Вы находитесь на странице: 1из 24

Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA

Rumah Sakit Umum Daerah Koja


Periode 17 Agustus 2015 24 Oktober 2015
Stephanie Yohanna Tania
11.2013.315
1. Regio pada tubuh

REGIO capitis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Frontalis
Orbitalis
Nasalis
Infraorbital
oralis
Mentalis
Buccalis
Zygomatical
Temporalis
10. Parietalis
11. Occipitalis

REGIO Colli (leher)


1.
2.
3.
4.
5.
6.

REGIO Thorax (dada)

Sternocleiodomastoideus
Trigonum submentale
Trigonum Musculare
Trigonum Submandibulare
Trigonum Caroticum
Cervicalis Lateralis

1.
2.
3.
4.

Pectoralis
Praesternalis
Clavipectoale
Axillaris (ketiak)

REGIO Abdominal (perut)


1.
2.

Epigastrica
Hipochondriaca
3. Umbilica
4. Lumbal
5. Hipogastric
6. Inguinalis

REGIO Extremitas Superior


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Deltoidea (bahu)
Brachialis (lengan atas)
Cubitalis (siku)
Antebrachialis (lengan bawah)
Carpalis (pergelangan tangan)
Carpalis (pergelangan tangan)
Dorsum manus (punggung tangan)
Digiti (jari)

REGIO Extremitas inferior


Anterior (depan)

1. Femoralis anterior (paha depan)


2. Trigonum femorale
3. Patella / genus anterior (lutut depan)
4. Cruralis anterior (tungkai depan)
5. Dorsum pedis (punggung kaki)
6. Digiti (jari)

Posterior (belakang)

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gluteus
Femoralis posterior (paha belakang)
Patella genus posterior (lutut belakang)
Crurallis posterior ( tungkai belakang)
Calcamea ( lutut)
Pedis ( telapak kaki)

2. Pemeriksaan tes undulasi & tes balotemen


Tes undulasi
Tujuan : Tes untuk mengetahuiny adanya acites atau tidak didalam
rongga abdomen.

Normal : negatif
Cara pemeriksaan :
Tangan kiri pasien menekan perut pada garis midline. Tangan
pemeriksan diletakan di sisi kiri dan kanan perut. Gerakan tangan
kiri pemeriksan dan rasakan adanya getaran atau tidak di sisi
kontralateral (tangan kanan). Jika terasa adanya getaran pada sisi
kontralateral, maka tes undulasi positif. Begitu juga dengan arah
sebaliknya.
Tes Balotemen
Tujuan : mengetahui adanya pembesaran ukuran ginjal atau tidak.
Normal : negatif
Cara pemeriksaan
Ginjal kiri & kanan
Letakan tangan kiri di pinggang belakang, paralel pada kosta ke 12
dengan ujung jaru pemeriksa menyentukh sudut kostovertebrae.
Angakt & dorong ginjal kanan kedepan. Letakaan tangan kanan di
kuadran kanan atas sebelah lateral sejajar dengan otot rektus.
Anjurkan pasien untuk inspirasi dalam. Disaat pasien inspirasi
dalam, tangan kanan pemeriksa menekan kearah dalam kuadran
kanan atas (dibawah arcus costae dan cobalah untuk merasakan
ginjal pada kedua tangan). Lalu rasakan perubahan posisi ginjal saat
ekspirasi. Jika ginjal teraba, tentukan ukurannya dan ada atau tidak
nyeri tekan (tes balotemen positif)
3. Pemeriksaan penunjang

HEMATOLOGI
Pemeriksaan blood cell count dan pemeriksaan laju endap darah
(ESR). Pemeriksaan blood cell count meliputi pemeriksaan
pemeriksaan konsentrasi hemoglobin, Periksaan Sel Darah Putih
(WBC), Platelet time, white blood cell differential count, red blood
cell count dan hitunghematokrit. Pada penyakit anemia kronik,
ditemukan penurunan kadar Hb.

HB (HEMOGLOBIN)

Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan


bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah
pada darah ditentukan oleh kadar Hemoglobin.
Nilai normal Hb :
Wanita
: 12-16 gr/dL
Pria
: 14-18 gr/dL

Penurunan
Hb
terjadi
pada
penderita
anemia,
penyakit
ginjal, pemberian
cairan
intra-vena
(misalnya
infus)
yang
berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan tertentu
seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat kanker), indometasin
(obat antiradang). Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit
paru obstruktif menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka
bakar. Obat yang dapat meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu
jenis obat darah tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit

Trombosit ( platelet)
Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses
menghentikan
perdarahan
dengan
membentuk
gumpalan.
Penurunan sampai di bawah 100.000 permikroliter (Mel) berpotensi
terjadi perdarahan dan hambatan permbekuan darah. Jumlah normal
pada tubuh manusia adalah 200.000-400.000/Mel darah. Biasanya
dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.

HEMATOKRIT (Ht)
Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah
merah, dan Iain-Iain) dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi
persentase Ht, konsentrasi darah semakin kental. Hal ini terjadi
karena adanya perembesan (kebocoran) cairan keluar dari
pembuluh darah sementara jumlah zat padat
sehingga darah
menjadi lebih kental. Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue)
diperkuat dengan nilai HMT > 20%.

Nilai normal Ht :
Anak

: 33 -38%

Pria dewasa

: 40 48 %

Wanita dewasa : 37 43 %

Penurunan Ht terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah


akut (kehilangan darah secara mendadak, misal pada kecelakaan),
anemia, leukemia, gagal ginjal kronik, mainutrisi, kekurangan
vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak
lambung).
Peningkatan
Ht
terjadi
pada
dehidrasi,
diare
berat,eklampsia (komplikasi pada kehamilan), efek pembedahan,
dan luka bakar, dan Iain-Iain.

LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)


Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan
hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan
berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan
tubuh.
Nilai normal :
Bayi baru lahir : 9000 - 30.000 /mm3
Bayi/anak : 9000 12.000 /mm3
Dewasa : 4000 - 10.000 /mm3
Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan
adanya proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia
(radang paru-paru), meningitis (radang selaput otak), apendiksitis

(radang usus buntu), tuberculosis, tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu


juga dapat disebabkan oleh obat-obatan misalnya aspirin,
prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama ampicilin, eritromycin,
kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain. Penurunan jumlah Leukosit
(disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama
virus, malaria, alkoholik, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat
disebabkan
obat-obatan,
terutama
asetaminofen
(parasetamol),kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika
(penicillin, cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti
infeksi terutama yang disebabkan oleh bakter).

HITUNG JENIS LEUKOSIT (DIFERENTIAL COUNT)


Hitung jenis leukosit adalah penghitungan jenis leukosit yang
ada dalam darah berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari
seluruh
jumlah
leukosit.
Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik
kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit
infeksi. Tipe leukosit yang dihitung ada 5 yaitu neutrofil, eosinofil,
basofil, monosit, dan limfosit. Salah satu jenis leukosit yang cukup
besar, yaitu 2x besarnya eritrosit (se! darah merah), dan mampu
bergerak aktif dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh
darah.

Neutrofil
Neutrofil paling cepat bereaksi terhadap radang dan luka
dibanding leukosit yang lain dan merupakan pertahanan selama
fase infeksi akut. Peningkatan jumlah neutrofil biasanya pada kasus
infeksi akut, radang, kerusakan jaringan, apendiksitis akut (radang
usus buntu), dan Iain-Iain. Penurunan jumlah neutrofil terdapat
pada infeksi virus, leukemia, anemia defisiensi besi, dan Iain-Iain.
Nilai normal : 50-70 %.

Eusinofil
Eusinofil merupakan salah satu jenis leukosit yang terlibat
dalam alergi dan infeksi (terutama parasit) dalam tubuh, dan
jumlahnya 12% dari seluruh jumlah leukosit. Nilai normal dalam
tubuh adalah 14%. Peningkatan eosinofil terdapat pada kejadian
alergi, infeksi parasit, kankertulang, otak, testis, dan ovarium.
Penurunan eosinofil terdapat pada kejadian shock, stres, dan luka
bakar.

Basofil
Basofil adalah salah satu jenis leukosit yang jumlahnya 0,5 -1%
dari seluruh jumlah leukosit, dan terlibat dalam reaksi alergi jangka
panjang seperti asma, alergi kulit, dan lain-lain. Nilai normal dalam
tubuh adalah o -1%. Peningkatan basofil terdapat pada proses
inflamasi(radang), leukemia, dan fase penyembuhan infeksi.
Penurunan
basofil
terjadi
pada
penderita
stres,
reaksi
hipersensitivitas (alergi), dan kehamilan

Limfosit
Salah satu leukosit yang berperan dalam proses kekebalan dan
pembentukan antibodi. Nilai normal adalah 20 35% dari seluruh
leukosit. Peningkatan limfosit terdapat pada leukemia limpositik,
infeksi virus, infeksi kronik, dan Iain-Iain. Penurunan limfosit terjadi
pada penderita kanker, anemia aplastik, gagal injal, dan Iain-Iain.

Monosit
Monosit merupakan salah satu leukosit yang berinti besar dengan
ukuran 2x lebih besar dari eritrosit sel darah merah), terbesar dalam
sirkulasi darah dan diproduksi di jaringan limpatik. Nilai normal
dalam tubuh adalah 2 8% dari jumlah seluruh leukosit.
Peningkatan monosit terdapat pada infeksi virus,parasit (misalnya
cacing), kanker, dan Iain-Iain. Penurunan monosit terdapat pada
leukemia limposit dan anemia aplastik.

Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu
erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit
adalah jenis se) darah yang paling banyak dan berfungsi membawa
oksigen ke jaringan tubuh. Sel darah merah aktif selama 120 hari
sebelum akhirnya dihancurkan. Pada orang yang tinggal di dataran
tinggi yang memiliki kadar oksigen rendah maka cenderung
memiliki
sel
darah
merah
lebihbanyak.
Nilai normal eritrosit :
Pria
: 4,6 6,2 jt/mm3
Wanita
: 4,2 5,4 jt/mm3
MASA PERDARAHAN
Pemeriksaan masa perdarahan ini ditujukan pada kadar trombosit,
dilakukan dengan adanya indikasi (tanda-tanda) riwayat mudahnya
perdarahan
dalam
keiuarga.
Nilai normal :
dengan Metode Ivy 3-7 menit
dengan Metode Duke 1-3 menit
Waktu
perdarahan
memanjang
terjadi
pada
penderita
trombositopeni (rendahnya kadar trombosit hingga 50.000 mg/dl),
ketidaknormalan fungsi trombosit, ketidaknormalan pembuluh
darah, penyakit hati tingkat berat, anemia aplastik, kekurangan
faktor pembekuan darah, dan leukemia. Selain itu perpanjangan
waktu perdarahan juga dapat disebabkan oleh obat misalnya
salisilat (obat kulit untuk anti jamur), obat antikoagulan warfarin
(anti
penggumpalan
darah),
dextran,
dan
Iain-Iain.

MASA PEMBEKUAN
Merupakan pemeriksaan untuk melihat berapa lama diperlukan
waktu untuk proses pembekuan darah. Hal ini untuk memonitor
penggunaan antikoagulan oral (obat-obatan anti pembekuan darah).
Jika masa pembekuan >2,5 kali nilai normal, maka potensial terjadi
perdarahan.Normalnya darah membeku dalam 4 8 menit (Metode
Lee White). Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit
infark miokard (serangan jantung), emboli pulmonal (penyakit paruparu), penggunaan pil KB, vitamin K, digitalis (obat jantung), diuretik
(obat yang berfungsi mengeluarkan air, misal jika ada
pembengkakan). Perpanjangan masa pembekuan terjadi pada
penderita penyakit hati, kekurangan faktor pembekuan darah,
leukemia, gagal jantung kongestif.

LAJU ENDAP DARAH (LED) / ESR


Laju Endap Darah (LED) atau Juga biasa disebut Erithrocyte
Sedimentation Rate (ESR) adalah ukuran kecepatan endap eritrosit,
meggambarkan komposisi plasma serta perbandingan eritrosit dan
plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan luas permukaan
sel serta gravitasi bumi. LED dapat digunakan sebagai sarana
pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit, terutama
pada penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan
TBC. Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik
(menyeluruh), trauma, kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis,
kanker, operasi, luka bakar.Penurunan LED terjadi pada gagal
jantung kongestif, anemia sel sabit, kekurangan faktor pembekuan,
dan angina pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED
juga dapat disebabkan oleh penggunaan obat seperti aspirin,
kortison, quinine, etambutol.
Proses pengendapan darah terjadi dalam tiga tahap yaitu
tahap pembentukan rouleaux sel darah merah berkumpul
membentuk kolom, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di
laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang
sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergren. Pada cara
Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 20 mm/jam dan untuk pria
0 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk
wanita 0 15 mm/jam dan untuk pria 0 10 mm/jam. Hasil
pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut

sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam


batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil
pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan.
Dengan metode Westergren bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal
itu disebabkan panjang pipet Westergren yang dua kali panjang
pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan para klinisi
lebih menyukai metode Westergren daribada metode Wintrobe.
Selain
itu, International
Commitee
for
Standardization
in
Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode
Westergreen.
Nilai Normal Lau Endap Darah :

Pria
: < 15 mm/ 1 Jam

Wanita
: < 20 mm / 1 Jam
CRP (Chain reaction Protein)
C-Reactive Protein (CRP) merupakan suatu protein fase akut yang
dihasilkan oleh hati, yakni protein yang konsentrasinya akan
meningkat bila terjadi cedera akut, peradangan/inflamasi atau
infeksi. CRP merupakan penanda inflamasi yang sudah dikenal
secara luas dan memiliki peran penting dalam proses Aterosklerosis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan CRP (walaupun
masih dalam batas normal) merupakan prediktor yang kuat untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular. Mendeteksi Pelvic Inflammatory
Disease (PID), apendidtis akut, dan sepsis (pada pasien kritis);
menentukan faktor risiko penyakit vaskular, terutama penyakit
jantung koroner (PJK); dan memantau kondisi post-operasi.
Saat ini telah tersedia pemeriksaan High Sensitive CRP (Hs-CRP)
yaitu pemeriksaan untuk mengukur kadar CRP yang lebih sensitif
dan akurat dengan menggunakan metoda LTIA (Latex Turbidimetry
Immunoassay), dengan range pengukuran : 0.3 300 mg/L.
Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi
adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap
Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk
mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan
LED.

ASTO

Antistreptolysin O (ASTO) merupakan antibodi yang terbentuk untuk


melawan antigen yang dihasilkan oleh bakteri Streptococcus.
Antibodi

ini

dapat

bereaksi

silang

dengan

antigen

manusia

(terutama kolagen) dan dengan demikian menyerang berbagai


matriks selular berbagai organ terutama jantung, sendi, kulit, otak.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit jaringan
sendi, seperti demam rematik akut.
ASTO kualitatif

Meneteskan diatas slide 50 ul serum ditambah 50 ul reagen


latex yang sudah
dihomogenkan pada slide plastik

Mencampur dengan stick / pengaduk

tetapkan slide di atas rotator, goyang dan putar pada kecepatan


70 rpm secara
berlahan selama 2 menit dengan menggunakan tangan atau
angular rotator.

Amati terjadinya aglutinasi tepat 2 menit dibawah cahaya


lampu yang terang.

Jika hasil positif dilakukan pemeriksaan kuantitatif, jika hasil


negative tidak perlu pemeriksaan lebih lanjut.

2.

ASTO semi kuantitatif

Melakukan pengenceran serum dengan NaCl 0,9% dari


pengenceran yaitu , ,
1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan seterusnya

cara pengenceran :

Contoh :
o 1:2 ambil 1 bagian serum + 1 bagian NaCl 0,9%
o 1:4 ambil 1 bagian serum + 3 bagian NaCl 0,9%

Ulangi langkah kerja 1 s/d 5 diatas untuk setiap pengenceran dan


campur dengan menggunakan mikropipet.

Ambil 50 ul serum pada masing masing pengenceran


dalam slide.

Tambahkan reagen latex 50 ul

Lebarkan dengan menggunakan stick / pengaduk sampai


bundaran slide hitam
penuh.
Goyangkan, dan lakukan pengamatan aglutinasi di depan
cahaya dalam waktu

2 menit dengan menyalakan stopwatch.

Penilaian

1.

Kualitatif

a.

ASTO (+) : terjadi aglutinasi (kadar 200 IU /ml)

b.

ASTO (-) : tidak terjadi aglutinasi

2.

Semi kuantitatif

Titer
: pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan
aglutinasi.

ANA
ANA ditemukan pada pasien dengan sejumlah penyakit autoimun,
seperti SLE (penyebab tersering), sklerosis sistemik progresif (PSS),
sindrom Sjrgen, sindrom CREST, rheumatoid arthritis, skleroderma,
mononukleosis infeksiosa, polymyositis, 's tiroiditis Hashimoto,
juvenile

diabetes

mellitus,

penyakit

Addison,

vitiligo,

anemia

pernisiosa, glomerulonefritis, dan fibrosis paru. ANA juga dapat


ditemukan pada pasien dengan kondisi yang tidak dianggap sebagai
penyakit autoimun klasik, seperti infeksi kronis (virus, bakteri),
penyakit paru (fibrosis paru primer, hipertensi paru), penyakit
gastrointestinal (kolitis ulseratif, penyakit Crohn, sirosis bilier primer,
penyakit hati alkoholik), kanker (melanoma, payudara, paru-paru,
ginjal,

ovarium

trombositopenik

dan

lain-lain),

purpura,

anemia

penyakit

darah

hemolitik),

(idiopatik

penyakit

kulit

(psoriasis, pemphigus), serta orang tua dan orang-orang dengan


keluarga dengan riwayat penyakit reumatik.

Banyak

obat

prokainamid

yang
(Procan

bisa
SR),

merangsang

produksi

antihipertensi

ANA,

(hidralazin),

seperti
dilantin,

antibiotik (penisilin, streptomisin, tetrasiklin), metildopa, anti-TB


(asam p-aminosalisilat, isoniazid), diuretik (asetazolamid, tiazid),
kontrasepsi oral, trimetadion, fenitoin. ANA yang dipicu oleh obatobatan disebut sebagai drug-induced ANA.
Nilai Rujukan
HASIL NORMAL : Negatif ( kurang dari 20 Units)

HASIL ABNORMAL

: Equivocal : 20 60 Units, Positif : lebih dari

60 Units atau titer


1/160 atau lebih.
Nilai rujukan untuk tiap laboratorium mungkin bisa berbeda.
Rh Factor
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF
yang sangat tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan
kelainan sendi yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik. RF
sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE,
scleroderma, dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih
rendah dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang
rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua
(di atas 65 tahun). Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan
pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap positif, walaupun
telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6
bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan
evaluasi RA sering digunakan tes CRP dan ANA. Uji RF untuk serum
penderita diperiksa dengan menggunakan metode latex aglutinasi
atau nephelometry.
Nilai Rujukan
DEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan
rheumatoid arthritis dan
penyakit lain
: > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.

Albumin & globulin


Penetapan kadar protein dalam serum biasanya mengukur protein
total, dan albumin atau globulin. Ada satu cara mudah untuk
menetapkan kadar protein total, yaitu berdasarkan pembiasan
cahaya oleh protein yang larut dalam serum. Penetapan ini
sebenarnya mengukur nitrogen karena protein berisi asam amino
dan asam amino berisi nitrogen.Total protein terdiri atas albumin
(60%) dan globulin (40%).
Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk pemeriksaan total
protein adalah serum. Bila menggunakan bahan pemeriksaan
plasma, kadar total protein akan menjadi lebih tinggi 3 5 % karena
pengaruh fibrinogen dalam plasma. Cara yang paling sederhana

dalam penetapan protein adalah dengan refraktometer (dipegang


dengan tangan) yang menghitung protein dalam larutan
berdasarkan perubahan indeks refraksi yang disebabkan oleh
molekul-molekul protein dalam larutan. Indeks refraksi mudah
dilakukan dan tidak memerlukan reagen lain, tetapi dapat terganggu
oleh adanya hiperlipidemia, peningkatan bilirubin, atau hemolisis.
Saat ini, pengukuran protein telah banyak menggunakan analyzer
kimiawi otomatis. Pengukuran kadar menggunakan prinsip
penyerapan (absorbance) molekul zat warna. Protein total biasanya
diukur dengan reagen Biuret dan tembaga sulfat basa. Penyerapan
dipantau secara spektrofotometri pada 545 nm. Albumin sering
dikuantifikasi sendiri. Sedangkan globulin dihitung dari selisih kadar
antara protein total dan albumin yang diukur. Albumin dapat
meningkatkan
tekanan
osmotik
yang
penting
untuk
mempertahankan cairan vaskular. Penurunan albumin serum dapat
menyebabkan cairan berpindah dari dalam pembuluh darah menuju
jaringan sehingga terjadi edema. Rasio A/g merupakan perhitungan
terhadap distribusi fraksi dua protein yang penting, yaitu albumin
dan globulin. Nilai rujukan A/G adalah > 1.0. Nilai rasio yang tinggi
dinyatakan tidak signifikan, sedangkan rasio yang rendah ditemukan
pada penyakit hati dan ginjal. Perhitungan elektroforesis merupakan
perhitungan yang lebih akurat dan sudah menggantikan cara
perhitungan
rasio
A/G.
NilaiRujukan
DEWASA : protein total : 6.0 - 8.0 g/dl; albumin : 3.5 - 5.0 g/dl
ANAK : protein total : 6.2 - 8.0 g/dl; albumin : 4.0 - 5.8 g/dl
MasalahKlinis
Protein total
o PENURUNAN
KADAR :
malnutrisi
berkepanjangan,
kelaparan, diet rendah protein, sindrom malabsorbsi,
kanker gastrointestinal, kolitis ulseratif, penyakit Hodgkin,
penyakit hati yang berat, gagal ginjal kronis, luka bakar
yang parah, intoksikasi air.
o PENINGKATAN KADAR : dehidrasi (hemokonsentrasi),
muntah, diare, mieloma multipel, sindrom gawat
pernapasan, sarkoidosis.

Albumin
o PENURUNAN KADAR : sirosis hati, gagal ginjal akut, luka
bakar yang parah, malnutrisi berat, preeklampsia,
gangguan ginjal, malignansi tertentu, kolitis ulseratif,
enteropati kehilangan protein, malabsorbsi. Pengaruh
obat : penisilin, sulfonamid, aspirin, asam askorbat.
o PENINGKATAN KADAR : dehidrasi, muntah yang parah, diare
berat. Pengaruh obat : heparin.

ALKALI FOSFATASE (ALP)


Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang
diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk
tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal,
plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase
alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila
ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama
digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar)
atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati,
sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi
kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi
peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut
terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin
tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa
kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan
kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase
(isoenzim Regan). Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga
20 x lipat nilai normal) pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang
disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-penyakit radang,
regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar
sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian.
Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit
hati oleh alcohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.Pada
kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas
osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada
penyakit Paget. Jika ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik

sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal karena


pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk
membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk
membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati
dan ALP2 menandakan penyakit tulang.Jika gambaran klinis tisak cukup
jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain, maka
dipakai pengukuran enzim -enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan
dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5nukleotidase (5NT),
leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi
oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai
perubahan dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit
obstruksi
saluran
empedu.
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan
menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau
dengan analizer kimia otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan
untuk membedakan ALP hati dan tulang. Bahan pemeriksaan yang
digunakan
berupa
serum
atau
plasma
heparin.
Nilai Rujukan
DEWASA : 42 136 U/L, ALP1 : 20 130 U/L, ALP2 : 20 120
U/L,Lansia : agak lebih tinggi dari dewasa

Penanda Tumor
1. AFP Alpha Fetoprotein (AFP)
Alpha Fetoprotein (AFP) merupakan yang pertama diantara
protein-protein ini yang diteliti secara luas. AFP diisolasi pada tahun
1956 dan dikaitkan dengan keganasan pada 1963. AFP
merupakan suatu plasma protein yang predominan pada fetus dan
dibuat dalam kuning telur, hati, dan traktus gastrointestinalis. Kadar
AFP yang beredar sangat rendah pada orang dewasa, kecuali pada
kehamilan , dimana didapat dari sirkulasi fetus yang menyebabkan
peningkatan yang signifikan. Selama kehamilan, kadar AFP dalam cairan
amnion lebih tinggi dari kadar normal apabila janin yang dikandung
mengalami defek neural tube. AFP merupakan cairan amnion yang dapat
masuk sirkulasi ibu. Dengan demikian kadar AFP dalam serum ibu
secara rutin dapat digunakan sebagai penyaring untuk mengetahui
defek neural tube sebelum lahir.
Jumlah AFP dalam darah yang dapat membantu wanita hamil
melihat
apakah
bayi
memiliki
masalah
seperti spina
bifida dan anencephaly. AFP tes yang dapat juga dilakukan sebagai
bagian
dari
skrining
tes
lainnya
untuk
menemukan

masalah kelainan kromosom seperti Down syndrome (trisomy


21) atau sindrom Edwards (trisomy 18) dan omphalocele. Pada
orang dewasa, apabila terjadi multiplikasi hepatosit secara cepat
pada kehidupan (pemulihan pertumbuhan hati setelah kerusakan,
reseksi lobulus, transplantasi hati dsb) kadar AFP serum juga
meningkat, walaupun tidak pernah mendekati kadar pada masa
janin. Aktivitas regenerasi yang lebih rendah , seperti pada sirosis
aktif, hepatitis aktif kronis , fase pemulihan pada hepatitis virus
atau toksik, menyebabkan peningkatan kadar AFP sampai sekitar
500 ng / ml.
Pengukuran kadar AFP memiliki manfaat besar sebagai indeks
kekambuhan penyakit. Pada pasien karsinoma hepatoselular yang
diterapi, hilangnya AFP mengisyaratkan eliminasi sel-sel ganas, dan
peningkatan kadar mencerminkan rekurensi kanker.
Menetapnya AFP setelah interval tersebut mengisyaratkan
sintesis yang berkelanjutan oleh tumor , karena kadar AFP serum
proporsional dengan massa tumor. Penderita dengan sirosis atau
hepatitis B kronis, sebaiknya dimonitor AFP secara reguler karena
mempunyai resiko menjadi kanker hati. Jika penderita sudah
terdiagnosa sebagai kanker hepatoseluler, AFP harus diperiksa
secara periodik untuk membantu mengetahui respon terapinya.
Peningkatan kadar serum AFP maternal dijumpai pada :
Neural tube defects ( omphalocele )
Kehamilan multipel
Fetal distres
Fetal death
Kadar AFP maternal yang rendah

Trisomy 21 ( Down syndrome )


Peningkatan kadar AFP non maternal dijumpai pada :

Kanker hepatoselular primer ( hepatoma )

Adanya metastase kanker di hati

Kanker sel germinal atau yolk sac dari ovarium

Tumor sel embrional atau sel germinal dari testis

Kanker lain seperti : stomach, colon, lung, breast dan


lymphoma

Nekrosis sel hati ( sirhosis, hepatitis).

Dewasa ini, AFP diketahui tidak memiliki manfaat pada orang


dewasa yang sehat. Jadi, kadar yang meningkat dapat menunjukkan
kelainan. Kadar normal dari AFP adalah di bawah 10 ng/ml. Kenaikan
sedang sampai 500 ng/ml dapat terjadi pada penderita hepatitis
kronik. Sedangkan kadar di atas 500 ng/ml hanya terdapat pada
penderita kanker hati, kanker testis dan ovarium, dan proses
penyebaran kanker yang telah mencapai hati. Untuk mengetahui
kadar AFP dalam tubuh maka harus dilakukan tes AFP yang
menggunakan darah sebagai medianya.
2. CEA (Carcinoembryonic Antigen)
Carcinoembryonic antigen (CEA) pertamakali diidentifikasi
oleh Phil Emas dan Samuel O Freedman pada tahun 1965 pada
kanker usus besar. Secara normal protein CEA diproduksi oleh oleh
sel usus, hati, dan pankreas fetus selama masa perkembangan janin
terutama 6 bulan pertama. Produksi CEA berhenti sebelum kelahiran
sehingga kadarnya menurun setelah kelahiran dan pada orang
dewasa protein ini tedapat hanya dalam konsentrasi rendah.
Penyebab tersering kenaikan CEA adalah kanker kolorektal.
Beberapa kanker lain dapat meningkatkan kadar carcinoembryonic
antigen misalnya kanker pankreas, mamae, ovarium, paru-paru,
prostat dan beberapa jenis kanker thyroid. Peningkatan CEA juga
didapatkan pada perokok, infeksi paru, penyakit usus, pancreatitis,
dan sirosis hati. Tidak semua kanker memproduksi CEA, dan hasil
CEA positif tidak selalu akibat kanker. Pengukuran CEA terutama
untuk mengidentifikasi rekurensi setelah tindakan bedah reseksi.
Tingkat CEA harus kembali normal setelah reseksi. Tingginya CEA
yang menetap setelah reseksi mengindikasikan rekurensi tumor. CEA
paling sering diperiksa dalam darah (serum), namun dapat juga
diperiksa dalam cairan tubuh misalnya ascites, cairan pleura,
peritoneal, serebrospinal dan biopsi jaringan.
Kadar normal CEA dalam darah orang dewasa dan tidak
merokok yaitu <3 ng / ml dan untuk perokok <5,0 ng / ml.
Kemoterapi dan radiasi dapat meningkatkan kadar CEA secara
temporer akibat kematian sel-sel tumor dan pelepasan CEA ke
dalam aliran darah. Penyakit-penyakit jinak biasanya tidak
menyebabkan peningkatan di atas 10 ng/ml. CEA paling baik dipakai
sebagai penanda tumor traktus gastrointestinal. Kadar CEA yang
tinggi sebelum pembedahan diharapkan menjadi normal setelah
berhasil mengangkat seluruh tumor. Meningkatnya kadar CEA

menunjukkan progresi atau rekurensi kanker. Kadar CEA >20 ng/ml


sebelum pembedahan dihubungkan dengan kanker yang telah
bermetastase. Kadar CEA > 100 ng/ml dihubungkan dengan
metastase jauh.
Keterbatasan pemeriksaan CEA yaitu tidak efektip untuk
skrining kanker stadium dini, karena umumnya kadar CEA dapat
normal atau rendah. Banyak tumor tidak memproduksi kadar CEA
yang tinggi, walaupun penyakitnya berlanjut. Kadar CEA yang
normal juga bukan berarti tidak terdapat kanker. Banyak kondisi
dapat mengubah kadar CEA. Hasil abnormal yang signifikan harus
didiskusikan dengan klinisi dalam kaitan dengan gejala dan riwayat
medikal.
3. CA 72-4
CA 72-4 adalah mucine-like, tumor associated glycoprotein
TAG 72 di dalam serum. Antibodi ini meningkat pada keadaan jinak
seperti pankreatitis, sirosis hati, penyakit paru, kelainan ginekologi,
kelainan ovarium, kelainan payudara dan saluran cerna. Pada
keadaan tersebut spesifisitas sebesar 98%. Peningkatan Ca 72-4
mempunyai arti diagnostik yang tinggi untuk kelainan jinak pada
organ tersebut. Pada keganasan lambung, ovarium dan kanker usus
besar mempunyai arti diagnostik yang tinggi. Pada kanker lambung,
uji diagnostik Ca 72-4 mempunyai nilai sensitifitas 28 80% ; pada
kanker ovarium, sensitifitas 47 80% ; sedangkan pada kanker usus
besar, sensitifitasnya 20 41%. Pemeriksaan petanda tumor ini
dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis, bila diperlukan
harus digunakan lebih dari satu petanda tumor. Selain itu
pemeriksaan Ca 72-4 juga dipakai pada pasca operasi dan pada
waktu relapse.

3. CA 19-9
Antigen kanker yang dideteksi untuk membantu menegakkan
diagnosis, keganasan pankreas, saluran hepatobiliar, lambung dan
usus besar. Kadar Ca 19-9 meningkat pada 70 75% kanker
pankreas dan 60 65% kanker hepatobiliar. Pada peningkatan
ringan, kadar Ca 19-9 dapat dijumpai pada radang seperti
pankreatitis, sirosis hati, radang usus besar.
Peningkatan kadar CA 19-9 lebih dari 500 U/ml terjadi pada
50% pasien dengan malignansi. Interval kadar CA 19-9 pada

malignansi yaitu 40 10.000 U/ml. Pada kaadaan benigna kadar CA


19-9 jarang meningkat lebih dari 200 U/ml. Pada 69,7% keadaan
benigna ditemukan kadar CA 19-9 meningkat kurang dari 100 U/ml.
Interval kadar CA 19-9 pada keadaan benigna yaitu 40 - 331 U/ml.
Kadar normal CA 19-9 adalah <37 U/ml.
Penurunan kadar CA 19-9 mengindikasikan suatu respon positif
terhadap terapi dan prognosis yang baik. Peningkatan kadar CA 19-9
yang konstan menggambarkan respon yang kurang baik terhadap
terapi. Pada evaluasi pasien dengan intervensi bedah, kadar CA 19-9
preoperatif dan postoperatif telah digunakan untuk memperkirakan
hasil terapi pasien. Cancer antigen 19-9 dapat ditemukan pada
darah, urine, cairan peritoneal, cairan kista, dan cairan amnion.
4. CA 12-5
Indikator kanker ovarium epitel non-mucinous. Kadar Ca 125 meningkat pada kanker ovarium dan dipakai untuk mengikuti hasil
pengobatan 3 minggu pasca kemoterapi. Pemantauan hasil CA 125
saat ini sering digunakan untuk mengamati perkembangan kanker
ovarium. Pada pasien dengan kanker ovarium, pemeriksaan CA 125
dilakukan secara rutin dalam jangka waktu tertentu. Penurunan
kadar CA 125 juga dipakai patokan keberhasilan pengobatan yang
dilakukan. Karena besarnya variasi normal dari pemeriksaan ini
maka perubahan nilai yang kecil sering diabaikan. Nilai normal CA125 : 0 35 U / mL. Beberapa keadaan yang dapat meningkatkan
kadar CA 125 antara lain kehamilan, endometriosis, mioma uteri,
radang pankreas, menstruasi normal, penyakit radang panggul.
Peningkatan kadar CA 125 juga terjadi pada tumor pada saluran
tuba, tumor endometrium, kanker paru
dan kanker pada
saluranpencernaan.
5. CA 15-3
Cancer Antigen (CA 15-3) atau CA 27-29 atau Truquant RIA :
penanda tumor pada kanker payudara. Penanda ini digunakan untuk
melihat keberhasilan terapi kanker payudara yang sudah metastase
dan mendeteksi adanya kanker ulangan pada kanker payudara
stadium 2 dan 3.
Karena CA 15-3 dan CA 27-29 dapat dilepaskan oleh berbagai sel
kanker lainnya, maka tidak dapat digunakan sebagai deteksi kanker
payudara. Kadar normal CA 15-3 adalah <30U/mL.

6. PSA (Prostat Spesific Antigen)


PSA merupakan suatu protein yang dihasilkan oleh sel kelenjar
prostat yang dapat dideteksi dari darah. Pada laki-laki sehat tanpa
kelainan prostat, PSA berada pada kadar yang rendah, dan dapat
meningkat apabila terdapat kelainan pada prostat seperti BPH
(Benign Prostate Hyperplasia), prostatitis, maupun kanker prostat.
Level PSA dapat digunakan sebagai prediktor kanker pada temuan
DRE (Digital Rectal Examination) ataupun TRUS (Transrectal
Ultrasonography). Nilai normal PSA adalah 0-4 ng/mL. Belum
terdapat nilai batas terendah yang diterima secara universal, tapi
pada kebanyakan penelitian digunakan nilai batas > 4 ng/mL lebih
berisiko terhadap kanker prostat, tapi apabila nilainya >10 ng/mL
menandakan risiko tinggi terjadi kanker.
7. Neuron Specific Enolase (NSE)
Untuk menilai hasil pengobatan dan perjalanan penyakit
keganasansmall cell bronchial carcinoma, neuroblastoma, dan
seminoma. Kadar NSE tidak mempunyai hubungan dengan adanya
metastasis, tapi memiliki korelasi yang baik terhadap stadium
perjalanan penyakit. Peningkatan ringan kadar NSE dapat dijumpai
pada penyakit paru jinak dan penyakit pada otak.
8. SCC
Squamous cell carcinoma (SCC) antigen diperoleh dari jaringan
karsinoma sel skuamosa dari serviks utri. Pemeriksaan SCC
bertujuan untuk menilai prognosis, kekambuhan dan monitoring
penyakit. Umumnya SCC meningkat pada keganasan sel squamosa
seperti faring, laring, palatum, lidah dan leher.

4. Cara membaca MRI (Magnetic Resonance Imaging)

1. Identifikasi posisi foto cross section(horizontal), sagital, coronal (vertikal


dari arah depan).
Cross sectional

Sagital
Coronal

2.

Identifikasi lokasi
foto ( kemungkinan ditulis di paling atas foto MRI atau dapat
mencari tahu dengan mengidentifikasi struktur anatomi).
3. Identifikasi apakah dalam foto tersebut menggunakan zat kontras
atau tidak. Pemberian zat kontras untuk organ tertentu seperti
hepar dan jantung. Hal tersebut membuat pewarnaan jaringan pada
organ yang diberikan zat kontras terlihat lebih tajam dan
seharusnya diberikan hasil pemeriksaannya.
Contoh : Defek pada sawar darah otak setelah stroke

Kiri : Tanpa pemakaian zat


kontras
Kanan : dengan pemberian
zat kontras

4. Bandingkan foto MRI yang difoto saat ini dengan foto MRI dengan
hasil yang normal. Hal tersebut dapat membantu kita untuk lebih
mudah mengenali adanya kelainan-kelainan yang tampak pada foto
MRI sehingga kita dapat memilah apa yang harus kita perhatikan
lebih utama.

Вам также может понравиться