Вы находитесь на странице: 1из 9

A.

PATHWAY

Idiopatik
Tumor otak/ SOL
Penekanan jaringan otak
Invasi jaringan otak

Bertambahnya massa
Nekrosis jar. otak

Kerusakan jar. Neuron


( Nyeri )

Gang.
Suplai darah

Kejang

Gang.
Neurologis
fokal

Gang.
Fungsi otak

Defisit
neurologis

Disorientasi

Aspirasi
sekresi
Obs. Jln
nafas
Dispnea
Henti
nafas
Perubah
an pola

Gang.
Pertukaran
gas
( Suddart, Brunner.
2001 )

Resiko Cidera

Cemas
Gang. Rasa
nyaman

Hipoksia
jaringan

Obstruksi vena di otak

Gang.
Perfusi
jaringan

Oedema

Peningkatan
TIK

Hidrosefalus

Perubanah
proses pikir

Bradikardi progresif,
hipertensi sitemik, gang.
pernafasan
Ancaman
kematian

Penyerapan cairan otak

Bicara terganggu,
afasia

Hernialis
ulkus

Gangguan
komunikasi verbal

Menisefalon
tekanan

Mual, muntah,
papileodema, pandangan
kabur, penurunan fungsi
pendengaran, nyeri
kepala

Gang.
kesadar
an

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


SPACE OCCUPYING LESSION ( SOL )

A. Pengertian
SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial
khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak
seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial. ( Long, C
1996 ; 130 )
Dalam Laporan Pendahuluan ( LP ) ini, penulis batasi pada Tumor Otak Adapun definisi
Tumor Otak adalah proses pertumbuhan termasuk benigna dan maligna yang mengenai
otak dan sumsum tulang belakang ( Bullock, 1996 ).

B. Etiologi
Faktor Resiko, tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok Ras, insiden meningkat
seiring dengan pertambahan usia terutama pada dekade kelima, keenam dan ketujuh .faktor
resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia tertentu ( Okrionitil, tinta,
pelarut, minyak pelumas ), namun hal tersebut belum bisa dipastikan.Pengaruh genetik
berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

C. Tanda dan gejala


1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a. Sakit kepala
b. Muntah
c. Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a. Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak
pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b. Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral ( hilang
Penglihatan pada setengah lapang pandang , pada sisi yang berlawanan dengan tumor ) dan
halusinasi penglihatan
c. Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus
( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d. Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental., pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e. Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (
gangguan saraf kedelapan ), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah ( saraf
kelima ), kelemahan atau paralisis ( saraf kranial keketujuh ), abnormalitas fungsi motorik.
f. Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang sistem vaskuler
2. MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah hiposisis,
dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan
3. Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.
4. Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor
5. Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang
ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang
( Doenges, 2000 )
PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis, gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan. Gejala neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan
tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/ invasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentunya disfungsi yang paling
besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertambah
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan avebrovaskuler primer. Sedangkan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor : bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor
dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya
masa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya
dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan.
Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruang subaralinoid menimbulkan hidrochepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu
penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu

berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila
TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume
darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi
sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi inkus
serebral. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporal bergeser ke inferior melalui
insisura tentorial oleh masa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mensensefalon
menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebelum,
tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu masa posterior
kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, intrakranial yang cepat
adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan
pernafasan).
PENATALAKSANAAN
Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan
sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan
memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan
neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat
sebagian (dekompresi).
Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma.
Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan
pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan
TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara
teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau
kemoterapi.
Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-sum tulang autologi
intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi
radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya
keracunan
sumsum
tulang
sebagai
akibat
dosis
tinggi
radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada
klien :
1. Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
2. Setelah tumor recurance
3. Setelah lengkap tindakan radiasi

Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam
otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan
pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk
mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi
pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya
dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam
tumor.
KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan
imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan
intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area
pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya:
- Kehilangan memory
- Paralisis
- Peningkatan ICP
- Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
- Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
- Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi mayor
pembedahan intrakranial, memfestasi klinik :
- Perubahan visual dan verbal
- Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
- Perubahan pupil
- Kelemahan otot / paralysis
- Perubahan pernafasan

E. Pengkajian
1. Data dasar ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah,
penghasilan
2. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu, riwayat tumor
pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit
neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul
3. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda
:
perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam
keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur
seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
4. Sirkulasi, gejala : nyeri kepala pada saat beraktivitas. Kebiasaan : perubahan pada
tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
5. Integritas Ego, Gejal : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda :
cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
6. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
7. makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah ( mungkin proyektil ), gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )
8. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan
kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata
ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman
lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi,
kejang, sensitiv terhadap gerakan
9. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan
biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
10. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
11. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
12. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
13. keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar
matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
14. seksualitas, gejala: masalah pada seksual ( dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan )
15. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sitem pendukung, riwayat perkawinan ( kepuasan
rumah tangga, dudkungan ), fungsi peran.
( Doenges, 2000 )

F. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL dibuktikan
dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan respon motorik /
sensori, gelisah dan perubahan tanda vital
Kriteria evaluasi : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran , perbaiakan kognisi,
fungsi motorik / sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK

Intervensi :
a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nila standar ( GCS )
c. Pantau TTV
d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara tambahan yang
abnormal
Kolaborasi :
h. Pantau analisa gas darah
i. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
j. Berikan oksigenasi
2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler,
kerusakan kognitif.
Kriteria evaluasi : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis, dengan
GDA dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 15 detik, catat
karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
Kolaborasi:
f. Berikan O2 sesuai indikasi
g. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi
3. Nyeri ( akut ) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL, peningkatan
TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar
wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi
aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pla tidur,
menarik diri secara fisik
Kriteria evalusi : pasien melaporkannyeri berkurang, menunjukan perilaku untuk
mengurangi kekambuhan atau nyeri .
Intervensi :
a. kaji keluhan nyeri
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal ( misal ; ekspresi wajah, gelisah, menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat denn tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat toleransi
terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggnakan persyaratan positif saya sembuh atau saya
suka hidup ini

Kolaborasi :
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi
4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan atau integrasi
( trauma atau defisit neurologis ), ditandai denagg disorientasi, perubaan respon terhadap
rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual,
penghidu, konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan,
perubahan pola perilaku
Kriteria evaluasi : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi persepsinya,
mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu,
mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris dan proses
pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam atau
tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya masalah
penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari
isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi
5.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan TIK, konsekuensi
kemoterapi, radiasi, pembedahan, ( anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual ) dibuktikan
oleh : keluhan masukan makan tidak adekuat, kehilangan sensai pengecapan, kehilangan
minat makan, ketidakmampuan untk mencerna yang dirasakan / aktual, berat badan 20 %
atau lebih dibawah badan ideal untuk tinggi dan bentuk tubuh, penurunan penumpukn
lemak / masa otot, sariawab, rongga mulut terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria evaluasi :pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil, mengungkapkan
pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu
makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB setiap hari sesui indikasi
c. Dorong pasien untuk makandiit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis, berlemak dan
pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
e. Identifikasipasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g. Vitamin A, D, E dan B6
h. Rujuk kepada ahli diit

i.

Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral


( Doenges, 2000 dan L.J Carpenito, 1997 )

Daftar Pustaka
Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 1996, Perawatan Medikal Bedah. EGC,
Jakarta
Barbara L. Bullock 1996, Patofisiology, Adaptasi and alterations infeksius function, Fourth
edition, Lipincott, Philadelpia
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC,
jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 1997, Diagnosa Keperawatan , ed 6,
EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 1997, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 1995 Patofisiologi, konsep klinik prosesproses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta

Вам также может понравиться