Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
REFERAT
APRIL 2015
ANGIOEDEMA
OLEH
SUL FADHILAH HAMZAH
K1A2 10 017
PEMBIMBING
dr. ROHANA SARI SUAIB, Sp. KK
ANGIOEDEMA
Sul Fadhilah Hamzah, Rohana Sari Suaib
A.
DEFINISI
Angioedema (giant urticaria, Quincke edema, dan angioneurotic
edema)1,2 adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa dan
submukosa atau membran mukosa2.
Angioedema adalah urtika yang mengenai lapisan kulit yang lebih
dalam daripada dermis, dapat di submukosa, atau di subkutis, juga dapat
mengenai saluran napas, saluran cerna dan organ kardiovakular 3. Kulit dapat
nampak normal dan menimbulkan lebih keluhan sakit dan rasa terbakar
dibandingkan rasa gatal4.
Serangan berulang urtikaria dan/atau angioedema yang lamanya
kurang dari 6 minggu dianggap akut, sedangkan serangan yang menetap
melebihi 6 minggu dianggap kronik4,5.
B.
EPIDEMIOLOGI
Urtikaria dan angioedema sering dijumpai pada semua umur, orang
dewasa lebih banyak dibandingkan dengan usia muda. Ditemukan 40%
bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan angioedema dan
11% angioedema saja. Tidak ada perbedaan frekuensi jenis kelamin, baik
laki-laki maupun wanita. Umur, ras, jabatan/pekerjaan, letak geografis, dan
perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan
oleh IgE3.
Hereditary angioedema (HAE) adalah penyakit autosomal dominan
dan karena itu mempengaruhi 50% dari keturunan dari kedua jenis kelamin.
Sering, riwayat penyakit ini didapatkan pada beberapa generasi, namun
mutasi baru yang terjadi, dan tidak jarang ditemukan riwayat keluarga
negatif. Acquired angioedema (AAE) sangat jarang, biasanya pada orang tua
yang
memiliki
paraproteinemia
atau
keganasan
seperti
limfoma.
Angioedema terkait dengan inhibitor ACE terjadi pada 0,1-0,2% dari pasien
yang diobati6.
C.
ETIOLOGI
Angioedema
dapat
diklasifikasikan
menjadi
allergic
pengumpulan
cairan
setempat.
Vasodilatasi
dan
angioedema
tidak
dimediasi
oleh
reaksi
ditemukan8.
GEJALA KLINIS
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar atau tertusuk. Klinis
tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian
tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular dan besarnya dapat
lentikular, nummular, sampai plakat. Urtikaria dan/atau angioedema bila
mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa
atau subkutan, juga beberapa organ misalnya saluran cerna dan napas3.
Erupsi urtikaria menimbulkan gatal, dapat mengenai setiap bagian
tubuh dari kepala sampai ujung kaki, dan muncul bersamaan, dalam waktu
24 sampai 72 jam, dengan lesi lama menghilang dan lesi baru muncul.
Walaupun bersifat swasirna, angioedema pada saluran napas bagian atas
dapat menyancam nyawa akibat sumbatan laring, sedangkan kelainan pada
makanan dapat menimbulkan kolik abdomen, dengan atau tanpa mual dan
muntah5.
F.
PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau
bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai3. Hal ini dapat
dilakukan dengan diet, menghentikan obat tertentu, menghindari
presipitasi spesifik dan sebagainya. Mandi dengan air suam-suam kuku
dapat menghilangkan gatal untuk sementara4.
2. Medikamentosa
Antihistamin. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas,
yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan
reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok
yaitu
sedasi.
Dalam
perkembangannya
terdapat
H1
yang
non-klasik
contohnya
terfenadine,
degranulasi
sel
mast
kulit
dengan
direk,
tetapi
sangat mahal6.
KOMPLIKASI
Normalnya, urtikaria maupun angioedema tidak menimbulkan
komplikasi meskipun rasa gatal yang ditimbulkan akan mempengaruhi
aktivitas sehari-hari bahkan menyebabkan depresi. Pada reaksi anafilaktif
akut, edema pada laring merupakan komplikasi paling serius, bisa
menyebabkan asfiksia, dan edema pada trakeobronkial bisa menyebabkan
asma5.
I.PROGNOSIS
Prognosis angioedema tergantung pada penyebab dan klasifikasinya.
Angioedema yang diketahui faktor penyebab dan pencetusnya serta dapat
dihindari akan mudah dicegah4.
Pasien dengan HAE sebagian besar tergantung pada fenotip penyakit
(frekuensi serangan laring), akses pasien untuk C1 INH konsentrat, dan
seberapa baik pasien mentolerir androgen dilemahkan. Bagi sebagian besar
pasien, harapan hidup harus normal. AAE biasanya sembuh dengan
pengobatan dari kondisi yang mendasari, tapi prognosis akhir tergantung
pada sifat penyakit itu. Angioedema terkait dengan penggunaan inhibitor
ACE sembuh setelah obat dihapus8.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dwi Murtiastutik. 2010. Urtikaria. In: Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2.
Surabaya: Unair
2. Li HH. Angioedema. [online]. 2015. [cited 2015, April 19]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/135208
3. Aisah S. 2011. Urtikaria. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: FKUI
4. Karnen Garna B. 2009. Urtikaria dan Angioedema. In: Alergi Dasar edisi
ke-1. Jakarta: Interna Publishing.
5. Isselbacher et al. 2013. Urtikaria dan Angioedema. In: Harrison PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta: EGC
6. Lee Goldman. 2012. Urticaria and Angioedema. In: Goldmans Cecil
Medicine 24 th edition. USA: Elsevier
7. Parveen Kumar. 2012. Urticaria and Angio-oedema. In: Kumar&Clarks
Clinical Medicine eighth edition. London: Saunders Elsevier
8. Kaplan AP. 2009. Urticaria and angioedema. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill
Medical
9. Kevin J. Knoop. 2010. Angioedema. In: The Atlas of Emergency Medicine
third edition. New York: Mc Graw Hill
10. Nicki R. Colledge. 2010. Angioedema. In: Davidsons Principles and