Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENYUSUN :
Muhammad Fachri Ridha Herlan
030.10.190
PEMBIMBING :
dr. Dyah Nuraini Widhiana, Sp. S
BAB I
PENDAHULUAN
timbul
seperti
infeksi
saluran
pernafasan
atas
infeksi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
DEFINISI
Sindrom Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem
kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan
saraf tepi dengan manifestasi klinis berupa kelemahan saraf
motorik yang sifatnya akut, progresif disertai arefleksia. Kelainan ini
terkadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, nervi cranialis
maupun susunan saraf pusat.1,2,3,5,7,8
2.2.
EPIDEMIOLOGI
SGB merupakan penyebab paralisa akut yang tersering di
negara barat.4 Insiden SGB yang dilaporkan di negara-negara Barat
berkisar 0,89 -1,89 kasus per 100.000 orang pertahun, meskipun
peningkatan 20 % terlihat dengan setiap kenaikan usia 10 tahun
setelah dekade pertama.9,10 Rasio pria terhadap wanita dengan
sindrom ini adalah 1,78 (interval kepercayaan 95 %, 1,36 - 2,33).
Dua pertiga dari kasus didahului oleh gejala infeksi saluran
pernapasan atas diare akut.11 Dalam meta-analisis, agen infeksi
yang paling sering diidentifikasi adalah Campylobacter jejuni sekitar
30 %, sedangkan cytomegalovirus telah diidentifikasi dalam hingga
10 %. Insiden SGB diperkirakan 0,25 - 0,65 per 1.000 kasus infeksi
Campylobacter jejuni, dan 0,6 - 2,2 per 1000 kasus sitomegalovirus
primer infection.12 Agen lain yang dihubungan dengan SGB adalah
Epstein-Barr, virus Varicella-Zoster, dan Mycoplasma pneumoniae.9
penduduk.
Insiden
ini
meningkat
sejalan
dengan
Penelitian
Chandra
menyebutkan
bahwa
insidensi
penelitian
di
Bandung
menyebutkan
bahwa
2.3.
KLASIFIKASI
Berikut terdapat beberapa klasifikasi dari SGB, yaitu:
2,4
sensorik
dan
motorik
yang
berat
dengan
sedikit
demyelinisasi.
b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C. jejuni dan titer
antibodi gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b).
Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis
khas untuk tipe demyelinisasi dengan asending dan paralysis
degenerasi
wallerian
like
tanpa
inflamasi
Inflammatory
Demyelinative
Polyneuropathy
(CIDP)
CIDP
memiliki
perkembangan
gambaran
gejala
klinik
neurologinya
seperti
AIDP,
tetapi
bersifat
kronik.
Pada
2.4.
ETIOLOGI
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada SGB disebabkan
karena
rusaknya
myelin,
yang
membungkus
saraf,
disebut
saraf.
Oleh
karena
itu
SGB
disebut
juga
Acute
virus,
coxsackievirus,
influenzavirus,
echovirus,
pada
trimester
ketiga;
pembedahan
dan
anestesi
Myelinated nerve
in healthy individual
Myelin sheath
Damage to
myelin sheath
(demyelination)
Nerve axon
2.5.
PATOGENESIS
Antigen baik yang berasal dari bakteri maupun virus,
memasuki sel Schwann dari saraf kemudian mereplikasi diri. 5
Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini
mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi
autoantibodi spesifik.4 Ada beberapa teori mengenai pembentukan
autoantibodi, yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah
susunan sel - sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya
sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi
tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali
dirinya
sendiri
berkurang.
Autoantibodi
ini
yang
kemudian
Pada
neuropati
motorik
akson
akut,
IgG
diaktifkan
2.6.
PATOLOGI
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan
saraf
tepi.
Dengan
mikroskop
sinar
tampak
pada
hari
ketiga
atau
keempat,
kemudian
timbul
kesebelas,
poliferasi
sel
schwan
pada
hari
ketigabelas.
2.7.
MANIFESTASI KLINIS
SGB umumnya dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan
diikuti secara cepat oleh paralisa keempat ekstremitas yang bersifat
ascendens.1,3,11 Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. 1,2 Refleks fisiologis
akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.2,10 Secara klinis SGB
biasanya digambarkan dalam 3 fase, yaitu fase progresif, fase plateau dan fase
pemulihan. Pada fase progresif kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari
ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari
maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. 7,8 Kerusakan saraf
motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan
quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf kranial, muncul pada 50% kasus,
biasanya berupa facial diplegia.8 Kelemahan otot pernapasan dapat timbul
secara signifikan dan bahkan 20% pasien memerlukan bantuan ventilator
dalam bernafas.2,8 Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan
dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya
proprioseptif dan sensasi getar.8 Gejala yang dirasakan penderita biasanya
berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. 11 Rasa sakit dan kram
juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi, terutama pada anak anak.5
Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak
dan dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.7,8,9,10
Kelainan saraf otonom sering dijumpai dan dapat berakibat fatal. Kelainan
ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan
cardiac arrest, facial flushing, sfingter yang tidak terkontrol, dan kelainan
dalam berkeringat.11 Hipertensi terjadi pada 10 - 30 % pasien sedangkan
aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.10 Kerusakan pada susunan saraf pusat
dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan
yang paling sering (50%) adalah bilateral facial palsy.4 Gejala-gejala
tambahan adalah kesulitan untuk mulai buang air kecil, inkontinensia urin dan
alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik
napas dalam, dan penglihatan kabur.3
2.8.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot
yang bersifat difus dan paralisis. 3 Refleks tendon akan menurun
atau bahkan menghilang. Rasa tebal pada tangan dan kaki
menyerupai pola sarung tangan dan kaus kaki juga dijumpai pada
awal penyakit. Refleks batuk yang lemah dan risiko aspirasi
mengindikasikan adanya kelemahan pada otot-otot intercostal.
Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk
mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak
ditemukan.9,10,12
2.9.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan LCS
Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya
kenaikan kadar protein (1- 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan
jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain, 1961, disebut sebagai
disosiasi sitoalbumin.1,3,5,6.8 Pemeriksaan LCS pada 48 jam
pertama
penyakit
tidak
memberikan
hasil
apapun
juga.
Pada
mulai
pemeriksaan
menunjukkan
EMG
minggu
adanya
pertama
perbaikan.10
dapat
dilihat
Pada
adanya
yang
4,7,9,10
memanjang
dan
latensi
distal
yang
MRI
akan
memberikan
hasil
yang
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
d. CIPD
(Chronic
Inflammatory
Demyelinating
Polyradical
Neuropathy)
Didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat.
Juga ditemukan adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada
akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
2.12. PENGELOLAAN
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB,
pengobatan
terutama
secara
simptomatis.
Tujuan
utama
penyembuhan
dan
memperbaiki
prognosisnya.
berat
harus
segera
di
rawat
di
rumah
sakit
untuk
a. Sistem Otonom
Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda tanda vital.1 Ventilator harus disiapkan
disamping pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot-otot
pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga
mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktif juga harus
disiapkan.1,4 Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya
diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. Pasien dengan progresivitas
cepat dapat diberikan obat-obatan berupa steroid.1 Namun ada pihak yang
mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun
juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi
paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.4,12
Idealnya, semua pasien harus harus dirawat di unit perawatan kritis, di
mana sumber daya yang memadai tersedia untuk memungkinkan
pemantauan jantung dan pernapasan terus menerus. Bahkan tanpa adanya
klinis distress pernapasan, ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada
pasien dengan setidaknya satu kriteria utama atau dua kriteria minor.
Kriteria utama adalah hiperkarbia (tekanan parsial karbon dioksida arteri,
> 6,4 kPa [48 mm Hg]), hipoksemia (tekanan parsial oksigen arteri
sementara pasien menghirup udara ambien, <7,5 kPa [56 mm Hg]), dan
kapasitas vital kurang dari 15 ml per kilogram berat badan, dan kriteria
minor batuk tidak efisien, gangguan menelan, dan atelektasis. Penilaian
awal kemampuan menelan pasien pada risiko aspirasi, mengharuskan
pemasangan nasogastric tube. Disfungsi otonom serius dan berpotensi
fatal, seperti aritmia dan hipertensi ekstrim atau hipotensi, terjadi pada
20% pasien SGB, bradikardia berat mungkin didahului oleh beda tekanan
nadi yang lebar (melebihi 85 mm Hg).
b. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi
sputum dan kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh
mencegah kekakuan sendi. Segera setelah penyembuhan mulai,
maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan
kekuatan otot.14
atau
plasma
exchange
bertujuan
untuk
setelah
munculnya
gejala.
Jumlah
plasma
yang
dikeluarkan per exchange adalah 40 - 50 ml/kg dalam waktu 7 10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.13
d. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat
menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan
produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat
katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus
atau
bakteri
sehingga
cells
patologis
tidak
terbentuk.
muncul
sebelum
onset
kelemahan
mungkin
disfungsi
otonom.
Disfungsi
otonom
adalah
akibat
parasimpatis.
kegagalan
Gejalanya
atau
termasuk
overaktivitas
aritmia
simpatis
jantung,
dan
fluktuasi
Meskipun
disfungsi
otonom
biasanya
tidak
Gejala
kelelahan
ini
independen
dari
keparahan
kelemahan selama fase awal SGB dan mungkin menetap bertahuntahun. Amantadine tidak efektif untuk menghilangkan kepenatan
setelah SGB. Program pelatihan intensif, tiga kali seminggu
dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik, dan menurunkan skor
kelelahan secara signifikan. Program fisioterapi juga dinilai baik
dalam meningkatkan keluaran fungsional, dan kualitas hidup. Dari
sudut pandang yang lebih holistik, perubahan kelelahan, mobilitas
dan fungsi dirasakan tampaknya tidak dipengaruhi oleh perubahan
fisik. Kombinasi faktor fisik dan psikologis tampaknya untuk
menentukan terjadinya kelelahan setelah SGB.14,18
2.14. PROGNOSIS
Prognosis SGB sulit untuk diprediksi pada pasien karena
bervariasi. Usia lanjut umumnya menunjukkan prognosis yang lebih
buruk. Tingkat keparahan SGB tampaknya ditentukan pada tahap
awal penyakit. Suatu RCT yang telah menyelidiki efek IVIg atau PE
pada pasien yang tidak dapat berjalan dan menyimpulkan bahwa
sekitar 20% pasien tetap dapat berjalan tanpa bantuan setelah 6
bulan. Penilaian neurofisiologis juga diperlukan untuk membantu
untuk menilai risiko kegagalan pernapasan, yang tertinggi pada
pasien dengan penurunan kapasitas vital lebih dari 20 %. Studi blok
konduksi saraf Peroneal pada usia di atas 40 tahun adalah prediktor
independen kecacatan pada 6 bulan. Sekitar 95 % pasien SGB
dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total.
Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural
tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. 3,10 Kelainan ini
yang
BAB III
KESIMPULAN
tersedia
adanya
ICU,
ventilator,
dan
terapi
f.
Tujuan
utama
mengobati
penatalaksanaan
komplikasi,
adalah
mempercepat
mengurangi
gejala,
penyembuhan
dan
DAFTAR PUSTAKA
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.
Mishu I,