Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN
I.
II.
Identitas Pasien
Nama
: By. AM
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tanggal lahir/Jam
Umur
: 4 hari
Alamat
Agama
: Islam
Nama Ibu
: Ny. M
Nama Ayah
: Tn. A
Tanggal masuk RS
: 12 Maret 2015
Anamnesa
Keluhan utama
Bayi terlihat kuning
Riwayat penyakit sekarang
Kuning sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan kuning di seluruh
tubuh dan juga mata. Pada saat lahir sampai hari ke 3 bayi menetek namun
ASI tidak keluar, pada hari ke 4 ASI keluar namun bayi tidak mau menetek,
bayi tampak lemah kemudian bayi diperiksakan ke bidan dan dirujuk ke RS.
Tidak disertai sesak napas, menangis lemah, panas badan, kejang ataupun
penurunan kesadaran. Tidak tampak pucat, dan tidak ada memar-memar di
kulit. BAB tidak seperti dempul dan BAK tidak berwarna seperti air teh pekat.
Riwayat penyakit dahulu
Sejak lahir belum pernah kuning seperti ini
Riwayat DM disangkal
Cara Lahir
: Spontan
Usia kehamilan
: 39 minggu
Ditolong oleh
: bidan
Berat badan
: 3000 gram
Panjang badan
: 47 cm
Riwayat Imunisasi
Ibu tidak tahu (pada saat lahir bayi disuntik di paha kanan)
Riwayat Alergi
Riwayat Makanan
III.
ASI
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: tampak lemah
2
Kesadaran
: composmentis, menangis
Ballard score
: 36 (38-40 minggu)
Score down
Berat badan
: 3000 gram
Panjang badan
: 47 cm
Lingkar kepala
: 33 cm
Status gizi
: baik (normal)
Tanda vital
- suhu
: 37,2 C
- nadi
: 140 kali/menit
- pernafasan
: 40 kali/menit
:-
: (tidak diketahui)
Pemeriksaan generalisata
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: lembab
Leher
Dada
: simetris
Paru-paru
: vesikuler
Jantung
Perut
Genital
Ekstremitas
Kulit
kaki
IV.
Pemeriksaan Laboratorium
Item
Hasil
Satuan
Nilai
4
12-03
Hematologi rutin
Haemoglobin 20.6
Hematokrit
55.6
Eritrosit
6.33
Leukosit
19.9
Trombosit
146
MCV
87.8
MCH
32.5
MCHC
37.1
RDW-SD
55.2
PDW
10.7
MPV
10.4
Differential
LYM %
26.4
MXD %
20.8
NEU %
46.0
EOS %
5.6
BAS %
1.2
Absolut
LYM #
5.26
MXD #
4.15
NEU #
9.16
EOS #
1.11
BAS #
0.23
Kimia klinik
Glukosa
58
13-03
16-03
18-03
rujukan
19.8
59.3
6.37
17.5
221
93.1
31.1
33.4
58.3
11.2
9.3
g/dL
%
10^3/L
10^3/L
10^3/L
fL
pg
%
fL
fL
fL
13.5-21.5
44-64
4.1-6.1
6-18
150-450
80-94
27-31
33-37
37-54
9-14
8-12
28.7
4.2
67.1
%
%
%
%
%
26-36
0-16
32-62
1-3
<1
5.00
0.70
11.80
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
10^3/L
1-1.51
0-2.9
1.9-11.1
0.02-0.50
0.00-0.10
mg/dl
<180
rapid
sewaktu
Fungsi hati
Bilirubin
21.68
16.85
15.90
mg %
1.5-12
total
Direk / indirek bilirubin
Bilirubin
0.79
0.57
0.47
mg %
<0.6
direk
Bilirubin
20.89
16.28
15.43
mg %
indirek
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Calcium ion
136.1
3.82
1.24
130.1
4.19
1.07
mEq/L
mEq/L
mmol/L
135-148
3.50-5.30
1.15-1.29
V.
Resume :
Bayi AM usia 4 hari dari ibu P1A0 datang dengan ikterik kramer derajat 4.
Bayi lemah dan malas menetek.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bayi compos mentis, menangis,
aktif . Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Bilirubin total(21.68
mg%),Bilirubin direk(0.79 mg%) dan Bilirubin indirek (20.89 mg%),Eritrosit
(6.33 10^3/L), Leukosit (19.9 10^3/L) Trombosit (146 10^3/L),
Differential MXD% (20.8 %) EOS% (5.6 %), BAS% (1.2 %), Absolut LYM#
(5.26 10^3/L), MXD# (4.15 10^3/L), EOS# (1.11 10^3/L), BAS# (0.23
10^3/L) .
VI.
Differensial Diagnosis
Neonatorum hiperbilirubinemia dan sepsis
Neonatus hiperbilirubinemia e.c breast milk jaundice
Neonatus hiperbilirubinemia e.c kelahiran kurang bulan
Neonatus hiperbilirubinemia e.c inkompatibilitas golongan darah Neonatus
VII.
Diagnosis :
Neonatorum hiperbilirubinemia e.c breast milk jaundice
Pemeriksaan elektrolit
Penatalaksanaan
IX.
Penatalaksanaan
Fototerapi
Pemberian Cairan
BB = 3000 gr
Kebutuhan cairan
= 3 x 130 cc
NaCl 3%
= 3 x 3 mEq
= 9 mEq
= 18
cc
KCl 7,46%
= 3 x 2 mEq
= 6 mEq
=6
cc
Bicnat 7,6%
= 3 x 3 mEq
= 9 mEq
=9
cc
Dextrose 10%
= selebihnya
= 390 cc
= 357 cc
Pemberian Antibiotik
X.
Cefotaxim 2 x 145 mg
Gentamicyn 1 x 11,6 mg
Follow Up
Tanggal 13 Maret 2015
S : bayi aktif, nangis, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), ngisep (-)
P : - IVFD D10%
- Inj cefotaxim 2 x 145 mg
- Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg
- lanjutkan fototerapi
- coba ngisep
- rencana rontgen
P : - IVFD D10%
- Inj cefotaxim 2 x 145 mg
- Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg
- lanjutkan fototerapi atas bawah (+)
- minum / speen (+)
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), minum / speen (+)
P : - IVFD D10%
- Inj cefotaxim 2 x 145 mg
- Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg
- lanjutkan fototerapi atas bawah (+)
- ngisep ke ibu (+)
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
A : neonatorum hiperbilirubinemia
P : - IVFD D10%
- Inj cefotaxim 2 x 145 mg
- Inj Gentamicyn 1 x 11,6 mg
- lanjutkan fototerapi atas bawah (+)
- ngisep ke ibu (+)
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
S : bayi aktif, sianosis (-), anemia (-), ikterik (+), kulit mengelupas
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L),
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL
(>86mol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.
II.
Patogenesis
Keadaan bayi kuning dalam istilah kesehatan disebut ikterus neonatus. Hal
ini biasanya disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin dalam darah melebihi
nilai normal, dengan gejala klinis warna kuning pada kulit bayi dan selaput lendir.
Bilirubin itu sendiri merupakan hasil pemecahan hemoglobin yang
terkandung di dalam sel darah merah, dengan nilai normal tidak lebih dari 10 mg
%. Bila melebihi nilai hingga 12 mg/dl maka akan timbul manifestasi kuning.
Pada keadaan normal sel darah merah (eritrosit) memiliki umur tertentu dan yang
telah tua akan mengalami pemecahan atau destruksi sehingga hemoglobin yang
terkandung di dalamnya keluar dan pecah menjadi zat yang disebut heme dan
globin. Setiap hari sekitar 1 % sel darah merah mati dan di daur ulang.
Selanjutnya heme akan diubah menjadi biliverdin dan melalui proses
selanjutnya diubah menjadi bilirubin bebas atau biasa disebut bilirubin indirek.
Bilirubin indirek ini dalam kadar tinggi bersifat racun, sukar larut dalam air tetapi
larut dalam lemak, sulit diekskresi (dibuang) serta mudah melewati plasenta
maupun membran pelindung otak. Oleh karena itu oleh organ hati (hepar/liver)
bilirubin indirek ini diproses menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan
melalui saluran empedu selanjutnya dibuang melalui usus ke dalam feses.
Sewaktu bayi masih dalam kandungan, bilirubin indirek dikeluarkan
melalui plasenta, selanjutnya oleh hati ibu diproses menjadi bilirubin direk dan
dibuang melalui feses. Meningkatnya kadar bilirubin sering ditemui pada bayi
baru lahir (neonatus) karena pada neonatus, pembuangan melalui plasenta
terputus dan bayi harus memproses di dalam hatinya sendiri untuk dapat
membuangnya melalui feses.
III.
Klasifikasi
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari persentil 90.
Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, ikterus neonatus juga memang
dapat disebabkan oleh karena ketidak cocokan (inkompatibilitas) golongan darah,
yang biasa disebut inkompatibilitas ABO dalam sistem golongan darah ABO.
10
menetek,penurunan
berat
setiap
badan
bayi
yang
12
IV.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin
darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air
tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit
diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah
otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah
ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan
glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat
terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase
yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut
dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam
saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja
sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus
dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.
13
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC.
Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-432)
Hiperbilirubinemia
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium
janin yang selama waktu tersebar plasenta merupakan tempat utama eliminasi
bilirubin yang kerut-lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut
bentuk bilirubin terkonyugasi yang larut air diekskresikan dari sel hati ke dalam
sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap faktor yang (1)
menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati (anemia hemolitik,
waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang
ditransfusikan,
penambahan
sirkulasi
enterohepatik,
infeksi);
(2)
dapat
V.
harus
dilakukan
untuk
mengetahui
penyebabnya,
sehingga
Manifestasi Klinis
Bayi kuning bisa terjadi saat lahir, atau dapat timbul kapan saja pada masa
neonatus. Manifestasi kuning dapat timbul pada kulit, mukosa membran, dan
sklera (bagian putih mata). Kuning pada bayi mulai muncul pada muka, dan
seiring dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek pada darah akan muncul
pada abdomen dan lalu ke kaki.
Tekanan dermal jiga menunjukkan progresifitas anatomis manifestasi klinis.
(pada muka = 5 mg/ dl, mid-abdomen = 15 mg/dl, tapak kaki = 20 mg/dl). Kuning
15
Grade III: kekuningan muncul pada kepala, leher, dan badan, pinggul, dan
paha tanpa kekuningan pada ekstrimitas tangan dan tungkai bawah
Grade IV
dan seluruh ekstremitas kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki.
VII. Etiologi
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
2. Peningkatan produksi :
16
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini
18
atau
albumin),
mengurangi
sirkulasi
enterohepatik
(pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga
dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
a.) Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak
1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori
terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi
bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin
menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya.
Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh
hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga
peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus
halus.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya
diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat
menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama
penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
19
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 mol/L). Lamanya
penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu
diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit,
gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat
sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan
yang menyertainya diperbaiki.
b.) Transfusi Tukar
Jika ada tanda-tanda kern ikterus, transfusi tukar merupakan indikasi. Jadi
jika ada tanda-tanda kern ikterus selama evaluasi atau pengobatan, pada kadar
bilirubin berapapun, maka transfusi tukar darurat harus dilakukan.
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah
yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila
hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan
lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah
yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat
dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun
tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang
rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180
cc/kgBB.
Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan
harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang
aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai
dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula
kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia,
aritmia, ataupun henti jantung.
20
Keterangan:
* bayi dengan faktor resiko adalah isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia,
letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar bilirubin < 3 g/dL
.
Terapi Obat-obatan
masuk ke aliran darah, tapi akan dibuang melalui jalur intestinal sambil
mengambil zat zat racun selama perjalanannya. Selain itu juga akan membantu
menyerap bilirubin dalam intestinal dan mencegah rebsorbsi kembali bilirubin
tersebut sebuah peneltian di Minneapolis pada 1960s menunjukan bahwa bayi
akan menunjukan aktivasi charcoal sejak berusia empat jam akan menurunkan
21
obat
phenobarbital
atau
luminal
berguna
untuk
Namun,
penelitian
pada
tikus,
phenobarbital
menghambat
kimiawi
menyerupai
hemoglobin
sehingga
bilirubinnya. kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah
bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak
boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui
lagi.
X.
PROGNOSIS
Ikterus neonatus fisiologis (hiperbilirubin karena factor fisiologis)
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.Terjadi pada 2-4 hari
setelah bayi lahir, dan akan "sembuh" pada hari ke-7.Penyebabnya organ hati
yang belum "matang" dalam memproses bilirubin. Jadi, hiperbilirubin karena
factor fisiologis hanyalah gejala biasa.Meski begitu, orang tua harus tetap
waspada.Bisa saja di balik itu terdapat suatu penyakit.
Ikterus neonatus patologis; hiperbilirubin yang dikarenakan factor penyakit
atau infeksi.Misalnya akibat virus hepatitis, toksoplasma, sifilis, malaria,
penyakit/kelainan di saluran empedu atau ketidakcocokan golongan darah
(rhesus).Hiperbilirubin yang disebabkan patologis biasanya disertai suhu badan
yang tinggi (demam) atau berat badan tak bertambah.Biasanya bayi kuning
patologis ditandai dengan tingginya kadar bilirubin walau bayi sudah berusia 14
hari.
Penanganan pada patologis dengan mengeradikasi penyebab sedangkan pada
fisiologis
dengan
mengutamakan
terapi
sinar.Penanganan
dengan
cepat
memperbaiki prognosis.
24
DAFTAR PUSTAKA
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 edisi 15. EGC. Jakarta: 2000
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buka Ajar Neonatologi edisi pertama. Jakarta: 2008.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RS Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Pedoman dan Diagnosis Terapi edisi ke-3. Bandung:
2005.
Herman, Dicky Pribadi. Pediatrik Praktis edisi 3. Bandung: 2007.
25