Вы находитесь на странице: 1из 8

Penyakit Akibat Kerja (PAK) karena Sick Building

Syndrome (SBS)
Disusun Oleh:
Chita Clearity Christianty Bahtiar
10.2009.013
D-6
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Kampus II Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
Email: chita_ccb@yahoo.com

Pendahuluan
Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
mendefinisikan kesehatan kerja sebagai peningkatan dan pemeliharaan keadaan kaum pekerja
dalam semua pekerjaan baik fisik, mental, dan sosial pada derajat tertinggi. Kesehatan kerja
adalah kesehatan total setiap pekerja. Bekerja dapat berdampak buruk pada kesehatan tapi
juga dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan dan kesejahteraan. Status kesehatan
pekerja akan member dampak terhadap pekerjaannya. Pekerja yang sehat lebih
memungkinkan menjadi lebih produktif dibandingkan pekerja yang tidak sehat.
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Penyakit akibat kerja timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, ergonomis
atau psikososial di tempat kerja (tabel 1.1). Faktor tersebut didalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Namun,
perlu diketahui bahwa faktor lain seperti kerentanan individual dapat berperan berbeda-beda
terhadap perkembangan penyakit diantara para pekerja yang terpajan.1
Tabel 1.1. Penyebab penyakit akibat kerja
Fisik

Suara
Radiasi, rontgen
Infra merah
Ultraviolet
Suhu panas
Dingin
Cahaya

Ketulian
Penyakit darah
Katarak
konjungtivitis fotoelektrik
Heat stroke, heat cramps.
Frostbite
Silau, asthenopia, myopia
1

Kimia

Debu
Uap
Gas
Larutan

Silikosis, pneumoconosis, asbestosis


Metal fume fever, dermatitis
H2S, CO
Dermatitis

Biologis

Virus, bakteri, jamur

VIH, anthrax, legionaire

Ergonomi

Konstruksi mesin
Tata letak/tata ruang
Sikap badan

Psikologis

Monotoni
Hubungan kerja (stress psikis)
Ketidakpuasan dalam pekerjaan
Semangat padam, muram

Identifikasi Penyakit Akibat Kerja


1. Pendekatan epidemiologis (komunitas)
Untuk identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit: Kekuatan asosiasi,
konsistensi, spesifisitas, hubungan waktu, hubungan dosis.
2. Pendekatan klinis (individu)
Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja: diagnosis klinis, pajanan yang dialami,
hubungan pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami cukup besar, peranan faktor
individu, faktor lain di luar pekerjaan, diagnosis PAK atau bukan PAK.2
Langkah-langkah diagnosis penyakit akibat kerja:
1.
Tentukan diagnosis klinis :
a. Anamnesis
Riwayat penyakit :
- Riwayat penyakit sekarang : deskrispsikan keluhan dengan perjalanan
penyakit
- Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pekerjaan:
- Sudah berapa lama bekerja sekarang
- Riwayat pekerjaan sebelumnya
- Alat kerja, bahan kerja, proses kerja
- Apa barang yang diproduksi atau dihasilkan
- Lamanya bekerja perhari
- Kemungkinan pajanan yang dialami
- APD (alat pelindung diri) yang dipakai
2

- Hubungan gejala dan waktu kerja


- Pekerja lain ada mengalami hal yang sama
b. Pemeriksaan fisik : umum dan khusus
c. Pemeriksaan penunjang : laboratorium(darah, urin, feses), spirometer, audiometer,
rontgen untuk paru-paru, dsb.3
d. Pemeriksaan tempat kerja : penerangan, kebisingan, kelembapan.
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitasfasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu
penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah
penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2.

Tentukan pajanan yang dialami :


a. Pajanan saat ini dan sebelumnya
b. Didapat terutama dari anamnesis
c. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial
untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu

dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti.


3. Apa ada hubungan antara pajanan dengan penyakit :
a. Identifikasi pajanan yang ada
b. Evidence based : apakah pajanan menyebabkan penyakit
c. Hubungan gejala dengan waktu kerja
d. Pendapaat pekerja ditanyakan : apakah keluhan atau gejala ada hubungan dengan
pekerjaan.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,
perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Apa jumlah pajanan cukup besar :
a. Perlu mengetahui patofisiologi penyakit
b. Adanya bukti epidemiologis
c. Kualitatif : cara/proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja
d. Observasi tempat dan lingkungan kerja
e. Pemakaian APD
f. Jumlah pajanan : data lingkungan, data monitoring biologis, hasil surveilans.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut
3

dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis
penyakit akibat kerja.
5. Apa ada faktor-faktor individu yang berpengaruh :
a. Status kesehatan fisik : atopi/alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan
berolahraga
b. Status kesehatan mental
c. Hygiene perorangan
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.
6. Apa ada faktor-faktor lain di luar pekerjaan yang berpengaruh
a. Hobi : main games, nonton TV
b. Kebiasaan : merokok
c. Pajanan dirumah
d. Pekerjaan sambilan
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja.
7. Diagnosis okupasi
a. Kaji langakah 1-6
b. Bukti/referensi ilmiah
c. Apakah hubungan kausal pajanan dan penyakit :
PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja)
Penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja
Belum dapat ditegakkan sehingga perlu informasi tambahan
Bukan PAK.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit,
kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya.
Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat
ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah

ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi
pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.3,4

Sick Building Syndrome (SBS)


Sick building syndrome terdiri dari kelompok mukosa, kulit dan gejala umum yang
sementara berkaitan saat bekerja dalam gedung. SBS adalah situasi dimana penghuni suatu
gedung (bangunan) mengeluhkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan periode yang
dihabiskan selama tinggal di bangunan tersebut. SBS didefinisikan pula sebagai keluhan
masalah kesehatan yang berhubungan dengan kualitas udara dalam lingkungan dari penghuni
ruangan ber-AC. Biasanya sering terjadi pada pekerja kantoran dimana mereka selalu bekerja
dalam ruangan tertutup dan ber-AC selama minimal 8 jam. Gejala SBS tidak spesifik mulai
dari gejala tertentu seperti sakit kepala mata gatal/perih, ruam kulit, dan gejala alergi hidung,
bersin, gejala radang tenggorakkan, batuk kering, kelelahan, pegal, mual, dan kepekaan
terhadap bau. Keadaan yang paling sugestif dari SBS adalah adanya gejala umum di antara
sekelompok penghuni bangunan yang hadir ketika mereka berada di gedung dan absen ketika
mereka tidak berada dalam gedung. Para pekerja yang mengalami gangguan tersebut
cenderung hilang keluhannya saat akhir pekan atau libur panjang dan keluhan benar-benar
hilang setelah berhenti kerja, rekan-rekan sekerja lainnya juga mengalami gejala-gejala yang
serupa. Selama ini mereka berpikir bahwa mereka sakit karena stress akibat beban pekerjaan.
Tetapi sebenarnya itu adalah SBS. Dimana penyebabnya adalah radikal bebas yang
bersumber dari AC, pengharum ruangan, mesin fotokopi, printer, debu pada karpet/gorden di
gedung yang sirkulasi udaranya kurang baik. Bila berlanjut, hal ini akan menyebabkan
kerusakan kesehatan permanen.
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut
mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil
metabolisme tubuh atau dari faktor eksternal seperti paparan sinar UV, asap rokok dan
sebagainya. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas dapat menyebabkan penyakit
kronis.
Radikal bebas ini terbawa oleh orang yang telah terpapar sebelumnya saat aktivitas di
luar ruangan. Radikal bebas tersebut terus berputar dalam ruangan tertutup. Saat kita
bernapas maka kita menghirup udara yang telah bercampur dengan radikal bebas yang
bersumber dari berbagai alat elektronik kantor, seperti printer, scanner, komputer, mesin
fotokopi. Dan bila ada satu karyawan yang bersin maka bakteri yang dikeluarkan berputar
5

hanya dalam ruangan itu saja maka akan terpapar ke karyawan lainnya apalagi jika ditambah
dengan sistem ventilasi yang buruk maka akan dapat mengakibatkan penumpukan polutan
dalam gedung tersebut.
Berdasarkan riset Institut Nasional Kesehatan Karyawan (NIOSH) AS pada 1997,
52% gangguan pernapasan yang terkait dengan SBS bersumber dari kurangnya ventilasi serta
kinerja AC yang buruk. Suhu AC yang terlalu dingin, antara 20 23C, dapat membuat
bakteri yang merugikan seperti Chlamydia, Escheriachia dan Legionella sp, leluasa masuk ke
saluran pernapasan.
Alat elektronik yang biasa berada di kantor, seperti komputer dan peralatan listrik
lainnya banyak menggunakan energi panas sehingga terbentuk ozon dan karbon lebih banyak.
Alat-alat tersebut bisa menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan, kelelahan, sakit
kepala, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Pada orang yang sensitif dan sering
kontak pada alat-alat tersebut dapat mengakibatkan sakit kepala. Selain itu debu yang biasa
ada di kertas tak terpakai atau kolong meja dapat membawa partikel yang menyebabkan
gangguan kesehatan.
Kebisingan juga merupakan faktor yang sama pentingnya. Terlalu banyak kebisingan
dapat menguras dan menghasilkan sakit kepala dan gejala lainnya. Hal ini juga membuat sulit
untuk berkonsentrasi dan dampak seterusnya akan mengurangi produktivitas pekerja di
kantor.
Ergonomi di gedung yang buruk. Sebuah tempat kerja yang didesain dengan buruk
dapat menyebabkan masalah kesehatan, pada otot, sendi,tulang, dll.5-7
Penatalaksanaan
Utamakan penatalaksanaan non medikamentosa, dengan cara :
1. Saat pagi hari matikan AC, buka jendela dan pintu biarkan udara dan sinar matahari pagi
masuk melalui jendela dan pintu. Untuk melancarkan sirkulasi udara / memberi udara
segar masuk dan membunuh kuman di dalam ruangan tersebut.
2. Pastikan AC selalu dibersihkan secara rutin agar udara yang keluar dari AC benar-benar
bersih.
3. Usahakan agar AC tidak digunakan terus menerus agar kuman-kuman tidak berkembang
biak di dalam AC karena suhunya yang lembab sangat nyaman sebagai tempat
berkembang biak kuman.
4. Minimalkan penggunaan pengharum ruangan atau pencuci karpet yang berbau tajam.
5. Optimalkan kebersihan ruangan dan meja dan kursi kerja, selalu bersihkan jendela,
lantai/karpet, serta buang sampah pada tempatnya sehingga tidak terlalu berdebu.
6. Perbaikan atau penggantian dari sistem ventilasi agar polutan dan debu tidak penumpuk
dalam gedung tersebut.

7. Letakkan tanaman hias dalam ruangan tersebut. Tanaman hias mampu menguraikan udara
yang tercemar dalam ruangan. Tanaman yang bisa dipilih diantaranya bonsai beringin,
palem-paleman atau kaktus kecil.
8. Makan makan bergizi dan olahraga yang teratu untuk meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap radikal bebas.6
Selanjutnya, dapat diberikan pengobatan / penatalaksanaan medika mentosa dengan
memberikan obat antioksidan seperti vitamin C, E atau multivitamin dan berikan pengobatan
yang sesuai dengan symptom yang terjadi pada pasien tersebut. Bila keluhan pasien berupa
sakit kepala dan pegal dapat diberikan analgesik, kelelahan berikan multivitamin, untuk batuk
kering dapat diberikan antitusif, radang tenggorokkan dapat diberikan antibiotik dengan atau
tanpa kortikosteroid, sedangkan mata gatal, ruam kulit, dan gejala alergi hidung dapat
diberikan antihistamin.8
Pencegahan
Tips untuk menghindari terjadinya sick building syndrome :
1. Saat pagi hari matikan AC, buka jendela dan pintu biarkan udara dan sinar matahari pagi
masuk melalui jendela dan pintu. Untuk melancarkan sirkulasi udara / memberi udara
segar masuk dan membunuh kuman di dalam ruangan tersebut.
2. Pastikan AC selalu dibersihkan secara rutin agar udara yang keluar dari AC benar-benar
bersih.
3. Usahakan agar AC tidak digunakan terus menerus agar kuman-kuman tidak berkembang
biak di dalam AC karena suhunya yang lembab sangat nyaman sebagai tempat
berkembang biak kuman.
4. Minimalkan penggunaan pengharum ruangan atau pencuci karpet yang berbau tajam.
5. Optimalkan kebersihan ruangan dan meja dan kursi kerja, selalu bersihkan jendela,
lantai/karpet, serta buang sampah pada tempatnya sehingga tidak terlalu berdebu.
6. Perbaikan atau penggantian dari sistem ventilasi agar polutan dan debu tidak penumpuk
dalam gedung tersebut.
7. Letakkan tanaman hias dalam ruangan tersebut. Tanaman hias mampu menguraikan udara
yang tercemar dalam ruangan. Tanaman yang bisa dipilih diantaranya bonsai beringin,
palem-paleman atau kaktus kecil.
8. Konsumsi antioksidan seperti minum vitamin C, E atau suplemen lainnya secara rutin,
makan makanan bergizi dan olahraga yang teratu untuk meningkatkan kekebalan tubuh
terhadap radikal bebas.6
Kesimpulan
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Penyakit akibat kerja timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis, ergonomis
7

atau psikososial di tempat kerja. Salah satu jenis PAK adalah sick building syndrome (SBS).
SBS adalah situasi dimana penghuni suatu gedung (bangunan) mengeluhkan masalah
kesehatan yang berkaitan dengan periode yang dihabiskan selama tinggal di bangunan
tersebut. Gejala SBS tidak spesifik mulai dari gejala tertentu seperti sakit kepala mata
gatal/perih, ruam kulit, dan gejala alergi hidung, bersin, gejala radang tenggorakkan, batuk
kering, kelelahan, pegal, mual, dan kepekaan terhadap bau. Dimana penyebabnya adalah
radikal bebas yang bersumber dari AC, pengharum ruangan, mesin fotokopi, printer, debu
pada karpet/gorden di gedung yang sirkulasi udaranya kurang baik. Pemeliharaan "In door
Air Quality" dengan melakukan pemeliharaan terhadap system AC dan pemeliharaan gedung
secara berkala dan teratur agar bisa terbebas dari segala kontaminan dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya SBS.
Daftar Pustaka
1. Jeyaratnam J, Koh D. Pekerjaan dan kesehatan. Praktik dan kedokteran kerja. Jakarta:
EGC; 2009.h.1-28.
2. Isfaniy. Diagnosis terhadap penyakit akibat kerja.16 Oktober 2009. Diunduh dari : www.
tuloe.wordpress.com, 11 Oktober 2012.
3. Lee HS, Wang YT. Gangguan respirasi. Praktik dan kedokteran kerja. Jakarta: EGC;
2009.h.65-94.
4. Cara diagnosis penyakit akibat kerja. Juli 2011. Diunduh dari : www.anekanews.com, 11
Oktober 2012.
5. Burge PS. Sick bulding syndrome. Occup Environ Med. 2004.h.185-90.
6. Sick Building Syndrome. 5 April 2012. Diunduh dari : www.bumiarlin.wordpress.com, 11
Oktober 2012.
7. Sick Building Syndrome. Diunduh dari : www.ei-resource.org. 11 Oktober 2012.
8. Legionnaires disease. Current medical diagnosis & treatment. Ed 46 th. USA: the
McGraw-Hill companies; 2007.h.1454.

Вам также может понравиться