Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SEPSIS ec PNEUMONIA
PEMBIMBING
PENYAJI
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul Sepsis ec
pneumonia.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr. Farik
Zarmal , yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah
laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................ 1
Bab 2 Tinjauan Pustaka.................................................................................................... 3
2.1. Sepsis ............................................................................................................... 3
2.1.1. Definisi................................................................................................... 3
2.1.2. Etiologi................................................................................................... 3
2.1.3. Patofisiologi............................................................................................ 3
2.1.4. Diagnosis............................................................................................ 4
2.1.5. Penatalaksanaan.................................................................................. 4
2.2. Pneumonia.................................................................................................... 6
2.2.1. Definisi............................................................................................... 6
2.2.2. Etiologi............................................................................................... 6
2.2.3. Patofisiologi........................................................................................ 7
2.2.4. Diagnosis............................................................................................ 8
2.2.5. Diagnosis banding.............................................................................. 9
2.2.6. Penatalaksanaan.................................................................................. 9
2.2.7. Prognosis............................................................................................. 11
Bab 3 Laporan Kasus........................................................................................................ 14
Bab 4 Penutup.................................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 23
Daftar Pustaka................................................................................................................... 24
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi yang berat, merupakan
sindrom yang disebabkan oleh infeksi yang ditentukan oleh dua atau lebih gambaran
peradangan sistemik yaitu febris atau hipotermia, leukositosis atau leukopeni, takikardi dan
takipnea atau ventilasi supranormal (Anna dkk, 2010).
Sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas terutama pada usia
lanjut dan immunocompromised. Angka kejadian sepsis di Amerika Serikat mencapai 750.000
kasus per tahun (Anna dkk, 2010).
Infeksi yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa organisme
seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit disebut dengan pneumonia. Hal ini akan
mengakibatkan inflamasi pada parenkim paru dan akumulasi eksudat (Anna dkk, 2010).
Penyebaran infeksi pada intestinum di sekitar alveoli akan mengakibatkan gangguan
pertukaran gas yang disebabkan konsolidasi. Pneumonia ini merupakan penyebab kematian
tertinggi ke-6 di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian yang disebabkan oleh
penyakit infeksi. Angka kejadiannya mencapai 4 juta per tahun dengan rata-rata 12 per 1000
orang. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapat data sekitar 180 pneumonia dengan angka
kematian antara 20-35% (Anna dkk, 2010).
Pneumonia merupakan infeksi primer tersering pada sepsis, diikuti oleh infeksi pada
abdomen, traktus genitourinarius, kulit, dan jaringan lunak. Sepsis merupakan salah satu
komplikasi yang sering pada pneumonia, disamping empisema, abses paru, pneumotoraks
dan gagal napas (Anna dkk, 2010).
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah Bagaimana
gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit pasien yang mengalami sepsis
et causa pneumonia
2
1.3.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis sepsis et causa pneumonia
2. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus sepsis et causa pneumonia
pada pasien secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit sepsis et causa pneumonia
1.4.
Manfaat Penulisan
Berdasarkan manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya :
1. memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam,
khususnya mengenai sepsis et causa pneumonia.
2. sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topictopik yang berkaitan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sepsis
2.1.1. Definisi
Sepsis merupakan kumpulan gejala akibat respon sistemik terhadap inflamasi
(Sistemic Inflammantory Respon Syndrome = SIRS) akibat infeksi. Dikatakan sepsis bila
terdapat dua atau lebih dalam kriteria ini: 1. Suhu tubuh >38C atau <36C; 2. Denyut jantung
>90 x/menit; 3. Pernapasan >20 x/menit atau PaCO2 <32 mmHg; 4. Leukosit >12000 atau
<4000 / mm3 atau sel muda >10% (Guntur, 2009).
2.1.2. Etiologi
Penyebab terbesar adalah bakteri gram (-) (60%-70%), gram (+), parasit dan virus
(Guntur, 2009).
2.1.3. Patofisiologi
Terjadinya syok sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan
aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif
dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan
sistem komplemen yang membentuk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel
monosit. Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang neutrofil untuk saling
mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler dan akhirnya melepaskan derivat asam
arakhidonat dan enzim lisosom superoksida radikal sehingga memberikan efek vasoaktif
lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu
sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek
kemotaksis, superoksida radikal, dan ensim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat
mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel
endotel akan mengaktifkan faktor jaringan, sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perubahanperubahan metabolik dan perubahan hormonal. Faktor XII (Hageman faktor) akan diaktivasi
oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor
XII yang sudah aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi
disseminated intravascular coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merubah
prekalikrein menjadi kalikrein, kalikrein merubah kininogen sehingga terjadi pelepasan
4
hipotensive agent yang potensial. Bradikinin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
(Pathol, 2007).
2.1.4.
Diagnosis
2. HR >90/menit
3. RR >20/menit
Sepsis Berat
California: Lange
2.1.5. Penatalaksanaan
Resusitasi Hemodinamik
a. Cairan pilihan pertama pada resusitasi sepsis berat dan syok sepsis adalah kristaloid
sebanyak 30 ml/kgBB (Surviving Sepsis Campaign, 2012).
b. Bila terapi cairan tidak dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat
maka dapat diberikan vasopressor. Target terapi yaitu CVP 8-12 mmHg, MAP (mean
arterial pressure) 65 mmHg, produksi urin 0,5 cc/kg/jam, dan saturasi oksigen vana
kava superior 70%. Norepinefrin adalah vasopressor pilihan pertama dengan dosis 0,031,5 g/kgBB/menit, dan dapat ditambah dengan epinefrin dengan dosis 0,1-0,5
g/kgBB/menit untuk mempertahankan tekanan darah. Untuk meningkatkan MAP,
pemberian norepinefrin dapat disertai dengan vasopresin 0,03 unit/menit (Surviving
Sepsis Campaign, 2012; PAPDI, 2006).
c. Pemberian inotropik yaitu dobutamin sampai maksimum 20 g/kg/menit dapat dilakukan
untuk meningkatkan cardiac index (Surviving Sepsis Campaign, 2012).
5
Pemberian Antibiotik
Antibiotik empirik perlu diberikan segera, artinya bahwa antibiotik diberikan sebelum
hasil kultur dan uji sensitivitas didapatkan. Pemberian antibiotik secara dini diketahui
menurunkan perkembangan syok dan penurunan mortalitas. Setelah hasil kultur dan
sensitivitas didapatkan maka terapi empirik diubah menjadi terapi rasional sesuai dengan
hasil kultur dan sensitivitas. Pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah antibiotika yang
diberikan sebelumnya (de-eskalasi). Diperlukan regimen antimikroba dengan spektrum
aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. Hal ini karena antibiotik hampir selalu diberikan
sebelum organisme yang menyebabkan sepsis diidentifikasi (Napitupulu, 2010).
a. Pneumonia komunitas (tanpa risiko infeksi Pseudomonas): ceftriaxon 1 gr IV/hari (2g
jika BB > 80 kg) dan moksifloksasin 400 mg IV/hari atau azitromisin 500 mg IV/hari.
Pada pasien dengan alergi beta-laktam berat dapat diberikan vankomisin 25mg/kgBB dan
moksifloksasin 400 mg/hari IV (NBM, 2012).
b. Pneumonia komunitas (dengan risiko infeksi Pseudomonas, yaitu adanya penyakit paru
struktural, penggunaan prednison >10mg/hari, malnutrisi): sefepim 1 mg IV/6 jam atau
piperacilin/tazobactam 4,5g IV/8 jam dan azitromisin 500 mg IV/hari, dapat disertai
dengan tobramisin 7mg/kg IV. Pada pasien dengan alergi beta-laktam berat dapat
diberikan aztreonam 2g IV/8 jam dan moksifloksasin 400mg IV/hari dan tobramisin
7mg/kg IV (NBM, 2012).
c. Pneumonia nosokomial : vankomisin 25mg/kg loading dose dan piperasilin/tazobaktam
4,5g IV/8 jam atau sefepim 1mg IV/6 jam, dapat disertai dengan tobramisin 7mg/kg IV
atau tobramisin 7mg/kg IV atau azitromisin 500 mg IV/hari. Pada pasien dengan alergi
beta-laktam berat dapat diberikan vankomisin 25 mg/kg loading dose dan aztreonam
2mg IV/8 jam dan tobramisin 7mg/kg IV, dapat disertai dengan moksifloksasin 400mg
IV/hari atau azitromisin 500 mg IV/hari atau klindamisin 600 mg IV/8 jam (NBM,
2012).
d. Tambahkan moksifloksasin jika curiga atau sudah ada bukti infeksi S.pneumoniae
(NBM, 2012).
Durasi pemberian antibiotik biasanya 7-10 hari, namun dapat lebih lama pada pasien
yang memiliki respon klinis lambat, bakteremia dengan S. aureus, dan defisiensi imun,
termasuk neutropenia (Surviving Sepsis Campaign, 2012).
6
Identifikasi dan Kontrol Penyebab Infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi dalam
6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan
nekrotik atau melepas alat yang mungkin menjadi sumber infeksi setelah terlebih dahulu alat
penggantinya telah terpasang (Surviving Sepsis Campaign, 2012).
Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada sepsis masih kontroversial (Guntur, 2009). Surviving
sepsis campaign (SCC) menyarankan penggunaan hidrokortison intravena sebanyak 200
mg/hari pada pasien syok sepsis jika resusitasi cairan dan vasopressor tidak
dapat
Pneumonia
2.2.1. Definisi
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut
yang biasanya disebabkan oleh infeksi (Jeremy, 2007).
2.2.2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Tabel 2.2 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis
yang menyebabkan pneumonia (Jeremy, 2007).
Tabel 2.2. Daftar Mikroorganisme dan Masalah Patologis Penyebab Pneumonia
Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenza
Mycoplasma
pneumoniae
Klebsiella
pneumoniae
Legionella pneumophillia
Pseudomonas
aeruginosa
Coxiella burnetii
Chlamydia psittaci
Aspergillus
Histoplasmosis
Candida
Nocardia
Infeksi Bakteri
Infeksi Atipikal
Infeksi Jamur
Infeksi Virus
Infeksi Protozoa
Penyebab Lain
Influenza
Coxsackie
Adenovirus
Sinsittial respiratori
Pneumocytis carinii
Toksoplasmosis
Amebiasis
Aspirasi
Pneumonia lipoid
Bronkiektasis
Fibrosis kistik
2.2.3. Patofisiologi
Pada masa praantibiotik, pneumonia mengenai seluruh atau hampir semua lobus dan
berkembang melalui 4 stadium, yaitu:
1. Kongesti
Lobus yang terkena menjadi merah, berat, dan sembab. Terlihat beberapa neutrofil
dan banyak bakteri di alveolus (Medison, 2005).
2. Hepatisasi Merah
Lobus paru memperlihatkan konsistensi seperti hati, rongga alveolusdipenuhi
neutrofil, sel darah merah dan fibrin (Medison, 2005).
3. Hepatisasi Abu-abu
Paru menjadi kering, abu-abu dan padat karena sel darah merah mengalami lisis,
sementara eksudat fibrinosa menetap di dalam alveolus (Medison, 2005).
4. Resolusi
Berlangsung pada kasus nonkomplikata. Eksudat dalam alveolus dicerna secara
enzimatik dan diserap atau dibatukkan. Reaksi pleura mungkin mereda dengan cara
serupa atau mengalami organisasi,meninggalkan penebalan fibrosa dan perlekatan
permanen (Medison, 2005).
2.2.4. Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dinding dada yang terkena akan terlihat tertinggal saat pasien bernapas.
Saat palpasi stem fremitus paru yang terkena mengeras. Saat dilakukan perkusi akan
8
ditemukan sonor memendek pada dada dan suara ronki basah saat diauskultasi. (Kandi,
2012).
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Sputum
Syarat sputum yang layak digunakan dalam pemeriksaan ini adalah memiliki
>25 leukosit dan >10 epitel/lpk. Pemeriksaan ini bernilai hanya jika pasien belum
mendapatkan antibiotik (Kandi, 2012). Untuk terapi dilakukan pemeriksaan apus
gram, Burri Gin, Quellung test, dan Ziehl Nielsen. Kultur kuman merupakan
pemeriksaan utama praterapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya
(Dahlan, 2009).
9
a. Tuberkulosis Paru
Tb paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.tuberkulosis.
gejala klinisnya antara lain batuk (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, hemoptosis dan gejala
sistemik yang meliputi demam, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan, dan penurunan
berat badan (Medison, 2005).
b. Atelektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa
alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps (Medison,
2005).
2.2.6
Penatalaksanaan
10
(Guntur, 2009)
Pneumoni nosokomial
Terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial :
Tabel 2.4
(Guntur, 2009)
Tatalaksana umum:
1. Rawat jalan (PAPDI, 2006)
a. Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan banyak minum cairan
11
b. Berikan parasetamol untuk nyeri pleuritik atau demam
c. Ekspektoran atau mukolitik
d. Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
e. Bila tidak membaik dalam 48 jam, dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks
2. Rawat inap di rumah sakit (PAPDI, 2006)
a. Oksigen, bila perlu dengan pemanrtauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya adakah untuk mempertahankan PaO2 8kPa dan SaO2 92%
b. Berikan parasetamol untuk nyeri pleuritik atau demam
c. Ekspektoran atau mukolitik
d. Bila terdapat gagal nafas, berikan nutrisi yang cukup kalori terutama yang didapatkan
dari lemak (>50%), sehingga dapat dihindari produksi CO2 yang berlebihan
e. Foto toraks diulang pad apasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
2.2.7
Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan
penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. (Guntur, 2009)
1.
Pneumonia komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu
dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah
sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk.
Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan
kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas
pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini
berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien (Guntur, 2009).
2.
Pneumonia nasokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk
yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya
adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp. (Guntur,
2009).
Penilaian derajat keparahan pneumonia merupakan komponen penting dalam
tatalaksana pneumonia komunitas. Hal ini membuat munculnya berbagai sistem skoring
12
seperti pneumonia secerity index (PSI), CURB-65, modified ATS (m-ATS), dan sebagainya.
Beberapa studi di Amerika Serikat dan Inggris telah mengeksplorasi sebagai faktor-faktor
yang memprediksi kematian pada pasien rawat inap dengan pneumonia komunitas, Skor
Curb-65 dan PSI adalah sistem penilaian yang paling umum digunakan untuk memprediksi
mortalitas (Mandell et al, 2007).
Tabel 2.5 Skor Pneunomia Severity Index
Karakteristik pasien
Faktor demografik:
Usia
Laki-laki
Perempuan
Penghuni panti jompo
Penyakit ko-morbid:
Neoplasma
Penyakit hati
Gagal jantung kongestif
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal
Temuan pemeriksaan fisik:
Perubahan status mental
Frekuensi pernafasan 30/menit
Tekanan darah sistolik <90 mmHg
Suhu <35oC atau 40oC
Frekuensi nadi 125/menit
Hasil laboratorium dan radiologis:
AGD : pH <7,35
Blood urea nitrogen 30 mg/dl (11 mmol/L)
Natrium <130 mmol/l
Glukosa 250 mg/dl
Hematokrit <30%
AGD: PaO2 <60 mmHg
Efusi pleura
(PAPDI, 2006)
Nilai
Umur (tahun)
Umur (tahun) 10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
13
C (Confusion)
U (Urea)
R (Respiratory rate)
B (Blood pressure)
65
Faktor klinis
Kebingungan
Blood urea nitrogen 20 mg/dl
Laju nafas 30 kali/menit
Tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau diastolik 60
Umur 65 tahun
(Singanayagam et al, 2009)
Skor
1
1
1
1
1
BAB 3
LAPORAN KASUS
RM:00.57.98.88
Nama Lengkap : Ronal Hidayat Ginting
Tanggal Lahir : 4 september 1988
Umur : 25 Thn
No. Telepon :-
Status: Menikah
Agama : Islam
14
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Hal ini sudah dialami os sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penurunan kesadaran terjadi perlahan-lahan. Riwayat mual dan muntah dijumpai.
Muntah 2-3 x/hari dengan volume setengah aqua gelas. Muntah dengan isi apa yang
dimakan dan diminum. Muntah dialami 1 minggu yang lalu setelah os menjalani
operasi katarak pada mata kiri. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat sakit kepala
dan demam dijumpai. Batuk dan sesak dialami os 1 minggu yang lalu. Buang air besar
berdarah tidak dijumpai. Buang air besar berwarna hitam tidak dijumpai. Riwayat
bengkak pada anggota tubuh tidak dijumpai. Riwayat nyeri buang air kecil tidak
dijumpai. Os menderita sakit gula sejak 8 tahun lalu dan teratur menggunakan insulin.
RPT
: DM tipe 2, katarak
RPO
: Insulin
Abdomen :
Asites (-)
Alat kelamin laki-laki:
Tidak ada keluhan
Ginjal dan saluran kencing :
Tidak ada keluhan
Hematologi:
Tidak ada keluhan
Endokrin/metabolik:
Tidak dijumpai
Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan
Sistem saraf:
Tidak ada keluhan
Emosi :
Terkontrol
Vaskuler :
Tidak ada keluhan
15
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
TANDA VITAL
Kesadaran
Somnolen
Nadi
Frekuensi 88 x/i
Berbaring:
Tekanan darah
Lengan kanan : 140/90 mmHg
Lengan kiri : 140/90 mmHg
Temperatur
Aksila: 36,7C
Pernafasan
Frekuensi: 28 x/menit
KULIT: dalam batas normal
Deskripsi:
Komunikasi kurang baik
Reguler, t/v: cukup
Duduk:
Lengan kanan : tdp
Lengan kiri : tdp
Rektal : tdp
Deskripsi: Abdominal torakal
KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB(-)
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal
MATA: Conjunctiva palp. inf. pucat (-), sclera ikterik (-),odema palpebra (-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, 3mm
TORAKS
16
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Depan
Simetris fusiformis
SF kanan > kiri
Sonor memendek di lapangan bawah
paru kanan
Auskultasi SP: bronkial
Belakang
Simetris fusiformis
SF kanan > kiri
Sonor memendek di lapangan bawah
paru kanan
SP: bronkial
ST: ronki basah di lapangan bawah ST: ronki basah di lapangan bawah
paru kanan
paru kanan
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas
: ICR 3
ABDOMEN
Inspeksi
: simetris
Palpasi
: soepel
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: edema (-), pucat (-)
Inferior: edema (-), pucat (-)
ALAT KELAMIN:
17
Laki-laki
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Komunikasi kurang baik
Hasil Lab IGD Tgl 7/4/2014
Darah rutin:
Hb: 10,7g/dl; Leukosit: 12500/mm3; Eritrosit: 3600000-/mm3; Ht: 29,3%; Trombosit:
230000/mm3; MCV: 75,4 fL; MCH: 29 g; MCHC: 36,5 g/dl; RDW: 11,7%; MPV: 10,1 fL;
PCT: 0,23 %; PDW: 12,3 fL; Neutrofil: 75,6 %; Limfosit: 13,4 %; Monosit: 10,5 %;
Eosinofil: 0,1 %; Basofil: 0,1 %
Kesan: anemia normokrom normositer + leukositosis
Analisa Gas Darah: pH: 7,385; pCO2: 30,1 mmHg; pO2: 78,8 mmHg
Urinalisa: P/R/B/U: -/-/-/+
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan hal positif)
18
Pemeriksaan Fisik
Kepala: anemis (-)/(-), ikterik (-)/(-)
Leher: Thoraks
1. Paru-paru
Inspeksi: simetris fusiformis
Palpasi: sf kanan > kiri
Perkusi: sonor memendek di lapangan bawah paru kanan
Auskultasi: SP: bronkial, ST: ronki basah di lapangan bawah paru kanan
2. Jantung
Palpasi: iktus kordis teraba
Perkusi: batas jantung kanan 1 cm medial linea parasternalis dextra
batas jantung kiri 1 cm medial LMCS
Auskultasi: gallop (-)
3. Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi: soepel
Perkusi: timpani
Auskultasi: peristaltik (+) normal
4. Ekstremitas
Edem pretibial (-)/(-)
RENCANA AWAL
No. RM
19
1
Penuru
nan
kesada
ran ec
sepsis
pneum
onia
DM
tipe 2
KGD
puasa dan 2 jam
PP
HbA1c
Lipid
profile
Fundusk
opi
Konsul
endokrin
Menerangk
an dan
menjelaska
n keadaan,
penatalaks
anaan dan
komplikasi
penyakit
pada
pasien dan
keluarga.
Tang
gal
7/4/2
014
Penuruna
n
kesadara
n
P
Terapi
Sens : Somnolen
TD : 130/70 mmHg
Pols : 80 x/i
RR : 24 x/i
T : 37,0oC
Elektrolit:
Natrium (Na) : 140 mEq/L
Kalium (K) : 2,5 mEq/L
Klorida (Cl) : 105 mEq/L
KGD Sewaktu : 175,6
mg/dL
8/4/2
014
Penuruna
n
kesadara
n
Sens: Somnolen
TD : 130/70 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 24 x/i
Temp : 38 oC
KGD N : 155 mg/dL
Penuru
nan
kesada
ran ec
sepsis
pneum
onia
DM
tipe 2
Pen
urun
an
kesa
dara
n ec
seps
is
pneu
mon
ia
DM
tipe
2
Tirah
Baring
Oksigen
2-4 liter/i
NGT dan
kateter
terpasang
Diet DM
1800
kkal
IVFD
NaCl
0,9% 20
gtt/i
Inj.
Ceftriaxo
ne 2 g/24
jam
Drip
Ciproflox
acin 400
mg/12
jam
Diagnost
ik
20
Cek
KGD
N/ 2 j
PP/
HbA1c
, lipid
profile
per 3
hari
Cek
elektrol
it
Urinali
sa
Foto
thorax
PA
- Fundus
ko
pi
- EKG
Tirah
Cek
Baring
darah
Oksigen
rutin,
2-4 liter/i
elektrol
NGT dan
it
kateter
- KGD
terpasang
N
Diet DM
Foto
1800
thorax
kkal
PA
IVFD
- Fundus
NaCl
ko
0,9% 20
pi
gtt/i
- EKG
Inj.
Ceftriaxo
ne 2 g/24
jam
Drip
Ciproflox
acin 400
mg/12
jam
PCT 3 X
500 mg
21
BAB 4
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Laki-laki, 25 tahun, menderita sepsis ec pneumonia dan DM tipe 2.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anna, H., Wibisono. Y., 2010. Manajemen Sepsis pada Pneumonia. In: majalah kedokteran
respirasi : FK UNAIR
Bongard, F.S.& Sue, D., 2005. Current Critical Care: Diagnosis and Treatment. California:
Lange
Guntur, H., 2009. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. & Setiati,
S.(ed) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FK UI: 2889-2900.
Jeremy, P.T. (2007). At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical
Series. Hal. 76-77.
Kandi. S, 2012. Diagnosis of community acquired pneumonia. Supplement to japi. Vol60: 1719
Mandell, L.A., Wunderik, R.G., Arzueto, A., Bartlett, J.G., Campbell, G.D., Dean, N.C.,
2007. Infectious Diseases Society of America/ American Thoracic Society Consensus
Guidelines on The Management of Community Acquired Pneumonia in Adults. CID.
44: 27- 72.
Medison.I,2005. Pneumonia : Universitas Andalas
Napitupulu, H., 2010. Sepsis. The Indonesian Journal of Anesthesiology and Critical Care,
28(3): 50-58
Nebraska Medical Center, 2012. Sepsis: Empiric Antibiotic Selection Pathway. Available at:
http://www.nebraskamed.com/app_files/pdf/careers/education-programs/asp/sepsisantibiotics-2012.pdf [Accessed 16 April 2014]
Pathol, Am. 2007. http:// www. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articled/PMC1854939 [Accesed 15
April 2014]
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta: FK UI
Singanayagam, A., Chalmers, J.D., Hill, A.T., 2009. Severity Assesment in Community
Acquired Pneumonia: a review. QJ med. 102: 379-88.
Surviving Sepsis Campaign, 2012. International Guidelines for Management of Severe Sepsis
and Septic Shock. Critical Care Medicine Journal, 41(2): 580-637