Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pembimbing :
dr. Ayub L. Pattinama, Sp.S
Disusun oleh :
Ravensca Tamaela
0761050125
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Low back pain (nyeri pinggang belakang) sering dijumpai dalam praktek seharihari, terutama di negara negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi
pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari
15-45%, dengan point prevalensi rata-rata 30%. Di Amerika serikat nyeri ini merupakan
penyebab paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia < 45
tahunn, urutan ke-2 untuk penyebab paling sering berkunjung ke dokter, urutan ke-5
penyebab paling sering untuk tindakan operasi.
Data epidemiologi mengenai Low Back Pain di Indonesia belum ada, namun
diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita
nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden
berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar 3-17%.
Penyakit Low Back Pain menjadi kasus yang sangat serius dan terus meningkat
sepanjang tahun pada masyarakat barat. Telah diketahui faktor-faktor penyebab,
patofisiologi, biomekanik, psikologis, dan faktor sosial tetapi teori yang memuaskan
tentang patogenesis belum seluruhnya diketahui.
Penyebab Low Back Pain bermacam-macam dan multifaktorial; banyak yang
ringan, namun ada juga yang berat yang harus ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Sebagian besar Low Back Pain dapat sembuh dalam waktu singkat, sehingga keluhan ini
sering tidak mendapat perhatian yang cukup mendalam. Oleh karena itu, kemungkinan
penyebab yang lebih serius tidak dikenali sedini mungkin. Dengan anamnesis an
pemeriksaan yang teliti serta analisis perasaan nyeri yang seksama dapat didiagnosis
dengan tepat sedini mungkin.
Sebagian besar penderita Low Back Pain mengalami hernia nucleus pulposus
(HNP) dimana terjadi penekanan saraf spinal pada foramen intervertebrale sehingga
menimbulkan rasa nyeri segmental serta kelumpuhan partial dari otot yang diurus segmen
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, diantara ruas-ruas
tersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram sehingga tulang belakang dapat
tegak dan membungkuk, disebelah depan dan belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal.
Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas:
-
Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah dan berbentuk
segi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra berbentuk segitiga dan
besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf yang disebut foramen transversalis
yang dilalui oleh arteri dan vena vertebralis. Pada ujung prosesus tansversus terdapat
2 buah tonjolan yaitu tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkan
oleh suatu alur yaitu sulcus spinalis tempat berjalannya nervus spinalis. Prosesus
spinosusnya pendek dan bercabang dua. Ruas pertama disebut atlas yang
memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoit (aksis)
yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan kekanan.
Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya
panjang dan melengkung. Facies articularis superior menghadap ke belakang dan
lateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan medial.
Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat, bersifat
pasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus artikularis superior
menghadap ke medial dan facies articularis inferiornya menghadap ke lateral. Bagian
ruas kelima agak menonjol disebut promontorium.
Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga berbentuk baji,
yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit berartikulasi dengan kedua os
coxae, membentuk artikulatio sacroiliaca.
Vertebra koksigialis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk sebuah tulang
segitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah sacrum. Dapat
bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sacrum.
Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
-
Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada diantaranya.
Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina,
pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis, ligamentumligamentum supraspinosum dan intraspinosum, ligamentum flavum, serta kapsul
sendi.
Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai
beberapa facies (dataran) yaitu : facies anterior berbentuk konvek dari arah samping
dan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies superior berbentuk konkaf pada
lumbal 4-5.
Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus menuju
dorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan ke arah lateral yang
disebut procesus spinosus.
Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus bila dilihat
dari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu saluran yang disebut
canalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula spinalis.
Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif.
ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap diskus dan
anterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan ekstensi.
Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian posterior
dikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi untuk mengontrol
gerakan fleksi.
Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya dua
sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Bila dilihat dari samping, pilar
tulang belakang membentuk lengkungan atau lordosis di daerah servikal, torakal dan lumbal.
Keseluruhan vertebra maupun masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya
bukanlah merupakan satu struktur yang elastis, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan
diskus yang memungkinkan gerakan bergesek antar korpus ruas tulang belakang. Lingkup gerak
sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerakan yang
sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal
mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup
geraknya makinkecil.7,8
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang
berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum
longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat
discus intervertebralis. Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua
vertebra. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan
yang tipis. Discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal
sampai lumbal atau sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut
(shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama yaitu:
Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan menyilang konsentris
mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya seakan-akan menyerupai
gulungan per (coiled spring)
Daerah transisi.
Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini
mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan.
Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh
kapiler.
Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk batas atas dan
bawah dari diskus.
Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik. Tekanan pada nucleus disebarkan
ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya vertebral end plates. Serabut-serabut
annulus fibrosus mempunyai kemampuan cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga
memungkinkan perubahan bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus
dimungkinkan oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3) adanya
lubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus.9
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long
chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis.
Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan tekanan atau beban.
Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus maupun nukleus pulposus adalah bangunan
yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri adalah :
- Ligamentum longitudinal anterior
- Ligamentum longitudinal posterior
- Corpus vertebrae dan periosteumnya
- Ligamentum supraspinosum
- Fasia dan otot
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical yang terbentang dari
dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis
sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan
kanan) yang terdiri atas :
-
spondilogenik akan lebih memilih berbaring diam dalam posisi tertentu untuk
menghilangkan nyerinya.
b. LBP vaskulogenik
Aneurisma atau penyakit vaskuler perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau nyeri
menyerupai iskialgia. Insufisiensi arteri glutealis superior dapat menimbulkan nyeri di
daerah bokong, yang makin memberat saat jalan dan mereda saat berdiri. Nyeri dapat
menjalar ke bawah sehingga sangat mirip dengan iskialgia, tetapi rasa nyeri ini tidak
terpengaruh oleh presipitasi tertentu misalnya : membungkuk, mengangkat benda berat
yang mana dapat menimbulkan tekanan sepanjang kolumna vertebralis. Kaludikatio
intermitten nyerinya menyerupai iskialgia yang disebabkan oleh iritasi radiks.
c. LBP neurogeik
-
Neoplasma:
Rasa nyeri timbul lebih awal dibanding gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif.
Rasa nyeri sering timbul pada waktu sedang tidur sehingga membangunkan penderita.
Rasa nyeri berkurang bila penderita berjalan.
Araknoiditis:
Pada keadaan ini terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi
penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.
kanalis
spinalis
disebabkan
oleh
proses
degenerasi
discus
LBP spondilogenik
Nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang
terdiri dari osteogenik, diskogenik, miogenik dan proses patologik di artikulatio
sacroiliaka.
LBP psikogenik
Biasanya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau
campuran kedunaya.
LBP osteogenik
LBP diskogenik
Spondilosis:
Proses degenerasi yang progresif pada discus intervertebralis, sehingga jarak antar
vertebra menyempit, menyebabkan timbulnya osteofit, penyempitan kanalis
spinalis dan foramen intervertebrale dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri
disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong
duramater yang mengakibatkan iskemi dan radang. Gejala neurologik timbul
karena gangguan pada radiks yaitu: gangguan sensibilitas dan motorik (paresis,
fasikulasi dan atrofi otot). Nyeri akan bertambah apabila tekanan LCS dinaikkan
dengan cara penderita disuruh mengejan (percobaan valsava) atau dengan
menekan kedua vena jugularis (percobaan Naffziger).
bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan
refleks patella negative. Sensibilitas pada dermatom yang sesuai dengan radiks
yang terkena, menurun. Pada tes laseque akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian
belakang. Percobaan valsava dan naffziger akan memberikan hasil positif.
Spondilitis ankilosa:
Proses ini mulai dari sendi sakroiliaka yang kemudian menjalar keatas, ke daerah
leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung bawah waktu bangun tidur
dan hilang setelah mengadakan gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran
yang mirip dengan ruas-ruas bamboo sehingga disebut bamboo spine.
LBP miogenik
Ketegangan otot :
Sikap tegang yang berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekan otot
yang akhirnya akan timbul rasa nyeri. Rasa nyeri timbul karena iskemia ringan
pasa jaringan otot regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap
tulang, serta regangan pada kapsula.
Disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam
kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu adanya
kontraksi otot yang disertai dengan nyeri hebat. Setiap gerakan akan memperberat
rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.
Defisiensi otot :
Disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisme yang berlebihan,
tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.
Menciptakan suatu daerah yang apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri
dan menjalar ke daerah tertentu.
yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot
punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri.
Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu.
Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak
mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut. Menurut Soeharso (1978), secara patologis
anatomis, pada Low Back Pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa
keadaan, seperti:
Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os sacrum
akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada
pemerikasaan, lassague symptom positif dan pergerakan kaki pada hip joint terbatas.
Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat
menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang
hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.
b. Infeksi10
Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan
pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan. Artritis rematoid dapat
melibatkan persendian sinovial pada vertebra. Artritis rematoid merupakan suatu proses yang
melibatkan jaringan ikat mesenkimal. Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan
nama spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan teruta mengenai
kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri lokal
dan menyebar di daerah pnggang disertai kekakuan (stiffness) dan kelainan ini bersifat
progresif.
c. Neoplasma10
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor jinak dapat mengenai
tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah
adanya nyeri yang menetap. Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor
jinak. Contoh tumor tulang jinak ialah osteoma osteoid, yang menyebabkan nyeri pinggang
terutama waktu malam hari. Tumor ini biasanya sebesar biji kacang, dapat dijumpai di
pedikel atau lamina vertebra. Hemangioma adalah contoh tumor benigna di kanalis spinal
yang dapat menyebabkan nyeri pinggang. Meningioma adalah tumor intradural dan
ekstramedular yang jinak, namun bila ia tumbuh membesar dapat mengakibatkan gejala yang
besar seperti kelumpuhan.
d. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan10,18
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang
mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian
bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa
jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:
Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang
sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan padaotot atau sendi. Selain itu juga terjadi
penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi
tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang
hingga ke pinggang.
Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan nyeri
dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri memberat saat beraktivitas, sikap
tidur yang buruk dan kelelahan.
e. Kongenital17
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang bawah yang penting.
Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah adalah :
Spondilolisis dan spondilolistesis
Pada Spondilolisis tampak bahwa sewaktu pembentukan korpus vertebrae ( in utero ) arkus
vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebraenya sendiri. Pada spondilolistesis korpus
vertebrae itu sendiri ( biasanya L5 ) tergeser ke depan. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu
bayi itu masih berada dalam kandungan, namun ( oleh karena timbulnya kelinan-kelainan
degeneratif ) sesudah berumur 35 tahun, barulah timbul keluhan nyeri pinggang. Nyeri
pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur. Dan akan bertambah, bila
penderita itu berdiri atau berjalan. Spondilolitesis dapat mengakibatkan tertekuknya radiks
L5 sehingga timbul nyeri radikuler.
Spina Bifida
Bila di daerah lumbosakral terdapat suatu tumor kecil yang ditutupi oleh kulit yang berbulu,
maka hendaknya kita waspada bahwa didaerah itu ada tersembunyi suatu spina bifida okulta.
Pada foto rontgen tampak bahwa terdapat suatu hiaat pada arkus spinosus di daerah lumbal
atau sakral. Karena adanya defek tersebut maka pada tempat itu tidak terbentuk suatu
ligamentum interspinosum. Keadaan ini akan menimbulkan suatu lumbo-sakral sarain yang
oleh si penderita dirasakan sebagai nyeri pinggang.
Stenosis kanalis vertebralis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan secara radiologis. Walaupun penyakit telah ada sejak lahir,
namun gejala-gejalanya baru tampak setelah penderita berumur 35 tahun. Gejala yang
tampak adalah timbulnya nyeri radikuler bila si penderita jalan dengan sikap tegak. Nyeri
hilang begitu penderita berhenti jalan atau bila ia duduk. Untuk menghilangkan rasa nyerinya
maka penderita lantas jalan sambil membungkuk.
Spondylosis lumbal
Penyakit sendi degeneratif yang mengenai vertebra lumbal dan discus intervertebralis, yang
menyebabkan nyeri dan kekakuan.
Spondylitis
Suatu bentuk degeneratif sendi yang mengenai tulang belakang. Ini merupakan penyakit
sistemik yang etiologinya tidak diketahui, terutama mengenai orang muda dan menyebabkan
rasa nyeri dan kekakuan sebagai akibat peradangan sendi-sendi dengan osifikasi dan
ankilosing sendi tulang belakang.
f. Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat17,18
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan
rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain,
misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang
mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan
terjadinya. Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada
tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot.
2.4. PATOFISIOLOGI19
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas
banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus intervertebralis) yang diikat satu sama
lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung
yang unik tersebut memungkinkan fleksibelitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan
perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang
akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari dan melompat. Batang tubuh membantu
menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas
mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini.
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu
mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas
dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet joint
menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan
gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan perengangan
berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung. Diskus intervertebralis akan
mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama
tersusun atas fibrokartilago dengan matrik gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago
yang padat dan tak teratur. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis
paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan faset akan mengakibatkan penekanan
pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang menyebabkan nyeri menyebar sepanjang
saraf tersebut.
2.5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya Low Back Pain adalah sebagai berikut :
2.5.1. Usia
Secara teori, nyeri pinggang atau LBP dapat dialami oleh siapa saja, pada umur berapa
saja. Namun demikian keluhan ini jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini
mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada
umur yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur dekade
kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan keluhan nyeri pinggang ini
semakin lama
semakin meningkat hingga umur sekitar 55 tahun.
beban merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih
dahulu.
2.5.6. Faktor Risiko Lain
Kondisi kesehatan yang buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif,
merokok, skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang
berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk atau berdiri
berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat, membawa beban, menarik
beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan. Merokok dikatakan dapat meningkatkan resiko
terjadinya nyeri pinggang bawah pada usia muda dengan odds ratio 2,4 95% CI 1,3-6,0.
2.6. DIAGNOSIS
2.6.1. Anamnesis3,21
Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu:
a) Nyeri pinggang lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah dengan radiasi ke kanan dan
ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal,
korpus vertebra, sendi dan ligamen.
b) Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada dermatom yang
bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau
gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen
vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
c) Nyeri rujukan somatis
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih dalam pada dermatom yang
bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih
superfisial.
d) Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau dalam ruangan panggul
dapat dirasakan di daerah pinggang.
e) Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens yang dapat dirasakan di
pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada
percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.
f) Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom dengan reaksi
wajah yang sering berlebihan.
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi
mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan
sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.
Harus dibedakan antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan
intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada
tungkai yang lebih banyak dari pada LBP dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya
radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak
daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga
biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.
Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala
merupakan gejala khas dari suatu LBP yang terjadinya secara mekanis. Herniasi diskus bisa
membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak
nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2- 4 minggu.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode
herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau
memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri
LBP, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri,
dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat
menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab
mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan,
karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan
ataupun infeksi.
Faktor-faktor lain yang penting adalah gangguan pencernaan atau gangguan miksidefekasi, karena bisa merupakan tanda dari suatu lesi di kauda ekuina dimana harus dicari
dengan teliti adanya hipestesi peri-anal, retensio urin, overflow incontinence dan tidak adanya
perasaan ingin miksi dan gejala-gejala ini merupakan suatu keadaan emergensi yang absolut,
yang memerlukan suatu diagnosis segera dan dekompresi operatif segera, bila ditemukan kausa
yang menyebabkan kompresi.
Suatu radikulopati tanpa nyeri menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit
metabolik seperti polineuropati diabetik, namun juga harus diingat bahwa hilangnya nyeri tanpa
terapi yang adekuat dapat menandakan adanya suatu penyembuhan, namun dapat pula berarti
bahwa serabut nyeri hancur sehingga perasaan nyeri hilang, walaupun kompresi radiks masih
ada.
Suatu nyeri yang berkepanjangan akan menyebabkan dan dapat diperberat dengan adanya
depresi sehingga harus diberi pengobatan yang sesuai. Terdapat 5 tanda depresi yang menyertai
nyeri yang hebat, yaitu anergi (tak ada energi), anhedonia (tak dapat menikmati diri sendiri),
gangguan tidur, menangis spontan dan perasaan depresi secara umum.
2.6.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung meliputi evaluasi
sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh
bawah, kekuatan dan refleks-refleks.
a) Inspeksi :
o Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk
duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.
o Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga
bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai
hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral.
o Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila
ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini
akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada
saraf spinal.
Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila
ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
b) Palpasi :
o Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan
psikologis di bawahnya (psychological overlay).
o Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada
ruangan intervertebralis.
o Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (stepoff) pada palpasi di
tempat/level yang terkena.
o Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur
pada vertebra.
o Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
o Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini
dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
c) Pemeriksaaan Motorik
o Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan
abnormalitas motoris.
o Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Berjalan dengan menggunakan tumit.
Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
d) Pemeriksaan Sensorik
o Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan
tak jarang keliru
o Nyeri dalam otot.
o Rasa gerak.
e) Refleks
o Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella, respon dari
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
f) Special Test
o Tes Lasegue:
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapatmengangkat
tungkai kurang dari 60 dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa nyeri dan
terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada herniasi discus
lumbalis/ lumbo-sacralis.
o Tes kernig:
Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai bawah sejauh
mungkin anpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika terdapat spasme involunter otot
- Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal.
Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang
tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.
CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah
jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang
sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT mielografi
dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas ada atau
tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi vertebra
multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan
kanal vertebralis.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena. MRI sangat berguna
bila:
Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat berharga
pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau ortopedi untuk menentukan
lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus yang lepas dan
mengeksklusi adanya suatu tumor. Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative
diskus prolaps pada mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.
Diskografi dapat dilakukan dengan menyuntikkan suatu zat kontras ke dalam nukleus
pulposus untuk menentukan adanya suatu annulus fibrosus yang rusak, dimana kontras
hanya bisa penetrasi/menembus bila ada suatu lesi. Dengan adanya MRI maka
pemeriksaan ini sudah tidak begitu populer lagi karena invasif.
Elektromiografi (EMG) :
Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat
berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
-
Elektroneurografi (ENG)
Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer tertentu
sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve Conduction Velocity/NCV)
dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti Fwave dan H-reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa
menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan.
Potensial Cetusan Somatosensorik (Somato-Sensory Evoked Potentials/SSEP)
Kadang-kadang pemeriksaan SSEP diperlukan untuk membuat diagnosis lesilesi yang
lebih proksimal sepanjang jaras-jaras somatosensorik.
Semua tes mempunyai hasil yang positif palsu dan negatif palsu serta penggunaan tes
diagnostik lebih dari satu akan mempertajam akurasi diagnostik. Harus diingat bahwa seluruh
pemeriksaan tambahan ini dilakukan dalam kerangka pemeriksaan klinis neurologis dan harus
dievaluasi sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga sampai pada suatu kesimpulan
diagnosis yang akurat sehingga tindakan pembedahan yang berlebihan dapat dicegah.
2.7. PENATALAKSANAAN
2.7.1. Penatalaksanaan Low Back Pain Akut
Sebagian besar pasien dapat diatasi secara efektif dengan kombinasi dari pemberian
informasi, saran, analgesia, dan jaminan yang tepat. Pasien juga harus disemangati untuk segera
kembali bekerja. Penjelasan dan saran dapat juga dalam bentuk tertulis. Kronisitas low back pain
dapat dihindari dengan: memperhatikan aspek psikologis gejala yang ada, menghindari
pemeriksaan yang tidak perlu dan berlebihan, menghindari penatalaksanaan yang tidak
konsisten, serta memberikan saran untuk mencegah rekurensi (seperti: menghindari
pengangkatan beban yang berat).
Faktor yang berhubungan dengan hasil dan kronisitas low back pain :
Distress: reaksi depresif, ketidakberdayaan.
Pemahaman tentang nyeri dan disabilitas: rasa takut dan kesalahpahaman tentang nyeri.
Faktor perilaku: menghindari gerakan-gerakan yang memperberat.
2.7.2. Mengidentifikasi Faktor Risiko ke Arah Kronisitas
Guidelines tatalaksana untuk strata 1 dititikberatkan pada identifikasi faktor risiko ke
arah kronisitas. Pendekatan yang berguna telah dikembangkan di New Zealand. Bertujuan untuk
mengikutsertakan semua pihak (pasien, keluarga, paramedis, dan yang paling penting atasan
pasien). Empat kelompok faktor risiko (flags) untuk kronisitas berikut dengan strategi
parasetamol dengan opioid. Pertimbangkan tambahan muscle relaxant tetapi hanya untuk jangka
pendek, mengingat bahaya ketergantungan.
Olahraga : harus dievaluasi lebih lanjut jika pasien tidak kembali ke aktivitas sehari-harinya
dalam 4-6 minggu.
Manipulasi: dipertimbangkan untuk kasuskasus yang membutuhkan obat penghilang nyeri
ekstra dan belum dapat kembali bekerja dalam 1-2 minggu.
Terapi dan intervensi lain: belum ada penelitian mengenai terapi dengan traksi, termis
ultrasound, akupuntur, sabuk penyangga, ataupun pijatan.
2.7.6. Penatalaksanaan Low Back Pain dengan Nerve Root
Aktivitas: pasien didorong melakukan beragam aktivitas walaupun punggung/tungkai
bawahnya nyeri.
Tirah baring: mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan nyeri.
2.8. PENYAKIT YANG SERING MENYEBABKAN LOW BACK PAIN
2.8.1. HERNIA NUCLEUS PULPOSUS
a) Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nucleus pulposus ke dalam kanalis
vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus korpus vertebralis yang merupakan penyebab
tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang. HNP mempunyai
banyak sinonim antara lain Herniasi Diskus Intervertebralis, ruptured disc, slipped disc,
prolapsus disc. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus) mengalami tekanan di
salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus pulposus pecah dan luruh sehingga
terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan
penekanan radiks saraf. Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya,
bisa juga langsung ke kanalis vertebralis.
b) Etiologi
HNP terjadi karena proses degeneratif diskus intervetebralis. Keadaan patologis dari
melemahnya annulus merupakan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya herniasi. Penyebab
utama terjadinya HNP adalah cidera, cidera dapat terjadi karena terjatuh tetapi lebih sering
karena posisi menggerakkan tubuh yang salah. Pada posisi gerakan tulang belakang yang tidak
tepat maka sekat tulang belakang akan terdorong ke satu sisi dan pada saat itulah bila beban yang
mendorong cukup besar akan terjadi robekan pada annulus pulposus yaitu cincin yang
melingkari nucleus pulposus dan mendorongnya merosot keluar sehingga disebut hernia nucleus
pulposus. Sebenarnya cincin (annulus) sudah terbuat sangat kuat tetapi pada pasien tertentu di
bagian samping belakang (posterolateral) ada bagian yang lemah (locus minoris resistentiae).
Contoh kejadian sehari-hari yang dapat membuat terjadinya HNP adalah sebagai berikut:
Mengambil benda yang jatuh dilantai.
Mengejar bola yang cukup jauh dengan ayunan langkah yang tidak akurat saat tennis.
Mengepel lantai.
Tergelincir saat berjalan.
Melompat.
Mengambil sesuatu di atas lemari.
Membungkuk tiba-tiba.
Tiba-tiba berlari mengejar sesuatu.
Berpijit dan punggungnya di injak-injak.
Beberapa contoh kejadian sehari-hari diatas kadang-kadang begitu saja terjadi, tidak
disengaja. Sehingga unsur ketidak sengajaan dan tiba-tiba memainkan peran yang menonjol
tercetusnya HNP.
Bisa juga terjadi karena adanya spinal stenosis, ketidakstabilan vertebra karena salah
posisi, mengangkat, pembentukan osteophyte, degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang
rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan
herniasi dari nucleus hingga annulus.
c) Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi.
Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita.
Riwayat cidera punggung atau HNP sebelumnya.
Faktor risiko yang dapat dirubah :
Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barangbarang serta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik
yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat
dalam jangka waktu yang lama.
Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain
pada punggung bawah.
Batuk lama dan berulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
Kondisi lingkungan kerja yaitu licin, kasar, naik atau turun.
Keterampilan pekerja.
Peralatan kerja beserta keamanannya.
d) Klasifikasi
Macnabs Classification membagi HNP berdasarkan pemeriksaan MRImenjadi :
Bulging Disc, suatu penonjolan atau konveksitas dari diskus melewati batas diskus tetapi
anulus tetap intak.
Proalapsed Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami
robekan yang tidak komplit.
Extruded Disc, suatu penonjolan dari diskus melalui annulus fibrosus yang mengalami
robekan komplit, dan nucleus pulposus mendesak ligamentum longitudinalis posterior.
Sequesteres Disc, sebagian dari nucleus pulposus keluar melalui annulus fibrosus yang telah
robek, kehilangan kontinuitas dengan nucleuos pulposus yang berada didalam diskus dan telah
berada dalam kanal.
Menurut lokasi penonjolan Nucleous Pulposus, terdapat 3 tipe :
Central, tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan pada banyak
akar saraf bila mengenai cauda equina atau nielopati apabila mengenai medula spinalis.
Posterolateral, pada umunya terjadi pada vertebra lumbalis sehubungan dengan menipisnya
ligamentum longitudalis posterior pada daerah tersebut, misal HNP vertebra L4-L5 akan
menimbulkan iritasi pada akar saraf L5.
Far-laterall foraminal, tidak selalu didapatkan gejala nyeri punggung bawah. Mengenai akar
saraf yang terekat, misal HNP vertebra L4-L5 akan mengenai akar saraf L4 .
Berdasarkan lesi terkenanya terbagi atas :
Hernia Lumbosacralis, Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian
luka pada posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah
kejadian yang berulang. Proses penyusutan nucleus pulposus pada ligamentum longitudinal
posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan
dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat
menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya dan melemahkan
anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus atau
menjadi extruded dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih
sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya terjadi pada
satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai sebuah serabut atau
beberapa serabut saraf. Tonjolan yang besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan
apophysis artikuler.
Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis
servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik,
kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara
tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol
keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri
radikal yang mana selalu diawali dengan beberapa gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-gejalannya terdiri dari
nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota
tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese, kadang-kadang serangannya mendadak
dengan paraparese.
e) Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif
yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan
pertahanan pada herniasi nukleus. Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan
menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang
merenggang, sehingga nucleus pulposus akan terdorong ke belakang.
Prolapsus discus intervertebralis, hanya yang terdorong ke belakang yang menimbulkan
nyeri, sebab pada bagian belakang vertebra terdapat serabut saraf spinal serta akarnya, dan
apabila tertekan oleh prolapsus discus intervertebralis akan menyebabkan nyeri yang hebat pada
bagian pinggang, bahkan dapat
menyebabkan kelumpuhan anggota bagian bawah.
Herniasi atau ruptur dari discus intervertebra adalah protrusi nucleus pulposus bersama
beberapa bagian anulus ke dalam kanalis spinalis atau foramen intervertebralis. Karena
ligamentum longitudinalis anterior jauh lebih kuat daripada ligamentum longitudinalis posterior,
maka herniasi diskus hampir selalu terjadi ke arah posterior atau posterolateral. Herniasi tersebut
biasanya menggelembung berupa massa padat dan tetap menyatu dengan badan diskus,
walaupun fragmen-fragmennya kadang dapat menekan keluar menembus ligamentum
longitudinalis posterior dan masuk lalu berada bebas ke dalam kanalis spinalis. Perubahan
morfologik pertama yang terjadi pada diskus adalah memisahnya lempeng tulang rawan dari
korpus vertebra di dekatnya.
Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena adanya
gaya traurnatik yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial.
Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP hanya menunggu waktu dan bisa terjadi pada
trauma berikutnya. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatik ketika hendak
menegakkan badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya. Menjebolnya
(herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di atas atau di bawahnya.
Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Sobekan sirkumferensial dan radial pada
annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl atau
merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul
oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus
menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak akan ada radiks yang terkena jika
tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L2, dan terus ke bawah tidak terdapat medula
spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada
kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebral ini mengalami lisis, sehingga
dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan
pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini
terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak
ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak
terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi
pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Sela intervertebra lumbal L4-L5 dan L5-S1 adalah yang paling sering terkena, terutama
L5-S1. Sedangkan L3-L4 merupakan urutan berikutnya. Ruptur diskus lumbal yang lebih tinggi
jarang dan hampir selalu akibat trauma masif. Karena hubungan anatomis pada vertebra lumbal,
protrusi diskus biasanya menekan radiks saraf yang muncul satu vertebra di bawahnya. Jika
terdapat fragmen diskus bebas, biasanya mengenai radiks yang muncul di atas diskus yang
mengalami herniasi.
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena:
Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat, yaitu menyangga
berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh sendi L5-S1.
Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat tinggi.
Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh dilakukan pada sendi L5-S1.
Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena ligamentum longitudinal
posterior hanya separuh menutupi permukaan posterior diskus. Arah herniasi yang paling
sering adalah postero lateral.
Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang
mengakibatkan herniasi nucleus pulpolus melalui anulus dengan menekan akarakar saraf
spinal. Pada umumnya herniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih
banyak bergerak (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1.
Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal
miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara
L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein
yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat,
menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak
langsung pada diskus intervertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan herniasi nucleus
pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan
anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal maka terjadilah herniasi.
f) Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau
lumbal. Manifestasi klinis bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik)
dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Penekanan terhadap radiks posterior yang masih utuh
dan berfungsi mengakibatkan timbulnya nyeri radikular. Jika penekanan sudah menimbulkan
pembengkakan radiks posterior, bahkan kerusakan structural yang lebih berat gejala yang timbul
ialah hipestesia atau anastesia radikular. Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif diradiks
posterior tingkat cervical dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Sedangkan nyeri radikular yang dirasakan sepanjan tungkai dinamakan iskialgia, karena
nyerinya menjalar sepanjang perjalanan. iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.
Gejala klasik dari HNP lumbal adalah : nyeri punggung bawah yang diperberat dengan
posisi duduk dan nyeri menjalar hingga ekstremitas bawah. Nyeri radikuler atau sciatica,
biasanya digambarkan sebagai sensasi nyeri tumpul, rasa terbakar atau tajam, disertai dengan
sensasi tajam seperti tersengat listrik yang intermiten. Level diskus yang mungkin mengalami
herniasi dapat dievaluasi berdasarkan distribusi tanda dan gejala neurologis yang timbul.
Sindrom lesi yang terbatas pada masing masing radiks lumbalis :
L3 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L3, parestesia otot
quadrisep femoris, reflex tendon kuadrisep (reflex patella) menurun atau menghilang.
L4 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4, parestesia otot
kuadrisep dan tibialis anterior dan tibialis anterior, reflex patella berkurang.
L5 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5, parestesis dan
kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus dan digitorium brevis, tidak ada reflex
tibialis posterior.
S1 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1, paresis otot
peronealis dan triseps surae, hilangnya reflex triseps surae (reflex tendon Achilles).
g) Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien dan
melindungi serta meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. Perawatan utama
untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti
inflamasi, diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95% penderita akan sembuh dan
kembali pada aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan. Terapi konservatif
meliputi ;
Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,lama yang
dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien
dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan
adalah dengan menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi.
Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
Medikamentosa
Analgetik dan NSAID.
Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.
Opioid : tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka panjang dapat
menyebabkan ketergantungan.
Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat dipertimbangkan
pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
Terapi Fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan
korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
Diatermi atau kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. keadaan
akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.Untuk nyeri
kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeriHNP kronis. Sebagai penyangga korsetdapat
mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti jalan kaki,
naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan
untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak.
Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
Proper Body Mechanics
Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik untuk mencegah
terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah
sebagai berikut:
Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perutditegangkan, punggung tegak danlurus.
Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir tempat
tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah ke
posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk membantu
posisi berdiri.
Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak jongkok,
punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut. Dengan
punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang
diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kakiharus berubah posisi secara bersamaan.
Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok dengan wc
duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung saat
bangkit.
Pembedahan
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga nyeri dan
gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkanalasan yang kuat yaitu
berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah
o Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
o Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis,
memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan
mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.
sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani
jika ada masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan
dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (recovery).
o Microdisectomy
Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur memindahkan fragmen of
nucleated disk melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan raydan chemonucleosis.
Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut chymopapain) kedalam herniasi diskus
untuk melarutkan substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini merupakan salah satu alternatif
disectomy pada kasus-kasus tertentu.
h) Pencegahan33
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Low Back Pain yang
disebabkan karena trauma yaitu mengurangi aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat barang
yang berat atau selalu membungkuk terutama bagi orang lanjut usia. Bila terjadi fraktur atau
dislokasi harus ditangani sesegera mungkin untuk menghindari komplikasinya terhadap diskus
intervertebralis yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan untuk mengalami herniasi
nukleus pulposus.
Cara-cara mengangkat dan mengangkut yang baik :
Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot
tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan dari pembebanan.
Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan sbb :
Pegangan harus tepat.
Lengan harus berada sedekat mungkin dengan badan dan dalam posisi lurus.
Punggung harus diluruskan.
Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi pada permulaan gerakan. Dengan
mengangkat kepala dan sambil menarik dagu, seluruh tubuh belakang diluar.
Mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetik itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut harus
dilakukan sebagai berikut:
Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi momentum yang terjadi
dalam posisi mengangkat.
Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap geris vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.
Hal yang patut diingat untuk efisiensi kerja dan kenyamanan kerja, yaitu hindari manusia sebagai
alat utama untuk kegiatan mengangkat dan mengangkut.
Diagnosis
Diagnosis spinal stenosis biasanya ditegakkan secara klinis. Penting selama evaluasi
klinis untuk menyingkirkan adanya penyakit pembuluh darah perifer (berkurangnya aliran darah
ke tungkai) sebagai kemungkinan diagnosis. Pemeriksaan untuk memastikan stenosis tulang
belakang mencakup penggunakan sinar x. Pemeriksaan khusus seperti MRI akan menunjukkan
tingkat ketinggian dan penyebab, serta beratnya stenosis spinal. Dalam beberapa kasus, tes saraf
khusus termasuk electromyogram (EMG) atau studi konduksi saraf dapat dilakukan. Tes ini
dapat mengidentifikasi kerusakan atau iritasi saraf yang disebabkan oleh kompresi jangka
panjang dari stenosis tulang belakang. Tes-tes ini juga dapat membantu menentukan dengan tepat
mana saraf yang terlibat.
Penatalaksanaan
Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif, kita dapat menangani stenosis
tulang belakang menggunakan tindakan konservatif berikut ini:
Obat antiinflamasi nonsteroid untuk mengurangi inflamasi dan menghilangkan nyeri.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri.
Blok akar saraf dekat saraf yang terkena untuk menghilangkan nyeri sementara.
Program latihan dan/atau fisioterapi untuk mempertahankan gerakan tulang belakang,
memperkuat otot perut dan punggung, serta membangun stamina, semua hal tersebut
membantu menstabilkan tulang belakang. Beberapa pasien dapat didorong untuk
mencoba aktivitas aerobik dengan gerak progresif perlahan seperti berenang atau
menggunakan sepeda latihan.
Korset lumbal untuk memberikan dukungan dan membantu pasien mendapatkan kembali
mobilitasnya. Pendekatan ini terkadang digunakan pada pasien dengan otot perut yang
lemah atau pasien berusia lanjut dengan degenerasi beberapa tingkat. Korset hanya dapat
digunakan sementara, karena penggunaan jangka panjang dapat melemahkan otot
punggung dan perut.
Akupunktur dapat menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai teknik,
sebagian besar dengan memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang
memenetrasi kulit.
Pada banyak kasus, keadaan yang menyebabkan stenosis spinal tidak dapat diatasi secara
permanen melalui terapi nonbedah, meskipun usaha ini dapat menghilangkan nyeri selama
beberapa waktu. Operasi mungkin dapat dipertimbangkan untuk dilakukan sesegera mungkin
apabila pasien mengalami rasa baal atau kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan
fungsi usus besar (buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil). Efektivitas terapi
nonbedah, beratnya nyeri yang dialami pasien, dan pilihan pasien, semua dapat merupakan faktor
yang mempengaruhi apakah operasi akan dilakukan atau tidak. Tujuan operasi adalah untuk
menghilangkan tekanan pada saraf, serta mengembalikan dan mempertahankan kesegarisan
tulang belakang. Hal ini dapat dilakukan dengan laminektomi dekompresi, yakni pengangkatan
lamina (atap) pada satu atau lebih tulang belakang untuk memberikan ruang bagi saraf. Apabila
segmen tulang belakang yang terkena juga dianggap tidak stabil (misalnya spondilolistesis atau
subluksasi lateral pada skoliosis degeneratif) atau menjadi penyebab yang signifikan dari nyeri
punggung yang dialami pasien, fusi mungkin juga akan dilakukan pada saat yang bersamaan.
Fusi seringkali melibatkan penggunaan tulang pasien sendiri dari lamina atau faset yang
diangkat, ditambah dengan sekrup pedikel dari titanium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono (Ed). Kapita selekta neurologi edisi kedua. Gadjah Mada University Press, 2007
h. 265-284
2. Rathmell, JP. A 50-year-old man with chronic low back pain. JAMA 2008;299(17):20662077
3. Atlas SJ. Nonpharmacological treatment for low back pain: duration of symptoms
influences initial management. J Musculoskel Med 2010; 27: 20-27.
4. Dewanto G, Wita JS, Budi R, Yuda T. Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. EGC,
2009, hal. 128-131
5. Chou R, Amir Q, Vincenza S , Donald C, Thomas C, Paul S et al. Clinical Guidelines:
Diagnosis and treatment of low back pain: a joint clinical practice guideline from the
American college of physicians and the American pain society. Ann Intern Med.
2007;147:478-491
6. Lumbantobing SM, Tjokronegoro A, Junada A. Nyeri Pinggang Bawah. Jakarta. Fakultas
. Kedokteran Universitas Indonesia. 1983
7. Nursamsu, Handono Kalim. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang. Malang.
Lab./SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Brawijaya. 2004
8. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC. 2002
9. www.backpainforum.com
10. www.hughston.com