dan Hg.
- Logam Fe untuk memancing logam Cu.
Cara Kerja:
a. Mempersiapkan logam Cu yang akan dipakai.
Logam Cu sebelum dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan jalan
membakar logam Cu tersebut dengan api benzene sampai membara,
kemudian dimasukkan dalam HNO3 pekat lebih kurang 10 menit, lalu
dimasukkan ke dalam HCl 10 % lebih kurang 10 menit, kemudian dicuci
dengan air mengalir lalu dikeringkan dengan kertas saring, masukkan ke
dalam alkohol selama 10 menit kemudian dimasukkan ke dalam eter untuk
membebaskannya dari lemak-lemak, dan logam Cu siap dipakai.
b. Memancing logam dari sampel
Dengan mempergunakan logam Cu yang telah kita persiapkan. Sampel
sebanyak 10 gram dikeringkan dengan waterbath, lalu dihaluskan. Masukkan
bubuk sampel tadi ke dalam tabung Erlenmeyer 125 cc, kemudian tambahkan
5 cc HCl pekat lalu ditambah aquadest sebanyak 10 cc. Langkah selanjutnya,
masukkan logam Cu (ikat dulu dengan benang supaya nanti mengambilnya
mudah, tapi benangnya jangan ikut tercelup) lalu dipanaskan selama 1 jam.
Sesudah itu logam diambil dan dicuci dengan air mengalir, kemudian
keringkan.
Periksa pada logam CU tersebut apakah terdapat noda-noda atau
perubahan warna yang menunjukkan adanya logam yang berhasil dipancing,
yaitu As atau Hg.
Berikut ini cara kerja yang lebih sistematis:
1. Membuat spiral kawat tembaga dengan diameter 0,88 mm (BWG 20), dengan
melingkarkan pada sebatang pensil sebanyak 14 kali, dengan menyisakan
bagian yang lurus sepanjang 10 cm, sebagai pegangan.
2. Organ dengan berat 10 gram, misalnya isi lambung, masukkan ke dalam
water bath, sampai kering, gerus sampai lumat.
3. Tepung BB dimasukkan dalam labu ehrlenmeyer 125 cc, tambahkan 5 cc HCl
pekat, lalu tambahkan aquadest 10 cc.
38

4. Spiral Cu tadi dicuci dengan asam nitrat pekat, lalu bersihkan dengan air
yang mengalir, kemudian dengan alkohol, lalu dengan eter.
5. Masukkan kawat spiral tadi ke dalam campuran.
6. Panasi labu erlenmeyer tadi dengan waterbath selama 1 jam.
7. Spiral diangkat, bersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan material
BB yang melekat. Telitilah kalau masih ada sisa material BB yang melekat
pada spiral tersebut. Dengan warna abu-abu dari Cu 5As2, selain arsen; maka
Sb, Bi, Ag, Hg, Se, Te, dan sulfiden akan membentuk deposit (kerak) pada
spiral Cu tersebut.
Spiral Cu tadi dimasukkan dalam tabung sublimasi, dipanasi, kemudian
arsennya akan bereaksi dengan udara membentuk As2O3 dan membentuk
kristal oktahedral dan tetrahedral pada bagian yang dingin. Dapat
ditambahkan bahwa pada waktu disublimasikan, yang menguap ada 3 macam
logam, yaitu: As, Sb dan Hg.
8. Sensitivitas: 250 mikrogram As dalam 50 cc cairan.
9. Reaksi ini dapat diteruskan dengan reaksi lain, seperti tersebut di bawah ini.
2. Marsh Test
Sifat: Spesifik untuk arsen. Harus dilakukan di almari asam.
Dasar:
Senyawa
arsen
diredusir
oleh
H

naccent senyawa

AsH3dipanaskan As + gas hidrogen.


Reaksinya:
- As2O3 + 12 Zn + 12 H2SO4 4 AsH3 + 12 ZnSO4+ 4 H2O
H3AsO4 + 4 Zn + 4 H2SO4 AsH3 + 4 ZnSO4 + H2O
AsH3 ----------As4 + 6 H2
Cara kerja:
-

Alat Marsh disiapkan, lengkap dengan butir-butir Zn dan H 2SO4 yang bebas
dari As. Ujung tabung pemanas yang bebas disambung dengan pipa karet,
sedangkan ujung yang lain dimasukkan ke dalam larutan AgNO 3 3 %.

Gunanya untuk:
Menghilangkan udara dalam labu Erlenmeyer agar tidak terjadi letusan.
Mengetahui bahwa alat Marsh itu termasuknya reagennya bebas As. Bila ada

As, akan terjadi endapan hitam pada larutan AgNO3:


6 AgNO3 + 3 H2O + AsH3 H3AsO3 + 6 HNO2 (reaksi Hofmann)
Biarkan alat ini selama jam, kalaupun terjadi endapan pada larutan AgNO 3,
harus diulangi lagi dengan alat-alat yang lebih bersih.
39

Jika larutan AgNO3 tetap jernih, setelah jam, pipa karet dilepas, zat yang
akan diperiksa dimasukkan dalam alat Marsh, lewat corong pengisi dan pada
bagian pipa yang menjepit dari pipa Marsh, dibalut dengan kasa tembaga. Dan

dipanasi dengan Bunsen brander sampai memijar.


Jika zat yang diperiksa mengandung As, akan terjadi cermin pada bagian pipa
setelah pemanasan.
Kepekaan: 1/50 mg. Bila untuk membuat hidrogen digunakan elektrolise,
dengan kepekaan 1/200 mg (4 gamma). Kepekaan yang lebih kecil lagi tidak
perlu, sebab As pada jumlah yang kecil tidak toksis.
Membedakan As dan Sb
Sb, bila diperiksa dengan alat Marsh, juga akan membentuk cermin, yang
mudah dibedakan dengan As.
1. Cermin As terjadi di pipa Marsh sesudah pemanasan. Cermin Sb terjadi
sesudah dan sebelum pemanasan (lihat gambar).
2. Bila tabung Marsh diambil dan dialiri udara sambil dipanasi sedikit, maka
cermin As akan menjadi As2O3 yang menguap dan dibawa aliran udara
dan menyublim di bagian ujung sepit dari pipa Marsh, kemudian
membentuk kristal yang tetra atau oktahedrat, sedang Sb membentuk
sublimasi yang amorph dan dapat dilihat dengan mikroskop.
3. Bila cermin tadi adalah As, maka dapat larut dalam NaClO, sedang Sb
tidak larut. Reaksinya: 2 As + NaClO + 3 H2O 1 H3AsO3 + NaCl.
4. Bila dalam tabung Marsh dialirkan gas H2S, maka baik As maupun Sbnya akan membentuk sulfidenya. Sulfide arsen yang berwarna kuning
mudah menguap, dan akan menyublim di tabung yang dingin, sedangkan
sulfide Sb-nya pada pemanasan tidak menguap, namun tetap tinggal di
tempatnya dan berwarna kemerahan.
5. Bila dialiri gas HCl, sulfide Asnya tetap saja, sedang sulfide Sb akan
berubah menjadi chloride yang larut dalam air.

3. Metoda Gutzeit
Indikator: AgNO3 kristal
Larutan AgNO3 1 %
40

Prinsip : Senyawa As direduksi oleh H2 (hasil reaksi Zn dengan H2SO4 4N)


menjadi AsH3 yang berbentuk gas.
Kegunaan Pb asetat untuk mengikat gas H2S yang terjadi. Sedangkan
AgNO3 berfungsi sebagai indikator, bila ada As maka akan terjadi senyawa
AsH3 yang bila bereaksi dengan AgNO3 akan berwarna kuning dalam keadaan
panas dan berwarna hitam dalam keadaan dingin.
Reaksi:
-

Zn + H2SO4 ZnSO4 + H2
As + H2 AsH3

AsH3 + 6 AgNO3 AsAg3.3 AgNO3 + 3 HNO3(berwarna kuning bila panas)


Dalam keadaan dingin akan berubah menjadi hitam karena dalam udara ada
H2O
AsAg3.3 AgNO3 + 3 H2O H3AsO + 6 Ag (hitam) + 3 HNO3

4. Sanger Black Test (modifikasi Gutzeit)


Prinsip: As diubah dahulu menjadi AsH3, seperti pada percobaan Marsh.
Indikator: inilah letak perbedaan reaksi Gutzeit dengan Sanger Black, dimana
disini dipakai HgCl2 atau HgBr2.
Percobaan ini dapat dipakai untuk menentukan As secara semikuantitatif.
Percobaan

ini

kurang

spesifik,

namun

cukup

mudah

dilakukan

dan

ketidakspesifikannya mudah diatasi.


Cara kerja:
1. Gunakan alat Sanger Black atau alat Gutzeit yang dimodifikasi.
2. Sampel yang akan diperiksa mula-mula harus ditimbang atau diukur
volumenya (ini untuk kuantitatif).
3. Untuk mengetes kemurnian reagens dan kebersihan alatnya, dilakukan testing
dahulu, jadi dilakukan percobaan tanpa sampel.
4. 4.Dalam labu Erlenmeyer, masukkan butiran Zn yang telah direndam dalam
larutan CuSO4 5% selama 5 menit. Lalu tambahkan H 2SO4 4 N sebanyak 20
cc atau lebih.
5. Pasanglah prop (gabus penutup) yang terbuat dari karet yang sudah dipasangi
cerobongnya yang berisi kertas saring / kapas yang telah diinfiltrir dengan Pb
asetat, yang gunanya untuk menangkap H2S yang timbul yang dapat
mengganggu jalannya pemeriksaan.
41

6. Pada ujung cerobong dipasangi pipa kaca yang diisi dengan kertas saring
ukuran lebar 1 mm dan telah diinfiltrir dengan sublimate.
7. Biarkan alat ini demikian selama 30 menit.
8. Jika kertas sublimate tetap putih, berarti reagensia dan alatnya bebas dari As,
maka sediaan sampel tadi dapat dimasukkan.
9. Ditunggu sampai terjadi perubahan warna pada kertas sublimate dan lamanya
menunggu sampai perubahan warna tadi konstan (tidak bertambah panjang
lagi).
10. Bila warna yang terjadi sudah tidak bertambah panjang lagi, berarti As dalam
labu sudah habis.
11. Penentuan jumlah As yang ada ialah dengan cara dibandingkan dengan
panjangnya bagian yang berubah warnanya itu dengan standart yang telah
dibuat terlebih dahulu dengan berbagai macam kadar. Cara membuat standard
sama saja, hanya jumlah As-nya sudah diketahui lebih dahulu. Inilah
sebabnya disebut semikuantitatif karena hanya membandingkan dengan
standart.
12. Reaksi yang terjadi (pada kertas sublimate):
AsH3 + 3 HgCl2 3 HCl + As(HgCl)3 kuning
2 As(HgCl)3 + AsH3 3AsH(HgCl)2 oranye
AsH(HgCl)2 + AsH3 6 HCl + As2Hg3 coklat
Warna-warna yang terjadi:
Kertas sublimate yang mula-mula putih bila terkena gas AsH 3 akan
berubah menjadi kuning terlebih dahulu, lalu di bawahnya timbul warna oranye,
coklat, dan akhirnya hitam. Jadi bagian yang paling banyak terkena gas AsH 3akan
berwarna hitam, yang paling sedikit akan berwarna kuning.
Bahan-bahan untuk pemeriksaan:
-

Kertas sublimate; adalah kertas saring yang telah direndam dalam larutan
sublimate 5 % dalam alkohol selama 5 menit, dan dikeringkan pada
temperatur kamar, setelah itu tepinya dibuang lalu dipotong dengan ukuran 1

x 80 mm.
Kertas / kapas Pb asetat; adalah kertas saring atau kapas yang telah direndam
dalam larutan Pb asetat 5 % selama 5 menit, lalu dikeringkan pada temperatur
kamar.
42

Jika dalam sampel, As-nya terlalu banyak, kertas sublimate yang panjangnya
8 cm tersebut seluruhnya akan berubah warna menjadi hitam, maka percobaan
ini harus diulangi lagi dengan sampel yang baru dengan cara mengencerkan
sampelnya menjadi separuhnya, misalnya dengan hanya memasukkan separuh
dari sampel yang ada.

Yang menganggu pemeriksaan: Sb dan Pb


Jika sampelnya diperkirakan tercampur dengan Sb atau fosfor, maka
sebelum dilakukan percobaan modifikasi Gutzeit, terlebih dahulu dilakukan
percobaan Reinch, lalu kawat tembaga yang telah dipakai tadi diperiksa secara
modifikasi Gutzeit. Yang ikut terpancing pada kawat Cu adalah As dan Sb, sedang
P-nya tidak ikut terpancing. Dan setelah percobaan modifikasi gutzeit ini selesai,
maka kertas sublimate diuji dengan HCl, sehingga bila ada Sb-nya, warna hitam
yang ditimbulkan oleh adanya Sb tadi akan hilang oleh uap HCl.
Material untuk keperluan analisisl:
1. Isi lambung. Air bekas pembilas lambung (gastric lavage), ~ 100 ml/cc.
2. Urin, ~ 100 ml/cc.
3. Rambut, dibagi menjadi 3: ujung, tengah, pangkal; yang dipisahkan dalam 3
botol dan masing-masing diberi label
4. Kuku
5. Tulang
6. Kulit
7. Hepar, liver functietest untuk mengetahui kerusakan hepar.
8. Darah, untuk keperluan pemeriksaan albumin, pemeriksaan hematuri, dan
analisis kadar arsen, juga Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis (differential
count), terutama perubahan eosinofil.
Jumlah sampel adalah sebanyak mungkin yang dapat diambil, sebab lebih
baik bersisa dan dapat dikembalikan daripada kurang. Pemeriksaan toksikologi
untuk arsen harus dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif; pemeriksaan
kualitatif saja tidak berarti sebab dapat pula ditemukan arsen dalam jaringan pada

43

orang yang suka minum tonikum yang mengandung As (misalnya Arseen triferol)
dan orang tersebut malah sehat.
2.5.2

Hasil pemeriksaan
1. Pada keracunan akut
Air seni
: terdapat darah dan protein.
Darah
: terutama pada kasus-kasus yang fatal; konsentrasi arsen 0,1
1,5 mg/100 gr.
2. Pada keracunan kronis
- Rambut, kuku, air seni,
- dan feses: terdapat zat arsen
- anemia dengan neutrophilic leucophenia.

2.5.3

Pengobatan
1. Bilas lambung / gastric lavage dengan 2 3 liter air dan diikuti dengan
pemberian 1 gelas susu atau colodial ferric hydroxide (persediaan yang masih
baru) atau berikan 1% larutan sodium thiosulfat atau larutan B.A.L.
(dimercaprol).
2. Salino cathartic (obat pencahar) dengan 15-30 gram sodium sulfat dilarutkan
dalam air.
3. Pemberian BAL (dimercaprol) dalam bentuk larutan 10 % dosis menurut
kebutuhan yang diperlukan, intermuskuler sedini mungkin. Pada keracunan
berat dapat diberikan dosis tunggal 5 mg/kg berat badan dengan interval 4 jam
selama 24 jam. Sesudah itu dosis dapat diturunkan dan intervalnya diperpanjang.
Karena pengobatan dengan dimercoprol relatif tidak berbahaya (meski begitu
tetap harus diperhatikan gejala-gejala keracunan oleh B.A.L.), maka pengobatan
jangka pendek (6 dosis: 2,5 mg/kg BB dengan interval 4 jam) dapat diberikan
pada penderita yang dicurigai keracunan arsen.
4. Untuk menghilangkan dehidrasi, berikan cairan intravenous (suntikan / infuse)
untuk menjaga keseimbangan cairan-cairan elektrolit dalam darah.
5. Hcl morfin mungkin diperlukan untuk mengontrol rasa sakit pada perut.
6. Pada keadaan syok yang serius, selain memberikan cairan elektrolit, transfuse
darah dan pemberian oksigen diperlukan.

44

Pertolongan / pengobatan dengan pembilasan lambung, salin cathartic


(pencahar) hanya dilakukan terhadap keracunan akut yang pada umumnya
keracunan melalui saluran pencernaan.
Pada keracunan kronik, baik oleh karena senyawa arsen yang organik
maupun yang in organik, pemberian dimercoprol pada umumnya efektif. Perbaikan
gejala kronis terjadi 1-3 hari dan masa pemulihan antara 1-3 minggu tergantung dari
organ atau sistem yang mengalami kerusakan.
Bagaimanapun juga bila kerusakan darah sudah bersifat ireversibel seperti
anemia aplastik, ensefalopati yang lanjut dan kebanyakan kasus dengan ikterus,
maka penyingkiran arsen dari sistem ini adalah sedikit dapat membantu. Keracunan
kronis harus diobati dengan dimercoprol jangka panjang. Eksaserbasi yang timbul
sesudah terapi kenalan diperlukan pengobatan ulangan. Glukokortikoid diperlukan
bila timbul dermatitis ataupun konjungtivitis.

2.5.4

Pencegahan
1. Menghilangkan sumber bahaya yaitu dengan mensubstitusi dengan bahan-bahan
lain yang tidak beracun bila memungkinkan.
2. Mengasingkan sumber bahaya, yaitu dengan melokalisasi pekerjaan-pekerjaan
yang menggunakan bahan arsen.
3. Hindarkan pengisapan debu yang mengandung senyawaan arsen, uap AsH 3, atau
dengan mengurangi kadarnya, misalnya dengan menekan jumlah debu arsen di
udara sehingga menjadi 0,2 mg permeter kutub udara atau di atasnya.
4. Hindarkan dari makanan yang terkontaminasi oleh debu-debu senyawaan arsenic.
5. Hindarkan kontak dengan bahan-bahan As dengan jalan mengusahakan alat bantu
perlindungan personal, misalnya masker, sarung tangan dan sebagainya.
6. menjaga kebersihan pribadi, mandi setelah jam kerja di tempat yang berhubungan
dengan bahan-bahan As, mencuci tangan sebelum makan.
7. Pencegahan selanjutnya ditujukan kepada keadaan lingkungan kerja (persyaratan
keselematan dan kesehatan kerja yang diwajibkan) misalnya dengan jalan
memberi pendidikan / penyuluhan kesehatan dengan tujuan agar karyawan / ti

45

mengerti akan bahaya keracunan arsen dan tahu cara pencegahannya serta sadar
untuk menjalankannya.

BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1. Kasus
Seorang ayah berumur 27 tahun mengeluh tenggorokannya membengkak, mulut kering,
dan salivanya bercampur darah. Setelah pemeriksaan fisik, dan dilakukan kultur dari tenggorok,
dia didiagnosa menderita infeksi viral pernafasan atas. Dua hari kemudian, pria ini kembali ke
Rumah Sakit mengeluh mengalami pernafasan pendek. Kemudian, selama dilakukan evaluasi,
pasien ini mengalami syok, henti nafas, dan kejang-kejang.
Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit. Pasien
meninggal. Semua anggota keluarga pasien yang lainnya lalu diperiksa setelah mengeluh gejalagejala masalah gastrointestinal.
Dokter keluarga yang menangani kemudian menyarankan untuk melakukan tes
pemeriksaan tanah dan air dari lingkungan sekitar tempat tinggal keluarga tersebut. Ternyata 8
46

dari 9 anggota keluarga tersebut diketahui menderita intoksikasi arsenic. Perubahan status mental
dan kejang-kejang dijumpai pada 4 orang anggota keluarga. Muntah, diare, anemia, dan
epistaksis dapat terlihat. 3 anggota keluarga kemudian mengalami koma. Terdapat Leukopenia,
eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum.
Jumlah air yang dikonsumsi oleh keluarga tersebut berhubungan secara langsung dengan
jumlah arsenic yang ditemukan pada urin mereka. Sampel-sampel air mengandung 108 ppm
(part permillion / bagian perjuta) arsenic. Sampel tanah mengandung 781 sampai 5070 ppm
arsenic pada area sekitar sumur.
Kontaminasi dari pestisida dicurigai sebagai penyebab namun tidak dikonfirmasikan
lebih lanjut. Para penyusun tulisan ini berpendapat bahwa lingkungan selayaknya ditenggarai
sebagai sumber penyakit ketika diagnosis penyakit adalah tidak jelas.
Sumber: Diterjemahkan dari contoh kasus nyata tulisan jurnal berbahasa asing (Inggris) dengan
judul Outbreak of Fatal Arsenic Poisoning Caused by Contaminated Drinking Water, dengan
sumber tulisan: Archives of Environmental Health, Vol. 39, No. 4, pages 276-279, 13, references,
19841984 (lihat lampiran).

3.2. Pembahasan
Pasien pertama dari anggota keluarga penderita tersebut adalah si ayah, usia 27 tahun.
Yang mendorongnya pertama kali untuk memeriksakan diri ke rumah sakit adalah keluhan
pembengkakan tenggorokan, mulutnya kering, dan salivanya bercampur dengan darah.
Pasien tersebut pertama kali didiagnosa menderita infeksi viral saluran pernafasan atas.
Pasien pulang, dan kembali lagi ke rumah sakit dengan keluhan yang lebih berat, mengeluh
mengalami pernafasan pendek. Setelah dievaluasi, pasien syok, terjadi henti nafas, dan kejangkejang. Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit. Pasien akhirnya
meninggal. Sampai sejauh ini belum diketahui penyebab pasti semua gangguan kesehatan pasien
tersebut sampai pada akhirnya ia meninggal.
Baru didapatkan titik terang setelah 9 anggota keluarga yang lain datang ke rumah sakit
mengeluhkan terjadi gangguan gastrointestinal.Setelah dilakukan pemeriksaan dari sampel tanah
didapatkan kandungan arsen 108 ppm dan dari sampel air didapatkan kandungan arsen sebanyak
781 sampai 5070 ppm.
47

Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa para pasien dari keluarga tersebut menderita
keracunan arsen di lingkungan tempat tinggal mereka (disekitar sumur sebagai sumber air
keluarga tersebut).
Gejala-gejala keracunan arsen yang terlihat dari para pasien tersebut antara lain:
-

Pernafasan: pernafasan pendek, henti nafas.


Peredarah darah: epistaksis, syok.
Susunan syaraf pusat: perubahan status mental, kejang-kejang, koma.
Saluran pencernaan: pembengkakan tenggorokan, mulut kering, saliva bercampur darah,

muntah, diare.
Darah: penurunan jumlah hematokrit, peningkatan angka leukosit, anemia, leukopenia,
eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum.Diduga penyebab
kematian pasien pertama adalah racun arsennya telah menyerang susunan syaraf pusat,
sehingga terjadi kematian.
Cara masuknya racun kemungkinan besar lewat mulut (peroral) dari konsumsi air minum

yang bersumber dari sumur yang tercemar arsen.Para pasien diduga menderita keracunan arsen
yang bersifat kronis, dimana dapat dilihat dari gejala-gejala kronis utama yaitu anemia dan
leucopenia.
Hal ini diperkuat dengan dugaan bahwa arsen berasal dari lingkungan sekitar tempat
tinggal, dimana kontaminasi lingkungan biasanya faktor kronis telah berlangsung lama.
Perbedaan berat-ringannya gejala yang tampak pada pasien tergantung oleh banyak faktor yang
mempengaruhinya yaitu :
-

keadaan tubuh (umur, status kesehatan pasien pengaruh penyakit lain, kebiasaan,

hipersensitif alergi idiosinkrasi)


dosis, berhubungan dengan jumlah air yang dikonsumsi perorangan
konsentrasi, kombinasi fisik, sinergisme dan antagonisme dari racun tersebut, dan lain
sebagainya.
Keracunan arsen tersebut kemungkinan besar berasal dari kontaminasi pestisida. Namun

hal ini tidak dikonfirmasi lebih lanjut. Tidak diketahui pasti jenis pestisidanya sebagai sumber
arsen, apakah dari jenis golongan arsen organik atau in organik.
Kasus keracunan arsen pada keluarga ini adalah murni karena pencemaran lingkungan,
tidak disengaja ataupun terdapat indikasi kriminal.Lingkungan selayaknya ditenggarai sebagai
sumber penyakit ketika diagnosis penyakit adalah tidak jelas.

48

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pasien pertama dari anggota keluarga penderita tersebut adalah si ayah dengan keluhan
pertama kali adalah keluhan pembengkakan tenggorokan, mulutnya kering, dan salivanya
bercampur dengan darah.Terdapat penurunan jumlah hematokrit dan peningkatan angka leukosit.
Pasien akhirnya meninggal setelah terjadi syok.
Setelah dilakukan pemeriksaan dari keluarga pasien ternyata keluarga pasien mengalami
keracunan arsen. Setelah dilakukan pemeriksaan dari sampel tanah didapatkan kandungan arsen
108 ppm dan dari sampel air didapatkan kandungan arsen sebanyak 781 sampai 5070 ppm.
Gejala-gejala keracunan arsen yang terlihat dari para pasien tersebut antara lain:
-

Pernafasan: pernafasan pendek, henti nafas.


Peredarah darah: epistaksis, syok.
Susunan syaraf pusat: perubahan status mental, kejang-kejang, koma.
Saluran pencernaan: pembengkakan tenggorokan, mulut kering, saliva bercampur darah,
muntah, diare.

49

Darah: penurunan jumlah hematokrit, peningkatan angka leukosit, anemia, leukopenia,


eosinophilia, pyuria, proteinuria, dan peningkatan kreatinin serum.Diduga penyebab
kematian pasien pertama adalah racun arsennya telah menyerang susunan syaraf pusat,
sehingga terjadi kematian. Sehingga kasus keracunan pada keluarga ini adalah murni karena
pencemaran lingkungan.

4.2 Saran
-

DAFTAR PUSTAKA
Adiwisastra, A. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya.
Andarwendah, Sumardi, 1982, Keracunan Arsen, Program Pendidikan Pasca Sarjana Hyperkes,
FK-UGM.
Bagian Farmakologi FKUI, 1980, Farmakologi dan Terapi, PT Intermasa, Jakarta
Elkins, Hervey B. Ph.D., The Chemistry of Industrial Toxicology, 1960, John Wiley B. Sous Inc.,
New York, Chapenan & Hall, Lanbon, USA.
Gonzales, Vance, Helper, 1979, Legal Medicine Pathology and Toxicology, second edition.
Gonzales, Thomas A. et all, 1954, Legal Medicine Pathology and Toxicology, Appleton, Century
Crafts Inc., New York.

50

Goodman & Gilman, 1975, The Pharmacological Basis of Therapeutics, second edition, Mac
Millan Publice King Co. inc USA.
Hadikusumo, Nawawi, dr. , 1997, DSPF, Ilmu Kedokteran Forensik, IKF III, FK UGM UMY.
Hunter, Donald, 1978, The Disease of Occupational, edisi VI, Hodder and Stoughton, London,
Sydney, Auckland, Toronto.
Idries, A.M., et all, 1985, Ilmu Kedokteran Kehakiman, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Lexicon Publication, 1977, Encyclopedia International, Lexicon Publication Inc.
Nawawi, R. HSC Gen83, Peranan Pemeriksaan Kimia / Toksikologi dalam Pengadaan Visum et
Repertum.
Kamdari, Siti HSC Gen83, Analytical Toxicology.
Robert & Gasselin. M.D. Ph.D, et all, 1979, Clinical Toxicology of Commercial Products Acute
Poisoning, The Williams & Wilkins Co., Baltimore.
Simpson, Keith, 1979, Forensic Medicine, eight edition, The English Language Book Society
and Edward Arnold (Publishers) LTD.
Sutrisno, Bram, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta.
Tedeschy, Cokert, Tedeschi. Forensic Medicine, A Study in Trauma and Enviromental hazards,
Volume II.
Thienes, Clinton H. M.D. Ph.D, Thomas Y. Haley Ph.D, 1972, Clinical Toxicology, Heurg
kimpton Publishers London, Great Britain.
World Health Organization, 1979, The International Pharmacopoeis, third edition, Geneva.
51

Yudono, dr, Hand Out Toxicology Industry, 1982,Yogyakarta.

52

Вам также может понравиться