Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan di mana
terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi
yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia di atas 40 tahun
terutama pada wanita. Adapun faktor resiko pada kolelitiasis, yaitu obesitas, usia lanjut, diet
tinggi lemak dan genetik.1,2
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta
orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsi di Amerika Serikat, batu
kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1
Kolelitiasis dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan komposisi kimianya, yaitu: batu
kolesterol dan batu bilirubin. Di Amerika Serikat, batu kolesterol lebih sering ditemukan,
yaitu kira-kira 80 % dari semua kasus kolelitiasis.3
Insiden kolelitiasis di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada
penelitian. Angka kejadian kolelitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka
di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara
diagnosis dengan USG. Banyak penderita kolelitiasis tanpa gejala dan ditemukan secara
kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan
lain.1,4
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu, gambaran klinis penderita
kolelitiasis bervariasi dari berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali
tanpa gejala (silent stone).2
1.2 Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, anatomi dan fisiologi, etiologi dan
faktor
risiko,
klasifikasi,
patogenesis,
diagnosis,
penatalaksanaan, prognosis
diagnosis
banding,
komplikasi,
klasifikasi,
patogenesis,
diagnosis,
diagnosis
banding,
komplikasi,
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan di mana
terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yng memiliki ukuran, bentuk dan komposisi
yang bervariasi. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstone, biliary calculus.4
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Pada
sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu.1,6,7
3
Insiden kolelitiasis di Indonesia belum diketahui dengan pasti karena belum ada
penelitian. Angka kejadian kolelitiasis di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka
di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara
diagnosis dengan USG.1,4
2.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI
a. Anatomi3-8
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak
pada permukaan viseral hepar. Vesika fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri.
Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesika fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan viseral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. sistika, cabang a. hepatika dekstra. V.
sistika mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi limfatikus sistika yang terletak dekat collum
vesika fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi limfatikus hepatikum sepanjang
perjalanan a. hepatika menuju ke nodi limfatikus coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.
b. Fisiologi
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa doudenum, hormon kemudian
masuk ke dalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi.1,8
Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan
ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak
dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.1,8
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu:1,8
1. Hormonal: zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini yang
paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
2. Neurogen:
Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase sefalik dari sekresi cairan lambung
atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung
empedu.
Rangsangan langsung dari makan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai
sfingter odi.
Orang dengan BMI tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini
dikarenakan dengan tingginya BMI, maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi
dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung
empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan menurunnya kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabakan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis dalah penyakit krohn,
diabetes, anemia sel sabit, trauma dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tdak ada makanan yang melewati intestinal.
2.5. KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan
atas 2 golongan, yaitu:3,6,9
Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
Ini bisa berupa sebagai; batu kolesterol murni, kombinasi atau campuran
Batu pigmen
- Batu pigmen coklat
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium
bilirubinat sebagai komponen utama.
- Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan
sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.3
ii. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang
dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.3
Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubun <4,0 mg/dL). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu ekstrahepatik
c. Pemeriksaan Penunjang1,3,4,6,8
Pemeriksaan Laboratorium
Kolelitiasis yang asimptomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pemeriksaan
laboratorium, apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan ileus batu di
dalam duktus koledokus.
Foto polos abdomen
Sering dilakukan pada penderita yang mengeluhkan akut abdomen. Biasanya tidak
memberikan gambaran khas karena sekitar 10-15% batu kandung empedu bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos karena memberikan gambaran radioopak.
maka
pemeriksaan
MRCP diindikasikan
apabila
dicurigai
adanya
koledokolitiasis.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan endoskop ke dalam duodenum dan papil
Vateri. Kemudian larutan kontras radioopak di masukkan ke dalam duktus biliaris. Batu
terlihat sebagai filling defect. ERCP biasanya digunakan bersamaan dengan Endoscopic
Retrograde Sphincterotomy dan ekstraksi batu kandung empedu.
10
Asimptomatik
Kolesistitis kronis
Kolesistitis akut
Gangren
Empiema
Perforasi
Mukokel
Karsinoma
b. Di dalam duktus
Ikterus obstruksi
Kolangitis
Pankreatitis akut
11
c. Di intestinal
2.10. Penatalaksanaan
A. Tatalaksana Medis1,3,4,6,9,15,16
Disolusi Kolesterol
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang
mampu melarutkan batu kolesterol. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses
melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral
dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian
pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis yang tinggi (50%
dalam 5 tahun).
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi
batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi
meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung
empedu juga menjadi lebih mudah.
B. Tatalaksana Operatif1,3,4,8,15,16
Tatalaksana operatif yang sering digunakan adalah kolesistektomi. Indikasi
dilakukannyakolesistektomi adalah: (1)batu besar (diameter > 2 cm), karena dapat
menyebabkan kolesistitis akut dan (2) kalsifikasi dari kandung empedu, karena sering
berhubungan dengan karsinoma.
Kolesistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2 % pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini < 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut
Kolesistektomi Laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasisi simtomatik tanpa adanya
kolesistisis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai
12
melakukan operasi ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi masa perawatan di RS, pasien dapat cepat bekerja, rasa nyeri kurang dan
perbaikan kosmetik. Masalah adalah keamanan, yaitu insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang lebih sering.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan di mana
terdapat batu empedu di dalam kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi
yang bervariasi Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia 65 tahun menderita kolelitiasis
(batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa setiap tahunnya. Adapun faktor
resiko pada kolelitiasis, yaitu obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
13
Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Gambaran mikroskopik dan komposisi batu
terdidri atas batu kolesterol dan batu pigmen. Setengah sampai dua pertiga penderita batu
empedu adalah asimptomatik. Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah kolik bilier,
nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan, atau prekordium. Rasa nyeri kadang
menjalar ke daerah skapula disertai nausea, vomitus dan dispepsia, flatus dan lain-lain.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dalam beberapa kaus yang asimptomatik, hanya lewat pemeriksaan penunjang yang bisa
dipastikan adanya suatu kolelitiasis. Penatalaksanaan meliputi tindakan operatif maupun
menggunakan obat obatan. Tindakan ini bergantung pada diagnosa klinis dan komplikasi serta
kondisi pasien saat itu.
3.2 Saran
14
1. kolelitiasis merupakan suatu penyakit yang cukup sering menyerang dan seringkali
asimptomatis ketika muncul gejala sudah ditemukan komplikasi, perlu pemeriksaan yang
baik dan teliti untuk dapat menegakkan diagnosis ini
2. faktor risiko kolelitiasis meliputi banyak hal termasuk pola hidup seperti asupan makanan
dan aktivitas fisik, perlu informasi lebih lanjut bagi pasien untuk dapat menghindari hal
hal yang masih bisa menyebabkan kemungkinan dari batu kandung empedu ini.
3. Beberapa pilihan penatalaksanaan dapat dipilih sesuai dengan kondisi klinis pasien untuk
memaksimalkan hasil yang diperoleh bagi pasien
4. Perlu penulisan lebih lajut mengenai batu kandung empedu ini secara lebih mendalam
mengenai sub bahasan terutama mengenai penatalaksanaan yang dewasa ini semakin
berkembang
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku
Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.
2. Lesmana LA. Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I ed 4.
Balai Penerbit FKUI: Jakarta.2007. 380 83.
3. Heuman,
DM.
Cholelithiasis.
2010
[Diakses
tanggal
25
April
2012]
http://www.emedicine.com/
4. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2004.
570-76.
5. Cholelitiasis.2010 [Diakses tanggal 25 April 2012] http://www.aboutadam.com/
6. Way LW, Doherty GM. Biliary Tract In: Current Surgical Diagnosis and Treatment 11th
Ed. McGraw-Hill/Appleton & Lange,2003. 303-07
7.
8. Snell RS. Anatomi Klinik Edisi 3 Bagian 1 Jakarta: EGC, 2002. 265 266.
9. Bullard KM, Rothenberger DA. Gallbladder and Extrahepatic Biliary System In:
Schwartz's Principles Of Surgery 7th Ed. McGraw-Hill Companies,1998. 1036-43
10.Webmaster.2008.
Available
From:
http://www.unboundedmedicine.com/index.php?
16
Available
From:
http://www.med-
17