Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
I.
PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan
oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf
adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal.
Segmen yang aganglionik terbatas pada 75% penderita;pada 10%, seluruh kolon
tanpa sel-sel ganglion.
Anak
yang
menderita
penyakit
Hirschsprung
sering
mengalami
II.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior.2 (Gambar 1)
Ga
mbar 5. Skema syaraf autonom intrinsik usus15
Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus perhari.
Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus
halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tak
tercerna (misalnya selulosa), komponen empedu yang tidak di serap dan cairan.
Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya.Apa yang tertinggal dan
akan dikeluarkan disebut feses(tinja). Fungsi utama usus besar adalah untuk
menyimpan tinja sebelum defekasi.
Lapisan besar otot polos longitudinal luar yang tidak mengelilingi usus besar
secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah,
taenia coli, yang berjalan di sepanjang usus. Taenia coli ini lebih pendek dari pada
otot polos sirkuler dan lapisan mukosa dibawahnya jika kedua lapisan ini
dibentangkan datar. Karena itu, lapisan-lapisan dibawahnya disatukan membentuk
kantung atau haustra,Haustra bukan sekedar kumpulan permanen pasif ; haustra
secara aktif berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkuler.
Umumnya gerakan usus besar berlangsung lambat dan tidak mendorong
sesuai fungsinya sebagai tempat penyimpanan dan penyerapan. Motilitas utama
kolon adalah kontraksi haustra yang di picu oleh ritmisitas otonom sel-sel otot
polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon membentuk haustra, serupa
5
dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi jauh lebih jarang. Waktu diantara dua
kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit, sementara kontraksi segmentasi di
usus halus berlangsung dengan frekunsi 9 sampai 12 kali permenit. Lokasi
kantung haustra secara bertahap berubah sewaktu segmen yang semula melemas
dan membentuk kantung mulai berkontraksi secara perlahan sementara untuk
membentuk kantung baru. Gerakan ini tidak mendorong isi usus tetapi secara
perlahan mengaduknya maju-mundur sehingga isi kolon terpajan ke mukosa
penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh refleks-refleks lokal yang
melibatkan pleksus instrinsik.
Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan
mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asendes dan traansversum
berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga sampai tiga perempat
panjang kolon dalam beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat
dinamai gerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat
bahan disimpan sampai terjadi defekasi.
Ketika makanan masuk ke lambung terjadi refleks gastrokolon yang di
perantarai dari lambung ke kolon oleh gastrin dan saraf otonom ekstrinsik, yang
menjadi pemicu utama gerakan massa di kolon. Refleks gastroileum
memindahkan isi usus halus yang masih ada ke dalam usus besar, dan refleks
gastrokolon mendorng isi kolon kedalam rektum, memicu refleks defekasi.
Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan
yang terjadi di rektum merangsang resepto regang di dinding rectum, memicu
refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus ( yaitu otot polos)
melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani
eksternus(yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot
rangka, stingfer ani eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal
dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan
tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan stingfer ani eksternus secara
sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika
defekasi ditunda maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan
melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda sampai gerakan massa
berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kembali
meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode inaktivitas,
kedua stingfer tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja.
Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang
melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup
secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang
membantu mendorong tinja.
Jika defekasi ditunda terlalu lama maka dapat terjadi konstipasi (sembelit).
Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal maka H2O yang diserap dari
tinja meningkatkan sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal
frekuensi defekasi diantara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali
seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal
bagi yang
bersangkutan maka dapat terjadi konstipasi. Gejalanya seperti rasa tidak nyaman
di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan disertai mual , dan
depresi mental. Berbeda dari anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan
oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang tertahan. Meskipun metabolisme
bakteri menghasilkan bahn-bahan yang mungkin toksik di kolon namun bahanbahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disinkirkan oleh hati
sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan
konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjang usus besar, terutama rektum;
gejala segera hilang setelah peregangan mereda.
Kemungkinan penyebab tertundanya defekasi yang dapat menimbulkan
konstipasi mencakup(1) mengabaikan keinginan untuk buang air besar;(2)
berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat;(3)
obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau spasme kolon;dan(4)
gangguan refleks defekasi,misalnyakarena cedera jalur-jalur saraf yang terlibat.14
III.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang
ETIOLOGI
Etiologi dari Hirschsprung berkembang dari abnormalitas seluller dan
atas sigmoid dan Hirschsprung long segmen bila segmen aganglionik melebihi
sigmoid.8
V.
PATOFISIOLOGI
ganglion
10
DIAGNOSIS
MANIFESTASI KLINIS
11
FUNGSIONAL(Didapat)
HIRSCHSPRUNG DISEASE
Saat lahir
Lazim
Sangat jarang
Riwayat
Mulai
konstipasi
Enkopresis
Mungkin
Enterokolitis
Tidak
Mungkin
Nyeri perut
Lazim
Lazim
Jarang
Lazim
Pemeriksaan
Perut
Kembung
12
VARIABLE
Penambahan
BB Jelek
Tonus Anus
Pemeriksaan
Rektum
FUNGSIONAL(Didapat)
HIRSCHSPRUNG DISEASE
Jarang
Lazim
Normal
Normal
Tinja di ampula
Ampula Kosong
Laboratorium
Manometri
Anorektal
Pewarnaan acetylcholinesterase
meningkat
Barium enema
B. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus
dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung 9,17
13
14
15
16
17
18
Gambar Pemeriksaan double kontras barium enema tampak dilatasi bagian atas
dari rektum dan rectosigmoid junction yang terisi massa feses (pada anak
panah).16
Penyebab utama penyakit Hirschsprung pada neonatus tertundanya
muntah mekonium. Ketika penyakit hirschsprung ditegakkan secara klinis barium
19
20
Gambar Foto CT scan dengan kontras potongan transversal tampak dilatasi bagian
proksimal rektum serta bagian rektosigmoid yang terisi massa feses. 16
Gambar Foto CT scan kontras potongan transversal. Tampak zona transisi dan
penyempitan di bagian distal rektum.16
21
C. MANOMETRI ANOREKTAL
Manometri Anorektal mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon
dikembangkan di rektum. Pada individu normal, penggembungan rektum
mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna. Pada penderita penyakit
Hirschsprung, tekanan gagal menurun, atau ada kenaikan tekanan paradoks karena
rektum dikembungkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%, tetapi secara
teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini
menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atau respons
sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.
BIOPSI-ISAP REKTUM
ganglion.
Biopsi
dapat
diwarnai
untuk
asetilkolinesterase,
untuk
22
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Banyak kelainan usus dengan penampilan klinik obstruksi yang menyerupai
VIII.
PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk
menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, (2)
sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif
dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi
1)
2)
3)
4)
5)
b. Penanganan operatif
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah operasi. Pilihanpilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin setelah
23
24
PROGNOSIS
Prognosis penyakit hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
Jakarta: EGC.
2. Budi Irwan. Pengamatan Fungsi Anorektal Pada Penderita Penyakit
Hirscsprung
Pasca
Operasi
Pull-Through
[23-08-2015];
25
on
anorectal
testing
techniques
[cited
23-08-
from
http://emedicine.medscape.com/article/178493-
overview
14. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Jakarta:
EGC 2001;688-692.
15. Netter, Frank Henry,MD,2006.Atlas
of
Human
Anatomy.
May
2008
[cited
23-08-2015],
Available
from:
www.radiology.rsna.org.
17. Porambo,Albert, Hirschsprung
disease.
[cited
23-08-2015];
26
27