Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
MALFORMASI ANOREKTAL
Disusun oleh:
Filiani Natalia Salim 1015166
Raisha Theodora
1015131
Ardi Soeharta Chandra 1015023
Hanna Enita
1015146
Dixtrysan Partigor
0915057
Preceptor:
dr. Antonius Kurniawan, Sp.B., FINACS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya,
referat berjudul Malformasi Anorektal ini dapat diselesaikan dengan memuaskan dan dalam
waktu yang telah ditentukan. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
Clinical Science Study bagian bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan referat ini, terutama dr. Antonius
Kurniawan, Sp.B., FINACS sebagai preceptor bagian bedah di Rumah Sakit Sekar Kamulyan
Cigugur serta teman-teman kepaniteraan klinik yang selalu mendukung penulis. Akhir kata,
penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Maranatha, masyarakat luas, serta ilmu kedokteran.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1. Embriologi Thyroid.......................................................................................3
2.2. Anatomi Thyroid...........................................................................................3
2.3. Definisi..........................................................................................................5
2.4. Epidemiologi.................................................................................................5
2.5. Patogenesis dan Patofisiologi........................................................................7
2.6. Penatalaksanaan............................................................................................8
2.7. Prognosis.....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010). Malformasi anorektal adalah anomali kongenital
termasuk di dalamnya anus imperforata dan kloka persisten. Insidensi 1 dari 5000
kelahiran, terjadi dengan angka yang sama antara perempuan dan laki-laki. Anus
imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. (Brunicardi, et al.,
2012). Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga
sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran
urogenital juga dapat terlibat. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita
mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi
adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti
defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem kardiovaskular.
Penanganan atresia anus dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap
otot dasar panggul, Untuk itu, anomali dapat dibagi menjadi supralevator dan
translevator. Penanganan dan diagnosis dini diperlukan agar penanganan yang tepat
dapat dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010).
2.2.Embriologi
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini juga
membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. (T.W.Sadler, 2009).
Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang
dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah
pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka. (T.W.Sadler,
2009).
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah
kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis
primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7
minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah
korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di
belakang, dan membran urogenitalis di depan. (T.W.Sadler, 2009).
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang
dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis
koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis
berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri
mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari
ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah
kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng. (T.W.Sadler, 2009).
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,
lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana
kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm
atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter. (T.W.Sadler, 2009).
2.3.Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran (Brunicardi, et al., 2012).
2.4.Anomali yang berkaitan
Sekitar 60% dari pasien memiliki anomali yang berasosiasi. Yang paling
sering adalah defek pada saluran urin, yang terjadi sekitar 50% dari pasien. Defek
pada skeletal juga sering terjadi dimana sakrum merupakan yang sering terlibat.
Banyak dari anomali asosiasi merupakan hal yang serius dan prognosis jangka
panjang dari anak dengan malformasi anorektal lebih bergantung pada keadaan
anomali yang berasosiasi ini dibandingkan dengan malformasi anorektal itu sendiri.
Jadi deteksi dini dari anomali ini sangatlah penting. Periode embriologi pada saat
ujung kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana
sistem tubuh lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk
membayangkan jika terjadi defek embriologi pada waktu ini yang menyebabkan
malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali
lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah ditentukan untuk menunjukkan grup nonacak dari anomali yang berkaitan.
2.5.Klasifikasi
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii
kelainan disebut :
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum
Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)
Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I
Tindakan
1.
Fistel urine
Kolostomi neonatus
2.
Atresia rekti
Operasi definitif
3.
Perineum datar
4.
Golongan II
Tindakan
1.
Fistel perineum
2.
3.
Stenosis ani
Tanpa kolostomi
4.
Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram
Wanita:
Golongan I
Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina
Kolostomi neonatus
rekto, vestibules
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Golongan II
1.
Fistel perineum
2.
Stenosis
Tindakan
Operasi definitif pada neonatus
2.7.Diagnosis
1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50%
sampai 60% penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.
Yang sering ditemukan adalah:
a.
b.
kelainan jantung
c.
d.
Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
2.
Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya
cepat dilakukan kolostomi.
3.
Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva di abwah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal.
4.
Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
5.
Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
Golongan 2
1.
Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat
berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat
ada di posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
2.
Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar. Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif
3.
Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
b. laki-laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1.
2.
1.
Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat
terjadi bila terdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
untuk membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter
terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang kateter.
Bila dengan kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika urinaria.
Evakuasi feses tidak lancar, dan penderita mernedukan kolostomi segera.
2.
Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot
yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
3.
Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan 2
1. Fistel perineum. Sama dengan wanita.
2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan
mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin
sebaiknya dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani. Sama dengan wanita.
4. Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.
Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.
2.8.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada
malformasi anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada
beberapa waktu lalu penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur
abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses
dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasty,
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel .
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior
midline Karena otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada
anak-anak. Sehingga pendekatan dokter bedah untuk malformasi ini menggunakan
kombinasi melalui, abdomen, sacral, dan perineum dengan lapang pandang yang
terbatas
Abdominoperineal pullthrough dilakukan dengan membuka rongga abdomen
agar mendapat visualisasi yang jelas dan identifikasi yang tepat dari otot puborektalis.
Pada operasi pullthrough ini bagian usus yang terbawah dimobilisasi, dan saluran
baru dibuat melalui dinding pelvis dengan menggunakan satu pasang forsep kurva
melaluinya, dipertahankan agar tetap dekat dengan uretra, menuju letak dari anus
yang baru dimana rectum dijahit dengan kulit perineum, membentuk hubungan
mukokutaneus.
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah
operasi daerah perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan
kolostomi segera setelah lahir. Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu
dievaluasi lebih teliti pada saat membuat kolostomi untuk memastikan bahwa
pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan apakah buli-buli perlu
didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi, lebih aman
untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya
secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan
konsistensinya baik.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan
fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi dan
UKURAN
# 12
# 13
# 14
# 15
# 16
# 17
FREKUENSI
Tiap 1 hari
Tiap 3 hari
Tiap 1 minggu
Tiap 1 minggu
Tiap 1 bulan
DILATASI
1x dalam 1 bulan
1x dalam 1 bulan
2 x dal;am 1 bulan
1x dalam 1 bulan
1x dalam 3 bulan
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau
sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta
keadaan mental penderita.
Skoring Klotz
VARIABEL
KONDISI
SKO
R
Defekasi
Kembung
Konsistensi
2 hari sekali
3 5 kali sehari
3 hari sekali
3
1
Kadang-kadang
Terus menerus
Normal
3
1
Lembek
Encer
Terasa
3
1
Soiling
Tidak terasa
Tidak pernah
3
1
Terus menerus
> 1 menit
3
1
< 1 menit
Komplikasi
3
1
Komplikasi minor
Komplikasi mayor
= Sangat baik
8 10
= Baik
1113
= Cukup
> 14
= Kurang
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi, F., Andersen, D. K., Billiar, T. R., Dunn, D. L., Hunter, J. G.,
Matthews, J. B., et al. (2012). Schwartz's Principles of Surgery (9 ed.).
USA: Mc.Graw Hills.
Levitt, M. A., & Pea, A. (2007). Anorectal malformations. Orphanet
Journal of Rare Diseases , 2-5.
Michael R. Harrison, M., Hanmin Lee, M., Tippi MacKenzie, M., & Lan
Vu, M. (2015). Anorectal Malformation. The Univesity of California , 15.
R.Sjamsuhidajat, & de Jong, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.).
Indonesia: EGC.
T.W.Sadler. (2009). Lagman's Medical Embriology (10 ed.). USA: EGC.