Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN
1. PENDAHULUAN
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit
dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi
pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu
sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang
menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak
gawat. IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai
dengan standar.1
Pelayanan yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam
pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit.
Kepuasan muncul dari kesan pertama pasien masuk terhadap pelayanan keperawatan yang
diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
Standar operasional prosedur dan alur pelayanan :
Pelayanan triase
Ruang resusitasi
Ruang observasi
Pelayanan rekam medik 24 jam
Standar fasilitas medik
Standar tenaga kerja yang kompeten
Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 : Gawat Darurat harus ada
selama 24 jam. Semua fasilitas yang tersedia di IGD sesuai dengan fungsinya untuk
memenuhi kebutuhan akan pelayanan emergency. 2
Tindakan penyelamatan jiwa pada pasien henti napas dan henti jantung;
Penanganan pasien sesak napas;
Penanganan serangan jantung/Payah Jantung;
Penanganan pasien tidak sadar;
Penanganan pasien kecelakaan;
Penanganan pasien cidera, misalnya: cedera tulang, cidera kepala, dan lain-lain.;
Penanganan pasien dengan pendarahan;
Penanganan kasus Stroke;
Penanganan pasien kejang dan kejang demam pada anak;
Penanganan pasien keracunan;
Penanganan pasien dengan sakit perut hebat;
Penanganan medis korban bencana / disaster
Ruang tunggu
Ventilasi Mekanik
Defibrilator
Bedside Monitor
Pulse oximetry
Monitor Tekanan Darah
Elektrokardiografi (EKG)
Peralatan Resusitasi
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita
waktu dibutuhkan.
Pemakaian alat-alat proteksi diri
2. Triase
Triase berasal dari bahasa Perancis, trier , yang berarti menseleksi, yaitu teknik
untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien atau korban, saat sumber daya terbatas.
Perhatian dititik beratkan pada pasien atau korban dengan kondisi medis yang paling urgent
dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan.
TUJUAN: Pada saat IGD penuh dan sumber daya terbatas maka dengan sumber daya
yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin.
KEBIJAKAN:
1. Memilah korban berdasarkan:
Beratnya cidera
Besarnya kemungkinan untuk hidup
Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan tindakan
2. Triase tidak disertai tindakan
3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan setiap pertolongan harus
dilakukan sesegera mungkin
Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metode S.T.A.R.T
atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini membagi penderita menjadi 4 kategori: 7
1. Segera (Immediate) -MERAH
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya : tension pneumotoraks, cardiac arrest, distress pernafasan
dan perdarahan hebat.
2. Tunda (Delayed)- KUNING
Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dapat
menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Misalnya : fraktur tertutup pada
ekstremitas (perdarahan terkontrol), trauma tulang belakang, trauma kepala tanpa
gangguan kesadaran.
3. Minor -HIJAU
Pasien mendapat cedera minimal dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau
mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet.
4. Morgue-HITAM
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski mrendapat
pertolongan. Misalnya : cedera kepala berat, luka bakar derajat III hampir di seluruh
tubuh, dan kerusakan organ vital
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampui rumah
sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita
dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu,
perlengkapan dan tenaga paling sedikit
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien. Caranya : letakkan
satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidah pun terangkat ke
depan.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas.
Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross
Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan
menekan gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut,
bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan
ii.
rahang lemas.
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus
dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut
iii.
Chest Thrust
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari
telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara
kedua putting susu pasien). Bila penderita tidak sadar, tidurkan terlentang,
lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.
Back Blow
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban
di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae).
d. Pengelolaan dengan alat
Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :
a. Pemasangan Pipa (tube)
Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo),
pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan
nafas tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang
yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar.
Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka,
2. Breathing (Pernafasan)
Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bantuan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida.
Tanpa alat : memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau dari
3. Circulation (Perdarahan)
Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang tadinya
terhenti atau terganggu.
Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal.
Gangguan sirkulasi ditandai dengan :9
a. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak berkurang yang akan menyebabkan penurunan
kesadaran, tetapi penderita yang sadar belum tentu normovolemik.
b. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi. Pasien tampak pucat, ekstremitas
dingin, berkeringat dingin dan capillary refill time lebih dari 2 detik.
c. Nadi
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda dari hipovolemi.
4. Disability (Status neurologis)
Tindakan :
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS10
Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow GCS (Glasgow Coma Scale- Score) :
A. Eye-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening responses)
Nilai 4 : membuka mata spontan (normal)
Nilai 3 : dengan kata-kata akan membuka mata bila diminta
Nilai 2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri
Nilai 1 : tidak membuka mata walaupun dirangsang nyeri
B. Verbal-SCORE (memberikan respon jawaban secara verbal/verbal responses)
Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan baik dan
Nilai 3 : memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-
(incomprehensible sounds)
Nilai 1 : tidak memberikan jawaban berupa suara apapun
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
3. Evaluasi dan Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
5. Exposure
Pasien harus benar-benar buka pakaian, biasanya dengan memotong pakaian. Kita
harus menutupi pasien dengan selimut hangat untuk mencegah hipotermia. Cairan infus
harus dihangatkan dan lingkungan yang hangat dipertahankan.11
6.Tambahan terhadap primary survey
Monitoring EKG
Kateter urin dan lambung
Monitor saturasi, nadi dan tekanan darah
Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan tambahan lainnya. 11
C. Secondary Survey
Ketika survei primer selesai dan tanda-tanda vital normal, survei sekunder dapat
dimulai. Survey sekunder adalah mencari perubahan yang dapat berkembang menjadi gawat
dan mengancam jiwa harus segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head
to toe). Survei sekunder seperti pemeriksaan fisik, X-ray dan termasuk penilaian ulang dari
semua tandatanda vital. Setiap daerah tubuh harus benar-benar diperiksa.12
Secondary survey meliputi anamnesis (riwayat alergi, obat yang diminum sebelumnya,
penyakit sebelumnya dan lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) dan
pemeriksaan fisik lengkap.
Tujuan : Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat
ditangani lebih lanjut.
Tambahan terhadap secondary survey:
1. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan
pastikan hemodinamik stabil
2. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan
biasanya dilakukan di ruangan lain
3. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
CT scan kepala, abdomen
USG abdomen,
Foto ekstremitas
Foto vertebra tambahan
Urografi dengan kontras
Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
1. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin.
3. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan.
D. Terapi Cairan
Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok
dan menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi.
Tujuan : Ketika terjadi gangguan homeostasis, harus segera diberikan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit.
Penilaian klinis kebutuhan cairan :13
Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat
Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill
abnormal
Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput :
Cairan parenteral14
Kristaloid :
cairan interstisial.
Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis
Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer.
Untuk resusitasi digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl
0,9%
Koloid :
onkotik
Sebagian besar menetap di intravaskuler
Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke
intravaskuler
Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis
Harganya mahal
Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan
a.
b.
penurunan kesadaran.
Perubahan sistem kardiovaskuler, meliputi : Nadi, tekanan darah, hilangnya kolaps
c.
d.
e.
vena perifer.
Perubahan turgor.
Perubahan produksi urine.
Perubahan-perubahan haematokrit, elektrolit dan lain sebagainya
Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross check
darah
Agar aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria, hepatitis,
Dalam penatalaksanaan transfusi darah, kita harus melihat gejala klinis dan tingkat
perdarahan.
Cara Pemberian :
Perdarahan sampai dengan 10% EBV, tubuh masih dapat mentolerir dengan baik.
Perdarahan 10-15% EBV : diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 2,5-3 kali
Kehilangan darah 30-50% EBV masih dapat diatasi sementara dengan cairan sampai transfusi
darah tersedia.
Pergantian cairan sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) :
I. Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2 4 kali EBL
II. Koloid
V. KESIMPULAN
IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan
daruratkepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai
dengan standar. Standar operasional prosedur dan alur pelayanan : Pelayanan triase, Ruang
resusitasi, Ruang observasi, Pelayanan rekam medik 24 jam, Standar fasilitas medic, Standar
tenaga kerja yang kompeten.
Dalam melakukan penatalaksanaan penderita gawat darurat, kita menggunakan
prinsip Time saving is life saving yang berarti diperlukan penanganan secara cepat dan
tepat untuk menyelamatkan jiwa pasien serta mencegah kecacatan.
Penderita gawat darurat harus dievaluasi dengan cepat dan tepat agar dapat dilakukan
prioritas terapi. Baik primary survey maupun secondary survey harus dilakukan secara
terusmenerus sehingga bisa memantau perubahan kondisi pasien agar dapat memberikan
terapi yang sesuai. Ketika penderita datang ke IGD, penderita akan memasuki area triase di
mana dokter akan dengan cepat dan tepat menilai kondisinya sehingga dapat menentukan
tindakan yang harus diambil.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Instalasi
Gawat
Darurat.
Available
from
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28926/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh
pada tanggal 29 Desember 2012.
Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat, Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2, 2007.
Instalasi Gawat Darurat. Available from : http://www.medistra.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=54. Diunduh pada tanggal 29 Desember
2012.
Wijono,DJ. Manajemen Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Surabaya: Airlangga
University Press, 1994.
Alur
Pelayanan
Pasien.
Available
from:
http://www.scribd.com/doc/79491521/Aplikasi-IGD. Diunduh pada tanggal 29
Desember 2012.
Husain, F.W., dkk. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta.
1992.
Burstein, Jonathan L., dkk. Disaster medicine. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins. 2007. 20-7
The Glasgow Coma Scale: Clinical Application in Emergency Departments.
Emergency Nurse. 2006. 30-5.
9.
TRIASE.
Available
from:
http://innecomcreative.blogspot.com/2011/03/pelaksanaan-triagemetodestartpada.html. Diunduh pada tanggal 29 Desember 2012.
10. Green, S. M. Cheerio, Laddie! Bidding Farewell to the Glasgow Coma Scale.
Annals of emergency medicine, Elsevier Inc. 2011. 427-30.
11.Bouillon, Kanz KG, dkk,. The Importance of Advanced Trauma Life Support
(ATLS) in the emergency room (in German). Unfallchirurg. 2004. 84450.
12.Amal Mattu, Deepi Goyal, dkk,. Emergency medicine: avoiding the pitfalls and
improving the outcomes. Malden, Mass: Blackwell Pub./BMJ Books. 2007. 55-6
Guyton AC. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharma A, Lukmanto P,
CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta, 1981
Mangku G., Senapathi TGA., Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reaminasi. Jakarta:PT.
Macanan Jaya Cemerlang. 2010.
15. Ery Leksana. Terapi Cairan dan Elektrolit. Semarang. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. 2004.