Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NIM
Tanda tangan
: 030.10.178
I. IDENTITAS PASIEN
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Suku Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan
Keterangan
Asuransi
No. RM
Tgl MRS
Pasien
Ayah
Ibu
An. M
Tn. JK
Ny. S
9 tahun 7 bulan 5 hari 33 tahun
31 tahun
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Kaligagam RT 14/RW 04, Kec. Talang Kab. Tegal
Islam
Islam
Islam
Jawa
Jawa
Jawa
SD
SMA
SMA
Pelajar
Petani
Ibu rumah tangga
2.500.000
Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
BPJS (NPBI)
747648
7 Juli 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis yang dilakukan
dengan pasien dan orang tua pasien ( ibu) pada tanggal 7 Juli 2015 di ruang Puspanidra
pukul 12.21 WIB.
Keluhan utama
Bengkak di seluruh tubuh
Keluhan tambahan
Bak sedikit
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 7 Juli
2015 pukul 08:45 dengan keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 1 hari yang lalu. Pada
awalnya bengkak dimulai dari kelopak mata, wajah, kedua tungkai, dan perut. Bengkak yang
timbul tidak merah, tidak panas, maupun tidak nyeri baik spontan ataupun ditekan. Jika
bengkak ditekan akan meninggalkan bekas tekanan cekung yang tidak segera hilang.
Bengkak pada kelopak mata pasien sehingga pasien tidak bisa membuka mata. BAK sedikit,
warna BAK kuning jernih, tidak pernah berwarna merah, keluhan nyeri saat BAK, panas saat
BAK, nyeri di perut bawah atau di pinggang disangkal oleh pasien. Keluhan demam, batuk,
sesak nafas, nyeri dada, mual, muntah, sesak, dan sakit kepala disangkal.
Pada saat tiba di IGD RSU Kardinah, pasien diputuskan untuk di rawat inap, pasien
ditangani menurut instruksi dr Sp.A, pasien diberikan obat-obatan, diinfus, dan pasien
dipindahkan untuk dirawat di ruang puspaidra dalam keadaan stabil.
Riwayat Penyakit Dahulu
: rumah bidan
Cara persalinan
: pervaginam
Masa gestasi
: 39 minggu G2P1A0
Keadaan bayi
Berat badan lahir
: 3200 gram
: 50 cm
Lingkar kepala
: ibu lupa
Keadaan lahir
Nilai APGAR
Kelainan bawaan
: tidak ada
Air ketuban
: tidak tahu
Senyum
Tengkurap dan berbalik sendiri
Duduk
Merangkak
Berdiri
Berjalan
Berlari
Menyusun kalimat
Gangguan perkembangan
: ibu lupa
: 6 bulan
: 7 bulan
: 9 bulan
: 11 bulan
: 1 tahun
: 1,5 tahun
: 2 tahun
:-
Ibu mengaku memberikan ASI dan PASI sejak lahir sampai usia 6 bulan
Usia 7 bulan anak diberikan ASI dan bubur susu
Usia 8 bulan diberikan ASI dan bubur tim
Usia 1 tahun diberikan makanan lunak dan pisang yang dilumatkan
Usia 2 tahun anak telah makan nasi, lauk pauk dan sayur.
Saat ini (usia 9 tahun), pasien makan 3x sehari, nasi dengan lauk pauk dan sayuran. .
Pasien suka makan putih telur.Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien sering jajan di sekolah, makan jajanan yg berminyak
Kesan: Kualitas makanan kurang dan kuantitas makanan kurang baik.
Riwayat Imunisasi
VAKSIN
BCG
DASAR (umur)
0 bulan
-
ULANGAN (umur)
-
DPT/ DT
POLIO
2 bulan
2 bulan
4 bulan
4 bulan
6 bulan
6 bulan
5 tahun
-
CAMPAK
9 bulan
6 tahun
HEPATITIS B
0 bulan
1 bulan
6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dan selalu mengikuti jadwal imunisasi yang
tertera pada KMS, imunisasi tambahan didapatkan di sekolah dasar.
Silsilah/ Ikhtisar Keturunan
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Pasien
Kesan : Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 7 Juli 2015 di ruang Puspanidra pukul 12.21 WIB
Keadaan Umum :
Kesadaran
Kesan sakit
tampak edema anasarka, sesak nafas (-), pucat (-), ikterik (-)
Tanda Vital
Nadi
Laju Nafas
Tekanan darah
Suhu
: 36,4 C (aksila)
Data Antropometri
5
Lingkar perut: 68 cm
Lingkar kepala: 52 cm
Status Internus
Kepala
Rambut
: rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (+/+)
Hidung
: normosepti, septum deviasi (-), sekret (-/-), napas cuping hidung (-/-)
Telinga: bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),
Mulut
: bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Tenggorok
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-)
Leher
: simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax
:
: mesocephali, LK : 52 cm
Paru
Kiri
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Depan
Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Vocal fremitus (+)
Vocal fremitus (+)
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Suara vesikuler normal
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Suara Vesikuler normal
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Belakang
Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Vocal fremitus (+)
Vocal fremitus (+)
Suara Vesikuler normal
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Suara vesikuler normal
Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Datar, distensi (-), shagging of the flanks (+), smilling umbilicus (-),
venektasi (-), gerakan dinding perut simetris
Bising usus (+) 3x/menit
Palpasi
Superior
-/<2
-/normotonus
normotrofi
Inferior
-/<2
+/+
(pitting edema)
normotonus
normotrofi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Laboratorium Darah 7 Juli 2015 pukul 09.23 di IGD
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Darah lengkap
Leukosit
9,5
103/ul
Eritrosit
4,9
106/ul
Hemoglobin
12.6
g/dl
Hematokrit
36.5
%
Trombosit
484
103/ul
RDW
13,7
%
MCV
75,1 ()
U
MCH
25,9()
Pcg
MCHC
34,5
g/dL
Diff count
Netrofil
70,0
%
Limfosit
19,6 ()
%
Monosit
6,4
%
Eusinofil
4
%
Basofil
0,5
%
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium
131,9 ()
nm/jam
Kalium
3,81
mm/jam
Klorida
104,3
mg/dL
Ureum
58()
mg/dL
Kreatinin
0.43 ()
mg/dL
Total protein
4,02 ()
g/dL
Albumin
1.79 ()
g/dL
Globulin
2,23 ()
g/dL
Laboratorium Urin Lengkap 7 Juli 2015 pukul 17.22 RI Puspanidra
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
MAKROSKOPIS
Warna
Kuning
Kekeruhan
Agak keruh
pH
6,5
Protein
+4
Reduksi
Negatif
MIKROSKOPIS
Eritrosit
1-5
/lpb
Leukosit
10-15
/lpb
Epitel
+
Silinder
Granula kasar + 1-2
Bakteri
negatif
Kristal
urat amorf +
Jamur
Negatif
Nilai Rujukan
4.5 13,5
3,8 5.8
10,8 15.6
35 45
150 521
11.5 14.5
80 96
28 33
33 36
50 70
25 40
28
24
01
136-145
3,3-5,1
98-106
12,8 42,3
0,6 1,1
6,4 8,3
3,20 4,80
2,30 3,50
Nilai Rujukan
Kuning
Jernih
4.8-7.8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
10
KHUSUS
Berat Jenis
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
> 1.005
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif (+++) /500
Negatif
1.003-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
70-220
Nilai Rujukan
Kuning
Jernih
6,0-9,0
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.003-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
2,20-4,80
Nilai Rujukan
Kuning
11
Kekeruhan
pH
Protein
Reduksi
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Silinder
Bakteri
Kristal
Jamur
Berat Jenis
Bilirubin
Urobilinogen
Keton
Nitrit
Eritrosit
Leukosit
Agak keruh
6,5
Positif (+4)
Negatif
MIKROSKOPIS
2-3
/lpb
5-7
/lpb
POS (+1)
+ (2-3 granuler)
Negatif
+ amorf
Negatif
KHUSUS
>1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif (++) /75
Negatif
Jernih
4.8-7.8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.003-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
2,20-4,80
Nilai Rujukan
Kuning
Jernih
4.8-7.8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.003-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
12
Eritrosit
Leukosit
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
DAFTAR MASALAH
1. Oedem anasarka
2. Hipoproteinemia
3. Proteinuria
4. Hiperkolestrolemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN
DIAGNOSIS BANDING
a) Observasi oedem
1. Renal
Sindroma nefrotik
Glomerulonefritis GNA (glomerulonefritis akut)
2. Non Renal
a. Nutritional
KEP ringan
KEP sedang
KEP berat marasmus, kwashiorkor, marasmic-kwashiorkor
b. Cardiac
c. Hepatal
d. Angioedema
b) Status gizi
1. Gizi baik
2. Gizi kurang
3. Gizi buruk
DIAGNOSIS KERJA
1. Sindroma nefrotik
13
2. Gizi baik
PENATALAKSANAAN
IGD Puspanidra
o IVFD D5 10 tpm
o Inj. Amoxicillin 3 x 500 mg (iv)
o Inj. Lasix 3 x 20 mg (iv)
o Aspar K 3 x 1 tab
o Rencana pemeriksan: darah rutin, urin rutin,kolesterol, protein total, albumin,
(IV)
Koreksi Albumin 20% dosis albumin = 1 gr/kgBB = 30 gr 150 cc
100 cc
Kebutuhan 30 gr 150 cc
Non medikamentosa
Rawat inap
Pengawasan keadaan umum dan tanda vital
Diet: protein normal, rendah lemak, rendah garam
Kebutuhan kalori: BB = 23,2 kg;
1500 + 20 x (23,2 20)= 1500 + 64 = 1564 kkal/hari
3 x nasi putih
3 x ayam/ikan rebus + 6 butir putih telur
14
3 x sayur
3 x susu/ teh 200 ml
2 x buah-buahan
: Dubia ad bonam
: Dubia ad malam
: Dubia ad bonam
PERJALANAN PENYAKIT
Tgl
15
dullness (+)
Genitalia : oedem skrotum (+)
Ekstremitas: oedem (+/+)/(+/+) pitting,
akral hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Sindroma Nefrotik
(iv)
total,
globulin,
kadar
albumin,
ureum
Tgl
Aspar K 3 x 300
mg
Prednison
(5
mg) 4 3 3 tab
INH 1 x 300mg
B6 1 x 10 mg
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Koreksi albumin
(20%)
Hari I 50 ml
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan urin rutin
16
(-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel (lingkar perut: 67cm),
BU(+), hepar/lien sulit dinilai, massa (-),
nyeri tekan (-), undulasi (+), shifting
dullness (+)
Genitalia : oedema skrotum (+/+)
Ekstremitas: oedem (+/-)/(+/+), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
(+/+)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-),
retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel (lingkar perut: 65cm),
BU(+), massa (-), nyeri tekan (-), undulasi
(-), shifting dullness (+)
Genitalia: oedema skrotum (+/+)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(+/+), akral
hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Aspar K 3 x 300
mg
Prednison
mg
Prednison (5 mg)
4 3 3 tab
INH 1 x 300mg
Lasal exp 3 x 1
(5
mg) 4 3 3
Per enteral
tab
INH 1 x 300mg
B6 1 x 10 mg
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Koreksi albumin
(20%)
Hari II 50 ml
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan urin rutin
Tgl
cth
Per enteral
Amoxicillin 3 x
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
- Besok pagi lakukan pemeriksaan
urin rutin
17
A
P
Aspar K 3 x 300
mg
Prednison
mg
Prednison (5 mg)
4 3 3 tab
INH 1 x 300mg
Lasal exp 3 x 1
(5
mg) 4 3 3
tab
INH 1 x 300mg
Lasal exp 3 x 1
cth
Per enteral
Per enteral
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan
urin rutin
Tgl
cth
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan urin rutin
S
Bengkak (), demam (-), batuk(-)
18
A
P
Aspar K 3 x 300
mg
Prednison
mg
Prednison (5 mg)
4 3 3 tab
INH 1 x 300mg
Lasal exp 3 x 1
(5
mg) 4 3 3
tab
INH 1 x 300mg
Lasal exp 3 x 1
cth
Per enteral
cth
Per enteral
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Amoxicillin 3 x
500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Albumin 50 ml
Rencana pemeriksaan:
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan Besok pagi lakukan pemeriksaan urin rutin
urin rutin
Tgl
S
O
A
P
jam
KU: compos mentis, tampak sakit sedang, sesak (-), napas cuping hidung (-), bengkak
() , pucat (-), sianosis (-)
Kepala : mesosefali
Mata : CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-)
Paru : SN Vesikular, Rh(-/-), Wh(-/-), retraksi (-)
Jantung : S1/S2 regular, M (-), G (-)
Abdomen: supel (lingkar perut: 62cm), BU(+), massa (-), nyeri tekan (-), undulasi (-),
shifting dullness (-)
Genitalia: oedem skrotum (-)
Ekstremitas: oedem (-/-)/(+/+), akral hangat (+/+)/(+/+), CRT < 2
Sindroma nefrotik perbaikan
IVFD D5% 8 tpm
Per oral:
Aspar K 3 x 300 mg
INH 1 x 300mg
Amoxicillin 3 x 500 mg
Lasik 3 x 20 mg
Rencana pemeriksaan:
- Tunggu hasil laboratorium darah
Besok pagi lakukan pemeriksaan urin rutin
Berat Badan
29 kg
30 kg
30 kg
30 kg
30 kg
30 kg
30 kg
29 kg
28 kg
Tekanan Darah
120/90
110/80
100/80
90/60
100/90
100/80
100/80
100/80
110/80
20
ANALISA KASUS
Pada pasien ini ditegakan diagnosis Sindroma Nefrotik dengan gizi kurang,
berdasarkan hasil auto-anamnesa dan allo-anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
dan pemeriksaan penunjang berikut didapatkan :
Sindroma Nefrotik
Anamnesis
Bengkak seluruh tubuh sejak 1 hari SMRS, pada awalnya bengkak dimulai dari
kelopak mata, wajah, kedua tungkai, dan perut.
Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran compos mentis , GCS : E4M6V5
2. Ku : tampak sakit sedang, oedem anasarka
3. Tanda vital : TD : 120/90
4. Mata : oedem palpebra +/+ ()
5. Wajah : oedem
6. Abdomen :
Perkusi : shifting dullness (+)
Lingkar abdomen = 68 cm
7. Ekstremitas : pitting edema pada ekstremitas bawah
8. Genitalia : oedem skrotum (+)
Pemeriksaan Penunjang
Didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Proteinuria, dimana didapatkan kadar protein dalam urin positif dan gejala klinis oedem
anasarka pada pasien
21
Proteinuria +4
Proteinuria +1
Oedem Anasarka
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Hiperkolestrolemia
Dikatakan Sindroma Nefrotik karena pasien mengalami keluhan seperti ini yang muncul tibatiba tanpa didahului suatu penyakit atau riwayat penggunaan obat-obatan yang berkaitan
dengan sindrom nefrotik sekunder. Pada pasien ini, pemeriksaan urin terakhir didapatkan (+1)
namun pasien pulang karena indikasi sosial yaitu menghadapi hari raya idul fitri, seharusnya
belu bisa dipulangkan karena masih belum mengalami remisi (protein urin +1, maka pasien
dipulangkan dengan edukasi untuk patuh berobat dan rutin kontrol ke poli anak.
22
TINJAUAN PUSTAKA
SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta edema . Yang dimaksud proteinuria masif adalah
apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin
dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di
atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia
Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik
primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma
nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang
dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar
negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :
a) Kongenital
b) Responsif steroid, dan
c) Resisten steroid
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasuskasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik
kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas
anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
23
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll.
Sindroma nefrotik dapat timbul dan bersifat sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan
keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.
Etiologi
Alport, miksedema.
b.
Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,
AIDS.
c.
25
Patofisiologi
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,
namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut
menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler
glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler
glomeruli,
disertai
peningkatan
proteinuria(albuminuria).
filtrasi
Beberapa
protein
faktor
plasma
yang
turut
dan
akhirnya
menentukan
terjadi
derajat
Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan ekstra
vascular (EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000. Hepar
memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah protein,
baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk meningkatkan
sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein dalam ruangan
ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
26
NORMAL
SINDROM NEFROTIK
IV
EV
IV
EV
Edema
27
Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial dan dinamakan sembab.
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,
sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini
dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin
plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua
penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom
28
nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin
plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill.
Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer
dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer
mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema
terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill
ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia. Pembentukan sembab pada sindrom
nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill
dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama,
karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan
yang lebih dari satu.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang
lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan
pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Manifestasi Klinis
Apapun tipe sindrom nefrotik, edema tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak
29
bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya
tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah
periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka
pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema).
Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing.
Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat
pada pasien SNKM.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik.
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan
kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang
dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja
pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta
perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak
menjadi terganggu. Manifestasi klinik yang paling sering dijumpai adalah sembab,
didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya dijumpai pada sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia.
Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
30
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam
atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya
mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.
Reaksi Ag-ab
Peradangan glomerulus
Permeabilitas membran basalis meningkat
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Tekanan osmotik
Lipid serum
Kapiler menurun
meningkat
Transudasi ke
Dalam interstisium
hipovolemia
ADH meningkat
GFR menurun
aldesteron
meningkat
Retensi
Na+ & H2O
edema
31
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi
terbalik dengan kadar albumin serum.
Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL
menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat
dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap
normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang
tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe
histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada
pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut
berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar
albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal
meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas
yang normal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
I.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
II.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang
ditemukan hipertensi.
III.
Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
Pada
pemeriksaan
darah
didapatkan
hipoalbuminemia
(<
2,5
g/dl),
32
Diagnosis Banding
Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal.
Glomerulonefritis akut
Lupus sistemik eritematosus.
Penyulit
Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom nefrotik
Remisi
Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.
Kambuh
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya
pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.
Kambuh sering
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4 kali kambuh pada setiap
periode 12 bulan.
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari
setelah terapi steroid dihentikan.
Resisten-steroid
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.
Responder lambat
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Protokol Pengobatan
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar
33
40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu
setelah itu pengobatan dihentikan.10
A.
B.
34
adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan; Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
Induksi; Prednison dengan dosis 60 mg/m 2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
Rumatan; Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1
minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison
dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid
dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila
pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,
terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.
35
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid
36
Hipoalbumin
Kadar albumin yang redah/atau dibawah nilai normal atau keadaan dimana kadar
albumin serum <3,5 g/dL.
Klasifikasi
Defisiensi albumin atau hipoalbumin dibedakan berdasarkan selisih atau jarak dari
nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,5-5 g/dL atau total kandungan albumin dalam
tubuh 300-500 gram. Klasifikasi hipoalbuminemia adalah sebagai berikut:
a. Hipoalbuminemia ringan: 3,5-3,9 g/dL
b. Hipoalbuminemia sedang: 2,5-3,5 g/dL
c. Hipoalbuminemia berat: < 2,5 g/dL
Etiologi
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan
atau absobsi protein yang tidak adekuat dan peningkatan kehilangan protein dapat ditemukan
pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut, yaitu: KEP, kanker, Peritonitis, Luka
bakar, Sepsis, Luka akibat pre atau post operasi, Penyakit hati yang akut atau penyakit hati
kronis, Penyakit ginjal, Penyakit saluran cerna kronik, Radang atau infeksi tertentu, DM dan
TBC paru.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr 2009;11:158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children. Nephrotic syndrome in children.
Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of
diagnosis. Kidney Int 1998 13:159.
3. Wila Wirya IG. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002. pp.
381 426.
37
38