Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan kabupaten Kepulauan Riau.
Kabupaten Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad yang silam tidak hanya
di nusantara tetapi juga di mancanegara. Wilayahnya mempunyai ciri khas
terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan,
karena itulah julukan Kepulauan Segantang Lada sangat tepat untuk
menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada di daerah ini.
Sangat tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada
di daerah ini. Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang
berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat kerajaannya di
Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.
Kabupaten Bintan yang termasuk daerah kepulauan ini
mempunyai
potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan
budaya menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam.
[[[
Penanggulangan yang
[[[
1.3. Tujuan
Memberikan
pedoman
atau
panduan
dalam
menyusun
Rencana
Aksi
[[[
1.5
PENERIMA MANFAAT
Pada dasarnya yang menerima manfaat dengan disusunnya RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BINTAN ini adalah
Kabupaten Bintan
1.6
SASARAN KEGIATAN
Sasaran dari kegiatan ini agar adanya suatu tindakan yang terprogram
dalam menghadapi suatu bencana di daerah kabupaten bintan yang
terkoordinasi dalam suatu rancangan Aksi Penanggulangan Bencanan
Daerah dalam hal ini Kabupaten Bintan.
[[[
Gambar 1.1
[[[
Kegiatan
penyusunan
Penyusunan
Rencana
Aksi
D. Penyusunan Laporan
a. Laporan Pendahuluan
b. Laporan Akhir
[[[
PENDAHULUAN
Berisi latar belakang Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Binta, maksud dan tujuan penyusunan
Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Bintan, ruang lingkup wilayah dan lingkup substansi Penyusunan
Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bintan
sesuai dengan pedoman umum.
BAB II
[[[
Penyusunan
BAB V PENUTUP
Berisi harapan pihak penyusun untuk proses selanjutnya dalam
pekerjaan Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bintan.
[[[
BAB
Posisi Geografis
Sebelah Selatan
Kabupaten Lingga;
Sebelah Barat
Sebelah Timur
Wilayah Administrasi
Kabupaten Bintan memiliki luas wilayah 87.717,64 km2 yang terdiri dari wilayah
lautan seluas 86.398,33 km2 (98,50%) dan wilayah daratan seluas 1.319,51 km2
(1,50%). Kabupaten Bintan yang didominasi wilayah lautan setelah pemekaran
sejumlah kecamatan saat ini terdiri dari 10 Kecamatan Wilayah.Kecamatan
terluas adalah Kecamatan Teluk Sebong yaitu 287,88 ha (21,63%) sedangkan
terkecil adalah Kecamatan Mantang yaitu 76,04 ha (5,76%).
9
[[[
Wilayah
Kecamatan
%
(Km2)
Bintan Utara
81.45
6.17
Bintan Timur
89.99
6.82
Teluk Bintan
129.37
9.80
Teluk Sebong
287.99
21.83
Tambelan
91.67
6.95
Gunung Kijang
212.38
16.10
Bintan Pesisir
135.96
10.30
Mantang
76.04
5.76
Toapaya
118.85
9.01
10
95.81
7.26
1,319.51
1.50
86,398.33
98.50
87,717.84
100.00
10
[[[
Topografi
Kabupaten Bintan yang didominasi oleh wilayah lautan dengan sejumlah
pulau besar dan kecil, pada umumnya merupakan dataran landai di daerah
pesisir. Tofografinya bervariasi antara 0-3%, pada daerah pesisir hingga dan
> 40% di daerah pegunungan. Secara keseluruhan kemiringan lereng di
Kabupaten Bintan relatif datar dan umumnya didominasi oleh kemiringan
lereng yang berkisar antara 0%-15% dengan luas mecapai 55,98%, kemiringan
15-40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemiringan >40% hanya sebesar
7,92%.
11
[[[
I.
Kawasan Lindung
29,341.25
22.24
Hutan Lindung
3,659.00
2.77
Danau
269.19
0.20
Lamun
1,880.79
1.43
Mangrove
8,065.05
6.11
Sungai Besar
521.71
0.40
Terumbu Karang
14,945.51
11.33
II.
Kawasan Budidaya
102,609.75
77.76
Permukiman
3,276.70
2.48
Pertanian
56,756.11
43.01
Perkebunan
10,171.19
7.71
Tambak
131.52
0.10
Pertambangan
12
[[[
- Eks Tambang
4,333.28
3.28
- Tambang Aktif
1,814.15
1.37
Industri
3,362.63
2.55
Kolong
587.47
0.45
0.26
Pusat
Kabupaten
- Pengembangan CBD
9
3,886.10
2.95
- Hutan Wisata
15,546.14
11.78
- Hutan Terbuka
1,150.40
0.87
- Lahan Terbangun
803.17
0.61
450.69
0,34
Total
131,951.00
100.00
Kawasan Permukiman
Pada daerah pedesaan dan daerah pantai, pola permukiman pada umumnya
linier mengikuti jaringan jalan dengan kepadatan rendah. Di daerah
perkotaan kepadatannya lebih tinggi seperti yang terlihat di Kijang (Ibukota
Kecamatan Bintan Timur dan Tanjung Uban (Ibukota Kecamatan Bintan
Utara).
13
[[[
Kawasan Perkebunan
Pada kawasan perkebunan seluas 10,171.19 ha terdapat jenis tanaman
utama yaitu karet dan kelapa yang tersebar di tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Toapaya, Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Timur.
Kawasan Pertanian
Lahan pertanian yang meliputi pertanian lahan kering, perikanan darat,
perikanan air payau dan perikanan laut tersebar di seluruh kecamatan yang
ada di Kabupaten Bintan. Lahan pertanian tanaman kering meliputi;
palawija, holtikultura dan tanaman pangan.
Kawasan Hutan
Kawasan hutan yang terdiri dari hutan belukar/semak, hutan lindung hutan
mangrove (bakau). Hutan lindung di Kawasan Hutan Gunung Jago
(Kecamatan Bintan Utara), Kawasan Hutan Gunung Bintan Kecil (Kecamatan
Teluk Sebong). Kawasan Hutan Gunung Bintan (Kecamatan Teluk Bintan),
Kawasan Hutan Gunung Lengkuas dan Bukit Selong (Kecamatan Bintan
Timur) dan Kawasan Gunung Kijang (Kecamatan Gunung Kijang).
Kawasan Pariwisata
Kawasan pariwisata yang ada saat ini yaitu Kawasan Wisata Terpadu Segoi
(Kecamatan Teluk Sebong), KawasanWisata Pantai Trikora (Kecamatan
Gunung Kijang).
14
[[[
Kawasan Pertambangan
Penggunaan lahan untuk pertambangan meliputi tambang yang masih aktif
dan tambang yang tidak berproduksi lagi. Potensi tambang yang ada di
Kabupaten Bintan terdiri dari; bauksit, granit, pasir darat. Dominasi sebaran
jenis tambang pasir darat adalah di daerah Busung (Kecamatan Seri Kuala
Lobam) dan Kecamatan Tembiling. Untuk eks tambang bauksit terdapat di
Kijang (Kecamatan Bintan Timur).
Kawasan Industri
Saat ini, dominasi industri di Kabupaten Bintan adalah di Kawasan Industri
Lobam (Kecamatan Seri Kuala Lobam), Galang Batang (Kecamatan Gunung
Kijang) dan Kawasan Industri Maritim (Kecamatan Bintan Timur).
Kawasan Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kabupaten Bintan saat ini masih berada di Kijang yang
menempati lahan milik PT. Aneka Tambang. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2004, Ibukota Kabupaten Bintan dipindahkan ke
kawasan pengembangan baru di Bandar Sri Bentan (Kecamatan Bintan
Timur).
Pembangunan kantor-kantor pemerintahan sebagian telah dimulai, namun
masih ada permasalahan karena status lahan peruntukan Ibukota Kabupaten
Bintan saat ini masuk dalam kawasan lindung.
15
[[[
Jumlah Penduduk
Berdasarkan data statistik tahun 2009, jumlah penduduk Kabupaten Bintan
sebanyak 125.058 jiwa. Dominasi sebaran penduduk adalah di Kecamatan
Bintan Timur dan Bintan Utara masing-masing dengan jumlah 89.676 jiwa
(28,53%) dan 20.184 jiwa (16,14%). Penduduk di kecamatan lainnya berada
dibawah 15%. Selanjutnya, penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan
Mantang dengan jumlah 3.673 jiwa (2,94%). Untuk lebih jelasnya jumlah,
sebaran dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.3
Kecamatan
Bintan Utara
Bintan Timur
Teluk Bintan
Teluk Sebong
Tambelan
Gunung Kijang
Bintan Pesisir
Mantang
Toapaya
Seri Kuala Lobam
Jumlah
Luas
Wilayah
(Km2)
81.45
89.99
129.37
287.99
91.67
212.38
135.96
76.04
118.85
95.81
Jumlah
Penduduk
(Jiwa)
20,184
35,676
8,616
11,257
4,738
9,100
8,013
3,673
7,628
16,173
125,058
16
%
16.14
28.53
6.89
9.00
3.79
7.28
6.41
2.94
6.10
12.93
100.00
Kepadatan
(Jiwa/Ha)
248
396
67
39
52
43
59
48
64
169
[[[
Struktur Penduduk
Berdasarkan struktur penduduk menurut kelompok umur, yang paling
dominan adalah usia 15-64 tahun (66,65%). Kelompok umur lainnya yaitu; 014 tahun mencapai 31,15% dan kelompok umur > 65 tahun hanya sebesar
2,30%. Dengan demikian usia penduduk produktif yang ada di Kabupaten
Bintan berjumlah 83.223 jiwa dan non produktif berjumlah 41.835 jiwa.
Dengan struktur penduduk yang dimiliki, pembangunan di Kabupaten Bintan
dapat berjalan secara produktif dengan beban tanggungan penduduk (DR)
sebesar 44 yang berarti setiap 100 kelompok penduduk produktif harus
menanggung 44 kelompok penduduk non produktif. Berdasarkan tingkat
pendidikan yang ditamatkan pada kelompok usia >10 tahun, SD/MI sebesar
26,25%, tamatan Diploma I/II mencapai 1,47%, tamatan Diploma III sebesar
1,05%, sedangkan tamatan Diploma IV/S1/S2/S3 adalah sebesar 3,03%.
Berdasarkan agama, penduduk yang memeluk agama Islam merupakan yang
paling dominan yaitu 105.194 jiwa (84,97%). Penduduk beragama Kristen
Protestan berjumlah 6.498 jiwa (5,25%), Katholik sebesar 3.885 (3,14%),
Hindu 453 jiwa (0,37%), Budha 7.558 jiwa (6,10%) dan Kepercayaan Kepada
Tuhan Yang Maha Esa 213 jiwa (0,17%).
[[[
ke wilayah ini. Suku-suku lainnya adalah Jawa, Sunda, Cina, Batak, Bugis,
Minangkabau dan lainnya. Secara umum, pola kehidupan masyarakat yang
tinggal di daerah pesisir adalah memanfaatkan potensi kelautan. Mata
pencaharian pada umumnya adalah sebagai petani, berkebun, nelayan dan
pedagang. Dalam pemerintahan suku Melayu umumnya lebih cenderung
memilih sebagai guru dibanding dengan pekerjaan lain pemerintahan
lainnya. Masyarakat yang berdiam di daerah pesisir memiliki pola
permukiman yang linier mengikuti alur sungai, jalan dengan tipologi rumah
panggung. Rumah panggung di atas air sekaligus digunakan sebagai
tambatan perahu yang bagi masyarakat pesisir digunakan sebagai alat
transportasi dan alat penangkap ikan.
18
[[[
tahun 2009 yaitu sebesar 53,01%. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan
dan hotel. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel. 2.4.
Tabel 2.4. PDRB Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan (Tahun 2000)
Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2006-2009 (Dalam Milyar Rupiah)
19
[[[
20
[[[
[[[
22
[[[
23
[[[
BAB
PENDEKATAN METODELOGI
ancaman
bencana/bahaya
(hazard),
dan
kerentanan
[[[
B. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut.
namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya
tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi
(perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok
batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah
laut. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan
25
[[[
tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa
bumimemiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan
4). terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami
bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi
gelombang
dapat
mencapai
20
m.
Pada
sub
bab
ini
agar
26
[[[
D. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah
manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling
dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai
fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat
akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah
hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini
disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan
air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat
yang rendah. Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan
banjir di daerah yang bersangkutan.
E. Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi
serta kelerengan tebing.
27
[[[
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal
tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang berpindah
sampai
penggunaan
HPH
yang
kurang
bertanggungjawab,
yaitu
28
[[[
Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan kebakaran di
daerah yang bersangkutan.
G. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap
musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan
dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat
rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak
dari kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan
hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi
bahkan
kematian.
29
[[[
serius
berupa
kematian
serta
terganggunya
roda
merupakan
sebab
umum
kejadian
kebakaran
permukiman/gedung.
30
[[[
J. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang
ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan
radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang
menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
A. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan
rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya
tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai dan sebagainya.
31
[[[
B. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan
ekonomi
suatu
individu
atau
masyarakat
sangat
C. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap
ancaman
bahaya.
Dari
segi
pendidikan,
kekurangan
D. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.
3.2 PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA /
BAHAYA DAN KERENTANAN
32
[[[
33
diinventarisasi,
kemudian
di
perkirakan
kemungkinan
[[[
jumlah korban;
34
[[[
PROBABILITAS
DAMPAK
Tanah Longsor
Banjir
Kekeringan
35
[[[
Pilihan
tindakan
yang dimaksud di
sini
[[[
37
[[[
[[[
tidak menghadapi
ancaman
bencana
yang nyata.
b.
pencegahan;
Kesiapsiagaan
Peringatan Dini
Mitigasi Bencana
39
[[[
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
- rehabilitasi; dan
- rekonstruksi.
Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab Pilihan
Tindakan Penanggulangan Bencana).
40
[[[
Pemerintahan,
mengendalikan
kegiatan
pembinaan
pembangunan daerah
- Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
41
[[[
Keuangan,
penyiapan
anggaran
biaya
kegiatan
[[[
dan
penelitian
sebagai
bahan
untuk
merencanakan
Non
Pemerintah
pada
dasarnya
memiliki
[[[
44
[[[
3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan
bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja
nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai
dari
anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.
Pemerintah
dapat
menganggarkan
dana
kontinjensi
untuk
Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badanbadan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan
oleh unit-unit koordinasi.
45
[[[
BAB
PENUTUP
46