Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGELOLAAN
ASET DESA
Sutaryono
Dyah Widuri
Akhmad Murtajib
Australian Community Development and Civil Society
Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
BUKU PINTAR
PENGELOLAAN
ASET DESA
Sutaryono
Dyah Widuri
Akhmad Murtajib
Australian Community Development and Civil Society
Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
Buku Pintar
PENGELOLAAN ASET DESA
Penulis
:
Kontributor :
Penyunting
:
Reviewer
:
Penata Letak :
Desain Cover :
llustrasi
:
Sutaryono
Dyah Widuri
Akhmad Murtajib
Marcelinus Supardi, ANIMASI, TTS
I Kadek Bawa, Sekdes Wa Ode Angkalo, Buton Utara.
Sutoro Eko Yunanto
R. Endi Jaweng
Budhi Hermanto
Candra Coret
Dedi, Candra & Erni
Bintang & Darban
iii
KATA PENGANTAR
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa
esa yang kuat adalah desa yang memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat.
Oleh karena itu desa memiliki makna penting yaitu,
pertama, sebagai institusi yang memiliki organisasi dan ta
ta pemerintahan yang mengelola kebijakan, perencanaan,
keuangan, dan melakukan pelayanan dasar bagi warga ma
syarakat; kedua, sebagai subyek yang mampu memandi
rikan diri dengan mengembangkan aset-aset lokal sebagai
sumber penghidupan bersama.
Banyak desa telah mampu mengelola aset lokal mereka secara mandiri untuk menggerakkan nadi kehidupan
ekonomi warganya seperti desa kerajinan, desa pertanian,
dan desa wisata; atau menyediakan pelayanan publik yang
sangat mendasar seperti desa mengelola air bersih. Ada
banyak cerita di nusantara tentang bagaimana warga desa
dan pemerintahan desa mampu mengelola aset desa de
vii
ix
DAFTAR ISI
xi
xii
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ADD
APB Desa
BMN
BPD
BUM Desa
CC
HKm
HTI
HTR
IUPHHK-HTR
KK
KPUK
LPM
LSM
NTB
PAB
PADes
PDAM
xv
Perbup
: Peraturan Bupati
Perdes
: Peraturan Desa
Pergub
: Peraturan Gubernur
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Permenhut
: Peraturan Menteri Kehutanan
PKK
: Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga
PLDT
: Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan
PNPM
: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PPK
: Program Pengembangan Kecamatan
RUU
: Rancangan Undang-Undang
SK Kades
: Surat Keputusan Kepala Desa
TTS
: Timor Tengah Selatan
TV
: Televisi
UU
: Undang-Undang
VCD : Video Compact Disc
xvi
DAFTAR ISTILAH
xvii
xviii
xix
pang kehidupan masyarakat sekitar hutan di mana terdapat aturan adat yang melarang warga mengambil
hasil hutan atau berburu binatang tanpa mengindahkan kelestarian alam.
Manik: butir kecil-kecil dari merjan, karang, monte, yang dilu
bangi di bagian tengah sebagai tempat tali atau kawat
dan dicocok sedemikian rupa sehingga membentuk
perhiasan seperti kalung, gelang, dan anting.
Musrenbang desa: adalah forum musyawarah tahunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD bekerja
sama dengan warga desa dari berbagai kalangan termasuk perempuan, kaum miskin, dan kaum marjinal
untuk membangun kese
pa
katan tentang program
yang memajukan desa dan mengentaskan kemiskinan,
kemudian membahasnya dalam rencana kerja tahunan
dengan mengacu pada RPJMDesa.
Nilam: nama ilmiahnya Pogostemon cablin Benth adalah suatu
semak tropis penghasil sejenis minyak atsiri yang dina
ma
kan minyak nilam. Aroma minyak nilam dikenal
berat dan kuat dan telah berabad-abad digunakan
sebagai wangi-wangian dan bahan dupa (setanggi).
Tanaman ini berasal dari Filipina, kemudian menyebar
dan berkembang ke Malaysia, Madagaskar, Paraguay,
Brasil, dan Indonesia.
Palawija: secara harfiah berarti tanaman kedua atau tanaman
hasil panen kedua setelah padi; kini palawija diartikan
sebagai tanaman pertanian semusim yang ditanam
pada lahan kering diantaranya jagung, kacang-kacang
xx
xxi
Repong: kebun damar yang dimiliki warga secara turun temurun, diolah dan diambil getahnya untuk menunjang
mata pencaharian masyarakat Krui di Lampung Barat.
Damar dijaga kelestariannya dan dihindari untuk ditebang demi keuntungan ekonomi. Untuk memperoleh
pendapatan, warga menanam tanaman buah-buahan
dengan cara tumpangsari di kebun damar.
Sumpit: di kalangan masyarakat Dayak dikenal dengan istilah
sumpitan yang digunakan dengan cara ditiup, merupakan senjata tradisional untuk berburu, bertempur secara
terbuka atau senjata rahasia untuk pembunuhan diamdiam. Sumpit dibuat dari tabung bambu berukuran 1-3
meter, dilengkapi anak sumpit (damek) yang kadangkadang dilumuri racun untuk mematikan musuh.
Tanah kas desa: tanah milik desa berupa bengkok/lungguh, pengarem-arem, titisara, kuburan, jalan desa, penggembalaan hewan, danau, tanah pasar desa, tanah keramat,
la
pang
an, dan tanah yang dikuasai oleh Pemerintah
Desa. Tanah kas desa dikelola oleh desa untuk mendanai kegiatan pembangunan desa, pemberdayaan, dan
pemerintahan.
Tembawang: sistem penggunaan lahan masyarakat Dayak di
Ka
li
mantan Barat yang mengandung nilai ke
ane
ka
ragaman hayati, ekonomi dan konservasi. Dalam pe
ngelolaannya, masyarakat adat membagi tembawang
menjadi empat jenis, salah satunya adalah tembawang
umum yang dimanfaatkan bersama bagi penduduk da
lam satu desa atau lebih. Lainnya adalah tembawang
xxii
xxiii
BAB I
PENGERTIAN ASET DESA
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Bangunan Desa;
Pelelangan ikan;
Pelelangan hasil pertanian;
Hutan milik Desa;
Mata air milik Desa;
Pemandian umum; dan
Aset lainnya milik Desa.
DESA=Demokratis Emansipasi Sejahtera Adil. Position Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta:
FPPD. 2013, hal. 77-78.
Agar lebih jelas tentang bentuk-bentuk aset desa, berikut ini kita coba pahami mengenai aset-aset desa tersebut.
a. Aset Sumber daya Manusia
Aset sumber daya manusia adalah keahlian yang dimi
liki oleh warga desa, misalnya, kemampuan warga desa
di bidang menjahit, membuat ukiran, membangun rumah, dan lain-lain. Keahlian lainnya berkaitan dengan
pemikiran, misalnya seorang guru yang bisa mengajarkan kepada warga desa tentang ilmu tertentu. Sumber daya manusia ini pada dasarnya adalah milik si
individu, tetapi pemerintah desa bisa memanfaatkan
keahlian tersebut. Misalnya pemerintah desa mendiri
kan sekolahan, dan para guru terlibat mengajar di se
kolah itu.
b. Sumber daya Alam
Sumber daya alam misalnya berbentuk lahan perkebun
an, ikan-ikan atau kerang yang ada di sungai desa,
sumber air, sinar matahari, dan pohon. Sumber daya
alam adalah sumber-sumber yang berkait dengan lingkungan alam baik udara, tanah maupun air yang memberikan penghidupan bagi masyarakat. Sumber daya
alam menjadi aset/kekayaan desa manakala desa me
nguasai atau memiliki aset tersebut dan pemerintahan
desa bersama-sama warga masyarakat terlibat dalam
pengelolaannya. Penguasaan dan keterlibatan pengelolaan itu dimaksudkan untuk kesejahteraan warga desa.
c. Aset Sosial
Aset sosial pada umumnya dikaitkan dengan kolektivisme dan kebersamaan yang memungkinkan berpe
ngaruh secara politik, sehingga sering disebut juga
sebagai aset sosial dan politik. Contoh aset sosial
adalah organisasi yang ada di desa seperti kelompok
keagamaan yaitu NU, Muhammadiyah, Pemuda Katolik, dan lain-lain. Selain itu kelompok-kelompok kultural seperti kelompok paduan suara dan kelompok
tari-tarian juga merupakan aset sosial.
Organisasi atau kelompok di luar desa, misalnya LSM,
bisa disebut aset sosial selagi berkait dengan komuni
tas. Misalnya, LSM Lembu Peteng bekerja dalam isu
penanganan kekerasan terhadap rumah tangga di de
sa Sumberadi kabupaten Sleman. LSM Lembu Peteng
itu adalah aset sosial.
Warga desa dan pemerintah desa bisa memanfaatkan aset sosial ini dengan cara misalnya membentuk
jejaring dengan mereka. Buah dari jejaring sosial itu
akan berdampak kepada, misalnya masyarakat desa
menjadi semakin tahu tentang cara mengelola hutan
rakyat yang ada di desa setelah mengikuti serangkaian
kegiatan LSM.
Kotak 1.
Masyarakat membentuk Asosiasi Mareje Bonga untuk
Mengelola Hutan Mareje Bonga di Lombok Tengah
Kemiskinan yang dialami warga desa di sekitar hutan Mareje
Bonga di Lombok Tengah mendorong mereka membentuk
sebuah organisasi untuk mengembangkan aset lokal seba
gai sumber penghidupan masyarakat yakni Asosiasi Mareje
Bonga. Kawasan hutan ini merupakan hutan produksi seluas
sekitar 3.300 Ha, kaya tanaman kayu dan buah-buahan seperti
mete, jati, mahoni, mangga, dan nangka, serta tanaman mu
siman seperti ubi, jagung, kedelai dan padi.
10
Asosiasi yang terdiri dari tiga kelompok tani hutan ini dibentuk
untuk mendorong pengelolaan hutan yang berpihak pada masyarakat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahte
raan. Kini mereka memperoleh akses terhadap sumber daya
hutan tanpa harus berhadapan dengan tindak kekerasan apa
rat pemerintah dan menjamin setiap usaha hutan mereka ditujukan pula untuk menjaga kelestarian hutan Mareje Bonga.
Masyarakat di desa Kabul dan tiga desa lainnya berhasil me
rintis perubahan dari pengelola pasif menjadi pengelola aktif
karena mereka memperoleh izin resmi pengelolaan Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) dari pemerintah pusat. Warga desa
dapat bekerja lebih giat memanfaatkan sumber daya hutan
dan mengembangkan usaha di bidang lain seperti peternakan
dan berjualan barang kebutuhan sehari-hari.4
4. Sumber: Eko, Sutoro, et.al., 2013, Mutiara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari
Indonesia Timur. Yogyakarta: IRE-ACCESS; Mariana, Dina dan Sutoro Eko, 2012, Meman
faatkan Modal Sosial menjadi Modal Ekonomi. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok
Tengah, NTB. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan
Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS. Hal. 187-189.
11
d. Aset Finansial
Aset finansial adalah segala sesuatu yang bisa kita jual,
atau bisa dimanfaatkan untuk menjalankan bisnis kecil-kecilan. Juga disebut aset finansial adalah kemampuan memperbaiki cara-cara menjual barang sehingga anda bisa mendapatkan uang dan menggunakan
apa yang ada secara lebih bijak.
Aset finansial juga bisa berupa sumber-sumber ke
uangan seperti tabungan, kredit, pengiriman uang
sebagai hasil kerja dari luar negeri (remitansi), dan
pensiun, yang memberi alternatif bagi sumber penghi
dupan secara berbeda.
Secara lebih khusus, aset finansial desa adalah segala
macam bentuk keuangan desa, baik yang bersumber
dari Alokasi APBN, swadaya masyarakat, Pendapatan
Asli Desa (PADes), Alokasi Dana Desa (ADD), bantuan
pemerintah maupun bantuan dari pihak ketiga.
Kotak 2 berikut ini menunjukkan contoh bagaimana
warga desa bisa mengambil manfaat dari aset finansial.
12
Kotak 2.
Lembaga Ekonomi Perempuan (LEP) Amanah Desa Wa Ode
Angkalo Kabupaten Buton Utara
13
14
Eko, Sutoro et.al., 2013, Mutiara Perubahan. Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia
Timur. Yogyakarta: IRE-ACCESS, Hal. 197-198.
Aset Kelembagaan
Aset kelembagaan berbentuk badan-badan pemerintah atau lembaga-lembaga lain yang memiliki hubung
an dengan masyarakat, misalnya Komite Sekolah, la
yanan kesehatan, lembaga penyedia air minum atau
listrik, Posyandu, layanan pertanian dan peternakan.
Contoh-contoh ini biasanya memang disebut aset so
sial karena berkait dengan komunitas dan bisa dise
but aset kelembagaan bila disponsori atau didanai
oleh pemerintah. BUM Desa yang siponsori oleh desa
merupakan contoh aset kelembagaan. Salah satu kisah sukses tentang BUM Desa adalah BUM Desa desa
Labbo di Kabupaten Bantaeng dapat dilihat pada kotak 3.
15
Kotak 3.
BUM Desa di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng
Bagaimana rasanya bila sebuah desa mengalami kelangkaan
air? Bagi masyarakat manapun, apalagi masyarakat desa, ke
langkaan air adalah sebuah petaka. Karena air adalah kebutuh
an dasar sekaligus sumber kehidupan. Masyarakat manapun
akan melakukan upaya untuk bisa mendapatkan air. Demikian
juga yang dialami oleh warga di desa Labbo, kabupaten Bantaeng. Warga desa ini mengalami kelangkaan air bertahuntahun sampai kemudian mendapat bantuan sarana prasarana
air bersih tahun 1980-an dari lembaga internasional dan tahun
2003 dari PPK.
Karena tidak ada penataan dan pengaturan yang baik, pihak
desa atas dukungan warga desa berinisiatif membuat BUM
Desa pada tahun 2010 yang bertujuan memaksimalkan tata
kelola air bersih. Pemerintah kabupaten Bantaeng mengalokasikan dana hibah untuk modal awal BUM Desa sebesar Rp.
100 juta dan untuk pembelian dan pemasangan pipa & meteran sebesar Rp. 50 juta. Saat ini UMDes Labbo memiliki 415
pelanggan. Penggunaan air dikenai tarif Rp. 250/kubik dan biaya beban Rp. 500/kubik.
16
g. Aset Spiritual/Budaya
Aset ini mengenai nilai-nilai yang penting dan menggairahkan hidup seperti nilai keimanan, kerelaan untuk
berbagi dan saling mendoakan. Nilai yang lain adalah
nilai budaya seperti menghormati orang tua dan menjalankan tradisi-tradisi lokal dalam menjalin kerukunan
dan kebersamaan.
Semua aset tersebut mempunyai peran yang sama
dalam mendorong pencapaian cita-cita menuju kehi
dupan dan kesejahteraan masyarakat dan desa yang
lebih baik. Aset desa dalam berbagai bentuknya tidak
6
Sumber: Roviana, Sri dan Borni Kurniawan, 2012, Pengelolaan Aset Desa untuk Kese
jahteraan dan Pendidikan Sosial menuju Desa Demokratis. Stocktake Pembelajaran
Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di In
donesia. IRE-ACCESS.
17
18
19
pengarem-arem, titisara, kuburan, jalan desa, penggembalaan hewan, danau, tanah pasar desa, tanah keramat,
lapangan, dan tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Desa.4
Peraturan Bupati Bekasi No. 12/2010 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Tanah Kas Desa di kabupaten Bekasi,
menyebutkan tanah kas desa adalah suatu tanah yang dimiliki pemerintah desa dan dikelola untuk kegiatan pembangunan sehingga menjadi salah satu sumber pendapat
an desa bersangkutan berupa tanah bengkok, titisara,
kuburan, jalan-jalan desa, danau-danau, tanah pasar desa,
makam keramat, lapangan-lapangan dan lain-lain.5
Selain tanah desa seperti dikemukakan di atas, desa
juga memiliki aset desa yang tidak memiliki bukti kepemilikan formal seperti hutan milik desa, tambatan perahu,
tempat pelelangan ikan, dan mata air milik desa, tetap di
sebut sebagai aset desa karena merupakan sumber daya
desa yang berasal dari hak asal-usul. Hak asal-usul harus
diakui, dihargai dan dihormati oleh negara. Desa dapat
memanfaatkan dan mengelola hutan desa untuk kesejah
teraan warga masyarakat yang tinggal di wilayah hutan dan
sekitarnya, akan tetapi kepemilikan formal tetap di tangan
negara sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalam
nya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
20
21
22
Sirait, Martua, et.al. Kajian Kebijakan Hak-Hak Masyarakat Adat di Indonesia; Suatu
Refleksi Pengaturan Kebijakan dalam era Otonomi Daerah. Seri Kebijakan I. ICRAF-LATINP3AE_UI, Maret 2001.
23
12 Sumber: Dyah Widuri dan Patje Saubaki, 2012, Partisipasi Warga dalam Pengentasan
Kemiskinan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran
Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia. IRE-ACCESS.
24
Kotak 4.
Community centre di Lombok Barat
Community centre merupakan gejala sosial yang menarik ka
rena diinisiasi dan digerakkan oleh masyarakat sipil, memfungsikan diri sebagai pusat layanan informasi, pengaduan
dan pembelajaran sederhana bagi warga, serta menjadi alat
kontrol yang efektif bagi unit-unit pelayanan publik. Di Lombok Barat, dijumpai 13 community centre yang menjalankan
fungsinya hingga menyentuh isu kekerasan dalam rumah tangga yang sangat sensitif bagi kaum perempuan dan warga ma
syarakat luas. Peran-peran yang dilakukan community centre
diantaranya adalah:
Pertama, CC menjadi sarana penyampaikan complain warga
terhadap pelayanan publik;
Kedua, CC menjadi wadah berbagi ilmu dan keterampilan bagi
para perempuan anggotanya, memahami pentingnya penguat
an perempuan di ruang domestik dan publik, serta pentingnya
partisipasi perempuan dalam perencanaan penganggaran desa.
Ketiga, CC melakukan kontrol terhadap kualitas pelayanan
publik terutama di bidang kesehatan dan pendidikan.
25
13 Sumber: Dina Mariana & Sutoro Eko, 2012, Emansipasi Lokal di Desa Transisional.
Pelajaran Berharga dari Kabupaten Lombok Barat, NTB. Stocktake Pembelajaran Program
ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia.
IRE-ACCESS.
26
Kotak 5.
Gerakan Ekonomi Kaum Perempuan
27
28
Aset masyarakat yang menghasilkan nilai ekonomi selain organisasi warga yang membentuk kelompok-kelompok ekonomi perempuan adalah hutan rakyat kemitraan.
Hutan Rakyat adalah salah satu skema perhutanan sosial
yang diinisiasi oleh Kementerian Kehutanan. Hutan rakyat
yang berdiri di atas hutan milik petani merupakan model
14 Sumber: Dyah Widuri dan Patje Saubaki, 2012, Partisipasi Warga dalam Pengentasan
Kemiskinan. Pelajaran Berharga dari Kabupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran
Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia. IRE-ACCESS.
29
kemitraan dengan pola bagi hasil antara petani pemilik lahan dengan pihak-pihak lain yang dikelola berdasar prinsip
saling menguntungkan. Petani menanam tanaman kayu
untuk memenuhi permintaan bahan baku kayu di pasar
dalam dan luar negeri.
Contohnya, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Unda Anyar pada tahun 2010 membangun mo
del hutan rakyat kemitraan seluas 175 hektar di kabupaten
Karangasem, Bangli, Buleleng, dan Jembrana. Di Jawa
Timur, perusahaan produksi plywood bekerja sama dengan
petani pemilik lahan hutan untuk menghasilkan tanaman
sengon melalui program kemitraan hutan rakyat. Sengon
sangat dibutuhkan oleh dunia industri merupakan bahan
pembuat petik, papan penyekat, pengecoran semen, industri korek api, pensil, papan partikel, dan bahan baku
industri pulp kertas. Dari sisi ekonomi warga masyarakat
memperoleh peningkatan pendapatan, dari sisi sosial skema ini merupakan bagian dari pemberdayaan masyarakat,
dari sisi lingkungan membantu rehabilitasi lahan dan menjaga kelestarian lingkungan.
31
jahteraan. Melalui pengelolaan aset desa, desa dapat bermanfaat dalam pemberian pelayanan publik dan mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama sebagai sumber
penghidupan ekonomi. 15
15 DESA=Demokratis Emansipasi Sejahtera Adil. Position Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta:
FPPD. 2013, hal. 24-25.
32
BAB II
BAGAIMANA DESA MENGATUR DAN
MENGELOLA ASET DESA ?
UU No. 6/2014 tentang Desa pasal 77 ayat (1) menyebutkan bahwa pengelolaan kekayaan milik Desa dilakukan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masya
rakat Desa serta meningkatkan pendapatan desa. Tujuan
pengelolaan kekayaan milik Desa ini sejalan dengan regulasi
sebelumnya yang tertuang dalam Permendagri No. 4/2007
di mana Pemerintah desa memperoleh mandat untuk me
ngelola kekayaan desa yang dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pemba
ngunan, dan pelayanan masyarakat desa.
Pengelolaan aset desa adalah segala kegiatan dan
tin
dak
an terhadap aset desa mulai dari perencanaan,
peng
adaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan,
pemeliharaan, penghapusan, pemindah-tanganan, penata
usahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengen
dalian. Sekalipun mendapat mandat pengelolaan, pemerin-
33
35
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
37
pengusaha besar. Aset desa yang seharusnya dapat melahirkan spirit pemberdayaan dan mengembangkan kewirausa
haan untuk meningkatkan kehidupan warga menjadi tidak
terwujud, akibatnya warga desa hanya mengenyam tetesantetesan ekonomi yang dinikmati segelintir warga saja.
Setiap daerah dan desa dapat menyusun regulasi da
lam melakukan pengelolaan aset desa dengan memper
timbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya ma
sing-masing daerah. Contohnya pengelolaan wisata yang
berkaitan dengan keberadaan pura Tanah Lot di Bali ber
ada di tangan Desa Adat, bukan di tangan Desa Dinas,
diperkuat dengan Peraturan Daerah. Berbeda dengan pe
ngelolaan desa wisata di kabupaten Gunung Kidul dilakukan oleh BUM Desa yang dikelola oleh pemerintah desa
dan masyarakat Bleberan.
Pada bab ini, buku ini membahas cara mengatur dan
mengelola aset desa, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar pengelolaan aset desa teradministrasi dengan
baik sehingga optimalisasi aset dapat dicapai.
39
40
41
42
43
Di Kabupaten Bima, pengelolaan pasar desa sebagai aset desa diserahkan pada Pemerintah Desa. Bagi desa
yang membentuk BUM Desa, pasar desa menjadi salah
satu unit usaha BUM Desa. Bagi desa yang belum memiliki BUM Desa, Pemerintah desa dapat membentuk kepe
ngurusan pasar desa yang terdiri dari Camat, Kepala Desa,
Ketua BPD, kepala unit usaha, dan staf unit usaha pasar
desa. Pengelolaan pasar desa diperkuat dengan regulasi
44
45
46
Pemerintah Daerah di mana pun perlu membuat kebijakan-kebijakan khusus seperti regulasi yang dibuat kabupaten Rokan Huku tersebut terutama untuk melindungi
aset desa dari pengusaha luar desa, menjelaskan keduduk
an aset desa yang bertempat di desa, dan pada gilirannya
menghindari konflik pengelolaan aset desa di kemudian
hari.
Pengelolaan aset desa oleh swasta perlu dibuat aturan
yang jelas agar tidak menjadi masalah di kemudian hari.
Aturan ini mencakup misalnya, bagaimana kewenangan
swasta dalam mengelola aset desa, seberapa besar pemba
gian hasilnya, sampai kapan pengelolaannya, serta tanggungjawab akhir dari swasta. Aturan tersebut seyogyanya
dibuat dalam bentuk misalnya peraturan desa dan daerah.
47
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
1. menguntungkan Desa
2. jangka waktu paling lama
3 (tiga) tahun sesuai de
ngan bentuk aset desa
dan dapat diperpanjang
3. penetapan tarif sewa
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah
mendapat persetujuan
BPD
Penyewaan
Pinjam pakai
48
NO
3
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
Kerjasama
Kerjasama pemanfaatan
pemanfaatan dilakukan atas dasar
mengoptimalkan daya
guna dan hasil guna aset
desa serta meningkatkan
pendapatan desa.
KETENTUAN
1. tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia dana
dalam APBDes untuk
memenuhi biaya operasional/pemeliharaan/
perbaikan aset Desa;
2. penetapan mitra kerja
sama pemanfaatan
berdasarkan musyawarah
mufakat antara Kepala
Desa dan BPD;
3. ditetapkan oleh Kepala
Desa setelah mendapat
persetujuan BPD;
4. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain;
dan
5. jangka waktu paling lama
3 (tiga) tahun sesuai
dengan jenis aset desa
dan dapat diperpanjang.
49
NO
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
Bangun
Serah Guna
50
KETENTUAN
a. Pemanfaatan aset desa
berupa Bangun Guna
Serah dan Bangun Serah
Guna dilakukan atas
dasar:
pemerintah desa memerlukan bangunan dan
fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan
desa untuk kepentingan
pelayanan umum; dan
tidak tersedia dana
dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa
untuk penyediaan ba
ngunan dan fasilitas.
b. Jangka waktu pemanfaatan aset desa berupa
Bangun Guna Serah dan
Bangun Serah Guna
paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat
diperpanjang setelah
terlebih dahulu dilakukan
evaluasi oleh Kepala Desa
dan BPD.
NO
PEMANFAATAN
PENGERTIAN
KETENTUAN
Bagi Hasil
Pemanfaatan
bersama
yang tidak
mengikat
51
Selain ketentuan seperti tertuang dalam tabel pemanfaatan aset desa, semua bentuk pemanfaatan--kecuali pemanfaatan bersama yang tidak mengikat--harus membuat
Surat Perjanjian. Mengacu pada jenis pemanfaatannya (penyewaan, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun
guna serah, bangun serah guna, bagi hasil), sekurang-ku
rangnya memuat hal-hal berikut ini:
pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian
obyek perjanijian;
nilai/proporsi;
jangka waktu;
hak dan kewajiban para pihak;
penyelesaian perselisihan;
keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan
peninjauan pelaksanaan perjanjian.
Desa Sumbermulyo tidak secara khusus mengelola
aset desa yang pada umumnya berupa tanah kas desa.
Desa ini tidak memiliki wilayah hutan atau pantai atau aset
sumber daya alam lainnya. Pasar Desa yang terletak di
desa Sumbermulyo tidak dikelola oleh desa, tetapi dikelola
oleh pemerintah kabupaten.
Pemanfaatan tanah kas desa sebagian besar untuk di
sewakan pada warga masyarakat dan perusahaan, hasilnya
52
53
Kotak 6.
Pemanfaatan Tanah Kas Desa Sebagai Aset Desa
Pada umumnya desa-desa di propinsi Yogyakarta mengatur
dan mengelola tanah kas desa untuk kepentingan masyarakat
banyak dan sebagai pemasukan bagi pendapatan asli desa.
Tanah kas desa dapat dimanfaatkan sebagai tanah pemakam
an umum untuk mengakomodasi kebutuhan kuburan bagi
warga desa seperti yang dilakukan desa Umbulmartani di kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Pada sekitar tahun 1996, penghuni sebuah kompleks perumah
an di wilayah desa Umbulmartani kesulitan memakamkan
anggota keluarga karena di areal perumahan tidak disediakan
tanah makam dan warga dusun di sekitar perumahan keberat
an jika anggota keluarga perumahan dimakamkan di makam
dusun mereka. Makam-makam dusun hanya diperuntukkan
warga asli dusun tersebut, bukan untuk pendatang, lagipula
seiring berjalannya waktu makam dusun makin hari makin
terbatas lahannya. Warga perumahan yang dihuni lebih dari
300 KK dan tergabung dalam satu RW ini tidak menemukan
kesepakatan dalam hal pembelian tanah makam karena terhitung cukup mahal. Persoalan yang berlarut-larut ini direspons
oleh desa yang kemudian menyediakan tanah kas desa sebagai
tanah makam desa untuk seluruh warga desa Umbulmartani
54
termasuk warga perumahan. Tanah kas desa juga dimanfaatkan untuk sarana publik lain, seperti tempat olah raga. Pada
waktu itu desa membangun gedung di atas tanah kas desa sebagai tempat bermain bulu tangkis warganya.
Desa Umbulmartani menyewakan tanah kas desa untuk tempat usaha salah seorang warganya. Penyewa membangun ruang usaha sendiri dan membayar sewa tanah ke desa sebesar
yang sudah disepakati bersama. Desa juga membangun ruko
di atas tanah kas desa kemudian ruko tersebut disewakan
pada warga desa setempat maupun desa lainnya. Penggunaan
tanah kas desa semacam itu perlu adanya kepastian hukum
yaitu perjanjian sewa menyewa.
Pada tahun 1990-an desa ini membangun Pasar Desa sebagai
ruang berjualan para pedagang yang berasal dari dalam dan
luar desa. Desa memiliki kebijakan tersendiri berkenaan de
ngan warga desa setempat yang bekerja sebagai pedagang
kecil dan mikro. Pada umumnya mereka tidak memiliki cukup
modal untuk membuka usaha, kemudian desa menyediakan
ruang terbuka atau petak-petak berjualan bebas sewa dan
hanya dikenai biaya kebersihan per petak. Bagi warga yang
berasal dari dalam dan luar desa yang menempati kios-kios
di dalam pasarpada umumnya pedagang skala menengah-dikenakan biaya sewa sesuai peraturan yang ditetapkan pe
merintah desa.
55
D. Berapa lama Aset Desa Dikelola dan Dimanfaatkan Pemerintah Desa dan Pihak
Lain?
Pengelolaan dan pemanfaatan aset desa perlu dibatasi
dengan jangka waktu tertentu, tergantung pada bentuk,
cara pengelolaan dan subjek/pihak yang mengelola dan
memanfaatkan.
1. Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh ma
sya
rakat umum untuk kepentingan sosial dan/atau
kepentingan umum (seperti tempat ibadah, ladang
penggembalaan-open space, pendidikan, kesehatan,
makam, lumbung pangan, danau, dsb), jangka waktu
pengelolaan dan pemanfaatannya adalah sepanjang
masih dipergunakan dan bernilai produktif bagi desa
dan masyarakat;
2. Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh perorangan, baik untuk tujuan komersial maupun non
komersial, jangka waktunya diatur dalam perjanjian
kerjasama (MoU) antara pihak yang memanfaatkan
dan mengelola aset desa dengan pihak pemerintah
desa. Jangka waktu kerjasama maksimal 3 tahun dan
dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan bersama;
3. Aset desa yang dikelola dan dimanfaatkan oleh BUM
Desa, jangka waktunya adalah sepanjang masih digu-
56
57
Pengusulan Permohonan
58
59
Bagan 3. Tahapan Permohonan Pengelolaan dan Pemanfaatan Aset Desa oleh Pihak Lain
60
61
62
penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah
Daerah;
prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
pasar umum dan lapangan parkir umum.
63
64
65
Bagan 4.
Ketentuan Pelepasan Aset Desa Berupa Tanah untuk Kepentingan Umum
66
67
Sebagai contoh di Desa Karangrejek Kabupaten Gunung Kidul, pada Pasal 41 Perdes No. 1/2011 tentang
Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, menyebutkan halhal sebagai berikut:
a. BPD melakukan pembinaan dan pengawasan penge
lolaan kekayaan desa
b. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) be
rupa pemberian bimbingan, koordinasi dan supervisi
untuk melindungi kekaysaan desa
c. Pengendalian pengelolaan kekayaan desa dilakukan
oleh Kepala Desa beserta BPD
Bentuk pembinaan dan pengawasan adalah sebagai
berikut:
a. Internal
Pembinaan dan pengawasan internal ini dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan dan urgensitas aset desa
yang dikelola dan dimanfaatkan, bisa mingguan, bulanan,
tiga bulanan, enam bulanan, tahunan atau pada saat ber
akhirnya jangka waktu pengelolaan dan pemanfaatan aset
desa. Desa dapat menyelenggarakan musyawarah desa
untuk mengatur siapa yang seharusnya duduk sebagai
pengurus dan badan pengawas termasuk pembagian tugas pengurus dan tugas badan pengawas. Badan penga-
68
69
70
Kotak 7.
Merawat Keberlangsungan Aset Desa
Melalui skema pemberdayaan masyarakat, desa Sumbermulyo
didukung PNPM membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) untuk 100 sambungan MCK rumah tangga di atas tanah
kas desa. Sekitar 500 jiwa warga merasakan manfaat pemba
ngunan instalasi tersebut karena air limbah tidak mencemari
sumber air bersih warga dan lingkungan sekitarnya.
Secara umum semua warga desa dan pemerintah desa bertanggung-jawab untuk memelihara keberlangsungan aset ter
sebut, secara khusus para pemanfaat didukung pemerintah
desa membentuk tim pemelihara yang disebut KPP (Kelompok
Pemanfaat dan Pemelihara). Tim tersebut dibentuk melalui
rembug warga, hasil dan tugas-tugas anggota tim pemelihara
dituangkan dalam SK Kepala Desa/Lurah. Tim pemelihara me
lakukan koordinasi dan menetapkan iuran pemeliharaan yang
besar iurannya disepakati secara bersama-sama.
Sumber: Wawancara dengan Kepala Desa dan BKM Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul 26 September 2013.
71
BAB III
APA TANTANGAN DAN ALTERNATIF
PENGELOLAAN ASET DESA?
73
74
pemerintah kabupaten/provinsi, di sisi lain pemerintah kabupaten/provinsi melegalkan tanah yang sudah
dikelolanya bertahun-tahun. Contoh yang lain, di masa
lalu tanah desa dijadikan permukiman oleh beberapa
warga masyarakat. Ketika desa meminta kembali ta
nah desa untuk kebutuhan lain, warga yang tinggal di
lahan itu menolak dan timbul perselisihan di antara
dua pihak tersebut.
3. Tantangan terletak pada pengelolaan aset desa itu
sendiri, misalnya tambatan perahu milik desa dikelola
war
ga secara swadaya selama bertahun-tahun. Pe
merintah kabupaten/propinsi kemudian membangun,
menyempurnakan lokasi tambatan perahu tersebut,
hingga memanfaatkannya sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah. Pemerintah desa tidak lagi memiliki hak untuk mengelola tambatan perahu dan meng
anggap bahwa telah terjadi pengambilalihan pengelolaan oleh pemerintah kabupaten/propinsi.
4. Keempat, desa tidak dapat secara langsung menge
lola sumber daya alam di lingkungan tempat tinggal
mereka terutama hutan desa yang secara formal dimiliki oleh negara dan pengelolaan ada di bawah Kementerian Kehutanan. Jika secara langsung warga
masyarakat memanfaatkan hutan, di mata negara,
warga dinilai melanggar hukum.
75
5. Pembinaan dan pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Bupati melalui Camat dan lembaga pengawas kurang berjalan efektif.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana desa mampu
menggali aset yang dimiliki untuk menjawab kebutuhan
warga baik di bidang sosial maupun ekonomi. Contoh
nya, desa menjawab kebutuhan warganya yang sangat
sulit mendapatkan air bersih. Para perempuan dan anakanak menghabiskan kesehariannya dengan mengambil
air ke sumber air yang cukup jauh dari pemukiman. Desa
kemudian memfasilitasi pembangunan air bersih dengan
bekerja sama dengan pihak lain baik pemerintah maupun
swasta, mengelola dan memelihara sumber air sehingga
air dapat mengalir ke rumah-rumah warga dan warga
memberi imbalan atas pelayanan yang didapatnya. Contoh
yang lain misalnya desa mengembangkan wisata desa untuk meningkatkan ekonomi warga atau memfasilitasi pemasaran hasil produksi pertanian untuk kestabilan harga
jual. Desa di sini menjadi subyek pemberi manfaat yang
dapat mengembangkan aset bersama dan aset lokal sebagai sumber penghidupan dan kesejahteraan masyarakat.
76
77
78
tan desa dengan meyakinkan negara bahwa mereka dapat mengambil peran dalam mengelola sekaligus menjaga
hutan desa. Kementerian Kehutanan telah mencanangkan
Perhutanan Sosial sebagai sebuah sistem pengelola
an
hutan, baik hutan negara maupun hutan hak, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
berada di dalam dan di sekitar hutan melalui pemberda
yaaan masyarakat dengan memperhatikan aspek keles
tariannya (Lihat Bagan 5).
Bagan 5. Skema Perhutanan Sosial
79
81
82
19 Akiefnawati, Ratna, et.al., Bersama Menjaga Hutan. Upaya mengurangi emisi dari
deforestasi dan degradasi di desa Lubuk Beringin.Bogor: CIFOR. 2010.
83
84
85
86
87
Kotak 8.
Air Bersih untuk Warga Dusun Krandangan
Warga dusun Krandangan kabupaten Lombok Barat berpuluh
tahun hidup dengan keterbatasan ketersediaan air. Sebagian
besar warga harus mengambil air langsung ke sumber mata air
yang jauh dari pemukiman dan memasuki wilayah hutan. Bertahun-tahun sudah mereka meminta bantuan pembangunan
saluran air melalui proses musrenbang, namun belum berhasil
juga. Melalui berbagai proses, pemerintah daerah memberi
bantuan pipa air untuk dusun Krandangan. Masyarakat kemudian mulai bergotong royong untuk membuat bak penampung
an kecil dan saluran air ke rumah-rumah warga. Setiap rumah
menyediakan meteran untuk mengukur penggunaan air.
Pengelolaan air bersih dikoordinir oleh ketua dusun dibantu
pencatat meteran dan pengontrol debit air untuk memastikan seluruh warga dusun bisa menikmati air bersih. Tarifnya
lebih murah dari tarif air PDAM, bahkan untuk keluarga miskin bebas biaya pemakaian air. Rata-rata setiap rumah tangga
mengeluarkan uang kurang dari Rp. 10.000 rupiah per bulan.
Uang yang terkumpul digunakan untuk membayar petugas pe
rawatan, pengelola administrasi, dan perawatan.
89
90
91
92
93
94
95
tidu menunjukkan bagaimana desa menjadi subyek pemberi manfaat yang dapat mengembangkan aset bersama
dan aset lokal sebagai sumber penghidupan dan kesejah
teraan masyarakat.
IRE-ACCESS.
96
97
99
tanpa mengganggu tanaman hutan sebagai tanaman utama.25 Izin menggarap lahan hutan membantu masyarakat
memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendorong mereka
turut memelihara dan menjaga kelestarian hutan.
25 Handayani, Titin & Titiresmi, Pemanfaatan Lahan Tidur Di Bawah Tegakan Hutan Rakyat
Dengan Tanaman Nilam, Jurnal Teknologi Lingkungan 8 (2): 113-118. Jakarta. 2007.
100
BAB IV
PENUTUP
engelolaan semua aset desa perlu secara terus menerus diupayakan perbaikan dan peningkatan melalui
penataan kelembagaan, penertiban administrasi dan
penyusunan pedoman pengelolaan aset-aset desa, yang
dilakukan secara simultan. Hal ini penting dilakukan agar
pengelolaan aset-aset desa sebagai bagian dari penguatan
kapasitas desa dan pemberdayaan masyarakat dapat dilaku
kan secara prosedural, sistemik dan terintegrasi dengan tetap terjaminnya keamanan dan keberlanjutan aset-aset desa
sebagai sumber utama pendapatan desa, kesejahteraan
masyarakat dan nilai-nilai kearifan desa.
Buku Praktis Pengelolaan Aset Desa ini, merupakan
salah satu upaya mengedepankan betapa pentingnya pe
ngelolaan aset-aset desa dilakukan dengan prinsip-prinsip: fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas, kepastian nilai. Prinsip-prinsip dasar ini perlu
dikembangkan dengan mendasarkan pada kondisi, poPengelolaan Aset Desa
101
102
103
BAHAN BACAAN
ACCESS, 2012, Desa Eela Haji Mengembangkan Wisata Pantai Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, dalam
buku Mendorong Undang-Undang Desa yang Meng
apresiasi Desa. Bunga Rampai Inovasi Kemandirian
Desa dari Indonesia Timur dan Indonesia Tengah untuk Input RUU Desa. ACCESS-TIFA-FPPD-IRE.
Akiefnawati, Ratna, et.al., Bersama Menjaga Hutan. Upaya
mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi di
desa Lubuk Beringin. Bogor: CIFOR. 2010.
Dureau, Christopher, tt. Asset Based & Actor Led Development
Aus Gov/ AusAID; Aurecon, ACCESS
Dureau, Christopher, Pendekatan Berbasis Aset (Strength Based
Approach). Manual bagi Staf dan Mitra ACCESS. Denpasar: ACCESS Phase II.
Eko, Sutoro, et.al., 2013, Mutiara Perubahan. Inovasi dan
Emansipasi Desa dari Indonesia Timur. Yogyakarta:
IRE-ACCESS;
FPPD, 2013, DESA=Demokratis Emansipasi Sejahtera Adil.
Position Paper untuk RUU Desa. Yogyakarta: Forum
Pengembangan dan Pembaharuan Desa.
105
106
107
bupaten Kupang, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Pe
nanggulangan Kemiskinan di Indonesia. IRE-ACCESS.
Widuri, Dyah, Agustinus Banu, dan Bambang Hudayana, 2012,
Membangun Lumbung menuju Ketahanan Pangan.
Pelajaran Berharga dari Kabupaten TTS, NTT. Stocktake Pembelajaran Program ACCESS II terhadap Kemandirian Desa dan Penanggulangan Kemiskinan di
Indonesia. IRE-ACCESS.
BUM Desa Ganting, Materi Presentasi Direktur BUM Desa Ganting
desa Labbo dalam Forum Lintas Pelaku Strategi Pengembangan UEM. Peran UEM dalam Meningkatkan Kesejah
teraan melalui BUM Desa. Yogyakarta: 1-4 Juli 2013.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
Peraturan Mendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Kekayaan Desa
Permenhut 49/2008 tentang Hutan Desa
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P. 3/
Menhut-II/2012 tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat.
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa.
Peraturan Bupati Bekasi No 12 Tahun 2010 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Tanah Kas Desa di Kabupaten Bekasi.
Peraturan Bupati Rokan Hulu No. 40/2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Pasar Desa. Kabupaten Rokan Hulu Pro
vinsi Riau.
108
109
TENTANG PENULIS
111
Dyah Widuri, Lahir di Surakarta tahun 1968, saat ini aktif sebagai peneliti mandiri yang menggeluti isu sosial budaya. Pengalaman penelitian kualitatif dan kuantitatif dilakukan selepas S1 di
bidang antropologi budaya tahun 1994 dan S2 di bidang yang
sama tahun 2005. Sejak tahun 2009 mendalami isu penanggulangan kemiskinan, dan isu pengembangan dan pembaharuan
desa.
Akhmad Murtajib, Akhmad Murtajib atau biasa dipanggil Tajib,
lahir di Kebumen, 25 Juli 1973. Pendidikan dari UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Sejak tahun 2005 2012 aktif di INDIPT
sebagai Direktur dan bergabung dalam team koordinator Ja
ringan Sudahi Kekerasan Negara terhadap Perempuan (KNTP).
Dan banyak menulis buku yang berkaitan dengan perempuan
dan anggaran.
112
PROFIL FPPD
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) merupakan arena untuk menyemai gagasan dan mendorong gerakan pembaharuan
desa. FPPD sebagai forum terbuka, merupakan arena bagi proses
pembelajaran dan pertukaran pengetahuan, pengalaman multipihak,
yang memungkinkan penyebarluasan gagasan pembaharuan desa,
konsolidasi gerakan dan jaringan, serta kelahiran kebijakan yang res
ponsif terhadap desa.
Visi
Menjadi arena belajar pengembangan pembaharuan desa yang terpercaya untuk mewujudkan masyarakat desa yang otonom dan demokratis
Misi
Meningkatkan keterpaduan gerak antar pihak untuk pembaharuan
desa
Nilai-nilai Dasar
Menghormati keputusan bersama
Solidaritas
Tanggung-gugat
Menghargai perbedaan
Strategi
Konsolidasi gerakan pembaharuan desa
113
Buku Pintar ini memuat hal-hal penting dalam pengelolaan aset atau kekayaan desa agar dapat
memberi manfaat bagi desa dan warga masyarakat
desa. Pemanfaatan aset desa yang baik akan menyumbang pada upaya pengentasan kemiskinan,
mengurangi ketergantungan pada subsidi, dan
membangkitkan keberdayaan warga masyarakat.
Buku yang diharapkan dapat menginspirasi pembaca ini menyajikan berbagai contoh desa yang
telah mengelola asetnya sehingga dapat memperkuat kehidupan sosial dan menggerakkan ekonomi
lokal. Beberapa desa berhasil memanfaatkan aset
lokal untuk memberi layanan publik bagi warganya
seperti penyediaan air bersih yang berpihak pada
kaum perempuan dan warga miskin. Desa-desa
yang lain dapat menggerakkan kegiatan ekonomi
untuk meningkatkan kesejahteraan warga
masyarakat.
Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD)
Jl. Karangnangka No. 175, Dusun Demangan
Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman, Yogyakarta,
Telp./Fax. 0274-4333665, mbl: 0811 250 3790,
website: //www.forumdesa.org
E-mail: fppd@indosat.net.id
Australian Community Development and Civil Society
Strengthening Scheme (ACCESS) Tahap II
Australian Aid managed by IDSS on behalf of the Australian Government
ISBN 602-14643-2-X
9 786021 464328