Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Puji syukur penulis panjatkan kepada TUHAN yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun referat ini dengan baik dan
benar serta tepat waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan
mengenai fraktur maxilofacial.
Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan
juga penelusuran situs medikal serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari
pelbagai pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama proses mengerjakan referat ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
referat ini. Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan
saran dan kritik yang dapat membangun nilai kerja penulis ini.Kritikan yang
membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan referat
ini selanjutnya.Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis memohon maaf sebesarbesarnya. Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................2
DAFTAR ISI .3
BAB I PENDAHULUAN .......................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Maksilofasial.................................................................6
2.2 Definisi........................................................................................7
2.3 Epidemiologi.........................................................8
2.4 Etiologi.........................................................................8
2.5 Klasifikasi.................................................................9
2.5.1 Facial Danger Zones.................................................... .14
2.6 Manifestasi Klinis.......................................................................18
2.7 Diagnosis......................................................19
2.8 Penatalaksanaan..................................................................23
2.9 Pencegahan..................................................................30
2.10 Pemeriksaan Penunjang............................................................30
2.11Komplikasi....33
2.12 Prognosis .33
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN
21-30 tahun.
terjadi mungkin
disebabkan adanya komplikasi yang lebih parah, seperti pasien dengan batas
kesadaran yang menurun tidak mampu melindungi jalan pernafasan dari darah,
patahan gigi.4,5,6
Kedaruratan trauma maksilofasial merupakan suatu penatalaksanaan
tindakan darurat pada orang yang baru saja mengalami trauma pada daerah
maksilofasial
(wajah).
Penatalaksanaan
kegawatdaruratan
pada
trauma
maksilofasial oleh dokter umum hanya mencakup bantuan hidup dasar (basic life
support) yang berguna menurunkan tingkat kecacatan dan kematian pasien sampai
diperolehnya penanganan selanjutnya di rumah sakit. Oleh karena itu, para dokter
umum harus mengetahui prinsip dasar ATLS (Advance Trauma Life Support)
yang merupakan prosedur-prosedur penanganan pasien yang mengalami kegawat
daruratan.4, 7
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Anatomi Maksilofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan
kedua setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada
anak usia 4-5 tahun, besar kranium sudah mencapai 90% kranium
dewasa. Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baik
dalam membentuk wajah manusia.4
2.5 Klasifikasi
a. Luka Bersih.
c. Luka Tercemar.
d. Luka Kotor.
5. Klasifikasi Lain.
a. Luka dengan pergeseran flap pedicle (trapp door).
b. Luka Tusukan (puncture).
c. Luka pada kulit yang berhubungan dengan mukosa secara
langsung.
b. Trauma Jaringan Keras Wajah
Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang
yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum
dilihat dari terminologinya Trauma pada jarinagan keras wajah dapat
diklasifikasikan berdasarkan : 6
1. Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetik.
10
11
Gambar 4. (A). Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III (pandangan anterior) (B). Le Fort
I, Le Fort II, Le Fort III (pandangan sagital) (London PS. The anatomy of injury
and its surgical implication, London: Butterworth-Heinemana Ltd. 1991:5)
3. Berdasarkan Tipe fraktur.
a. Fraktur simple.
b. Fraktur kompoun.
c. Fraktur komunisi.
12
d.
Fraktur patologis.
dan
penyakit
tulang
sistemis
sehingga
dapat
13
14
15
16
17
18
19
Inspeksi
Secara sistematis bergerak dari atas ke bawah :
a. Deformitas, memar, abrasi, laserasi, edema.
b. luka tembus.
c. Asimetris atau tidak.
d. Adanya Maloklusi / trismus, pertumbuhan gigi yang abnormal.
e. Otorrhea / Rhinorrhea
f. Telecanthus, Battle's sign, Raccoon's sign.
g. Cedera kelopak mata.
h. Ecchymosis, epistaksis
i. defisit pendengaran.
j. Perhatikan ekspresi wajah untuk rasa nyeri, serta rasa cemas.
Palpasi
1. Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet, bengkak,
ecchymosis, jaringan hilang, luka, dan perdarahan, Periksa luka terbuka
untuk memastikan adanya benda asing seperti pasir, batu kerikil.
2. Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi. Jika gigi avulsi,
mengesampingkan adanya aspirasi.
3. Palpasi untuk cedera tulang, Krepitasi, dan mati langkah, terutama di
daerah
pinggiran
supraorbital
dan
infraorbital,
tulang
frontal,
20
mata
untuk
memastikan
adanya
exophthalmos
atau
membran
timpani,
hemotympanum,
perforasi,
atau
21
15. Tempatkan satu tangan pada gigi anterior rahang atas dan yang lainnya
di sisi tengah hidung. Gerakan hanya gigi menunjukkan fraktur le fort I.
Gerakan di sisi hidung menunjukkan fraktur Le Fort II atau III.
16. Memanipulasi setiap gigi individu untuk bergerak, rasa sakit, gingiva
dan pendarahan intraoral, air mata, atau adanya krepitasi.
17. Lakukan tes gigit pisau. Minta pasien untuk menggigit keras pada
pisau. Jika rahang retak, pasien tidak dapat melakukan ini dan akan
mengalami rasa sakit.
18. Meraba seluruh bahagian mandibula dan sendi temporomandibular
untuk memeriksa nyeri, kelainan bentuk, atau ecchymosis.
19. Palpasi kondilus mandibula dengan menempatkan satu jari di saluran
telinga eksternal, sementara pasien membuka dan menutup mulut. Rasa
sakit atau kurang gerak kondilus menunjukkan fraktur.
20. Periksa paresthesia atau anestesi saraf.
Secara umum yang dinilai adalah sebagai berikut :
a. Lokasi nyeri dan durasi nyerinya.
b. Adanya Krepitasi.
c. Fraktur.
d. Deformitas, kelainan bentuk.
e. Trismus (tonik kontraksi rahang)
f. Edema.
g. Ketidakstabilan, atau keabnormalan bentuk dan gerakan yang terbatas.1
22
1. tes sensorik, Sentuh di dahi, bibir atas, dan dagu di garis tengah,
Bandingkan satu sisi ke sisi lain untuk membuktikan adanya defisit
sensorik.
2. tes motorik, merapatkan gigi dan rahang lalu bergerak ke lateral.
5. N. Facial (VII)
1. area Temporal, menaikkan alis, dahi dikerutkan.
2. area Zygomatic, memejamkan mata sampai tertutup rapat.
3. area Buccal, mengerutkan hidung, "membusungkan" pipi.
4. area Marjinal mandibula, mengerutkan bibir.
5. area Cervical, menarik leher (saraf otot platysma, Namun, fungsi ini
tidak terlalu penting peranannya dalam kehidupan sehari-hari).
6. N. Vestibulocochlearis (VIII), pendengaran, keseimbangan, Gosok jari
atau berbisik di samping setiap telinga pasien. Jika terjadi gangguan
konduktif, akan terdengar lebih keras pada sisi yang terkena.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan kecurigaan trauma masilofasial
yaitu meliputi :
1. Periksa Kesadaran pasien.
2. Perhatikan secara cermat wajah pasien :
Periksa mulut bagian dalam dan periksa juga sulkus bukal atas
apakah ada hematoma, nyeri tekan dan krepitasi pada dinding
zigomatikus.
b. Fraktur nasal
23
c. Fraktur Orbita
e. Cedera saraf
Uji anestesi pada wajah ( saraf infra orbita) dan geraham atas
(saraf gigi atas).
f. Cedera gigi
24
Ada obstruksi.
Untuk
melepaskan
himpitan
tulang
pegang
alveolus
25
Hisap bersih (suction) dan pasang NPA atau pipa karet tebal
yang sejenis ke satu sisi.
Ikat pembuluh darah yang besar atau jika terjadi perdarahan yang
sulit gunakan tampon yang direndam adrenalin yang dipakai untuk
ngedep perdarahan yang hebat. Tampon post nasal selalu dapat
26
Mandibular floating.
Maxillar floating.
Zygomaticum floating.
Yang dimaksud dengan floating disini adalah keadaan dimana salah satu
dari struktur tulang diatas terasa seperti melayang saat dilakukan palpasi, jika
terbukti adanya floating, berarti ada kerusakan atau fraktur pada tulang tersebut.
Pasien dengan trauma maksilofasial harus dikelola dengan segera, dimana
dituntut tindakan diagnostik yang cepat dan pada saat yang sama juga diperlukan
juga tindakan resusitasi yang cepat. Resusitasi mengandung prosedur dan teknik
terencana untuk mengembalikan pulmonary alveolaris ventilasi, sirkulasi dan
tekanan darah yang efektif dan untuk memperbaiki efek yang merugikan lainya
dari trauma maksilofasial. Tindakan pertama yang dilakukan ialah tindakan
Primary Survey yang meliputi pemeriksaan vital sign secara cermat, efisien dan
cepat. Kegagalan dalam melakukan salah satu tindakan ini dengan baik dapat
berakibat fatal.22
27
2.
3.
Endotrakel intubasi :
krikotiroidotomi
4.
5.
6.
7.
8.
28
Asepsis.
Hemostasis, sedemikian rupa sehingga setetes darah pun tidak bersisa sesudah
dijahit.
Hemat jaringan, hanya jaringan yang nekrosis saja yang boleh dieksisi dari
pinggir luka.
Approksimasi, penjahitan kedua belah sisi pinggir luka secara tepat dan teliti.
Non tensi, tidak boleh ada tegangan dan tarikan pinggir luka sesudah dijahit.
Benang hanya berfungsi sebagai pemegang.
c. Obat-obatan
29
2.9 Pencegahan
Kendati teknologi bedah memberi hasil yang baik, pencegahan trauma
merupakan langkah yang bijak. Pengendara motor yang berisiko tinggi terjadi
trauma hendaknya lebih memperhatikan keselamatan, terutama dibagian kepala.
Dari suatu penelitian, disimpulkan bahwa ternyata tidak ada perbedaan berarti
pada frekuensi kejadian trauma maksilofacial sebelum dan sesudah era wajib
helm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih sangat sedikit pengendara
sepeda motor yang mengenakan helm dengan benar. Oleh karena itu, peran serta
pemerintah sangat diperlukan untuk memaksimalkan upaya preventif, sedangkan
kuratifnya kita serahkan pada ahli bedah.
2.10
Pemeriksaan Penunjang
Wajah Bagian Atas :
CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D).
CT-scan aksial koronal.
Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala
dan X-ray kepala.
30
Gambaran CT-scan
Gambar 14. (A) Gambaran CT-scan koronal, (B) CT scan 3D, (C) CT
scan aksial
31
32
bau,
rasa.
f. Kronis sinusitis.
g. Infeksi.
h. Gizi Buruk & Penurunan Berat badan.
i. Fraktur non union atau mal union.
j. Mal oklusi.
k. Perdarahan.8
2. 12 Prognosis
Bila pengobatan diperoleh dengan tepat dan cepat setelah trauma
maksilofasial, prognosis bisa menjadi baik. Penyembuhan juga tergantung pada
trauma yang timbul. Kecelakaan mobil atau luka tembak, misalnya, dapat
menyebabkan trauma wajah berat yang mungkin memerlukan beberapa prosedur
pembedahan dan cukup banyak waktu untuk proses penyembuhan. 12
Trauma maksilofasial yang berat sering dikaitkan dengan trauma pada
angota tubuh lain yang mungkin mengancam nyawa. Trauma jaringan lunak yang
luas atau avulsi dan fraktur tulang wajah comuniti jauh lebih sulit untuk diobati
dan mungkin memiliki prognosa yang buruk. Perdarahan berat dari trauma yang
luas dari wajah dapat menyebabkan kematian. Obstruksi jalan napas, jika tidak
diobati atau dideteksi, dapat menyebabkan resiko kematian yang tinggi.8
BAB III
KESIMPULAN
a. Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai
jaringan keras dan jaringan lunak wajah.
b. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu
lintas, kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35
36