Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH:
SITI NUR KHANIFAH
P17420113031
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001)
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan tubuh gagal untuk
memepertahankan
metabolisme
dan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner
& Suddart, 2001).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failur) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen yang
berada dalam darah). (Nursalam, 2008).
B. PENYEBAB
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielonefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
dan seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, gout dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalahgunaan analgetik, dan nefropati timah
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefronnefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode
adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal
dan penderita asimtomatik.
2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate
besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai
meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran GI, ulserasi dan pardarahan
mulut, nafas berbau ammonia
4. Sistem musculoskeletal
Kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang
5. Sistem Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, pruritis, kulit kering bersisi, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar
6. Sistem Reproduksi
Amenore, atrofi testis
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan gagal ginjal kronik di bagi menjadi dua tahap :
a. Tahap pertama yaitu tindakan konservatif yang ditujukan untuk merendahkan
atau memperlambat perburukan progresif gangguaan fungsi ginjal. Tindakan
konservatif dimulai bila penderita mengalami asotemia penatalaksanaan
konservatif meliputi :
1) Penentuan dan pengobatan penyebab
2) Pengoptimalan keseimbangan garam dan air
3) Koreksi obstruksi saluran kemih
4) Deteksi awal pengobatan infeksi
5) Pengendalian keseimbangan elektrolit
6) Pencegahan dan pengobatan penyakit tulang dan ginjal
7) Modifikasi dan terapi obat dengan perubahan fungsi ginjal
8) Deteksi dan pengobatan komplikasi
b. Tahap kedua pengobatan dimulai ketika tindakan konservatif tidak lagi efektif
dalam mempertahankan kehidupan. Pada keadaan ini terjadi penyakit ginjal
stadium terminal. Penatalaksanaan, meliputi :
1) Hemodialisa
Hemodialisa adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh. Tujuan
hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat toksik di dalam darah,
menyesuaikan kadar air dan elektrolit di dalam darah. Pada hemodialisa
darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter
masuk ke dalam
sebuah alat besar. Di dalam mesin tersebut terdapat ruang yang dipisahkan
oleh sebuah membran semipermeabel. Darah dimasukan ke salah satu
ruang, sedangkan ruang yang lain diisi oleh cairan dialisis, dan diantara
keduanya akan terjadi difusi darah dikembalikan ke tubuh melalui sebuah
pirau vena. Hemodialisa memerlukan waktu sekitar 3-5 jam dan dilakukan
sekitar seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari di antara terapi,
keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa
tampaknya ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian besar sel
darah merah ikut masuk dalam proses tersebut, infeksi juga merupakan
resiko.
2) Dialisis peritoneum
Dialisis peritoneum berlangsung didalam tubuh. Pada dialisis
peritoneal permukaan peritoneum yang luasnya sekitar 22.000 cm3 berfungsi
sebagai
difusi.
Membran
peritoneum
digunakan
sebagai
sawar
b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
a. Kalori harus cukup : 2000 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme
protein
c. Lemak diberikan bebas.
d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam
folat.
e. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang
bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 0,5 mg/kg/hari.
F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa
medis
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit..
c. Riwayat penyakit sekarang
Untuk kasus CKD kaji apa yang pertama kali klien rasakan misalnya
penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kapan keluhan pertama kali dirasakan, apa yang
dilakukan klien/keluarga untuk mengatasi masalah tersebut, bagaimana efek
dari usaha yang dilakukan.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus
urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD
e. Riwayat kesehatan keluarga
Melihat apakah terdapat riwayat pada keluarga dengan penyakit vaskuler :
hipertensi, penyakit metabolik: diabetes melitus atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh keluarga pasien
f. Pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter.
Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung
kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah
dihindari.
2) Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
3) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada masalah CKD menurut Doenges (2001), dan
Carpenito (2006) adalah sebagai berikut :
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
mual muntah.
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan
retensi cairan dan natrium
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
f. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus
sekunder terhadap adanya edema pulmoner.
g. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan
elektrolit).
3. Intervensi Keperawatan
No
1.
Masalah/DP
Kelebihan volume
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan
Intervensi
1. Kaji intake dan output cairan
dengan penurunan
mempertahankan
natrium
kriteria hasil:
- Intake dan output cairan
seimbang
- BB stabil
- TTV dalam batas normal
(RR: 16-24 x/menit; N: 60-
Gangguan nutrisi
36,5-37,5 0C)
- Tidak ada edema
- Turgor kulit baik
- Membran mukosa lembab
Setelah dilakukan asuhan
kurang dari
berhubungan
dengan anoreksia
kriteria hasil :
mual muntah.
- Menunjukkan peningkatan
kebutuhan tubuh
BB/ BB stabil
- Nafsu makan klien
meningkat
- Klien menunjukkan
perilaku perubahan pola
hidup untuk
frekuensi sering
5. Observasi dan catat masukan
makanan klien
6. Dorong keluarga/orang terdekat
untuk memberikan motivasi
makanan pasien
7. Timbang berat badan pasien
8. Kolaborasi
dalam
pemberian
mempertahankan berat
3
Resiko penurunan
curah jantung
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
kriteria hasil:
cairan
mempengaruhi
sirkulasi, kerja
miokardial dan
tahanan vaskuler
24x/menit)
terhadap aktivitas
terutama kalium
7. Kolaborasi pemberian obat anti
hipertensi
detik
(ketidak
seimbangan
elektrolit).
4.
Resiko kerusakan
intregitas kulit
berhubungan
dengan pruritis,
ekimosis
gangguan status
metabolik sekunder
- Mempertahankan kulit
5.
Ansietas
1. Berikan
komunikasi
terapiutik
berhubungan
dengan kurang
informasi
keluarganya dapat
mengenai penyakit
keluarga klien.
yang diderita
DAFTAR PUSTAKA