Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian karsinoma nasofaring termasuk jarang di populasi dunia,
sekitar kurang dari satu per 100.000 penduduk per tahun, namun relatif tinggi
di Cina Selatan, Asia Tenggara dan Afrika Utara. Perbandingan laki-laki dan
perempuan 2,2:1. Karsinoma nasofaring lebih sering timbul pada ras
Mongoloid. Insiden di Cina Selatan dan Asia Tenggara sekitar 20 sampai 40
per 100.000 jiwa per tahun, tertinggi di provinsi Guangdong dan wilayah
Guangxi, Cina sebesar lebih dari 50 orang per 100.000 jiwa per tahun
(Hendrawan Ariwibowo, 2013).
Pada tahun 2002, tercatat 80.000 insiden karsinoma nasofaring di
seluruh dunia dengan sekitar 50.000 kematian, yang menjadikan kanker
paling sering nomor 3 di dunia dan kanker no 4 paling sering di Hong Kong.
Di Cina karsinoma nasofaring meningkat setelah umur 20 tahun dan menurun
setelah umur 40 tahun, rata-rata berumur 40 dan 50 tahun (Hendrawan
Ariwibowo, 2013).
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak
dijumpai di antara tumor ganas telinga hidung tenggorok di Indonesia,
termasuk dalam

lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi,

sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Survei


Departemen Kesehatan pada tahun 1980 mendapatkan angka prevalensi
karsinoma nasofaring 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000
sampai 8.000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Hendrawan Ariwibowo,
2013).
Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun
2003 menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama
dari semua tumor ganas primer pada lakilaki dan urutan ke 8 pada
perempuan. Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller yang
merupakan daerah transisional epitel kuboid berubah menjadi epitel
skuamosa (Hendrawan Ariwibowo, 2013).
1

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan karsinoma nasofaring?
b. Apa etiologi dari karsinoma nasofaring?
c. Apa tanda dan gejala dari karsinoma nasofaring?
d. Apa pengkajian karsinoma nasofaring?
e. Apa diagnosa keperawatan dari karsinoma nasofaring?
f. Apa asuhan keperawatan untuk pasien dengan gangguan karsinoma
nasofaring?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
gangguan Ca Nasofaring yang ada didalam Sistem Respirasi.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui definisi dari karsinoma nasofaring
b. Mengetahui etiologi dari karsinoma nasofaring
c. Mengetahui tanda dan gejala dari karsinoma nasofaring
d. Mengetahui pengkajian dari karsinoma nasofaring
e. Mengetahui diagnosa keperawatan dari karsinoma nasofaring
f. Mengetahui asuhan keperawatan dari karsinoma nasofaring

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Karsinoma Nasofaring adalah suatu keganasan epitelial yang
merupakan neoplasma dengan insiden tersering pada traktus aerodigestif
bagian atas. KNF merupakan salah satu keganasan di Telinga Hidung
Tenggorok (THT) yang banyak mendapatkan perhatian, karena angka
2

kematiannya yang masih relatif tinggi. Secara global kira-kira 65.000 kasus
baru dan 38.000 kematian per tahun (Chan J.K.C. dkk., 2005).
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh
didaerah nasofaring dengan predileksi di

fosa Rossenmuller dan atap

nasofaring (Arima, 2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009).


Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di
THT. Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau
stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan
leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas
kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh
tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan
data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu
berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama
tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor
kulit.

B. Etiologi
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik,
tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok
masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial.
Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan
gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah
gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring.
3

2. Infeksi Virus Eipstein-Barr


Virus Epstein-Barr (EBV), juga disebut Human herpes virus 4
(HHV-4), adalah suatu virus dari keluarga herpes (yang termasuk Virus
herpes simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan salah satu virusvirus paling umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena infeksi
EBV, yang sering asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang
yang cepat menyebar. EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne
Barr, yang bersama-sama dengan Bert Achong, memukan virus tahun
1964.
EBV adalah suatu virus herpes yang replikat- replikat utamanya
ada di beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium
kerongkongan dan saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui
air liur, dan masa inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk
infeksi akut, antibodi heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba
yang dihasilkan. Proses ini merupakan dasar pembentukan perpaduan
getah Monospot cepat Antibodi kepada antigen kapsid viral (yaitu., VCAIGG dan VCA-IgM) dihasilkan sedikit lebih cepat dari antobodi
heterophile

dan lebih spesifik untuk infeksi EBV. Viral VCA-IgG

sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan imunitas.


Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan
melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. (16,17).
Kegagalan imunitas spesifik EBV dapat memberikan peran pada
patogenesis tumor yang berkaitan dengan EBV dan juga pada penderita
immunodeficiencies tanpa manifestasi klinik.
3. Faktor Lingkungan
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan
dengan

timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,

diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic


dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.
4. Ikan Asin

Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat


dengan risiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi
ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding
yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali
sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.
Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada
tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga
terjadi akumulasi nitrosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam
puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin
makanan fermentasi yang diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan
nitrit dari daging, ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa keci
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.
Delapan puluh delapan persen penderita karsinoma nasofaring
mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara rutin.
C. Patofisiologi
Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam
timbulnya kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk
ke dalam tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala,
kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada dalam
daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr yang masuk
ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang diawetkan
seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta tauco.
Pathway

D. Manifestasi Klinis
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu
antara lain :
1.

Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.

2. Gangguan pada telinga


Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba
Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan
pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga
sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3.

Gangguan mata dan syaraf


Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga
dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan
motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson.
Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.

4. Metastasis ke kelenjar leher


Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit
mengkilat. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
6

E. Pengkajian
A.

Identitas

Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.

Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis


kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

B.

Keluhan utama
Riwayat kesehatan

Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan


menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan dan terdapat
kekakuan dalam menelan.

Riwayat kesehatan sekarang


Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di
RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses
perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja
memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien
menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua
dijabarkan dalam bentuk PQRST.

Riwayat kesehatan dahulu


Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya
hidup, misalnya pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan merokok,
minum alkohol, terpapar zat-zat kimia, riwayat stomatitis yang lama,
oral hygiene yang jelek, dan yang lainnya.

Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan
genogram.
C.

Pola aktivitas sehari-hari

D.

Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi sistem tubuh secara menyeluruh
dengan menggunakan tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1)

Keadaan umum
Kaji tentang keadaan klien, kesadaran dan tanda-tanda vital.

2)

Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka klien
akan mengalami kesukaran bernafas, apalagi klien dilakukan
Trakheostomi, produksi sekret akan menumpuk dan mengakibatkan
jalan nafas tidak efektif dengan adanya perubahan frekuensi nafas
dan stridor.

3)

Sistem kardiovaskuler
Ca nasofaring dengan pemasangan Trakheostomi dan produksi sekret
meningkat, bila dilakukan suction yang berlebihan dalam satu waktu
dapat merangsang reflek nerves sehingga mengakibatkan bradikardi
dan biasanya terjadi peningkatan JVP.

4)

Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan. Jika Ca sudah menyumbat saluran
pencernaan dapat dilakukan tindakan Gastrostomy.

5)

Sistem muskuloskeletal
8

Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan


dalam mobilisasi leher karena adanya pembengkakan bila Ca sudah
terlalu parah.
6)

Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila ada
metastase pada kelenjar tiroid.

7)

Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan VI
yaitu syaraf yang mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX, X, XI
dan XII yang mempersyarafi glosofaringeal, vagus, asesorius dan
hipoglosus. Biasanya bila ada nyeri yang dirasakan klien dapat
merangsang pada sistem RAS di formatio retikularis sehingga
menyebabkan klien terjaga.

8)

Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase ginjal,
akan terjadi penurunan fungsi ginjal.

9)

Sistem wicara dan pendengaran


Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya
sumbatan pada tuba eustacius sehingga menggangu saluran
pendengaran. Bila Ca sudah bermetastase pada pita suara, maka
klien tidak dapat berkomunikasi secara verbal.

10)

Sistem integumen
Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan terjadi
perubahan warna hiperpigmentasi pada area penyianaran.

11)

Sistem reproduksi
9

Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat menyebabkan


gangguan pada sexualitas.
E.

Data psikologis
Ca tonsil dengan pemasangan Trakheostomy dan atau Gastrostomy akan
menimbulkan perasaan denial, timbulnya perasaan rendah hati, dengan
ditemukan data klien lebih suka diam dan menarik diri.

F.

Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya
klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.

G.

Data sosial
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi
menurun dikarenakan adanya penyakit yang diderita klien.

H.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan radiologis, soft tissue leher AP lateral.

Pemeriksaan CT Svan leher untuk determinasi klinis ukuran


danekstensi tumor.

I.

Thorax foto untuk melihat ada tidaknya metastase ke paru-paru.

PA untuk mengetahui jenis keganasan.

Laboratorium darah lengkap.

Pemeriksaan biopsi.

Pembedahan

Radiasi

Chemoterapy
Program dan rencana pengobatan

F. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhuubungan dengan terdapatnya
akumulasi sekret yang banyak dan mengental.
10

b. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan.


c. Kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan radiasi atau agen
kemoterapi, pembentukan oedema.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk menelan.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan aktifitas
G. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak


NOC:
NIC :
efektif berhubungan dengan: Respiratory status : Ventilation
Pastikan kebutuhan oral / tracheal
Kehilangan fungsi silia jalan Respiratory status : Airway patency
suctioning.
nafas
Aspiration Control
Berikan O2 sesuai advis dokter
Peningkatan jumlah/
Setelah dilakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat
viskositas sekret paru.
keperawatan selama 1x24 jam pasien
dan napas dalam
Meningkatnya tahanan jalan
menunjukkan keefektifan jalan nafas Posisikan pasien untuk
nafas
dibuktikan dengan kriteria hasil :
memaksimalkan ventilasi
Menunjukkan jalan nafas yang paten Lakukan fisioterapi dada jika
(klien tidak merasa tercekik, irama
perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam Keluarkan sekret dengan batuk
rentang normal, tidak ada suara nafas
atau suction
abnormal).
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.
Nyeri
NOC:
NIC :
berhubungan dengan metastase Comfort level
Pain Manajemen
kanker, insisi bedah.
Pain control
Monitor kepuasan pasien terhadap
Pain level
manajemen nyeri
Setelah
dilakukan
tindakan

Tingkatkan istirahat dan tidur yang


DS:
keperawatan selama . nyeri kronis
adekuat
Kelelahan
pasien berkurang dengan kriteria hasil:
Jelaskan pada pasien penyebab
Takut untuk injuri ulang

Tidak
ada
gangguan
tidur
nyeri
DO:
Tidak ada gangguan konsentrasi
Lakukan tehnik nonfarmakologis
Gangguan aktifitas
Tidak ada gangguan hubungan
(relaksasi, masase punggung)
Anoreksia
interpersonal
Perubahan pola tidur
Tidak ada ekspresi menahan nyeri dan
- Respon simpatis (suhu
ungkapan secara verbal
dingin, perubahan posisi
tubuh , hipersensitif, perubahan Tidak ada tegangan otot
berat badan)

11

Kerusakan integritas
NOC :
NIC : Pressure Management
kulit berhubungan dengan :
Tissue Integrity : Skin and Mucous
Anjurkan pasien untuk
Eksternal Radiasi
Membranes
menggunakan pakaian yang longgar
Perubahan status cairan
Wound Healing : primer dan sekunder Hindari kerutan pada tempat tidur
(edema)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Jaga kebersihan kulit agar tetap
DO:
selama 1x24 jam kerusakan
bersih dan kering

Gangguan pada bagian


integritas kulit pasien teratasi
Mobilisasi pasien (ubah posisi
tubuh
dengan kriteria hasil:
pasien) setiap dua jam sekali

Kerusakan lapisa kulit


Integritas kulit yang baik bisa
Monitor kulit akan adanya
(dermis)
dipertahankan (sensasi, elastisitas, kemerahan

Gangguan permukaan kulit


temperatur, hidrasi, pigmentasi) Monitor aktivitas dan mobilisasi
(epidermis)
Perfusi jaringan baik
pasien
Mampu melindungi kulit dan
Memandikan pasien dengan sabun
mempertahankan kelembaban kulit dan air hangat
dan perawatan alami
Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk
menelan.

NOC:
NIC :
Nutritional status: Adequacy of nutrient Kaji adanya alergi makanan
Nutritional Status : food and Fluid
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Intake
menentukan jumlah kalori dan
Weight Control
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Yakinkan diet yang dimakan
selama.nutrisi kurang teratasi dengan mengandung tinggi serat untuk
indikator:
mencegah konstipasi
Albumin serum
Ajarkan pasien bagaimana membuat
Pre albumin serum
catatan makanan harian.
Hematokrit
Monitor adanya penurunan BB dan
Hemoglobin
gula darah
Total iron binding capacity
Monitor lingkungan selama makan
Jumlah limfosit
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

12

Defisit perawatan diri


Berhubungan dengan :
keterbatasan aktivitas

NOC :
NIC :
Self care : Activity of Daily Living
Self Care assistane : ADLs
(ADLs)
Monitor kemempuan klien untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan perawatan diri yang mandiri.
selama . Defisit perawatan diri teratas Monitor kebutuhan klien untuk
DO :
alat-alat bantu untuk kebersihan
ketidakmampuan untuk mandi, dengan kriteria hasil:

Klien
terbebas
dari
bau
badan
diri, berpakaian, berhias, toileting
ketidakmampuan untuk
Menyatakan kenyamanan terhadap
dan makan.
berpakaian, ketidakmampuan
kemampuan
untuk
melakukan
ADLs

Sediakan bantuan sampai klien


untuk makan, ketidakmampuan
Dapat melakukan ADLS dengan
mampu secara utuh untuk
untuk toileting
bantuan
melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu
melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin seharihari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

BAB III
PENUTUP
13

A. Kesimpulan
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang
berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di
nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak
dijumpai di antara tumor ganas telinga hidung tenggorok di Indonesia,
termasuk dalam

lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi,

sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama.


B. Saran
Bagi para medis khususnya para mahasiswa untuk lebih banyak
belajar, membaca buku dan mencari bahan dari sumber lain. Agar tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan maupun memberi pengetahuan
kepada pasien.

14

Вам также может понравиться