Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul SEPSIS dengan
baik. Tugas ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Ilmu Anastesi Periode 25 Mei 2015 28 Juni 2015.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Asep,
Sp.An KIC atas bimbingannya selama menyelesaikan tugas ini. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada teman dalam siklus ini yang telah membantu
dalam pembuatan referat ini serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satupersatu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
masukan dalam bentuk saran maupun kritik akan kami terima guna memperbaiki
makalah ini. Kami berharap isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Sepsis adalah proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri dan jamur.
Sepsis didefinisikan sebagai adanya (suspek atau terbukti) infeksi bersama dengan
manifestasi dari infeksi sistemik. Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sepsis plus,
sepsis yang menginduksi disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan. Definisi yang
dihubungkan dengan sepsis yaitu sindrom sepsis, sepsis berat, septikemia dan syok
sepsis. Pada tahun 1991 organisasi The American College of Chest Physicians/Society
of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan definisi klinis sepsis
dengan lebih akurat. Definisi dibuat dengan mempertimbangkan
sepsis dapat
disebabkan oleh berbagai agen infeksi dan produk mikroba yang mungkin saja tidak
berhubungan dengan terdapatnya mikroba dalam aliran darah. Skema diagnostik
sepsis dikembangkan dengan menjabarkan menjadi dasar predisposisi, penyakit
penyebab, respons tubuh dan disfungsi organ atau disingkat menjadi PIRO
(predisposing factors, insult, response and organ dysfunction.
Tabel 1. Sistem pendekatan PIRO untuk sepsis
Predisposisi
Infeksi / penyebab
Umur
inflamasi
Hasil uji kultur dan sensitifitas patogen
Penyakit
yang
sumber
infeksinya
dapat
dikendalikan
Respons pejamu
Sepsis
Sepsis berat
Syok septis
IL-6)
Penanda gangguan
(HLA-DR)
Disfungsi Organ
Skor gabungan
Dikutip dari De Gaudio AR. Severe sepsis. In: Berstein AD, Soni Neds. Ohs
Intensive care manual. 6th ed. Philadelphia: Elsevier Limited; 2009.
Systemic
inflammatory
response
syndrome
(SIRS)
ditujukan
untuk
PATOGENESIS
Sepsis adalah respons tubuh sistemik melawan patogen invasif yang meliputi
demam, takikardi dan takipnu, penurunan tekanan darah dan disfungsi organ karena
gangguan sirkulasi darah. Sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif, jamur
dan virus atau sebagai akibat peredaran toksin bakteri atau jamur. Mikrobiologi dan
sumber infeksi primer mengalami transisi selama 30 tahun terakhir. Patogen
predominan yang menyebabkan sepsis antara tahun 1960 dan 1970 adalah bakteri
gram negatif. Insidens sepsis lebih banyak disebabkan oleh patogen gram positif dan
jamur. Evolusi spektrum patogen ini berhubungan dengan meningkatnya insidens
organisme multiresisten. Sumber infeksi penyebab sepsis terbanyak pada tahun 19701990 adalah
menjadi infeksi paru seperti terlihat pada tabel 2.2,11 Patogenesis sepsis sangat
kompleks, meliputi interaksi antara faktor-faktor mikrobial dan pejamu. Sesudah
pajanan bakteri baik gram negatif ataupun positif, makrofag meningkatkan ekspresi
lebih dari 1.000 gen dan protein sekaligus menekan ekspresi 300 gen lainnya dengan
hasil akhir yang dipengaruhi oleh interaksi faktor- faktor diatas.2
Pada infeksi
Total (%,
hematogen
(%, n = 430)
n = 866)
(%, n = 436)
a
Gram-negatif
35
44
40
b
Gram-positif
40
24
31
Jamur
7
5
6
Polimikroba
11
21
16
Patogen klasik c
<5
<5
<5
Dikutip dari . Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the
United States. Crit Care Med. 2001
Patogenesis hipovolemia pada sepsis berat
Cuthbertson pada tahun 1942 menggambarkan respons metabolik terhadap
inamasi, cedera dan syok dalam 2 fase yaitu ebb dan ow. Selama fase ebb atau fase
resusitasi terjadi penurunan curah jantung, perfusi jaringan yang buruk dan akral
yang dingin. Pada fase ow tubuh akan melakukan kompensasi untuk mengakhiri fase
ebb yang biasanya berlangsung selama 3 hari, terjadi peningkatan curah jantung dan
bila diuresis terjadi maka perfusi jaringan kembali normal. Deskripsi ini menjadi
prinsip klinis penatalaksanaan cairan pada sepsis. Terapi cairan
penting pada
patogenesis sepsis. Waktu, jenis, komposisi, titrasi, strategi dan komplikasi pemberian
cairan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh.12,11
Hipovolemia yang terinduksi sepsis disebabkan oleh kehilangan cairan
eksternal dan internal. Kehilangan cairan eksternal seperti muntah, diare, serta karena
takipnu dan diaforesis. Kehilangan cairan internal dapat berupa edema, peritonitis dan
lainnya. Hipovolemia oleh kehilangan cairan eksternal dan internal disebut juga
hipovolemia
absolut.
Hipovolemia
yang
disebabkan
maldistribusi
cairan
(splanknik) ke organ vital yaitu jantung dan otak. Perpindahan cairan dari dan
6
dan
onkotik
antara
mikrovaskuler
dan
ruangan
interstisial.
disfungsi endotel,
edema interstisial
Disfungsi endotel menyebabkan pelepasan oksidanitrit sehingga vaskuler
metabolik dan
kaskade protein plasma seperti komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid,
oksigen dan nitrogen radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator
antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein fase akut,
inhibitor proteinase dan berbagai hormon.
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang terpenting
adalah TNF-, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai
antiinflamasi. Pengaruh TNF- dan IL-1 pada endotel menyebabkan permeabilitas
endotel meningkat, ekspresi TF, penurunan regulasi trombomodulin sehingga
meningkatkan efek prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, VCAM1, PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,
pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan mediator
primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti prostaglandin E2
(PGE2), tromboxan A2 (TXA2), Platelet Activating Factor (PAF), peptida vasoaktif
seperti bradikinin dan angiotensin, intestinal vasoaktif peptida seperti histamin dan
serotonin di samping zat-zat lain yang dilepaskan yang berasal dari sistem
komplemen.
Awal sepsis dikarakteristikkan dengan peningkatan mediator inflamasi, tetapi pada
sepsis berat pergeseran ke keadaan immunosupresi antiinflamasi.
Peran Komplemen pada Sepsis
Fungsi sistem komplemen: melisiskan sel, bakteri dan virus, opsonisasi, aktivasi
respons imun dan inflamasi dan pembersihan kompleks imun dan produk inflamasi
dari sirkulasi. Pada sepsis, aktivasi komplemen terjadi terutama melalui jalur
alternatif, selain jalur klasik. Potongan fragmen pendek dari komplemen yaitu C3a,
C4a dan C5a (anafilatoksin) akan berikatan pada reseptor di sel menimbulkan respons
inflamasi berupa: kemotaksis dan adhesi netrofil, stimulasi pembentukan radikal
oksigen, ekosanoid, PAF, sitokin, peningkatan permeabilitas kapiler dan ekspresi
faktor jaringan.
Peran NO pada Sepsis
NO diproduksi terutama oleh sel endotel berperan dalam mengatur tonus vaskular.
Pada sepsis, produksi NO oleh sel endotel meningkat, menyebabkan gangguan
hemodinamik berupa hipotensi. NO diketahui juga berkaitan dengan reaksi inflamasi
karena dapat meningkatkan produksi sitokin proinflamasi, ekspresi molekul adhesi
9
DIAGNOSIS
10
sebelum pemberian antibiotik. Pengambilan contoh kultur dapat kita ambil dari
darah, cairan serebrospinal, luka, sekret saluran napas atau dari cairan tubuh lain yang
merupakan sumber infeksi. Pemeriksaan prokalsitonin kadang diperlukan pada pasien
dengan inflamasi akut yang disebabkan oleh infeksi pasca bedah atau keadaan syok.
Masa yang akan datang
identifikasi secara cepat bakteri patogen dan resistensi kuman pada pasien-pasien
yang diduga sepsis.18
Sepsis berat adalah hipoperfusi jaringan atau disfungsi organ karena sepsis
(beberapa diantaranya diduga berhubungan dengan infeksi) seperti yang dijelaskan
tabel 3. Gejala klinis yang dapat ditemukan adalah hipotensi, peningkatan laktat
plasma , produksi urin <0.5ml/kg/jam selama lebih 12 jam walau resusitasi sudah
adekuat, acute lung injury (ALI) dengan rasio PaO2 < 250 tanpa terdapat pneumonia
sebagai sumber infeksi, ALI dengan rasio PaO2/FIO2 < 200 dengan pneumonia
sebagai sumber infeksi, kreatinin plasma > 2.0 mg/dl(176.8 mol/L), bilirubin plasma
> 2 mg/dl (34,2 mol/L), hitung trombosit <100,000/L dan koagulopati (INR >1,5).
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik terhadap sepsis, temuan yang cukup
sensitif untuk mendiagnosis pasien suspek atau terbukti sepsis antara lain bisa dilihat
dari:
Tabel 3.Kriteria diagnostik pada sepsis19
Kriteria diagnostik
Variabel umum
Gejala
1. Demam > 38.3C,
2. Hypothermia, suhu tubuh < 36C,
3. Heart rate > 90/min
4. Tachypnea,
5. Status mental yang berubah
6. Edema yang signifikan atau balance cairan
yang positif > 20 mL/kg/ 24 jam
7. Hiperglisemia, glukosa plasma > 140 mg/dL
atau 7.7 mmol/L tanpa adanya riwayat diabetes
sebelumnya.
11
Variabel inflamasi
Variable hemodinamik
2 sampai dengan
(Dikutip dari Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R.
Surviving sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis
and septic shock. Crit Care Med. 2012)
Kriteria diagnostik untuk sepsis pada kelompok anak
1. tanda-tanda dan gejala inflamasi ditambah infeksi hiper-atau hipotermia (suhu
12
koloid yang tepat masih menjadi perdebatan. Transfusi eritrosit untuk penggantian
volume pada keadaan tanpa perdarahan tetap menjadi kontroversi. Kristaloid adalah
larutan dengan berat molekul kurang dari 30 kDa sedangkan larutan koloid
mengandung molekul
dipertahankan pada pasien kritis seperti syok septis atau multitrauma dan merupakan
keadaan yang sulit untuk dipelihara. Aspek fisiologis koloid dan kristaloid harus
dipahami karena tidaklah mudah mempertahankan kondisi normovolemia pada pasien
kritis.18,20
Infus kristaloid
Infus cairan kristaloid secara tunggal maupun kombinasi dengan koloid
merupakan upaya yang paling umum dalam penggantian volume plasma. Cairan
isotonik kristaloid akan terdistribusi merata ke semua kompartemen ekstraseluler
karena larutan dapat melalui membran kapiler secara bebas. Sawar darah otak
impermeabel terhadap cairan kristaloid kecuali sudah mengalami cedera otak. Ion dan
molekul dengan berat molekul kurang dari 5 kDa dapat bebas melewati membran
kapiler pada hampir seluruh organ (kecuali otak) karena koefisien refleksinya
mendekati nol. Difusi ion natrium dan klorida (<5 kDa) hanya dibatasi oleh kecepatan
aliran darah (flow limited transfer) untuk mencapai keseimbangan konsentrasi
transvaskuler.20,21
Manajemen dari sepsis berat
A. Resusitasi awal
Resusitasi pada pasien sepsis berat atau hipoperfusi jaringan yang diinduksi
sepsis (hipotensi atau asidosis laktat). Peningkatan kadar laktat serum
menunjukkan hipo-perfusi jaringan pada pasien yang tidak hipotensif. Pedoman
resusitasi sepsis berat menyebutkan pemberian cairan kristaloid awal 20 mL/kgbb
pada kasus hipovolemia atau pasien dengan kadar laktat serum lebih dari 4 mmol/L
(36 g/dL). Target resusitasi pasien sepsis berat pada 6 jam pertama adalah semua
kriteria dibawah ini :
a. Tekanan vena sentral 8-12 mmHg
b. Mean arterial pressure (MAP) > 65 mmHg
c. Produksi urin > 0,5 mm/kgBB/jam
14
d. Saturasi oksigen vena sentral (vena kava superior) < 70% (normalnya
65%)
Tujuan resusitasi dalam 6 jam pertama pada sepsis berat adalah untuk
menurunkan angka mortalitas sampai hari ke-28. Target central venous pressure
(CVP) pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanis, direkomendasikan 12-15
mmHg sebagai kompensasi peningkatan tekanan intratorakal. Penyebab takikardi
pada pasien sepsis bersifat multifaktorial tetapi penurunan frekuensi nadi setelah
resusitasi cairan merupakan petunjuk penting perbaikan pengisian intravaskuler.
Pengelolaan hipotensi adalah dengan resusitasi cairan agresif dengan kristaloid
isotonik atau kombinasi koloid.
berhubungan dengan hasil yang lebih baik dan efektivitas biaya pada sepsis
berat.11,13,15
C. Diagnosis
1. Mendapatkan kultur yang sesuai sebelum terapi anti-mikroba dimulai jika
kultur tersebut tidak menyebabkan penundaan yang signifikan (> 45 menit) di
awal pemberian antimikroba (grade 1C). Untuk mengoptimalkan identifikasi
organism penyebab, direkomendasikan untuk mengambil setidaknya dua set
kultur darah (baik botol aerobik dan anaerobik) sebelum terapi antimikroba,
dengan setidaknya satu diambil secara percutaneous dan satu diambil melalui
akses vaskular, kecuali perangkat baru-baru ini dimasukkan(<48 jam). kultur
darah ini dapat diambil pada saat yang sama jika mereka diperoleh dari lokasi
yang berbeda. Kultur dari tempat lain (sebaiknya kuantitatif mana yang
sesuai), seperti urine, cairan serebrospinal, luka, sekret pernapasan, atau cairan
tubuh lain yang mungkin sumber infeksi, juga harus diperoleh sebelum terapi
antimikroba jika hal itu tidak menyebabkan keterlambatan yang signifikan
dalam pemberian antibiotik (grade 1C).
2. Meskipun pengambilan sampel tidak harus menunda waktu pemberian
antimikroba pada pasien dengan sepsis berat (misalnya, lumbal pungsi pada
dicurigai meningitis), memperoleh kultur yang sesuai sebelum pemberian
antimikroba sangat penting untuk mengkonfirmasi infeksi dan patogen yang
bertanggung jawab, dan untuk memungkinkan deeskalasi terapi. Sampel dapat
didinginkan atau bekukan jika pengolahan tidak dapat dilakukan dengan
segera. Karena sterilisasi cepat kultur darah dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah dosis antimikroba pertama, memperoleh kultur sebelum terapi adalah
penting jika organisme penyebab adalah menjadi teridentifikasi. Dua atau
lebih kultur darah yang direkomendasikan . Pada pasien dengan kateter
berdiam (selama lebih dari 48 jam), setidaknya satu kultur darah harus diambil
melalui setiap lumen dari setiap alat yang mengakses vaskular (jika
memungkinkan, terutama untuk perangkat vaskular dengan tanda-tanda
peradangan, disfungsi kateter, atau indikator pembentukan trombus ).
Mendapatkan kultur darah perifer dan melalui perangkat akses vaskular
merupakan strategi penting.
16
2.
Kami menyarankan penggunaan 1,3 -d-glucan assay (grade 2B), mannan dan
tes antibodi anti-mannan (grade 2C) ketika kandidiasis invasif sebagai
diagnosis diferensial infeksi.
Diagnosis infeksi jamur sistemik (biasanya candidiasis) pada pasien sakit kritis
dapat menantang, dan metodologi diagnostik cepat, seperti deteksi antigen dan
antibodi tes, dapat membantu dalam mendeteksi kandidiasis pada pasien ICU.
Tes-tes yang disarankan telah menunjukkan hasil yang positif secara signifikan
lebih awal dari metode kultur standar , namun reaksi positif palsu dapat terjadi
dengan kolonilisasi saja, dan utilitas diagnostik mereka dalam mengelola
infeksi jamur di ICU kebutuhan studi tambahan .
pencitraan
yang
sulit
untuk
mengakses
dan
memonitor.
Terapi antimikroba
1.
Goal terapi adalah pemberian antimikroba intravena yang efektif dalam satu jam
pertama setelah diketahui syok septik (grade 1B) dan sepsis berat tanpa syok septik
(grade 1C). Keterangan: Meskipun bobot evidence yang mendukung pemberian tepat
antibiotik menyusul pengakuan sepsis berat dan syok septik, kelayakan dengan yang
dokter dapat mencapai kondisi yang ideal belum dievaluasi secara ilmiah.
Membangun akses pembuluh darah dan memulai resusitasi cairan yang agresif
merupakan prioritas pertama ketika menangani pasien dengan sepsis berat atau syok
septik. Infus yang cepat dari agen antimikroba juga harus menjadi prioritas dan
mungkin memerlukan akses tambahan vaskular . Dengan adanya syok septik, setiap
17
menginfeksi pasien. Patogen yang paling umum yang menyebabkan syok septik pada
pasien rawat inap yang bakteria Gram-positif, diikuti oleh mikroorganisme bakteri
Gram-negatif dan campuran. Candidiasis, sindrom syok toksik, dan berbagai patogen
yang tidak umum harus dipertimbangkan pada pasien tertentu. Terutama berbagai
macam patogen potensial untuk pasien neutropenia. Agen antiinfeksi baru digunakan
secara umum harus dihindari. Ketika memilih terapi empiris, dokter harus menyadari
virulensi
dan
prevalensi
tumbuhnya Staphylococcus
aureus resisten
oksasilin
rejimen empiris antibakteri. Pasien dengan sepsis berat atau syok septik memerlukan
terapi spektrum luas sampai organisme penyebab dan antimikroba susceptibilitasnya
di ketahui. Meskipun pembatasan secara global antibiotik adalah merupakan strategi
penting untuk mengurangi resistensi antimikroba dan untuk mengurangi biaya, itu
bukan strategi yang tepat pada inisial terapi untuk populasi pasien. Namun, segera
setelah patogen penyebab telah mengidentifikasikannya, penyesuaian harus dilakukan
dengan memilih agen antimikroba yang paling sesuai dan aman dan hemat biaya.
Semua pasien harus menerima dosis penuh setiap agen antimikroba. Pasien dengan
sepsis sering memiliki fungsi ginjal atau hati abnormal yang, membutuhkan
penyesuaian dosis. pemantauan konsentrasi serum obat dapat berguna di ICU bagi
obat-obatan yang dapat diukur segera.13,15,17
2b. Regimen antimikroba harus di-assess ulang setiap hari untuk melihat kemungkinan
deescalasi guna mencegah perkembangan resistensi, untuk mengurangi toksisitas, dan
untuk mengurangi biaya (grade 1B).
Setelah patogen penyebab telah diidentifikasi, agen antimikroba yang paling tepat
yang melawan patogen dan aman dan hemat biaya harus dipilih. Terkadang,
penggunaan antimikroba spesifik mungkin diindikasikan bahkan setelah uji
suscepbilitas tersedia. (misalnya, Pseudomonas spp hanya rentan terhadap
aminoglikosida,. enterococcal endokarditis; infeksi Acinetobacter spp rentan hanya
untuk polymyxins). Keputusan pada pilihan antibiotik definitif harus didasarkan pada
jenis patogen, karakteristik pasien, dan rejimen yang sesuai dengan pengobatan rumah
sakit. Mempersempit cakupan spektrum antimikroba dan mengurangi durasi terapi
antimikroba akan mengurangi kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan
superinfeksi dengan patogen lain atau organisme resisten, seperti spesies candida,
Clostridium difficile, atau Enterococcus faecium resisten vankomisin. Namun,
keinginan untuk meminimalkan superinfeksi dan komplikasi lain tidak harus
didahulukan atas memberikan terapi memadai untuk menyembuhkan infeksi yang
menyebabkan sepsis berat atau syok septik.
3. Kami menyarankan penggunaan level rendah procalcitonin atau biomarker yang sama
untuk membantu dokter dalam penghentian antibiotik empiris pada pasien yang
nampak septik, tetapi kemudian tidak memiliki bukti infeksi (kelas 2C).
20
4a. Terapi empirik harus memberikan aktivitas antimikroba terhadap patogen yang
berpotensi besar mendasari penyakit setiap pasien yang dilihat dari penyakit pasien
yang tampak dan pola infeksi lokal. Kami menyarankan kombinasi terapi empirik
untuk pasien neutropenia dengan sepsis berat (2B grade) dan untuk pasien dengan
sulit-untuk-diobati, resisten bakteri patogen seperti Pseudomonas spp dan
Acinetobacter. (Kelas 2B). Untuk pasien yang dipilih dengan infeksi berat terkait
dengan kegagalan pernapasan dan syok septik, terapi kombinasi dengan perpanjangan
pemberian beta-laktam dan aminoglycoside atau fluorokuinolon dianjurkan untuk
bakteremia P. aeruginosa (2B grade). Demikian pula, kombinasi yang lebih kompleks
dari beta-laktam dan makrolida yang dianjurkan untuk pasien dengan syok septik dari
infeksi pneumonia Streptococcus (grade 2B).
4b. Kami menyarankan bahwa terapi kombinasi, bila digunakan secara empiris pada
pasien dengan sepsis berat, tidak boleh diberikan selama lebih dari 3 sampai 5 hari.
Deescalasi ke terapi tunggal yang paling cocol harus dilakukan secepat profil
susceptbilitas dikenal (2B grade). Pengecualian akan mencakup monoterapi
aminoglikosida, yang harus dihindari pada umumnya, khususnya untuk sepsis P.
aeruginosa, dan bentuk-bentuk tertentu dari endokarditis, di mana program
berkepanjangan kombinasi antibiotik memperoleh jaminan.
Sebuah propensity-matched analisis, meta-analisis, dan meta-analisis regresi, bersama
dengan tambahan observasi penelitian nasional, telah menunjukkan bahwa terapi
kombinasi menghasilkan hasil klinis unggul dalam sakit parah, pasien sepsis dengan
risiko kematian tinggi. Sehubungan dengan meningkatnya frekuensi resistensi
terhadap agen antimikroba di banyak bagian dunia, umumnya memerlukan
penggunaan awal kombinasi agen antimicrobial spektrum luas. Kombinasi terapi yang
digunakan dalam konteks ini berkonotasi setidaknya dua kelas yang berbeda
antibiotik (biasanya agen beta-laktam dengan macrolide sebuah, fluoroquinolone, atau
aminoglikosida untuk pasien pilih). Sebuah uji coba terkontrol menunjukkan,
bagaimanapun, bahwa ketika menggunakan carbapenem sebagai terapi empirik pada
populasi berisiko rendah untuk infeksi mikroorganisme resisten, penambahan
fluoroquinolone
tidak
meningkatkan
outcome
pasien.
Sejumlah
penelitian
(CMV) dan virus herpes lainnya sebagai patogen yang signifikan pada pasien sepsis,
terutama mereka yang tidak diketahui immunocompromised berat, masih belum jelas.
Viremia CMV aktif sering terjadi terjadi (15% -35%) pada pasien sakit kritis,
kehadiran CMV dalam aliran darah telah berulang kali ditemukan menjadi indikator
prognosis yang buruk . Apa yang tidak diketahui adalah apakah CMV hanya
merupakan penanda keparahan penyakit atau jika virus benar-benar memberikan
kontribusi untuk cedera organ dan kematian pada pasien sepsis. Tidak ada
rekomendasi pengobatan dapat diberikan berdasarkan tingkat bukti saat ini. Pada
pasien dengan infeksi primer varicella-zoster virus berat atau luas, dan pada pasien
langka dengan infeksi herpes simpleks diseminata, antivirus seperti asiklovir dapat
sangat efektif bila dimulai di awal perjalanan infeksi.16,17,18
7. Kami merekomendasikan bahwa agen antimikroba tidak dapat digunakan pada pasien
dengan keadaan inflamasi yang berat yang diketahui penyebabnya tidak menular
(UG)
Ketika pathogen infeksi ditemukan tidak ada, terapi antimikroba harus dihentikan
segera untuk meminimalkan kemungkinan bahwa pasien akan terinfeksi dengan
patogen resisten antimikroba atau akan mengalami efek samping obat yang
merugikan. Meskipun penting untuk menghentikan antibiotik yang tidak perlu di
awal, dokter harus menyadari bahwa kultur darah akan negatif lebih dari 50% pada
kasus sepsis berat atau syok septik jika pasien menerima terapi empirik antimikroba,
namun banyak dari kasus-kasus ini sangat mungkin disebabkan oleh bakteri atau
jamur. Dengan demikian, keputusan untuk melanjutkan, sempit, atau menghentikan
terapi antimikroba harus dilakukan atas dasar pertimbangan dokter dan informasi
klinis.
E.
Kontrol lingkungan
1.
Kami merekomendasikan bahwa diagnosis anatomi yang spesifik dari infeksi yang
memerlukan pertimbangan untuk kontrol sumber penyebab (misalnya, infeksi
jaringan lunak necrotizing, peritonitis, cholangitis, infark usus) dicari dan didiagnosis
atau diexclude secepat mungkin, dan intervensi dilakukan untuk kontrol sumber
dalam 12 jam pertama setelah diagnosis dibuat, jika mungkin (1C grade).
2.
3.
Ketika kontrol sumber pada pasien septik yang berat diperlukan, intervensi yang
efektif terkait dengan pengeluaran yang paling fisiologis harus digunakan (misalnya,
drainase perkutan daripada drainase bedah pada abses) (UG).
4.
Jika perangkat akses intravaskular adalah sumber kemungkinan sepsis berat atau
syok septik, mereka harus dilepaskan segera setelah akses vaskular lainnya telah
dipasang (UG).
Prinsip-prinsip mengoontrol sumber dalam pengelolaan sepsis meliputi diagnosis
yang cepat dari tempat infeksi dan identifikasi fokus infeksi sejalan dengan tindakan
kontrol sumber (khususnya drainase abses, debridemen jaringan nekrotik terinfeksi,
pengangkatan alat yang berpotensi terinfeksi, dan kontrol definitif sumber
kontaminasi mikroba yang sedang berlangsung). Fokus infeksi segera sejalan dengan
tindakan pengendalian sumber termasuk abses intraabdominal atau perforasi
gastrointestinal, kolangitis atau pielonefritis, iskemia usus atau infeksi soft tissue yang
nekrosis, dan infeksi lainnya yang mendalam, seperti empiema atau arthritis septik.
Fokus infeksius tersebut harus dikendalikan sesegera mungkin dan mendapat
resusitasi awal yang sukses serta alat akses intravaskuler yang berpotensi menjadi
sumber sepsis berat atau syok septik harus dilepaskan segera setelah membuat jalur
lainnya untuk akses vaskuler
Sebuah uji coba, acak terkontrol (Randomized Control Trial, RCT) membandingkan
untuk intervensi bedah yang dini dan tertunda pada nekrosis peripancreatic dimana
intervensi yang dini menunjukkan hasil yang lebih baik dari pada tindakan yang
tertunda Selain itu, sebuah studi acak bedah menemukan bahwa pendekatan invasif
minimal, memiliki angka kematian lebih rendah daripada necrosectomy terbuka pada
kasus necrotizing pankreatitis meskipun bidang ketidakpastian ada, seperti tandatanda definitif infeksi dan lama penundaan tindakan. Pemilihan metode pengendalian
sumber yang optimal harus mempertimbangkan manfaat dan risiko dari intervensi
spesifik serta risiko transfer Sumber intervensi dapat menyebabkan komplikasi lebih
lanjut, seperti perdarahan, fistula, atau cedera organ secara tidak sengaja. Intervensi
bedah harus dipertimbangkan ketika pendekatan intervensi lainnya tidak memadai
atau bila ketidakpastian diagnostik berlanjut meskipun terdapat evaluasi radiologis.
Situasi klinis tertentu memerlukan pertimbangan dari pilihan yang tersedia, preferensi
pasien, dan keahlian klinisi.10,12
F.
Pencegahan Infeksi
24
1.
2.
3.
Kami menyarankan penggunaan albumin dalam resusitasi cairan dari sepsis berat
dan syok septik ketika pasien memerlukan sejumlah besar kristaloid (tingkat 2C)
Tidak adanya manfaat yang jelas setelah pemberian larutan koloid dibandingkan
dengan kristaloid larutan, bersama-sama dengan biaya yang terkait dengan koloid
larutan, mendukung rekomendasi grade tinggi untuk penggunaan larutan kristaloid
dalam resusitasi awal pasien dengan sepsis berat dan syok septik .
25
Tiga RCT multicenter baru-baru ini mengevaluasi larutan 6% HES 130/0.4 (tetra pati)
telah dipublikasikan. Penelitian CRYSTMAS menunjukkan tidak ada perbedaan
dalam mortalitas dengan HES vs normal saline 0,9% (31% vs 25,3%, p = 0,37) dalam
resusitasi pasien syok septik, namun studi ini kurang kuat untuk mendeteksi
perbedaan larutan 6% dalam kematian absolut yang diamati (122). Sebuah studi
multicenter Skandinavia pada pasien sepsis (6S Trial Group) menunjukkan angka
kematian meningkat dengan resusitasi cairan 6% 130/0.42 HES dibandingkan dengan
Ringer asetat (51% vs 43% p = 0,03) (123). Penelitian CHEST, dilakukan pada
populasi heterogen pasien dirawat ruang perawatan intensif (HES vs saline isotonik, n
= 7000 pasien kritis), menunjukkan tidak ada perbedaan dalam mortalitas 90-hari
antara resusitasi dengan HES 6% dengan berat molekul 130 kD/0.40 dan salin
isotonik (18% vs 17%, p = 0,26), kebutuhan untuk terapi pengganti ginjal lebih tinggi
pada kelompok HES (7,0% vs 5,8%, risiko relatif (Relative Risk) [RR], 1,21;
kepercayaan interval (Confidence Interval) 95% [CI], 1,00-1,45, p = 0,04) (124).
Sebuah meta-analisis dari 56 percobaan acak tidak menemukan perbedaan secara
keseluruhan angka kematian antara kristaloid dan koloid buatan (modifikasi gelatin,
HES, dekstran) bila digunakan untuk resusitasi cairan awal (125). Informasi dari 3
percobaan acak (n = 704 pasien dengan sepsis berat / syok septik) tidak menunjukkan
manfaat
ketahanan
hidup
dengan
menggunakan heta-,
heksa-,
atau
pentastarchesdibandingkan dengan cairan lainnya (RR, 1,15, 95% CI, 0,95-1,39; efek
acak, I2 = 0%) (126-128). Namun, larutan-larutan ini meningkatkan Acute Kidney
Injury (AKI) (RR, 1,60, 95% CI, 1,26-2,04, I2 = 0%) (126-128). Bukti bahaya diamati
dalam studi 6S dan CHEST dan meta-analisis mendukung rekomendasi tingkat tinggi
terhadap penggunaan larutan HES pada pasien dengan sepsis berat dan syok septik,
terutama karena ada pilihan lainnya untuk resusitasi cairan. Percobaan CRYSTAL, uji
klinis prospektif besar yang lainnya membandingkan kristaloid dan koloid, baru-baru
ini selesai dan akan memberikan wawasan tambahan tentang resusitasi cairan HES.
Penelitian SAFE menunjukkan bahwa pemberian albumin adalah aman dan sama
efektifnya seperti saline 0,9% (129). Sebuah meta-analisis data dikumpulkan dari 17
percobaan acak (n = 1977) dari larutan cairan albumin vs lainnya pada pasien dengan
sepsis berat / syok septik (130), 279 kematian terjadi di antara 961 pasien yang diobati
albumin vs 343 kematian di antara 1.016 pasien diobati dengan cairan lainnya,
sehingga mendukung albumin (rasio odds [OR], 0,82, 95% CI, 0,67-1,00, I 2 = 0%).
Ketika pasien yang dirawat dengan albumin dibandingkan dengan mereka yang
26
Kami merekomendasikan sebuah pemberian cairan awal pada pasien dengan sepsis
diinduksi hipoperfusi jaringan dengan kecurigaan hipovolemia untuk mencapai
minimal 30ml/kg kristaloid (sebagian dari ini mungkin setara albumin). administrasi
yang Lebih cepat dan jumlah yang lebih besar dari cairan mungkin diperlukan pada
beberapa pasien
5.
H.
Vasopressors
hipertensi
dibandingkan
pada
pasien
muda
tanpa
komorbiditas
28
3. Kami
menyarankan
epinefrin
(ditambahkan
dan
berpotensi
menggantikan
29
= 0,035), dalam dua percobaan aritmia yang dilaporkan, ini lebih sering dengan
dopamin dibandingkan dengan norepinefrin (RR, 2,34 [1,46-3.77], p = 0,001) (153)
9.
Therapy Inotropic
1.
norepinephrine
direkomendasikan
ada untuk
jika
cardiac
memantau curah
output
tidak
jantung sebagai
terpisahuntuk
menargetkan tingkat
tertentu MAP
dan cardiac
output. Uji
klinis prospektif besar, yang termasukpasien ICU sakit kritis yang memiliki sepsis
berat,tidak berhasil menunjukkan manfaat dari peningkatanpengiriman oksigen
ke target supranormal dengan
secara
dengan
sepsis
ini tidak
berat dan
meskipun
volume intravaskular yang memadai dan MAP yang memadai, alternatifnya adalah
dengan menambahkanterapi inotropik.
J.
Kortikosteroid
percobaan
multicenter
Eropa
yang
besar
(CORTICUS)
yang
mengikutsertakan pasien tanpa syok berkelanjutan dan memiliki risiko kematian lebih
rendah daripada percobaan French yang gagal menunjukkan manfaatmenghindarkan
dari kematian dengan terapi steroid
2. Kami menyarankan tidak menggunakan tes stimulasi ACTH untuk mengidentifikasi
subset dari orang dewasa dengan syok septik yang harus menerima hidrokortison (2B
grade).
Dalam sebuah penelitian, pengamatan interaksi potensial antara penggunaan steroid
dan uji ACTH tidak signifikan secara statistik .Selanjutnya, tidak ada bukti perbedaan
ini diamati antara responden dan tidak menanggapi dalam percobaan multicenter
31
terbaru .Kadar kortisol acak masih mungkin berguna untuk insufisiensi adrenal
mutlak, namun untuk pasien syok septik yang menderita insufisiensi adrenal relatif
(tidak ada respon stres yang memadai), kadar kortisol acak belum terbukti berguna.
Immunoassays kortisol mungkin atas atau mengunderestimate tingkat kortisol yang
sebenarnya, yang mempengaruhi pasien untuk responden atau nonresponden .
Meskipun signifikansi klinis tidak jelas, sekarang diakui bahwa etomidate, bila
digunakan untuk induksi untuk intubasi, akan menekan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal. Selain itu, subanalysis percobaan CORTICUS mengungkapkan bahwa
penggunaan etomidate sebelum aplikasi steroid dosis rendah dikaitkan dengan
peningkatan 28-hari tingkat kematian Tingkat kortisol acak tidak tepat rendah (<18
mg / dL) pada pasien dengan syok akan dianggap sebagai indikasi untuk terapi steroid
sepanjang pedoman tradisional insufisiensi adrenal.
3. Kami menyarankan bahwa dokter mentapering pasien yang diobati dari terapi steroid
ketika vasopressor tidak lagi diperlukan (kelas 2D)
Belum ada studi perbandingan antara durasi tetap dan rejimen klinis dipandu atau
antara tapering dan penghentian mendadak steroid. Tiga RCT menggunakan protokol
tetap lamanya pengobatan dan terapi menurun setelah resolusi kejutan dalam dua
RCT . Dalam empat penelitian, steroid yang di tapering selama beberapa hari dan
steroid ditarik tiba-tiba dalam dua RCT .Satu studi Crossover menunjukkan efek
Rebound hemodinamik dan imunologi setelah penghentian mendadak kortikosteroid
Selain itu, sebuah studi mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan dalam outcome
pasien syok septik jika hidrokortison dosis rendah digunakanuntuk 3 atau 7 hari,
maka, tidak ada rekomendasi dapat diberikan berkaitan dengan durasi optimal terapi
hidrokortison
4. Kami merekomendasikan bahwa kortikosteroid tidak diberikan untuk pengobatan
sepsis tanpa adanya syok (grade 1D).
Steroid dapat diindikasikan dengan adanya riwayat terapi steroid atau disfungsi
adrenal, tapi apakah steroid dosis rendah memiliki potensi preventif dalam
mengurangi kejadian sepsis berat dan syok septik pada pasien sakit kritis tidak dapat
dijawab. Sebuah studi pendahuluan steroid tingkat stres dosis pada pneumonia yang
didapat dari komunitas menunjukkan peningkatan ukuran hasil pada populasi kecil
dan sebuah konfirmasi RCT baru-baru ini mengungkapkan mengurangi panjang
rumah sakit tinggal tanpa mempengaruhi angka kematian
32
5. Ketika hidrokortison dosis rendah yang diberikan, kami sarankan menggunakan infus
kontinu daripada suntikan bolus berulang (kelas 2D)
Beberapa penelitian secara acak pada penggunaan hidrokortison dosis rendah pada
pasien syok septik menunjukkan peningkatan signifikan hiperglikemia dan
hipernatremia sebagai efek samping. Sebuah penelitian prospektif kecil menunjukkan
bahwa aplikasi bolus pengulangan tive hidrokortison menyebabkan peningkatan yang
signifikan dalam glukosa darah, efek puncak tidak terdeteksi selama infus kontinu.
Selanjutnya, variabilitas antarindividu yang cukup terlihat dalam puncak glukosa
darah setelah bolus hidrokortison.Meskipun asosiasi hiperglikemia dan hipernatremia
dengan ukuran hasil pasien tidak dapat ditampilkan, praktek yang baik mencakup
strategi untuk menghindari dan / atau deteksi efek samping.10,11,12
33
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan intensif. Bila
ada pasien dengan gejala klinis berupa panas tinggi, menggigil, tampak toksik,
takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis
(tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis
keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau
lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+),
LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-). Keadaan syok
sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda-tanda syok (nadi cepat
dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan
tekanan darah).
Resusitasi cairan yang adekuat merupakan dasar pengelolaan syok yang bertujuan
mencukupi volume intravaskular, memperbaiki perfusi jaringan dan mempertahankan
keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jaringan. Resusitasi cairan dapat
berupa kristaloid dan koloid alami atau buatan. Obat vasoaktif sebaiknya diberikan
bila hipotensi menetap atau MAP < 65 mmHg sesudah resusitasi cairan.
34
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid recognition and
institution of therapy are crucial. Postgraduate Med. 2002;3:50-9.
2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the United
States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.
3. Reinhardt K, Bloos K, Brunkhorst FM. Pathophysiology of sepsis and multiple
organ dysfunction. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL, eds. Textbook of critical
care. 15th ed. London: Elsevier Saunders Co; 2005. p.1249-57.
4. Marik VE, Varon J. The management of sepsis. In: Irwin RS, Rippe JM, eds. Irwin
and
rippes intensive
care
medicine.
6th
ed.
Philadelphia:
Lippincot
anaesthesiology
clinics.
2nd
ed.
London:
Lippincot
35
13. Boyd JH, Forbes J, Nakada TA,Walley KR. Fluid resuscitation in septic shock: a
positive fluid balance and elevated central venous pressure associated with
increased mortality. Crit Care Med. 2011;39:2:1-7
14. Schmidt GA, Durairaj L. Fluid therapy in resuscitated sepsis* Less is more. Chest.
2008;133:252-63
15. Nelligan PJ. Infectious disease and bioterrorism. In: Fleisher LA, Dripss RD eds.
Anaesthesia and uncommon disease. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2006. p.377-410
16. Suharto. Patofisiologi syok septik. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Terpadu I
FK UNAIR 19 Juli 2005:57-68
17. Levy MM, Fink MP, Marshal JC. International sepsis definitions conference. Crit
Care Med. 2003;31:1250-6
18. Russell JA. Management of sepsis. N Engl.J Med. 2006;355:1699-713
19. Dellinger P, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R. Surviving
sepsis campaign : International guidelines for management of severe sepsis and
septic shock. Crit Care Med. 2008;36:296-327
20. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis and septic shock: an
evidence based review. Crit Care Med. 2004;32:11:451-4
21. Marik PE, Xavier M, Teboul JL. Hemodinamic parameter to guide fluid therapy.
Annals of Intensive Care. 2011;1:1:1-9
22. Nelligan O. Treating sepsis. Published by International anaesthesiology clinics.
2010.
36