Вы находитесь на странице: 1из 18

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI ATRIAL FIBRILASI

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KONDUKSI


ATRIAL FIBRILASI

OLEH :

Vinsensius Bate
1303037
082226200330

PROGRAM STUDI STRATA 1 KEPERAWATAN PROGRAM B


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2014

FIBRILASI ATRIUM
I. KONSEP MEDIK

A.

Pengertian Fibrilasi Atrium

1.
Fibrilasi atrium adalah distritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel
menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula
tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium yang

terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar ventrikel biasanya
cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan misalnya, selama
berolahraga (Corwin, 2009)
2.
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekwensi
tinggi. Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Surya Dharma, 2012)
3.
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja terus
menerus menghantarkan implus ke nodus AV sehingga respon ventrikel menjadi
ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan umumnya terjadi
pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).

B.

Epidemiologi

Fibrilasi atrium (AF) merupakan gangguan irama jantung yang paling sering
dijumpai dan terjadi secara persisten, dengan prevalensi
1.
AF dapat terjadi pada jantung normal, namun umumnya lebih sering terjadi
pada penyakit jantung (Shay, 2010).
2.
Prevalensi AF pada populasi dewasa adalah 0,5% dengan kenaikan prevalensi
mencapai 10% pada individu berusia lebih dari 75 tahun;
3.
Pada pasien yang juga menderita stenosis mitral, reumatik, akan
meningkatkan risiko stroke yang dihadapinya 17 kali lebih tinggi. (Chang, 2009)
4.
Fibrilasi atrial terjadi pada 1-2% dari polpulasi, dan tampaknya akan terjadi
peningkatan dalam 50 tahun ke depan.
5.
Prevalensi AF meningkat berdasarkan usia, mulai dari 0,5% pada usia 40-50
tahun, dan mendekati 5-15% pada usia 80 tahun.
6.

Laki-laki >perempuan, (Setiati, 2014)

7.
Di AS, > 850,000 orang dirawat karena aritmia setiap tahunnya. AF mengenai
kurang lebih 2,3 juta orang di amerika utara dan 4,5 juta orang di eropa, terutama
yang berusia lanjut. Di AS, kira-kira 75 % orangberusia 65 tahun atau bahkan lebih
tua. AF merupakan aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada
golongan usia <65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75 tahun. Di
Amerika Utara, prevalensi AF diperkirakan meningkat 2-3x pada tahun
2050 (Department Health and Human Services USA, 2010).

C.
1.

Anatomi fisiologi
Elektrofisiologi jantung

Ada 3 jenis kumpulan sel-sel jantung yang dapat membangkitkan arus listrik, yakni;
a.

Sel-sel pacemaker (nodus SA, nodus AV),

b.

Jaringan konduksi khusus (serat-serat purkinje), dan

c.

Sel-sel otot ventrikel dan atrium.

Stimulasi listrik atau potensial aksi yang terjadi pada ketiga sel-sel khusus ini
dihasilkan oleh interaksi ionik transmembran, yaitu berupa transport berbagai ion
utama melalui kanal-kanal khusus yang melewati membran sarcolema (suatu
membran bilayer fosfolipid). Transportasi ionik ini mempertahankan gradien
konsentrasi dan tegangan antara intra dan ekstra sel. Dalam keadaan normal,
konsentrasi Na+ dan Ca++ lebih tinggi diluar sel, sedangkan konsentrasi K+ lebih
tinggi didalam sel.
Pembentukan Potensial aksi
Intrasel bermuatan negatif dibandingkan sisi ekstranya, sehingga menghasilkan
perbedaan tegangan dikedua sisi membran yang disebut sebagai potensial
transmembran.Potensial transmembran saat istirahat (80 s/d 90 mV pada otot
jantung dan 60 pada sel pacemaker) terjadi akibat adanya akumulasi molekulmolekul bermuatan negatif (ion-ion) didalam sel. Potensial aksi pada sel jantung
memberikan pola yang khas, dan mencerminkan aktifitas listrik dari satu sel
jantung.Secara klasik aksi potensial dibagi 5 fase, namun untuk memudahkan
pemahaman terhadap potensial aksi dapat disederhanakan menjadi 3 fase umum,
yaitu :

a.

Fase Depolarisasi

Fase depolarisasi (fase 0) adalah fase awal dari potensial aksi yang timbul pada saat
kanal Na+ membran sel terstimulasi untuk membuka. Bila hal ini terjadi, maka ion
Na+ yang bermuatan positif akan serentak masuk ke dalam sel, sehingga
menyebabkan potensial transmembran beranjak positif secara cepat. Perubahan
resultan tegangan ini disebut depolarisasi. Depolarisasi satu sel jantung akan
cenderung menyebabkan sel-sel yang berdekatan ikut berdepolarisasi dan
membuka kanal Na+ sel sebelahnya. Sekali sel berdepolarisasi, gelombang
depolarisasi akan di hantarkan dari sel ke sel ke seluruh sel jantung. Kecepatan
depolarisasi suatu sel menentukan cepatnya impuls listrik dihantarkan ke seluruh
sel miokard.
b.

Fase Repolarisasi

Sekali suatu sel berdepolarisasi maka tidak akan berdepolarisasi kembali hingga
aliran ionik kembali pulih selama depolarisasi. Proses mulai kembalinya ion- ion
ketempatnya semula seperti saat sebelum depolarisasi disebutrepolarisasi.Karena
depolarisasi berikutnya tidak dapat terjadi hingga repolarisasi, rentang waktu sejak
akhir fase 0 hingga akhir fase 3 disebut sebagai periode refrakter (refractory
periode).Fase 2 (fase plateau) dimediasi oleh terbukanya kanal lambat kalsium,
yang akan menyebabkan ion kalsium yang bermuatan positif masuk kedalam sel.
c.

Fase Istrahat

Pada hampir semua sel jantung, fase istirahat (rentang waktu antara 2 potensial
aksi sebagai fase 4) merupakan fase di mana tak ada perpindahan ion di membran
sel. Namun pada sel-sel pacemaker tetap terjadi perpindahan ion melewati
membran sel pada fase 4 ini dan secara bertahap mencapai ambang potensial,
kemudian kembali berdepolarisasi membangkitkan impuls listrik yang dihantarkan
ke seluruh jantung. Aktifitas fase 4 yang kemudian berdepolarisasi spontan
disebut automatisitas.
Perbedaan lokal pola potensial aksi
Pola potensial aksi tidaklah sama pada setiap sel-sel yang menyusun sistem listrik
jantung. Pola potensial aksi sel- sel Purkinje sangat berbeda dengan sel-sel nodus
SA dan nodus AV. Perbedaan ini terjadi pada fase 0 yaitu depolarisasi lambat sel
nodus SA dan AV, dikarenakan tidak adanya kanal cepat Na+ yang bertanggung
jawab pada fase depolarisasi cepat sel otot jantung yang lain (fase 0).

Perbedaan lokal persarafan otonom


Secara umum, peningkatan tonus simpatik akan meningkatkan automatisitas (selsel pacemaker akan terpacu lebih cepat), meningkatkan kecepatan konduksi
(impuls listrik akan dihantarkan lebih cepat), dan berkurangnya masa potensial
aksi / memendeknya masa refrakter (sel akan siap secara cepat untuk
berdepolarisasi kembali). Sebaliknya dengan bertambahnya tonus parasimpatik,
automatisitas ditekan, kecepatan konduksi berkurang, dan masa refrakter
meningkat. Serabut-serabut simpatik dan parasimpatik banyak mempersarafi nodus
SA maupun AV. Selain itu, sel-sel pacemaker persarafan simpatiknya lebih dominan
dibandingkan persarafan parasimpatik, itulah sebabnya mengapa perubahan pada
tonus parasimpatis relatif lebih besar pengaruhnya terhadap nodus SA dan AV
dibandingkan jaringan jantung lainnya.

2.

Eletrofisiologi gangguan takiaritmia

Abnormalitas sistem listrik jantung menghasilkan 2 jenis keadaan umum aritmia,


yaitu irama jantung yang terlalu lambat (bradiaritmia) dan irama jantung yang
terlalu cepat (takiaritmia). AF merupakan suatu bentuk takiaritmia, secara umum
ada 3 mekanisme yang mendasari gangguan irama ini, yaitu:
a.

Abnormal Automaticity

b.

Reentry

c.

Trigered activity

a.
AutomatisitasAutomatisitas merupakan kemampuan suatu sel untuk
berdepolarisasi spontan untuk mencapai tegangan ambang(treshold
potensial) secara ritmis (berirama). Sel-sel khusus sistem konduksi nodus SA (native
pacemaker) dan nodus AV (latent pacemaker) yang telah disebutkan diatas memiliki
kemampuan automatisitas secara alamiah. Meskipun sel-sel otot ventrikel dan
atrium tidak memiliki kemampuan automatisitas, tetapi mampu berdepolarisasi
secara spontan dalam keadaan patologis seperti iskemia. Sel- sel di nodus SA
secara normal mempunyai aktifitas fase 4 paling cepat dibanding bagian sel jantung
lainnya, sehingga potensial aksi spontannya dihantarkan lebih dulu, memberikan
gambaran irama sinus. Bila karena suatu sebab terjadi kegagalan automatisitas di
nodus SA, maka sel-sellatent pacemaker (nodus AV) akan mengambil alih fungsi
pacemaker jantung, akan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat. Gambaran
potensial aksi menentukan kecepatan konduksi, masa refrakter, dan automatisitas
sel-sel jantung ketiga komponen tersebut sangat berpengaruh terhadap
mekanisme terjadinya kelainan irama jantung.
b.
ReentryReentry merupakan mekanisme umum yang terjadi pada hampir
semua jenis takiaritmia. Untuk terjadinya Reentry harus terdapat beberapa
syarat: Terdapat dua jaras paralelyang saling berhubungan, pada bagian distal dan
proksimal, membentuk sirkuit potensial listrik; Salah satu jaras harus memiliki masa
refrakter yang berbeda dengan jaras yang lain. Bila suatu saat terjadi impuls
prematur, impuls ini harus melewati sirkuit B (masa refrakter panjang) dan sirkuit A
(masa refrakter pendek) (gambar 7). Impuls akan melewati sirkuit A karena lebih
cepat pulih dan siap kembali menerima impuls listrik, sedangkan sirkuit B tidak
dapat dilewati karena belum siap menerima impuls (masa refrakternya panjang).
Pada saat sirkuit A menjalarkan impuls secara lambat, sirkuit B sudah pulih dari
masa refrakter dan siap menerima impuls, yang ternyata dimulai dari arah
berlawanan, berasal dari impuls prematur sirkuit A (konduksi retrograde). Bila
impuls retrograd ini kembali melewati sirkuit A secara antegrade maka lingkaran
impuls yang kontinu akan terbentuk, dan terjadilah lingkar reentry (loop reentry).
c.
Trigered activityTrigered activity memiliki gambaran yang sama seperti
automatisitas dan reentry. Seperti pada automatisitas, trigered activity mencakup
kebocoran ion positif kedalam sel jantung yang menyebabkan cetusan potensial
aksi pada fase 3 atau awal fase 4. Cetusan ini disebutafter-depolarization. Bila

afterdepolarization ini cukup besar untuk membuka kanal natrium, potensial aksi
yang kedua akan dibangkitkan.
D.
1.
a.

Etiologi:
Penyebab penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung iskemik

b.

Hipertensi kronis

c.

Kelainan katup mitral (stenosis mitral)

d.

Perikarditis

e.
2.

Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH


Penyebab non kardiovaskuler

a.

Kelainan metabolik :

Tiroksikosis

Alkohol akut/kronis

b.

Penyakit pada paru

Emboli paru

Pneumonia

PPOM

Kor pulmonal

c.

Gangguan elektrolit : hipokalemia, magnesium, dan calsium

d.

Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

E.

Faktor Resiko

1.
Faktor risiko yang menyebabkan AF terutama faktor usia (National
Collaborating Center for Chronic Condition, 2006).
2.
Faktor risiko yang berasal dari non-cardiac adalah penyakit DM, kekurangan
elektrolit, hipertiroid, dan emboli pulmonal.
3.
Faktor risiko dari cardiac adalah ASD, post operasi jantung, kardiomiopati,
gagal jantung, hipertensi, iskemik, dll (Berry and Padgett, 2012).

F.

Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium di
antara vena pulmonalis atau vena caval junctions merupakan pencetus AF.Daerah
ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada
regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan
timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.Triggered yang
dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran
gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran
reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran
mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran
dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya
dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan
tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular
dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran
sirkuit reentryyang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi
akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada
awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan
struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adequat memompa darah selama AF berlangsung.walaupun demikian,
darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi
pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 30 %. Oleh karena itu,
dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup
selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun
timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung.Atrial fibrilasi (AF)
biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini
terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan
darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri
dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya
tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von
Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan
meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya
AF.

G.

Manifestasi Klinis

Pasien umumnya memiliki keluhan :


1.
Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau berdebar
dalam dada)
2.

Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada),

3.

Sesak napas/dispnea,

4.

Pusing, atau

5.
Sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju
ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
6.

Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating


Center for Chronic Condition, 2006).
Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak
adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan
ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya
serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H.

Klasifikasi :

1.
Klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan
intervensi dikelompokkan menjadi;
Klasifikasi AF

Keterangan

AF paroksimal

AF ini dapat hilang dan timbul secara spontan, tidak


lebih dari beberapa hari tanpa intervensi.

AF persisten

AF ini tak dapat terkonversi secara spontan menjadi


irama sinus, sehingga diperlukan kardioversi untuk
kembali ke irama sinus, baik konversi farmakologik
ataupun non farmakologik.

AF permanen

AF ini tak dapat dikonversi menjadi irama sinus.

2.
Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan
menjadi :
a.
AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik
lainnya,
b.
AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti
gangguan tiroid.
3.
a.
b.

Berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas :


AFCoarse(kasar) jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih bias dikenali.
AFFine(halus) jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis lurus

Sumber : (Levy, Camm, Saksena, 2003. Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono, Indriwanto,
Hananto et al, 2009).

I.

Pemeriksaan Diagnostik

1.

Pemeriksaan Fisik :

a.
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan
darah, dan pernapasan meningkat
b.

Tekanan vena jugularis

c.

Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

d.
Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat
gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya
penyakit katup jantung
e.

Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

f.

Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

2.

Laboratorium :

a.

Darah rutin : Hb, Hmt, Trombo.

b.

TSH ( penyakit gondok ),

c.

Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.

d.

Elektrolit : K, Na, Ca, Mg

e.
3.

PT/APTT
Pemeriksaan EKG :

Merupakan standar baku cara diagnostic AF


a.
Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow
ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial fibrilasi normo ventricular
respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular
respon (RVR).
b.
Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan
c.

Interval segmen PR tidak dapat diukur

d.

Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat

4.
Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
5.
Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan
6.

TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.

J.

Penatalaksanaan

AF paroksismal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada


kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang persisten,
terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama
sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate
control) saja.
Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :
1.

Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli,

2.

Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal, dan

3.

Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS


Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:
1.

Farmakologi

a.

Rhythm control,

Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama jantung yang


normal.

Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan propafenon).

Untuk gol.III dapat diberikanamiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan


kardioversi dengan DC shock
b.

Rate control

Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi denyut


jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti :
digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta ( bloker) seperti
propanolol.Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control
c.

Profilaksis tromboemboli

Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus
mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang
mempunyai kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2.
a.

Non-farmakologi
Kardioversi

Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap AF paroksismal


dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit yang mendasari
dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus
diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3 minggu
setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat
dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah dipastikan tidak
terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi.
b.

Pemasangan pacu jantung (pacemaker)

Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker)


membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat
mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal
(single chamber).
c.

Ablasi kateter

Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan
transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis sebagai

trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen,


sekaligus pemasangan pacu jantung permanen

K.

Komplikasi

1.

Cardiac arrest / gagal jantung

2.

Stroke

3.

Dimensia

L.

Pronosis

Penanganan AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada


kejadian tromboemboli terutama stroke dan komplikasi yang lain

II. ASUHAN KEPERAWATAN

1.

PENGKAJIAN

Riwayat Keperawatan
a.

Aktivitas / istirahat

Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan fisik


berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa aktivitas.
b.

Sirkulasi

Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner ( 90 -95 % mengalami


disritmia ), penyakit katub jantung , hipertensi , kardiomiopati, dan CHF. Riwayat
insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi
hipotensi atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut
berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara ekstrasisitole.
Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema dependen, distnsi vena
jugularis,penurunan urine output.
c.

Neurosensori

Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik : status mental
disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola bicara,stupor dan
koma.Letargi ( mengantuk ), gelisah, halusinasi; reaksi pupil berubah.Reflek tendon
dalam hilang menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa ( ventrikuler
tachicardi atau bradikardia berat ).
d.

Kenyamanan

Keluhan neri dada sedang dan berat ( infark miokard ) tidak hilang dengan
pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e.

Respirasi

Keluhan sesak nafas , batuk, ( dengan atau tanpa sputum ) , riwayat penyakit
paru, , riwayat merokok,.Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode disritmia.
Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau fenomena thromboemboli
paru.
f.

Cairan dan Nutrisi

Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, mumtah.Temuan fisik berupa


tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan kulit. Perubahan berat badan
akibat odema.
Apakah ada riwayat pengguna alkohol
g.

Keamanan

Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.


h.

Psikologis

Merasa cemas , takut, menarik diri, marah, menangis, dan mudah tersinggung.

2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko penurunan curah jantung b.d. perubahan konduksi elektrik miokard,


penurunan kontraktilitas miokard

Tujuan
Mempertahankan curah jantung tetap adekuat, tidak berlanjut kepada munculnya
tanda/ gejala dekompensasi.

Kriteria hasil
Frekuensi serangan disritmia berkurang
Klien mampu bertoleransi terhadap aktivitas
Klien tidak mengalami keluhan gagal jantung

Intervensi

Palpasi nadi, femoral, dorsum pedis ), catat frekuensi per menit, keteraturan,
dan ampnya litudo.Dokumentasi adanya pulsus alterans, denyut bigemini, atau
defisit nadi.

Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, permenit, irama.Catat adanya


ekstrasistole, hilangnya denyut.

Monitor tanda vital, dan observasi keadekuatan perfusi jaringan. Laporkan


jika terjadi perubhan tekanan darah, denyut nadi, respirasi yang bermakna, nilai
dan catat MAP, tekanan nadi, perubahan warna atau suhu kulit, tingkat kesadaran,
dan produksi rine selama periode disritmia.

Tentukan jenis disritmia dan dokumentasikan melalui rhytim strip: tachicardi,


bradikardia, atrial disritmia, ventrikuler disritmia, heart blok.
Rasional :
Disritmia menyebabkan penurunan tekanan darah, serta perubahan frekuensi dan
amplitudo nadi yang berakibat menurunnya curah jantung dan perfusi organ/
jaringan. Kondisi ini akan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.

Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.Jelaskan pembatasan aktifitas


selama faseakut


Ajarkan dan anjurkan melakukan teknik managemen stres ( relaksasi, napas
dalam, dan imaginasi secara terbimbing ).

Kaji lebih lanjut keluhan nyeri dada. Dokumentasikan nyerinya, lokasinya,


durasi, intensitas, serta faktor yang da[at mengurangi atau memperparah
keluhan.Catat respon nonverbal nyeri : grimace wajah, menangis, perubahan
tekanan darah, dan frekuensi denyut nadi.

Persiapkan peralatan dan obat-obatan resusitsi kardiopulmonal ( sesuai


indikasi ).

Rasional :
Mengrangi kecemmasan yang memicu peningkatan konsumsi oksigen miokard dan
disritmia. Nyeri dada mengindikasikan iskemia miokard.

Kolaborasi

Monitor hasil studi laboratorium ( elektrolit,level pemakaian obat/ kadar serum


digitalis )
Pemberian oksigen
Pemberian suplemen kaliun sesuai indikasi dan hasil elektrolit serum
Pemberian obat anti disritmia
Persiapan atau bantu cardioversion; digunakan untuk atrial vibrilasi,atau
disritmia tertentu yang tidak stabil
Bantu mempertahankan fungsi atau insersi pacemaker
Pasang dan pertahankan iv line
Persiapkan prosedur diagnostik atau pembedahan sesuai indikasi

Rasional:
Ketidakseimbangan elektrolit dan kadar digitalis darah memicu disritmia yang
membahayakan
Meningkatkan suplai oksigen jaringan
Hipokalemia menurunkan kontraktilitas miokard

Terapi disritmia sesuai jenis disritmia dan indikasi akan memperbaiki kontraktilitas
jantung, serta meningkatkan curah jantung danperfusi jaringan.
Disritmia membahayakan harus dihentikan segera dengan sinkronisasi impuls
listrik miokard.Kardioversi akanmengembalikan denyut jantung normal atau
mengurangi gejala gagal jantung
Pacemaker membantu mengembalikan denyut jantung dalam batas normal
Akses intravena untuk kondisi darurat
Prosedur diagnostik membantu menengakkan diagnostik

Diagnosa keperawatan 2
Resiko terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan aturan teraupetik b.d ketidak
cukupan pengetahuan tentang program terapi,program aktivitas, serta tanda dan
gejala komplikasi.
Tujuan
Klien memahami tentang penyakit dan penatalaksanaan
Kriteria hasil
1.
Klien dapat menjelaskan pengertian, penyebab, dan faktor pencetus
disritmia
2.
Klien dapat menjelaskan manfaat pengobatan, efek therapi yang
diharapkan,dan efek
samping
pengobatan
3.
Klien dapt menjelaskan kembali ujuan dan alasan dilakukanprosedur
pemasangan
pacemaker, dan mengkomunikasikan tanda kegagalan
pacemaker ( jika terpasang
pacemaker ).

Intervensi

Review fungsi normal jantung dan konduksi elejtrik jantung dengan


bahasa yang mudah
dipahami

Beri penjelasan tentang gangguanirama jantung tertentu, dan


penentuan therapi
kepada
klien dan keluarganya

Identifikasi efek lanjut atau komplikasi dari disritmia tertentu seperti


fatique, edema,
vertigo, dan perubahan status mental


Berikan dan dokumentasikan pembelajran pengobatan klien
mengenai mengapa bat
diberikan, bagaiman dan kapan obat diberikan, apa
yang harus dilakukan jika lupa
terhadap
dosis obat, efek samping atau
kemungkinan reaksi lanjut/ interaksi
dengan obat lain, alkohol
atau
tembakau, dan apabila harus melaporkannya ke
dokter

berlebihan

Anjurkan melakukan latihan secara teratur dan hindari aktifitas

Identifikasi gejala dan tand ayng timbul akibat aktivitas yang


berlebihan seperti
pening,palpitasi, dypsnea,berkunang-kunang dan nyeri dada

kafein

Tinjau kembali diet individual mengenai pembatasan kalium dan

Berikan informasi tertulis agar dibawa pulang dan digunakan bila


kondisi klien
berubah

Ajarkan dan demonstrasikan teknik mengukur nadi sendiri.Ajarkan


kepada klien / keluarga
untuk melakukan dan mencatat nadi sebelum minum
obat atau latihan
dan mengenali tanda dan gejala yang memerlukan tindkan
medis segera.

Review tindakan pencegahan yang aman, teknik untuk mengevaluasi


tau mempertahankan
fungsi pacemaker serta tanda dan gejala yang
membutuhkan
intervensi medis.

Rasional
Pengajaran tentang fungsi jantung, danprogram terapi dapat membantu klien
beradaptasi dengan pola aktivitas, diet, gaya hidup, dan meningkatkan kualitas
hidup klien.

KEPUSTAKAAN

1.

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

2.
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
3.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

4.
Dharma, Surya. 2012, Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG, Jakarta :
EGC

Вам также может понравиться