Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
mia
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERBILIRUBINEMIA
I.
PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada
bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama
kehidupan disebabkan oleh keaadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat lebih
kuning, keaadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin (4Z,15Z bilirubin IX alpha) yang
berwarna ikterus pada sklera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degenerasi heme yang
merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum
berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.
Keaadaan ini akan menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi didalam darah. Pada
kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena
transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi terjadi peningkatan bilirubin secara
berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan
bila bayi tersebut dapat betahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele
neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keaadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah
mempunyai kecendrungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubin yang berat1.
Definisi
Ikterus neonatorum adalah keaadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.
ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi lahir bila kadar bilirubin darah 5-7
mg/dl(1,6).
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin standar deviasi atau
lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90(1,6).
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali(2,5,6):
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
>10 mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus menetap pada usia >2 minggu.
Terdapat faktor risiko.
Epidemiologi
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan.
Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional
Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir
sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12
mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup
bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di
atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin
setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup
bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan
pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509
neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia(5,6).
II.
ETIOLOGI
Hipebilirubin dapat disebabkan oleh bermacam-macam keaadaan. Penyebab yang
tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompibilitas golongan darah
ABO atau defesiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga timbul akibat perdarahan tertutup
(hematoma cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompibilitas darah Rh, infeksi juga
memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia . Keadaan ini terutama terjadi
pada penderita sepsis atau gastroenteritis. Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi
dan asidosis, hipoglikemia dan polisitemia(1,2,5,6) .
III.
PATOFISIOLOGI
Hiperbilirubine
mia
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi.Langkah oksidasi yang
pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase
yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi
tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon
monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi
bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat
akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin,
bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin(1,6).
Hiperbilirubine
mia
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan
kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas
ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan
kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini
merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi
kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat
obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin
sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan
albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dari albumin dengan cara
menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yg
terlihat pada tabel berikut(1,2,4) :
Tabel : Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin
Analgetik ,antipiretik
Antiseptik, desinfektan
Antibiotik dengan kandungan sulfa
Cefalosporin
Penisilin
Lain-lain
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik
lainnya(1,2).
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam
air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl
transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi
bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat ASI
Asupan cairan :
n Kelaparan
n Frekuensi menyusui
n Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hiperbilirubine
mia
n Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin
n Pasase mekonium terlambat
n Pembentukan urobilinoid bakteri
n Beta-glukoronidase
n Hidrolisis alkaline
n Asam empedu
Sumber : Gourley.
Penyebab
Incomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO)
- Defisiensi enzim kongenital (G6PD, galakrosemia)
Perdarahan tertutup (sefalhematom, memarl Sepsis
- Polisitemia (twin-to-twin transfusion, SGA)
Keterlambatan klem tali pusat
-Keterlambatan pasase mekonium, ileus mekonium,
Meconium plug syndrome
Puasa atau keterlambatan minum
Atresia atau stenosis intestinal
-Imaturitas
- Gangguan metabolik/endokrin(Criglar-Najjar disease
Hipotiroidisme, gangguan metaholismeasam amino)
Asfiksia, hipoksia, hipotermi, hipoglikemi.
Sepsis (juga proses imflamasi)
Obat-obatan dan hormon (novobiasin, pregnanediol)
- Anomali kongenital (atresia biliaris, fibrosis kistik)
Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
Billirubin load berlebihan (sering pada hemolisis berat)
Hiperbilirubine
mia
Diagnosis
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang
lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan disosialisasikan pada
dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.
Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan
yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4 mg/dL.
Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab ikterus
patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar kulit yang
berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar
bilirubin serum total (Gambar 9.3) beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat
(Tabel 9.5)
Hiperbilirubine
mia
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko tinggi (Gambar. 2)
Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau
penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETCO).
ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
10
Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus yang
signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko makin
rendah)
Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
Kulit hitam
Hiperbilirubine
mia
11
Rekomendasi 3.0 : Pengukuran biliruhin transkutaneus dan atau bilirubin serum total
harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah
lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin transkutaneus atau
biliruhin serum total tergantung pada daerah dimana kadar bilirubin serum total terletak
(Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi hiperbilirubinemia.
Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total
harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus meragukan,
pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau biliruhin serum hams dilakukan, terutama
pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan derajat ikterus secara visual seringkali salah.
Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur
bayi dalam jam.
4. Penyebab kuning
Hiperbilirubine
mia
12
Rekomendasi 4.1.2: Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus
dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap tiroid dan
galaktosemia.
n Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi.
meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.
n Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehvdrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi
dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang menunjukkan
kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon terhadap fototerapi
yang buruk.
5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan
Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap
risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus
menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting pada bayi
yang pulang sebelum umur 72 jam.
n Rekomendasi 5.1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:
n Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total
sebelum keluar RS , secara individual atau komhinasi untuk pengukuran yang
sistimatis terhadap risiko.
n Penilaian faktor risiko klinis.
n
Rekomendasi 6.1 : Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat
keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap
kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.
n
Rekomendasi 6.1.1: tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas
kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk
menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat untuk
melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau
tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal
lainnya.
n
Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :
Sumber : AAP 6
Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2 kunjungantindak lanjut
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
13
yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72- 120 jam.Penilaian klinik harus
digunakan dalam menentukan tindak lanjut.
Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak
lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko,
waktu pemeriksaan kembali dapat lebih lama.
n
Rekomendasi 6.1.3: Menunda pulang dari Rumah Sakit : Bila tindak lanjut yangmemadai tidak dapat dilakukan terhadap adanyapeningkatan risiko timbulnya
hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan dari RS sampai
tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati
(72-96 jam)
n
Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut
Penilaian tindak lanjut harus termasa berat badan bayi dan perubahan persentaseberat lahir,
asupan yang adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kuning.
Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan pemeriksaan
bilirubin. Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total
serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubinsecara visual dapat keliru, terutama pada
bayi dengan kulit hitam.
7. Pengelolaan bayi dengan ikterus
Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI
Berikut ini adalah elemen-elemen kunci yang perlu diperhatikan pada pengelolaanearly
jaundice pada bayi yang mendapat ASI (label 9.7).
Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1.
Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak
keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu yang
singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuansi yang jarang
walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti.
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran/
produksi ASI dengan cara memompa, dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang
dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga
penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6
hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning .
Sumber : Blackburn ST
Penggunaan farmakoterapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi
enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghan,curan heme, atau untuk
mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun. antara lain :
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
14
1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan
inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan
tranfusi ganti.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi
UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.
Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak
direkomendasikan. Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna ,
hal ini membuat penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah
digunakan pertama kali pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan
tranfusi ganti. Penggunaan fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi
atau tranfusi ganti pada bayi dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.
3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah
diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. ProtOporphyrin telah terbukti efektif sebagai
inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisjne heme
menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan
secara utuh didalam empedu.
4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit
hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan
kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan
dengan timbulnya eritema foto toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika
digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru dengan penggunaan SnMP maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan lagi, sedangkan pada bayi
kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang. Pemakaian obat ini masih dalam
percobaan dan keluaran jangka panjang belum dike tahui, sehingga pemakaian obat ini
sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian
hiperbilirubinemia yang berkembang menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical
trial.
5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor -glukuronidase pada bayi sehat cukup
bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat dalam jumlah
kecil (5 ml/dosis - 6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus
menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol. Kelompok bayi yang mendapat
campuran whey/kasein (bukan inhibitor (-glitkitronidase) kuningnya juga tampak
menurun dibandingkan dengan kelompok kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang berakibat pada penurunan jalurenterohepatik.
Foto terapi dan tranfusi tukar
Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat
walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi hemolisis dan
direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.
Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3 dan gambar 9.4)
Eka Azwinda (202.311.073)
FK UPN Veteran Jakarta
Hiperbilirubine
mia
15
Sumber : AAP
n
Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti, kadar
bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total. Dalam kondisi
dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total, tidak tersedia data yang
baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk berkonsultasi kepada ahlinya
Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk
rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total sebesar
Hiperbilirubine
mia
n
n
16
25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan
bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi intensif. Bayi-bayi ini
tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat menunda terapi.
Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih di
ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.
Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian 7-globulin (0,5-1 g/ kgBB
'selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat walaupun
telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum berkisar 2-3 mg/dL dari
kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat diulang dalam 12 jam.
Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki peralatan
untuk fototerapi intensif.
Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar 9.3),
AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus diteruskan. Juga
terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara dan menggantinya
dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan
efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi , suplementasi dengan
pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat,
berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.
Hiperbilirubine
mia
17
Fototerapi
Hiperbilirubine
mia
18
Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi yang
mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
Perubahan spesifik
Peningkatan suhu lingkungan
dan tubuh
Peningkatan konsumsi oksigen
Peningkatan laju respirasi
Peningkatan aliran darah ke
Kulit
Perubahan
kardiovaskular
Status cairan
Fungsi SaluranCerna
Perubahan aktivitas
Letargis,gelisah
Perubahan berat
Implikasi klinis
Dipengaruhi oleh kematangan, asupan kalori
(energi untuk merespon perubahan suhu),
adekuat atau tidaknya penyesuaian terhadap
suhu pada unit fototerapi, jarak dari unit ke bayi
dan inkubator (berkaitan dengan aliran udara
dan kehilangan udara pada radiant warmer),
penggunaan servocontrol
Terbukanya kembali duktus arteriosus,
kemungkinan karena fotorelaksasi, biasanya
tidak signifikan terhadap hemodinamik
Perubahan hemodinamik terlihat pada 12 jam
pertama fototerapi, setelah itu kembali ke awal
atau meningkat
Meningkatkan kehilangan cairan Dapat
mengubah keperluan pemakaian medikasi
intramuskular
Disebabkan oleh kehilangan cairan melalui
evaporasi, metabolik, dan respirasi
Dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara,
kelembaban, temperature), karakteristik unit
fototerapi, peruhahan suhu, perubahan suhu
kulit dan suhu inti bayi, denyut jantung,
laju.respirasi, laju metabolik, asupan kalori,
hentuk tempat tidur (meningkat dengan
penggunaan radiant warmer dan inkubator)
Berkaitan dengan peningkatan aliran empedu
yang dapat menstimulasi aktivitas saluran cerna
Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses
Meningkatkan kehilangan cairan melalui feses
dan risiko dehidrasi
Perubahan mendadak pada cairan dan elektrolit
Intoleransi sementara laktosa dengan penurunan
laktase pada silia epitel dan peningkatan
frekuensi BAB dan konsistensi air pada feses
Dapat mempengaruhi huhungan orang tua
bayi
Menyebabkan peruhahan asupan cairann dan
Hiperbilirubine
mia
badan
Efek okuler
Perubahan kulit
Rashes
Burns
Bronze baby syndrome
Perubahan endokrin
Perubahan
hematologi
Perubahan kadargonadotropin
serum(peningkatan LH dan FSH)
Peningkatan turnover
trombosit
Cedera pada sel darah merah
dalam sirkulasi denganpenurunan
kalium danpeningkatan aktivitas
ATP
Perhatian terhadap
perilaku psikologis
Isolasi
Perubahan status organisasiBayidan
manajemen perilaku
Sumber: dari Blackburn ST
Tranfusi Tukar
19
kalori
Disebabkan oleh pemberian asupan makanan
yang buruk dan peningkatan kehilangan melalui
saluran cerna
Menurunnya input sensoris dan stimulasi
sensorism Penutup mata meningkatkan risiko
infeksi, aberasi kornea, peningkatan tekanan
intrakranial (jika terlalu kencang)
Disebabkan oleh induksi sintesa melanin atau
disperse oleh sinar ultraviolet
Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit
dengan pelepasan histamine, eretima dari sinar
ultraviolet.
Disebabkan oleh pemaparan yang berlebihan
dari emisi gelombang pendek sinar fluorescent
Disebabkan oleh interaksi fototerapi danikterus
kolestasis, menghasilkan pigmen
cokelat(bilifuscin) yang mewarnai kulit, dapat
pulihdalam hitungan bulan
Belum diketahui secara pasti
Merupakan masalah bagi bayi dengan trombosit
Menyebabkan hemolisis, meningkatkan
kebutuhan energi
Hiperbilirubine
mia
20
n Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti karena
terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap foto terapi
n Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati akut
( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila kadar
bilirubin total 5 mg/dL diatas garis patokan.
n Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tidak
stabil, sepsis, asidosis
n Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9)
n Sebagai patokan adalah bilirubin total
n Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar dapat
dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya
Tabel 9.10 Rasio bilirubin total/ albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi tukar
Katageri Risiko
Bayi 38 0/7 mg
Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau 380/7 mg
Bayi 350/7-37 6/7 mg jika risiko tinggi atau
jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic disease atau
defisiensiG6PD
Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi G6PD
0,84
6,8
0,80
Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dililiat pada Tabel 9.11.
Penatalaksanaan fotorterpi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan pada Tabel 9.12
Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan
American Academy of Pediatrics
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL [mol/L])
Usia (jam)
Pertimbangkan
Fototerapi
Fototerapi
25-48
79-79
> 72
12 (170)
15 (260)
17 (290)
15 (260)
18 (310)
20 (290)
Transfusi tukar
Jika fototerapi
Intensif Gagal
20 (340)
25 (430)
25 (430)
Transfusi tukar
& Fototerapi
intensif
25 (430)
30 (510)
30 (510)
Hiperbilirubine
mia
21
Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru lahir yang
relatif sehat
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dl)
Sehat
Berat Badan
Fototerapi
Transfusi tukar
Kurang bulan
< 1000 g
57
Bervariasi
1001 1500 g
7 10
Bervariasi
1501 2000 g
10 12
Bervariasi
2001 2500 g
12 15
Bervariasi
Cukup Bulan
> 2500 g
15 - 18
20 - 25
sakit
Fototerapi
Transfusi tukar
46
68
8 10
10 12
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
Bervariasi
12 15
18 - 20
Hiperbilirubine
mia
22
ANALISA KASUS
ini,
hiperbilirubinemia
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
Hiperbilirubine
mia
23
minum susu formula. Menurut kepustakaan pada sebagian bayi yang mendapat
ASI ekslusif, dapat terjadi ikterik yang berkepanjangan, biasanya mulai hari ke7
dan bertahan hingga 2-3 minggu kehidupan. Peningkatan serum bilirubin indirek
maksimal 10-30 mg/dl. Hal ini dapat terjadi dicurigai karena terdapat
glukoronidase pada ASI. Namun, bila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka
ikterus akan menghilang dalam 3-10 minggu. Pemberian ASI dengan frekuensi
sering 10x dalam 24 jam dan pemberian ASI pada malam hari dapat mengurangi
resiko Breast Milk Jaundice.
Pada pasien ini BAB & BAKnya baik , frekuensi BABnya 6kali sehari berwarna
kuning,dan frekuensi BAKnya 8kali berwarna kuning .Mual & muntah jg tidak
ada. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat obstruksi pada saluran
pencernaanya.
Infeksi. Dugaan adanya infeksi perinatal dapat dipikirkan , menurut kepustakaan
adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan hati dengan invasi langsung ke
hepatosid atau tidak langsung melalui produksi toksin sehingga ikterus yang
terjadi dapat disebabkan karena infeksi. Namun pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan CRP sehingga hal ini mungkin saja dapat terjadi.
Hepatitis neonatal. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan seperti
pemeriksaan hepar dan lien tidak teraba. Sehingga dapat disingkirkan, untuk
memastikannya dapat kita lakukan pemeriksaan penunjang.
Tatalaksana pada kasus ini sesuai dengan kepustakaan yaitu dengan pemberian
terapi sinar, sesuai dengan indikasi pada bayi yaitu gejala klinis kuning kramer III
dengan kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl.
DAFTAR PUSTAKA
Hiperbilirubine
mia
24